ABSTRACT
Conflicts in fisheries sector started especially a few years ago between local and multi-national fishing companies in
Northen Aceh waters. This conflicts occur because unfair exploitation of fish resources have limited, so it make the
challenging of fishing ground. This study was aimed to analyze causing factors and the effects of conflicts in the
fisheries sector and how to reduce the conflicts. Analyze methods of this research use descriptive and AHP (Analytical
Hierarchy Process). Results showed that the main conflicts source in the fishing area was the fishing practices such as light
purse seine, fishing ground, bomb fishing, trawl, FAD’s and illegal fishing. Consequently, a destruction of fish habitat
may occur which affected to decreasing catches and income fishers when challenging fishing ground. The enhancement
of management patterns were giving the attention to biological aspects in the each exploitation, minimalizing the
breaking the FAD’s as a main conflict, applying the management startegy by priority serially (mediation, arbitrase,
negotiation, and compensation).
ABSTRAK
Konflik perikanan tangkap di perairan Utara Aceh merupakan persoalan konflik yang terjadi sejak tahun 2005-2015.
Konflik perikanan tangkap secara umum terjadi akibat sumberdaya ikan yang semakin berkurang sehingga terjadi
persaingan yang tidak sehat dalam memperebutkan sumberdaya pada daerah penangkapan ikan yang sama. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor penyebab dan dampak konflik perikanan tangkap serta menentukan pola
pemanfaatan daerah penangkapan ikan untuk mereduksi konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dan AHP (Analitycal Hierarchy Process). Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab
konflik perikanan tangkapan di perairan Utara Aceh adalah penggunaan cahaya lampu pada purse seine, perebutan daerah
penangkapan ikan, penggunaan bom ikan, penggunaan trawl, pemutusan rumpon, dan illegal fishing. Dampak yang
dihasilkan dari konflik perikanan tangkap adalah tergganggunya habitat sumberdaya ikan, menurunnya hasil tangkapan
dan pendapatan nelayan tradisional serta pertikaian antar nelayan di daerah penangkapan ikan yang diperebutkan.
Pola pemanfaatan yang dapat dikembangkan adalah memberi perhatian dominan terhadap aspek biologi/SDI dalam
setiap tindakan pemanfaatan, meminimalkan terjadinya pemutusan rumpon (konflik utama), menerapkan strategi
penggelolaan dengan urutan prioritas: mediasi, arbitrase, negosiasi dan ganti rugi.
Kata kunci: Analytical Hierarchy Process , daerah penangkapan ikan, konflik, pola pemanfaatan
150 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 149-158
ISSN 2087-4871
Faktor penyebab konflik dan dampak tersebut dikelompokkan dan disusun dalam
konflik perikanan tangkap dianalisis secara bentuk struktur bertingkat. Tahap analisis
deskriptif. Sebaran spasial lokasi konflik skala banding berpasangan, data disiapkan
perikanan tangkap disajikan dalam bentuk dengan dengan Mikrosoft Excel, sedangkan
peta tematik. Pengelolaan konflik biasanya penetapan skala banding berpasangan
memberikan pengaruh yang signifikan dan sistem pembobotannya mengacu
terhadap pengelolaan sumberdaya termasuk kepada Mustaruddin et al. (2011). Data
perikanan tangkap. Pengelolaan perikanan yang sudah lengkap selanjutnya dianalisis
tangkap, dalam pemanfaatan yang tanpa menggunakan AHP. Menguji kinerja hasil
batas tersebut sering diterapkan dan lebih analisis, maka dilakukan uji konsistensi dan
berorientasi pada keuntungan ekonomi. sensitivitas. Hasil uji konsistensi diharapkan
Namun demikian, pada kondisi tertentu, menunjukkan rasio inconsistency (RI) di
strategi yang tanpa batas tersebut terkadang bawah 0.10. Bila RI bernilai 0.10 atau lebih,
memperburuk kelangsungan suatu berarti data yang digunakan tidak konsisten
sumberdaya karena agregat dari strategi dan harus dilakukan pengambilan ulang.
yang besar dan melampaui daya dukung Uji analisis sensitivitas diharapkan hasil
kelangsungan sumberdaya tersebut. tidak terlalu sensitif.
Pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik adalah kelompok nelayan tradisional. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman jenis konflik perikanan tangkap
banyak disebabkan oleh keragaman persepsi Jenis dan lokasi terjadinya konflik
nelayan tentang pengelolaan sumberdaya
ikan. Potensi konflik perikanan tangkap Jenis konflik yang terjadi di perairan
dapat disebabkan oleh prinsip hutang di Utara Aceh dewasa ini terdiri dari konflik
mana nelayan harus selalu memburu ikan, alat tangkap dan konflik pengkalingan laut.
suatu persaingan yang mengakibatkan Kedua jenis konflik tersebut tercakup dalam
terjadinya akumulasi unit penangkapan enam jenis kasus yaitu penggunaan cahaya
ikan pada tempat dan waktu yang sama. lampu pada purse seine, perebutan daerah
penangkapan ikan, penggunaan bom ikan,
Strategi penyelesaian konflik perikanan penggunaan trawl, pemutusan rumpon, dan
tangkap illegal fishing. Kasus konflik tersebut telah
terjadi sejak tahun 2005 dan masih tetap
Analisis hierarki atau yang juga sering terjadi dewasa ini (Tabel 1).
dikenal dengan Analytical Hierarchy Process Konflik di perairan Utara Aceh
(AHP) ini digunakan untuk menentukan dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
prioritas berbagai opsi strategi resolusi aman, rawan, dan berbahaya. Potensi
konflik pemanfaatan daerah penangkapan konflik perikanan di perairan Utara Aceh
ikan. Prinsipnya, penentuan ini dilakukan menyebar merata di perairan, namun lebih
dengan mempertimbangkan berbagai aspek terkonsetrasi di kawasan pesisir. Hasil
kesesuaian/kriteria yang ada dan beberapa survei menunjukkan bahwa konflik kategori
hal yang menjadi faktor pembatasnya di berbahaya lebih tinggi intensitasnya dan
perairan Utara Aceh. penyebarannya lebih luas dibandingkan
Tahap awal yang perlu dilakukan kategori rawan dan aman. Konflik kategori
dalam analisis hierarki ini adalah rawan dan aman relatif sama, yaitu lokasinya
pendefinisian masalah atau komponen. lebih jauh dari pesisir dibandingkan
Pendefinisian komponen yang menjadi dengan kategori berbahaya. Hal ini berarti
tujuan, kriteria, dan faktor pembatas dalam bahwa DPI bagi nelayan tradisional yang
penentuan opsi strategi resolusi konflik terkonsentrasi di sekitar pantai memiliki
pemanfaatan daerah penangkapan ikan potensi yang cukup tinggi untuk terjadi
di perairan Utara Aceh diidentifikasi dan konflik kategori berbahaya. Peta sebaran
ditetapkan. Selanjutnya komponen terpilih lokasi konflik dapat dilihat pada Gambar 1.
1 Pengunaan √ √ √ √ √ √
cahaya lampu
pada purse
seine
2 Perebutan √ √ √ √ √
d a e r a h
penangkapan
ikan
3 Penggunaan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
bom ikan
4 Pengunaan √ √ √ √ √ √
trawl
5 Pemutusan √ √ √ √
rumpon
6 Illegal fishing √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Faktor penyebab dan dampak konflik memiliki sifat fototaksis positif (tertarik pada
perikanan tangkap cahaya), sehingga berkumpul di sekitar
lampu. Lampu sebagai alat bantu untuk
Penggunaan cahaya lampu pada purse seine merangsang atau menarik perhatian ikan
agar berkumpul di bawah cahaya lampu.
Menurut Nedelec (2000), purse seine Penangkapan ikan di perairan
adalah suatu alat penangkap ikan yang Utara Aceh yang menggunakan purse
digolongkan dalam kelompok jaring lingkar seine dilengkapi alat bantu lampu.
(surrounding net) yang dilengkapi tali kerut Penggunaan lampu dengan intensitas
dan cincin untuk menguncupkan jaring cahaya berkapasitas tinggi (mencapai 350
bagian bawah pada saat dioperasikan. lux) oleh nelayan dari luar Aceh di wilayah
Cincin mempunyai fungsi ganda sebagai perairan Aceh merugikan nelayan tradisional
tempat lewat tali cincin dan juga berfungsi yang hanya menggunakan cahaya lampu
sebagai pemberat. Purse seine sampai saat dengan intensitas rendah (38 lux). Hal ini
ini merupakan alat penangkap ikan pelagis membuat ikan di DPI nelayan tradisional
kecil yang paling produktif. Peranan jaring berkurang karena ikan bermigrasi ke arah
adalah sebagai pengurung ikan agar tidak cahaya lampu intensitas tinggi sehingga
lari dari sergapan jaring ketika dilingkarkan. menyebabkan menurunnya hasil tangkapan
Menurut Rahman (2001) bahwa cahaya yang nelayan tradisional. Dampak lain yang
dihasilkan dari lampu dengan intensitas disebabkan oleh penggunaan purse seine
tinggi akan lebih cepat menarik ikan yang adalah overfishing, stok sumberdaya ikan
152 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 149-158
ISSN 2087-4871
154 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 149-158
ISSN 2087-4871
perkara dapat ditolak dan lembaga hukum yang diunggulkan (proritas I) untuk
akan mengambil biaya sidang 10 persen dari menyelesaikan konflik perikanan tangkap di
uang hasil perkara tersebut, dan penggugat perairan Utara Aceh adalah mediasi/MED
diberi waktu selama 2 x 24 jam untuk (RK 0.54). Konflik yang terjadi sebaiknya
membawa pengaduan kepada panglima laôt diupayakan terlebih dahulu mediasi di
sejak terjadinya perkara, lewat dari waktu antara pihak yang berkonflik. Mediasi dapat
2 x 24 jam pengaduan dari penggugat tidak ditengahi oleh panglima laôt. Pihak-pihak
dapat diterima atau batal. yang berkonflik ditanya apa keberatannya/
ketidak-senangan mereka terhadap yang
Penentuan kriteria penyelesaian konflik lain dan apa harapannya, untuk kemudian
dicari titik temu terbaik. Hal ini hendaknya
Hasil analisis vektor prioritas terus dilakukan setiap ada konflik/kasus
terkait kriteria yang perlu diakomodasi sehingga tidak berkepenjangan. Strategi
dalam resolusi konflik perikanan tangkap ARB dapat menjadi alternatif berikutnya
menunjukkan bahwa rasio kepentingan (prioritas II) untuk penyelesaian konflik
untuk kriteria teknologi (TEK) 0.13, kriteria perikanan tangkap. Strategi ini dapat dipilih
ekonomi (EKO) 0.30, kriteria sosial (SOS) bila upaya mediasi tidak dapat memberi
0.06, dan kriteria biologi (BIO) 0.51 dapat penyelesaian.
dilihat pada Gambar 2. Rasio kepentingan
tersebut menunjuk-kan urgensi setiap Pola pemanfaatan untuk mereduksi konflik
kriteria dalam penentuan program AHP perikanan tangkap
yang akan dijalankan. Kriteria biologi (BIO)
mempunyai rasio kepentingan dengan Mengacu pada hasil analisis
nilai terbesar, yang berarti bahwa kriteria sebelumnya ternyata ditemukan enam
tersebut memiliki peran penting dalam konflik perikanan tangkap yaitu pengunaan
menentukan program yang akan dijalankan cahaya lampu pada purse seine, perebutan
di perairan Utara Aceh. daerah penangkapan ikan, penggunaan
bom ikan, penggunaan trawl, pemutusan
Faktor-faktor pembatas dalam penyelesaian rumpon dan illegal fishing. Konflik tersebut
konflik menimbulkan dampak yang merugikan.
Supaya konflik tersebut dapat diselesaikan
Hasil analisis vektor prioritas maka harus dipilih beberapa kriteria yang
terkait faktor pembatas membantu untuk tepat untuk menyelesaikannya diantaranya
mengetahui pihak mana yang perlu kriteria teknologi, ekonomi, sosial dan biologi.
dibuatkan program untuk mendukung pihak Kriteria ini harus sesuai penerapannya
tersebut. Vektor prioritas pada tingkat ketiga dengan hal-hal yang bisa menjadi konflik.
diperoleh dari keenam pihak pengambil Secara diagram pola pemanfaatan DPI
kebijakan disajikan pada Gambar 3. Adapun untuk mereduksi konflik perikanan tangkap
rasio kepentingan (RK) untuk keenam dapat dilihat pada Gambar 5.
pihak yang terlibat dalam pengunaan Kriteria biologi menjadi kriteria yang
cahaya lampu pada purse seine (CLP) 0.19; paling penting. Hal ini diduga karena usaha
perebutan daerah penangkapan ikan (DPI) perikanan sangat tergantung pada kondisi
0.13; penggunaan bom ikan (BOM) 0.16; sumberdaya ikan secara berkelanjutan
pengunaan trawl (TRL) 0.11; pemutusan untuk pemanfaatan DPI. Supaya dapat
rumpon (PTR) 0.27; dan illegal fishing menimalkan terjadinya pemutusan rumpon,
(ILF) 0.14. Berdasarkan nilai RK tersebut, maka pemanfaatan DPI harus melihat jalur
diketahui bahwa PTR merupakan pihak migrasi ikan ke lokasi penangkapan ikan
yang paling penting untuk dipertimbangkan nelayan tradisional. Konflik tersebut dapat
dalam penentuan jenis program yang akan dieliminasi.
dijalankan di perairan Utara Aceh. Strategi mediasi paling penting untuk
dipertimbangkan pada pola pemanfaatan
Prioritas strategi penyelesaian konflik DPI. Terpilihnya mediasi sebagai solusi
paling penting, karena merupakan jalan
Alternatif strategi penyelesaian arternatif yang memberikan solusi terbaik,
adalah mediasi (MED), arbitrase (ARB), hal tersebut ditunjukkan dengan beberapa
negosiasi (NEG) dan ganti rugi (GRI). Hasil konflik yang terselesaikan melalui jalan
analisis AHP terhadap keempat alternatif mediasi. Strategi arbitrase dapat menjadi
strategi tersebut disajikan pada Gambar alternatif berikutnya untuk penyelesaian
4. Berdasarkan Gambar 4, strategi konflik pola pemanfaatan DPI. Strategi
156 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 149-158
ISSN 2087-4871
158 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 149-158