Anda di halaman 1dari 13

4.

Keratitis
Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun.
Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan epitel atau
membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan stroma.

Epidemiologi
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena
keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit
pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah
pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35% di Florida.
Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di
Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies
Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara. Secara signifikan lebih
sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.

Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps.Hubungan ke
sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti
debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
9. Efek samping obat tertentu
Patofisiologi
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah
mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang
meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag,
leukosit polimorf nuklear,limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan
jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama. Karena tidak
mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen
yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau dikornea terjadi vaskularisasi.
Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang
dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal
kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi
terjadi juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.Reaksi imunologik di kornea
dan konjungtiva kadang-kadang disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus
limfe yang masuk limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat
ikut terkait dalam sindrom iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang
terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas,
Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida dimembrana basalis.
Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam
waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki kompetensi
imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak kearah sumber antigen di kornea dan dapat
menimbulkan reaksi imun di tepi kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh
berbagai stimuli. Bahwa pada proses imunologik secara histologik terdapat sel
plasma, terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma
merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetika yang kronik
dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit yang sensitif terhadap
jaringan kornea
Klasifikasi
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal.

Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:


1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel)
2. Keratitis Marginal
3. Keratitis Interstisial
Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis Bakteri
2. Keratitis Jamur
3. Keratitis Virus
4. Keratitis Herpetik
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :Keratitis Dendritik dan Keratitis
Disiformis
5. Keratitis Alergi
a. Keratokonjungtivitis
b. Keratokonjungtivitis epidemi
c. Tukak atau ulkus fliktenular
d. Keratitis fasikularis
e. Keratokonjungtivitis vernal

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:


1. Keratitis Flikten
2. Keratitis Sika
3. Keratitis Neuroparalitik
4. Keratitis Numuralis

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:


A.Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-
bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat
halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial
dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah
keratitis yangterkumpul di daerah membran Bowman.
Gambar 2 . Keratitis pungtata

B.Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal
ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan
adanya blefaro konjungtivitis.

Gambar 3. Keratitis Marginal

C.Keratitis Interstitial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke dalam
kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial
dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis
interstitial.
Gambar 4. Keratitis Interstitial

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu:


A.Keratitis Bakteri
Faktor Risiko
Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitelkornea adalah potensi
penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis,beberapa faktor risiko terjadinya keratitis
bakteri diantaranya:
 Penggunaan lensa kontak
 Trauma
 Kontaminasi pengobatan mata
 Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
 Riwayat operasi mata sebelumnya
 Gangguan defense mechanism
 Perubahan struktur permukaan kornea

Etiologi
Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri
Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri padamata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret danpenglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternalditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea,infiltrasi kornea

Gambar 5. Keratitis ulseratif supuratif yang disebabkan oleh P.aeruginosa

Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkuskornea dan
bagian tepinya dengan menggunakan spatula sterilkemudian ditanam di media
cokelat, darah dan agar Sabouraud,kemudian dilakukan pengecatan dengan
Gram.
 Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak adaperbaikan secara
klinis dengan menggunakan blade kornea biladitemukan infiltrat dalam di
stroma.
Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur
bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:

Tabel 2. Terapi inisial untuk keratitis bakteri

B.Keratitis Fungi (Jamur)


Etiologi
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
 Jamur berfilamen (filamentous fungi )Bersifat multiseluler dengan cabang-
cabang hifa, terdiri dari:
o Jamur bersepta :
Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillussp, Cladosporium sp, Penicillium
sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
o Jamur tidak bersepta :
Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

 Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :
o Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
 Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium :
o Blastomices sp,Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.
Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat
kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat dari pada
keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus.
Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifaberpotensi masuk ke
membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.

Manifestasi Klinis
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur
dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut.
Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut ,
respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.Ulkus
kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu
sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang
tampak elevasi keatas.

Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan
mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun
dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan
respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat
juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

 Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama


 Lesi satelit
 Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh
 Plak endotel
 Hypopyon, kadang-kadang rekuren
 Formasi cincin sekeliling ulkus
 Lesi kornea yang indolen

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan bio
mikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH +
Tinta India.
 Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff Atau
Methenamine Silver.

Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
 Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
 Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,Miconazole,
flukonazol, itraconazole, econazole, danclotrimazole

C.Keratitis Virus
Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering
pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan
parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga
mulut, vagina danmata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan
dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.

Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
 Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial
mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial.
 Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang
yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel
radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga
akan merusak stromadi sekitarnya.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur,
mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang
terkena Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan
dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh
sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah
akan menjadi parah dan menyerang stroma

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks

Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel
raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan darisel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan
virus intranuclear inklusi

Terapi
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial,
karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban
antigenic virus pada stroma kornea Epitel sehat melekat erat pada kornea namun
epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator
berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5%
diteteskan kedalam sakuskonjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien
harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnya dalam 72 jam

Terapi Obat
1. IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan1% dan diberikan
setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)
2. Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
3. Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam
4. Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
5. Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.

Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea yang berat namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

D.Keratitis Alergi
Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata,biasanya penderita
sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.

Manifestasi Klinis
 Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar),diliputi sekret
mukoid.
 Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu,seperti lilin)
 Gatal
 Fotofobia
 Sensasi benda asing
 Mata berair dan blefarospasme

Terapi
 Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
 Steroid topikal dan sistemik
 Kompres dingin
 Obat vasokonstriktor
 Cromolyn sodium topikal
 Koagulasi cryo CO2.
 Pembedahan kecil (eksisi).
 Antihistamin umumnya tidak efektif
 Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:


A.Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa
Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada
lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk ulkus.
Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang
menjalar dari pinggir ketengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan
bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander phlyctaen. Keadaan ini
merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagi di tempat lain
bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan kelainan kornea berbentuk
bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulau-pulau yang disertai ‘geographic pattern’.

B.Keratitis Sika
 Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan
kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan
kornea, yaitu:
 Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefariti
 Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai obat
diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.
 Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A,
penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti trauma
kimia, Sindrom Steven Johnson,trakoma.
 Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,lagoftalmus,
keratitis neuroparalitika.
 Adanya sikatrik pada kornea.
Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal, terasa seperti
ada pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata terasa kering. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan sekret mukus dengan tanda-tanda konjungtivitis dengan
xerosis konjuntiva, sehingga konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal, kering, tak
mengkilat,warnanya mengkilat. Terdapat infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal, tes
fluoresen (+). Terdapat juga benang-benang (filamen) yang sebenarnya sekret yang
menempel, karena itu, disebut juga keratitis filamentosa

C.Keratitis Numularis
Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas,terdapat infiltrat
bulat-bulat sub epitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo
(diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah). Tes fluoresen (-).
Keratitis ini kalau sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.

Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan
akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai
hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:
 Gangguan refraksi
 Jaringan parut permanent
 Ulkus kornea
 Perforasi kornea
 Glaukoma sekunder

Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak
diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat
mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.Prognosis visual tergantung pada
beberapa faktor, tergantung dari:
 Virulensi organisme
 Luas dan lokasi keratitis
 Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

Anda mungkin juga menyukai