Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

ULKUS DIABETIKUM

Oleh :
Maya Fathurrahmi
1210312005

Preseptor:
dr. Ridwan Muchtar, SpB

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD DR. ADNAAN WD
PAYAKUMBUH
2017

1
BAB 1
PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan
metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun
relatif.1
Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik
Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1% dan mengalami
peningkatan menjadi 1,5% pada tahun 2013.1,2 Indonesia kini telah menduduki
rangking keempat jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat,
China dan India. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan
pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta
penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan
7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation,
WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.3
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana
sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam
hidup mereka.4 Di Amerika Serikat, diperkirakan jumlah penyandang DM dalam
25 tahun ke depan (antara tahun 2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7
juta menjadi 44,1 juta, biaya perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar
dolar dari 113 menjadi 336 miliar dolar Amerika Serikat. 5 Biaya pengobatan DM
dan komplikasinya pada tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar
dolar, dimana 33% dari biaya tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus kaki
diabetik.6
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
mengajukan judul case report session dengan judul “Ulkus diabetikum”.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus diabetikum
adalah salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan
kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.7

2.2 Klasifikasi
Ulkus kaki diabetik dibedakan atas 2 kelompok yaitu :8
1. Ulkus neuropatik
Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,
keringat berkurang, kulit kering dan retak.
2. Ulkus neuroiskemik
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain
mungkin tidak ada karena neuropati
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetic dibagi menjadi enam
derajat menurut Wagner, yaitu:9
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai dengan kelainan bentuk kaki akibat neuropati
2. Derajat I : terdapat tukak superfisial
3. Derajat II : terdapat tukak yang lebih dalam
4. Derajat III : terdapat tukak dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis
dan/atau osteomielitis
5. Derajat IV : terjadi gangrene jari
6. Derajat V : gangren kaki

2.3 Patofisiologi

3
Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab ulkus
diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut di samping
menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus
kaki dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik merupakan suatu keadaan
yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan sehingga
kekurangan oksigen. Gangguan tersebut terjadi melalui dua proses yaitu:10
1. Makroangiopati
Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemi dan ulkus.
Dengan adanya DM proses sterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat
dengan keterlibatan pembuuh darah multiple. Aterosklerosis biasanya proximal
namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal pada lutut, terutama arteri
tibialis posterior dan anterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis.10
2. Mikroangiopati.
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetika. Proses
mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan
poplitea, kaki menjadi dingin, atrofi dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai.11
Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c
eritrosit yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di
jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu
sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus.10,12 Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya
aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga
sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada
dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.12
Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer,
penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat
terganggunya proses penyembuhan luka.12 Neuropati perifer pada penyakit DM
dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.11

4
Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot,
deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus,
kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan
terbentuknya kalus.7 Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya
serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan
terjadinya ulkus kaki. Selain itu pada hiperglikemia terjadi defek metabolism pada
sel schwan sehingga konduksi implus terganggu. 10 Kaki yang tidak berasa akan
berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan dirasa padahal telah
timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi. Kerusakan serabut
autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering
(anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki.10
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen,
keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin
keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang meningkat
menjadikan tempat perkembangan bakteri ditambah dengan gangguan pada fungsi
imun sehingga bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya.13

2.4 Diagnosis
2.4.1 Anamnesis
Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari pengumpulan data
yang diperlukan dalam mengevaluai dan mengidentifikasi sebuah penyakit. Pada

5
anamnesa yang sangat penting adalah mengetahui apakah pasien mempunyai
riwayat DM sejak lama. Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan
adalah sering kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua
terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya
rasa nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau
tidak merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.14
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh darah
dengan menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat
aliran darah ketungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten), ujung jari terasa
dingin, nyeri diwaktu malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan serta jika luka yang sukar sembuh.15
2.4.2 Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur
kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku,
kalus pada daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar
aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu
jari. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi
ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit
dirasakan pasien. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, bau, dasar,
ada atau tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus.
2) Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang
sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya
pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai
daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat
mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus
tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk
mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya
kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.
3) Pemeriksaan Sensorik

6
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak adanya
ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus
dapat dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10
gauge. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan
cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus
karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes
dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon
monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di
sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan
sisi dorsal.
2.4.3 Pemeriksaan penunjang11
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas
subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila
sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk
mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui status
nutrisi pasien.

2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan
kadar gula darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif.
1. Pengendalian diabetes
a) Terapi non farmakologis:
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah
dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara
sistemik. Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah
satunya adalah terjadinya gangren diabetic.14 Jika kadar glukosa darah
dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang
akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Dalam mengelola
7
diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non
farmakologis, Perubahan gaya hidup, dengan melakukan pengaturan pola
makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis dan meningkatkan aktivitas
jasmani berupaolah raga ringan.
Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus juga
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya
berdasarkan dua hal, yaitu; a). Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi
serat, atau b). Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan
tunggal. Edukasi kepada keluarga juga sangat berpengaruh akan keadaan
pasien. Peran keluarga sendiri adalah mengkontrol asupan makanan, obat-
obat gula yang dikonsumsi setiap hari serta mencegah semaksimal
mungkin agar penderita tidak mengalami luka yang dapat memicu
timbulnya infeksi.16
b) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan
terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Terapi farmakologis
yang diberikan adalah pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi
insulin. Terdapat enam golongan obat anti diabetes oral yaitu:
1) Golongan sulfonilurea
2) Glinid
3) Tiazolidindion
4) Penghambat Glukosidase α
5) Biguanid
6) Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas

2. Penanganan ulkus diabetikum


Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara komprehensif.
Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang sangat penting dan dapat
berpengaruh besar akan kesembuhan luka dan pencegahan infeksi lebih lanjut.
Penanganan luka pada ulkus diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu:
menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar
selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan skin
graft.
a) Debridement

8
Tindakan debridement merupakan salah satu terapi penting pada kasus
ulkus diabetika. Debridement dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan
sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau
rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan
debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau
pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan
debridement bedah adalah:12
 Mengevakuasi bakteri kontaminasi
 Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan
 Menghilangkan jaringan kalus
 Mengurangi risiko infeksi lokal
 Mengurangi beban tekanan (off loading)
b) Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab(5,6). Lingkungan luka yg seimbang
kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen
didalam matrik non selular yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab,
luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan
permeabel terhadap gas.Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar
dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan
luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti
mikroba.12
c) Pengendalian Infeksi

9
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi
berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada
beberapa penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi
ulkus diabetik diantaranya adalah s.aureus kemudian diikuti dengan
streotococcus, staphylococcus koagulase negative, Enterococcus,
corynebacterium dan pseudomonas. Pada ulkus diabetika ringan atau sedang
antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri
gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob) antibiotika harus bersifat broadspektrum, diberikan secara injeksi.
d) Tindakan Amputasi
Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan
terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki
yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada
pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan
demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa amputasi. Amputasi
bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi,
penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang didapat(9).
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan
sesuai dengan pembagian menurut wanger, yaitu:17
a) Derajat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara
khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang
yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan
pengguna-an alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang
yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas.
b) Derajat I
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
c) Derajat II :

10
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
d) Derajat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang
sesuai dengan kultur.
e) Derajat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau
amputasi seluruh kaki.

2.5 Pencegahan9
Prioritas tinggi harus diberikan keada pencegahan kelaianan kaki. Nasehat
yang rinci tentang pemeriksaan diri, penanganan kaki dan alas kaki harus
diberikan kepada penderita. Berikut ini adalah petunjuk dan nasihat untuk
penderita diabetes mellitus.
 Hentikan kebiasaan merokok
 Periksa jari kaki dan celanya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, luka
lecet, gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari kaki
 Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik, terutama
di celah jari
 Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tetapi jangan dipakai di celah jari
 Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus
 Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas
 Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam
 Pakailah kaos kaki yang pas apabila kaki terasa dingin; ganti kaos kaki
setiap hari
 Jangan berjalan tanpa alas kaki
 Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki
 Periksalah bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, periksa
apakah ada benda asing
 Hindari trauma yang berulang

11
 Periksakan diri rutin ke dokter dan periksakan kaki anda setiap kali control
walaupun ulkus/gangrene telah sembuh.

BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
 Nama pasien : Ny. A
 Umur : 54 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Tanjung Pati

12
 Tanggal Masuk : 26 Agustus 2017
 Tanggal Operasi : 30 Agustus 2017 ( debridement )

II. ANAMNESA
A. Keluhan Utama : Luka borok di kaki kiri sejak 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit.
B. Riwayat Penyakit Sekarang : Luka borok di kaki kiri sejak 3 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya luka timbul karena pasien terkena
bara api, luka awalnya kecil dan tidak nyeri. Setelah beberapa hari luka
tidak kunjung sembuh dan menjadi semakin membesar, bernanah dan juga
terasa nyeri. Pasien juga sering mengalami demam yang hilang timbul dan
turun dengan obat penurun panas. Riwayat Diabetes Melitus baru
diketahui sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh
sering haus dan sering kencing sejak kurang lebih dua tahun yang lalu,
selain itu pasin juga merasa kesemutan dan kebas pada kedua tungkai dan
kaki. Awalnya pasien berobat ke puskesmas selama kurang lebih 1 bulan
setelah itu, setelah itu dirujuk ke RSUD Dr. Adnaan WD, Payakumbuh.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Diabetes
Melitus (+), Hipertensi (-), penyakit jantung (-).
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus dan penyakit jantung dalam
keluarga (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
 Kesadaran : Compos mentis cooperatif
 Tanda Vital
Tekanan darah : 100 / 70 mmHg.
Nadi : 88 x / menit.
Napas : 20 x / menit.
Suhu : 36,7 oC
 Kepala

13
Bentuk : Normocephal.
Rambut : beruban, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
 Mata
Palpebra : Oedema -/-.
Konjungtiva : Anemis +/+.
Sklera : Ikterik -/-.
Pupil : Bulat, isokor.
Refleks Cahaya : Langsung +/+, tidak langsung +/+
 Telinga
Tidak ada kelainan
 Hidung
Tidak ada kelainan
 Mulut
Tidak ada kelainan
 Leher
KGB : Tidak teraba pembesaran.
JVP : Tidak ada peningkatan.
 Thoraks
Paru : Inspeksi : Paru simetris dalam keadaan statis dan
dinamis.
Palpasi : Fremitus kanan = kiri sama.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara napas vesikular, Rh -/-, Wh -/-.
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis tidteraba di 1 jari medial linea
mid clavikula RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop -/-,
murmur -/-.
 Abdomen
Inspeksi : Datar.
Palpasi : Supel, NT (-).

14
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
 Ekstermitas
Atas
Akral : Hangat, oedema -/-.
Sianosis : -/-.
Perfusi : Baik.
Bawah
Akral : Hangat, oedema +/-.
Sianosis : +/-.
Perfusi : kurang baik / baik.
 Genitalia : tidak diperiksa
Status Lokalis
Inspeksi : tampak ulkus (+), pus (+)

15
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM

Tanggal 26/08/2017
- Hb : 6,7 gr/dl
- Leukosit : 35.500/ UI
- Ht : 21 %
- Trombosit : 994.000/ uL
- GDS : 189 mg/dl
Tanggal 30/08/2017
- Hb : 10,2 gr/dl

B. RADIOLOGI

16
V. DIAGNOSA KERJA : Ulkus diabetikum pedis sinistra dan DM tipe 2 +
Anemia
VI. TERAPI
1. Terapi Bedah : Debridement ( pada tanggal 30 Agustus 2017 ).
2. Terapi Konservatif :
 IVFD RL : 28 tpm
 Inj. Sefazoline 2x1 gr
 Mentronidazole 3x500 mg
 Metformin 2x500 mg
 Transfusi darah 1 kantong per hari
 Omeprazole 1x1 (@20mg)
 Istirahat baring
 Edukasi perawatan kaki dan pencegahan luka berikutnya

VII.PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

BAB 4
DISKUSI
Pada kasus ini diagnosis ditegakan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
status lokalis. Dari anamnesis diperoleh keterangan terdapat luka yang awalnya

17
kecil lama-lama membesar dan bernanah, dan nyeri sejak tiga sebelum masuk RS.
Pasien juga mengaku sering merasa kesemutan dan kebas di kaki sejak kurang
lebih dua tahun yang lalu. Dari riwayat penyakit dahulu dan gejala pasien
didiagnosis dengan DM tipe 2.
Hasil pemeriksaan fisik pada pedis sinistra tampak ulkus dengan pus dan
bengkak. Dan dari pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis dan anemia
berat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab, serta
riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien, maka diagnosis pasien ini adalah
Ulkus diabetikum pedis dextra, DM Type 2 dan anemia.
Untuk penatalaksaan ulkusnya dilakukan tindakan bedah berupa
debridement dan juga diberikan antibiotik. Untuk mengontrol gula darah pasien
maka diberikan obat anti glikemik berupa metformin. Untuk mengatasi anemia,
pada pasien dilakukan tranfusi darah satu kantong per hari. Pada pasien juga
diberikan edukasi perawatan luka dan mencegah timbulnya lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Laporan Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.2013.

2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Laporan Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2007.

3. Pusat Data dan Informasi Persi. Available from :


http://www.pdpersi.co.id/conten/m_news. Diakses pada September 2017.

4. Singh, N., Armstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005. Preventing foot ulcers in patients
with diabetes. Jama , 293:217-28.

5. Huang, E.S., Basu, A., O’Grady, M., Capreta, J.C. 2009. Projecting the Future
Diabetes Population Size and Related Costs for the U.S. Diabetes Care, 32: 2225-
9.

6. Driver, V.,R., Fabbi, M., Lavery, L., A., Gibbons, G. 2010. The costs of diabetic
foot: the economic case for the limb salvage team. J Am Podiatr Med
Assoc.;100(5):335-41.

7. Waspadi, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam ed. IV. Jakarta.

8. Edmonds, M.E. 2006. ABC of wound healing. BMJ, 18: 407-10.

9. Sjamsuhidayat R dan De Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.

10. White C. 2007. Intermittent claudication. New Engl J Med. Vol 356:1241-
50.

11. Price dan Sylvia.2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

12. Kruse dan Edelman S. 2006. Evaluation and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
Clinical Diabetes. Vol 24: 91-3.

13. WHO. Diabetes Mellitus. Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html. Diakses


pada September 2017.

14. Frykberg R.G. 2002. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management,
American Family Physician.

19
15. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, et al. 2006. Diabetic Foot Disorders: a
Clinical Practice Guideline. American College of Foot and Ankle.

16. Giurini JM dan Lyons TE. 2005. Diabetic Foot Complications: Diagnosis and
Management. Lower Extremity Wounds. Vol 4 (3):171–82.

17. Baal JG. 2004. Surgical Treatment of The Infected Diabetic Foot. Clinical
Infectious Disease. Vol 39 (Suppl 2): 123-128.

20

Anda mungkin juga menyukai