Konsep Kunci
EDEMA CEREBRAL
PENGELOLAAN
PENGELOLAAN PREOPERATIVE
PREMEDIKASI
PENGELOLAAN INTRAOPERATIVE
- MONITORING
Pemakaian monitor standart dan penambahan monitoring langsung
untuk menilai tekana intra arteri serta kateter urin adalah umum untuk
semua pasien yang akan dilakukan kraniotomi. Perubahan yang cepat
dari tekanan darah selama induksi, hiperventilasi yang terjadi, tindakan
intubasi, penempatan posisi, dan manipulasi tindakan operasi, dan
kegawatan yang mungkin terjadi, haruslah secara kontinu dimonitor
terhadap perubahan tekanan darah untuk menjamin cerebral perfusi
yang optimal. Lebih dari itu penilaian gas darah juga penting dalam
pengaturan ketat PaCo2..Banyak neuroanestesiologis dalam pengukuran
CPP dengan transduser penilaian besarnya tekanan arteri itu
menempatkan tingginya angka NOL untuk mengukur setinggi kepala
( meatus auditori eksternal) - bukannya setinggi atrium kanan.
Pemakaian alat End-tidal Co2 saja secara tunggal tidaklah memberikan
nilai yang sesungguhnya dalam meregulasi ventilasi. Pengukuran CVP
dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mendapat obat-obat Vaso
aktif. Penggunaan akses pada vena jugularis interna masih
diperdebatkan karena besarnya resiko penusukan kedalam karotis,
penempatan kateternya dapat mengganggu aliran vena dari otak.
Banyak klinikus menghindari issu ini dengan menempatkan akses vena
sentral pada vena basilika mediana. Namun vena jugularis eksterna dan
subklavia menjadi alternative yang sering digunakan. Pemakaian kateter
urin diperlukan karena pemakaian diuretik yang berulang, serta
prosedur operasi yang lama, maupun sebagai petunjuk terapi cairan.
By GZ
Penilaian fungsi neuromuskular pada sisi yang lain yang terjadi pada
hemipharesis hendaknya juga dilakukan. Juga penilaian Visual
mungkin berguna untuk menilai adanya kerusakan nervus optikus
selama prosedur reseksi tumor-tumor pituitari yang besar. Penambahan
monitoring lain untuk operasi pada fossa posterior akan dijelaskan
kemudian.
Pengelolaan pasien dengan hipertensi intra kranial ditujukan
untuk memfasilitasi monitoring ICP perioperatif. Tindakan
ventrikulostomi atau pemisahan subdural umumnya dikerjakan oleh
ahli bedah saraf dalam anestesi lokal. monitoring elektronik yang
dipakai melalui penempatan tranduser pada level setinggi meatus
auditorius eksternal untuk menggambarkan tekanan arteri. Tindakan
ventrikulostomi memberikan nilai tambah dalam menurunkan tekanan
ICP melalui pengurangan cairan cerebrospinal.
- INDUKSI
- PENEMPATAN POSISI
- MAINTENANCE ANESTHESIA
- KEDARURATAN
Obstruktive hidrocephalus
Masa yang berlokasi infratentorial dapat menyumbat aliran LCS setinggi
ventrikel –IV, atau aquductus serebralis. Walaupun kecil dengan lokasi
lesi demikian dapat menebabkan perubahan yang besar pada TIK. Pada
suatu kasus demikian, ventrikolostomy sering diberikan anestesi lokal
untuk menurunkan TIK sebelum dilakukan induksi dalam general
anestesi.
Penempatan posisi
Meskipun banyak eksplorasi tindakan pada fossa posterior dilakukan
dalam modifikasi posisi lateral dan telungkup, posisi duduk oleh
beberapa ahli bedah lebih disukai. Bagaimanapun posisi, posisi kepala
harus lebih tinggi dari kepala. Posisi lateral telah dibicarakan pada Bab
24, dan prone posisi akan dibicarakan selanjutnya pada operasi spinal.
Posisi standar duduk pada pasein adalah semirecumbent (gambar
26-1). Punggung dielevasikan 600 , kedua kaki dinaikan dengan tungkai
atasnya difleksikan. Kepala difiksasi melalui tree-point holder dengan
leher difleksikan, posisi tangan ditempatkan disamping dan resting.
Penempatan posisi yang hati-hati akan menghindari terjadinya
injuri, titik tekan pada, elbow, spina isciadika, heels, dan forehead
haruslah terlindungi. Pleksi yang berlebihan pada leher telah
dihubungkan pada kejadian pembengkakan pada saluran nafas bagian
atas ( juga menyumbat vena), dan quadriflegia (penekanan pada cervical
spinal cord). Terjadinya stenosis spinal servical merupakan predisposisi
pada pasien dengan injuri lanjut.
By GZ
Pneumocephalus
Pada posisi duduk akan meningkatkan kemungkinan pneumocephalus,
pada posisi ini, udara akan siap masuk kedalam rongga subarachnoid
mengganti LCS yang hilang selama tindakan operasi. Pada pasien
dengan atropi otak dimana drainase LCS jelas terlihat; udara akan
mengantikan LCS pada permukaan otak dan ventrikel otak. Penyebaran
pneumocefalus ini mengikuti juga saat penutupan duramater dan akan
menekan otak. Pada post operative akan memperpanjang sadar dan
terus menggangu fungsi neurologi. Karena alasan inilah yang membuat
beberapa anestesiologist tidak menggunakan N2O pada craniotomi dalam
posisi duduk.(lihat selanjutnya).
RESPONS MOTORIK
MENURUT PADA PERINTAH 6
MELOKALISASI RANGSANG NYERI 5
WITHDRAWS 4
FLEKSI ABNORMAL 3
EKSTENSI 2
By GZ
TANPA RESPONS 1
RESPONS VERBAL
ORIENTASI BAIK 5
ORIENTASI BURUK 4
BICARA NGACAU 3
TANPA ARTI 2
TANPA RESPON 1
PENGELOLAAN PREOPERATIVE
By GZ
INTUBASI
Semua pasien harus dianggap dalam keadaan lambung yang terisi
penuh, dan harus dilakukan penekanan crikoid selama tindakan
ventilasi dan trakeal intubasi. Bersamaan dengan melakukan
preoksigenasi dan ventilasi dengan sungkup, pemberian thiopental 2-5
mg/kgBB atau propofol 1,5- 3mg/kgBB, dan pemberian NMBA yang
onsetnya cepat, dapat menumpulkan efek intubasi yang dapat
meningkatkan TIK. Jika pasien dalam keadaan hipotensi(tekanan
sistole< 100 mmHg) baik thiopental atau propofol dosis kecil dapat
diberikan atau etomidat. Penggunaan succinilcollins pada trauma
tertutup kepala masih contraversial, oleh karena potensialnya
menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan kadar
kalium darah, rocuronium atau mivacurium menjadi pilihan alternativ
yang disukai. Jika kesulitan intubasi terantisipasi, awake intubasi,
tehnik fiberoptik atau trakeostomi mungkin berguna. Nasal blind
intubasi di kontra indikasikan pada pasien yang mengalami fraktur
dasar tengkorak, yang memberikan tanda adanya rinnorhoe atau
otorhoe, hemotympanum, atau adanya ekimosis jaringan periorbital
(raccon sign) atau pada kedua telinga ( battle sign).
HIPOTENSI
Hipotensi yang terjadi pada trauma kepala selalu dekat berhubungan
dengan injuri ditempat lain (biasanya intra abdoment). Perdarahan dari
kulit kepala biasanya terjadi pada laserasi kulit yang terjadi pada anak.
Hipotensi mungkin dapat terlihat pada trauma pada medula spinal
By GZ
STUDI DIAGNOSTIK
Pemilihan antara operasi dan pemberian obat pada trauma kepala
didasarkan pada gambaran radiologis sebaik sebagaimana dengan
gambaran klinisnya. Pasisn- pasien sebaiknya dalam keadaan stabil
terlebih dahulu sebelum dilakukan studi CT atau angiografi, keadaan-
keadaan yang mengancam selama penilaian harus diawasi ketat. Pada
pasien yang gelisah atau tak kooperative dapat diberikan general
anestesia. Sedasi yang diberikan tanpa mengontrol jalan napas secara
umum sebaiknya dihindari karena beresiko meningkatkan TIK, dari
hipercapni dan hipoksia yang terjadi. Keadan yang memburuk sebelum
penilaian diagnostik ini, pemberian intra vena manitol dapat
dipertimbangkan.
PENGELOLAAN INTRAOPERATIVE
Pengelolaan anestesi secara umum sama pada lessi massa yang
dihubungkan dengan peningkatan tekanan intracerebral. Management
jalan napas telah dibicarakan diatas. Monitoring intra arteri, vena
central( tekanan dalam arteri pulmonalis) harus dalam keadaan stabil
dan bila alat ini tak tersedia janganlah menunda tindakan decompresi
bila pasien jatuh dalam perburukan.
Pemberian barbiturat-opioid-N2O-dan NMBA adalah tehnik yang
umum digunakan. N2O sebaiknya dihindari pemakaiannya ketika terjadi
emboli udara dan hipotensi. Hipotensi dapat terjadi setelah induksi
anestesi oleh karena efek kombinasi dari vasodilatasi yang terjadi dan
hipovolemi dan harus dikelola dengan pemberian agonis ά-adrenergik
By GZ
CEREBRAL ANEURYSMA
PERTIMBANGAN PREOPERATIVE
Typikal dari aneurisma cerebral ini terjadi pada bifurcatio dari arteri
besar pada dasar otak; dimana pembuluh besar berlokasi pada anterior
dari circle of willis. Lebih kurang 10-30% dari pasien terdapat lebih dari
satu aneurismanya. Secara umum insidennya diperkirakan 5% dari
yang dilaporkan. Tetapi segolongan kecil saja yang mendapat
komplikasi. Robeknya kantung aneurisma merupakan penyebab
tersering pada perdarahan subarachnoid. Sebesar 10% menimbulkan
kematian yang akut. Dari mereka yang selamat dari perdarah, sekitar
25% akan meninggal dalam waktu tiga bulan setelah perlambatan
komplikasinya. Lebih dari itu sekitar 50% selamat dengan kelainan
neurologisnya. Pentingnya mengelola untuk menghindari robekan,
dimana lessi yang lebih besar dari 7 mm, dipertimbangkan untuk
operasi. Sayangya pasien yang ditemui setelah terjadi rabekan pada
aneurismanya.
PENGELOLAAN PREOPERATIVE
Penentuan penilaian preanestetik dilakukan terhadap ruptur yang
terjadi, dengan tanda peningkatan TIK yang harus dapat dilihat,dimana
umumnya hampir semua pasien menunjukan tanda TIK yang normal
sampai waktu mereka akan di operasi dan beberapa kelompok kecil saja
yang menunjukan peingkatan TIK yang persisten. Hidrocefalus dapat
berkembang pada pasien-pasien ini yang disebabkan karena gangguan
penyerapan LCS, dan biasanya tampak pada gambaran CT-scan dengan
ventrikel yang melebar. Pada kelainan neurologis yang ditemukan harus
By GZ
PENGELOLAAN INTRAOPERATIVE
Operasi aneurysma dapat menyebabkan kekurangan darah karena
perdarahan sebagai konsekwensi dari ruptur atu perdarahhan kembali.
Harus tersedianya darah sebelum memulai tindakannya.
Tanpa mengindahkan tehnik anestesi yang dipakai, pengelolaan
anestetik haruslah difokuskan pada pencegahan ruptur (perdarahan
kembali), dan menghindari faktor-faktor yang dapat mendukung
terjadinya cerebral iskemia atau vasospasme. Monitoring tekanan intra
arteri atau dalam vena sentral (atau arteri pulmonal) adalah
dibutuhkan. Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dalam tindakaan
trakeal intubasi ataupun stimulasi pembedahan pada saat penyayatan
hendaknya di hindari. Adalah bijaksana untuk melakukan loading
cairan intravaskular, yang di guiding dengan pemasangan CVP.
Memungkinkan pada setiap level pembedahanya tingkat anestesi yang
diberikan tanpa menimbulkan penurunan tekanan darah yang berlebih,
karena pemberian preoperasi dengan calsium chennel bloker akan
memyebabkan vasodilatasi sistemik, dan mengurangi SVR, dan pasien-
pasien yang mendapatkan obat ini akan menimbulkan hipotensi.
Hiperventilasi yang dilakukan tidak sepert yang diharapkan
menimbulkan iskemi melainkan menginduksi terjadinya vasodilatasi.
Setelah dura dibuka, pemberian manitol kerap diberikan utk
memfasilitasi pembedahan dan mengurangi trauma jaringan dari
tindakan retraksi pembedahan. Penurunan TIK yang cepat sebelum
pembukaan dura dapat mendukung terjadinya rebleeding melalui efek
removing tamponade pada aneurysma.
Tindakan elektive ( terkontrol ) hipotensi pada pembedahan
aneurysma sangat berguna. Penurunan MAP mengurangi tekanan
transmural yang melintasi aneurysma serta dapat memfasilitasi
pembedahan dengan cliping pembuluh darah. Mengontrol hipotensi
dapat juga mengurangi pengeluaran darah yang dapat dilihat selama
By GZ
MALFORMASI ARTERIVENA.
PENGELOLAAN PREOPERATIVE
Penilaian preoperative harus difokuskan pada gangguan ventilasi dan
kondisi jalan napas. Abnormalitas anatomi dan keterbatasan gerakan
leher oleh suatu penyakit, traksi atau kekakuan dapat menganggu
pengelolaan jalan napas dan dibutuhkan tehnik khusus (lihat Bab 5).
Semua defisit neurologis yang ditemukan dicatat. Semua pasien dengan
kelainan degeneratif dipertimbangkan pengelolaan Pain preoperative
dengan memberikan opioid dengan premedikasi. Sebaliknya- pada
pasien dengan jalan napas yang sulit atau gangguan ventilasi
premedikasi yang diberikan dalam jumlah yang sedikit saja.
PENGELOLAAN INTRAOPERATIVE
Pengelolaan anestesi yang dilakukan dengan posisi prone dapat
memberikan banyak penyulit. Penyulit Operasi spinal termasuk seluruh
level spinal, tindakan fusi, dan peralatan yang dipakai, dan berpotensi
besar menimbulkan banyaknya kehilangan darah; PRC harus selalu
By GZ
Penempatan posisi
Seluruh prosedur operasi dikerjakan dalam posisi prone. Penggunaan
posisi supine (dengan melakukan traksi pada kepala) dalam pendekatan
anterior dari cervikal, memberi kemudahan bagi anestesi tetapi dapat
berhubungan dengan cedera pada trakea,esopagus, nervus laringeal,
simpatik chain, arteri karotis, atau vena jugular. Posisi duduk atau
lateral decubitus kadang juga digunakan.
Induksi dan intubasi dilakukan dalam posisi supine, kemudian
pasien diubah dalam posisi tengkutap, dengan menjaga netralitas dari
leher. Dengan memiringkan kesalah satu sisi pada kepala, atau
menghapap kebawah dengan menggunakan cushioned holder. Untuk
menjadi perhatian yang penting dari posisi ini adalah menghindari
abrasi kornea, atau iskemia retina dari penekanan, juga pada hidung,
telinga, dahi, dagu, payudara(pada wanita), atau genetalia(pada laki-
laki). Dada harus dalam kondisi rest dengan dengan busa atau
penunjang lain, untuk memvasilitasi ventilasi. Kedua tangan harus
sedemikian nyaman dengan menempatkan pada posisi disamping atau
keatas dengan pleksi elbows.
Menempatkan pasien pada kondisi ini dapat menimbulkan suatu
kedaruratan dengan timbulnya hipotensi, yang disebabkan dari
pembuntuan reflek simpatis. Tekanan pada abdomen, khususnya pada
pasien gemuk, dapat menggangu venous return serta memberi
kontribusi perdarahan yang terjadi, karena vena epidural tertumpuk
oleh darah. Pengunaan frame yang didesign untuk menghindari
penekanan pada perut maupun dada dapat menghindari penyulit-
penyulit tersebut.
Monitoring
Setelah kita dapat menentukan bahwa perdarahan banyak akan terjadi
pada suatu tindakan atau pasien dengan penyakit pada jantung
sebelumya, monitoring tekanan arteri dan CVP haruslah dilakukan
sebelum ”penempatan posisi” atau pembalikan. Pada pasien dengan
kondisi yang baik, pemeliharaan tekanan darah dengan hipotensi atau
memberikan secara infiltrasi pada luka operasi dengan cairan rendah
epineprine akan mengurangi perdarahan yang terjadi.
Kehilangan darah yang masive dari aorta atau vena cava dapat saja
terjadi intra ataupun post operatif pada prosedur tindakan bedah
thorak atau daerah lumbal.
Peralatan yang digunakan dalam operasi ini diupayakan dapat
mendeteksi kelainan neurologis yang terjadi terutama pada distraksi
By GZ