Vaginosis bakteril, juga disebut BV merupakan infeksi vagina yang paling umum pada
wanita usia subur. Ini terjadi ketika keseimbangan normal bakteri di vagina terganggu dan
Vaginosis bakterial didefinisikan sebagai suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina
yang dikarakterisasi oleh pergantian konsentrasi Lactobacillus yang tinggi sebagai flora normal
vagina oleh konsentrasi bakteri anaerob yang tinggi, terutama Bacteroides sp., Mobilincus sp.,
Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi vaginosis bakterial bukan suatu infeksi
yang disebabkan oleh satu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan
Etiologi
Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks. Lactobacillus merupakan spesies bakteri
yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri lainnya yaitu
bakteri aerob dan anaerob. Pada saat bakterial vaginosis muncul, terdapat pertumbuhan
berlebihan dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada
Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data flora
vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berhubungan dengan
Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner dan Dukes’
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus
Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak
mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau variabel gram. Tes
Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam
asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur
anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,
dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan media kultur yang lebih sensitive G. Vaginalis
dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat
ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan hominis menyebabkan
bakterial vaginosis.
• Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari amin yang
konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi normal bakteri dalam vagina
biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada
bakterial vaginosis. Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob
termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-1000 kali lipat.
menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri anaerob
dengan bakterial vaginosis. Menurut pengalaman, Bacteroides Spp paling sering dihubungkan
lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan organisme lain yang
dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada
Aktivitas seksual diduga mempunyai peranan dalam hal timbulnya bakterial vaginosis,
Faktor Resiko
2. Merokok
5. Vagina yang terlalu sering dalam keadaan lembab dan jarang mengganti celana dalam.
Patogenesis
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang terdiri dari unsur-
unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu komponen lengkap dari ekosistem
vagina adalah mikroflora vagina endogen, yang terdiri dari gram positif dan gram negatif
aerobik, bakteri fakultatif dan obligat anaerobik. Aksi sinergetik dan antagonistik antara
mikroflora vagina endogen bersama dengan komponen lain, mengakibatkan tetap stabilnya
ketidakseimbangan dalam ekosistem vagina dan perubahan pada mikroflora vagina. Dalam
asam organik seperti asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2), dan bakteriosin.Asam laktat
seperti organic acid lanilla yang dihasilkan oleh Lactobacillus, memegang peranan yang penting
dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan tempat yang tidak
sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya mikroorganisme yang patogen bagi vagina.
hidup dominan daripada bakteri obligat anaerob yang kekurangan enzim katalase. Hidrogen
peroksida dominan terdapat pada ekosistem vagina normal tetapi tidak pada bakterial vaginosis.
Mekanisme ketiga pertahanan yang diproduksi oleh Lactobacillus adalah bakteriosin yang
merupakan suatu protein dengan berat molekul rendah yang menghambat pertumbuhan banyak
G. vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram yang mengalami
hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam
menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang
menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar
yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk
tumbuh di vagina.
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam
kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur
dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolini. Pada wanita,
sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai
Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh, atau berwarna
kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel
yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Trichomonas, tanpa clue cell.
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam
amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino
menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi
pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah
pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina.
G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambahkan deskuamasi
sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak
invasive dan respon inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah
leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial
vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi Trichomonas.
Bakterial vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini. Walaupun alasan sering
rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan yang dapat menjelaskan
yaitu :
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bakterial vaginosis.
Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan
biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki (asimptomatik)
sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan bakterial vaginosis cenderung untuk kambuh
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal yang
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya pada penderita,
Bakteriosin : H2O :
menghambat Lactobasilus mempertahankan
pertumbuhan ke amanan Vagina
mikroorganisme
an aerob lain di
vagina
Lactobasilus
G vaginalis Vaginitis
SIMBIOSIS
bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan
hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa.
Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada
protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi
daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada
yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh
gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen,
disuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna putih
atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa.Sekret tersebut
melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala
peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas
Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas
objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik
menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel
preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial
Cara pemeriksaannya :
Pemeriksaan preparat basah;dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl
0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat
clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis, >
Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial dengan pewarnaan
Gram :
Bacteroides
(4+) : 0 (1+) : 1 (1+)-(2+) : 1
(2+) : 2 (3+) : 3
(1+) : 3 (4+) : 3
(0) : 4
Skor 0-3 dinyatakan normal; 4-6 dinyatakan sebagai intermediate; 7-10 dinyatakan
kuman tersebut, disertai dengan bertambahnya jumlah Gardnerella vaginalis atau lainnya.
1. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan penambahan
satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan
asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial
vaginosis.
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan
dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90% bakterial vaginosis
4. Kultur vagina
Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa grjala klinis tidak
5. Uji H2O2 :
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan
segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang
karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis
Diagnosis
dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita mengeluh iritasi pada vagina disertai
disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen. Pada pemeriksaan fisis relatif tidak banyak ditemukan
apa-apa, kecuali hanya sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih
Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum normal
mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5 - 5,5 dan tidak
menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya clue cells, pH vagina lebih besar
dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis sebagai flora vagina utama menggantikan
Lactobacillus. Balckwell (1982) menegakkan diagnosis berdasarkan adanya cairan vagina yang
berbau amis dan ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif serta pH
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu
didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut sebagai kriteria Amsel
(1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan abnormal.
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau setelah
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan bakterial
1. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa keadaan trikomoniasis akan
menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau.
Eritem dan edem pada vulva, juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos,
pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus dan clue cell tidak perbah ditemukan
dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif
2. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau kadang
Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis adalah pruritus akut dan
keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit. Kadang dijumpai gambaran khas
berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis
epitel yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi, rasa panas
Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk
mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis adalah gatal
dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.
Pencegahan
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjaga kondisi tubuh adalah sbb :
1. Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan pH di sekitar
vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk
normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa
umumnya bersifat keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi
2. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan
kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip disana-
sini dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.
4. Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat
mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya Anda membawa
cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-jaga manakala perlu menggantinya.
6. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar organ intim
7. Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya
sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi udara di
9. Gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke
Penyakit baktrerial vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan dengan
gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4 wanita akan sembuh dengan sendirinya,
hal ini diakibatkan karena organisme Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal,
dan bakteri lain mengalami penurunan jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial
vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah. Oleh karena itu
perlu mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat yang digunakan hendaknya tidak
wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial vaginosis dengan wanita hamil
dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat
yang efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya menggunakan
a. Terapi sistemik
keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x 400 mg atau 500 mg
setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral
2. Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan metronidazol
diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus ASI, oleh
menyusui.
3. Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7 hari.
b. Terapi Topikal
3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya
hanya 15 – 45 %.
Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat muncul
mempunyai efek samping terhadap fetus. Dosis yang lebih rendah dianjurkan selama
selama 7 hari untuk wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi
ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada wanita
tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi angka kesembuhan yang rendah.
Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena klindamisin tidak
mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan
metronidazol oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau
klindamisin krim.
Terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan
Komplikasi
pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi komplikasi yang berat. Bakterial
vaginosis sering dikaitkan dengan penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease/PID),
antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir rendah, dan endometritis
post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan agar semua wanita hamil yang
sebelumnya melahirkan bayi prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis
bakterial, walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali. Bakterial vaginosis disertai
Prinsip bahwa konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat meningkatkan frekuensi di
tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atas berhubungan dengan
bakterial vaginosis. Lebih mudah terjadi infeksi Gonorrhoea dan Klamidia. Meningkatkan
Prognosis
Bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak
menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai. Prognosis
bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi
perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin
Daftar Pustaka
Morgan, Geri &Carol Hamilton.2011. Obsterti dan Ginekologi Panduan Praktis. Jakarta :EGC
Hacker, & Moore. 2001. Esensial Obsterti dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Turovskiy Y, NollKS, Chikindas ML. The aetology of bacterial vaginosis. J App Micro. 2011;
Kumar N, Behera B, Sagiri SS, Pal K, Ray SS, Roy S. Bacterial vaginosis: Etiology and
DEFINISI
Trauma kulit pada papilla mamae, nama lain fissura papilla mamae. Sebagian besar
karena breastfeeding atau menyusui, dan terasa nyeri saat menyusui. Fisura terjadi pada hari
pertama sampai beberapa pekan setelah melahirkan (postpartum). Fisura tersebut dapat menjadi
tempat masuknya bakteri piogenik patogen dan beberapa jenis jamur, fisura papilla mamae juga
berhubungan dengan keadian mastitis setelahnya.
Cracked nipple merupakan papilla mammae yang lecet terjadi pada masa menyusui yang
ditandai dengan lecetnya pada putting, berwarna kemerahan dan puting pecah serta terasa panas.
Lecetnya putting susu ( nipple) ibu yang sebelumnya memberikan atau sedang dalam masa
menyusui sehingga menyebabkan kesakitan saat menyusui. Hal ini berpengaruh terhadap
berkurangnya produksi ASI. Cracked nipple sering terjadi pada ibu muda yang baru pertama
kali menyusui. Hal ini disebabkan karena, posisi menyusui yang salah, tidak sempurnanya
perlekatan antara mulut bayi dengan puting ibu atau saat bayi mulai tumbuh gigi, bayi hanya
menghisap dibagian putting tidak mencapai areola. Cracked nipple dapat sembuh sendiri dalam
waktu 48 jam.
EPIDEMIOLOGI
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah
puting susu lecet atau nyeri. Sekitar 57% dari ibu-ibu menyusui
dilaporkan pernah menderita kelecetan pzada putingnya dan payudara bengkak.
Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu
melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus dan
mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan atau komplikasi dari
mastitis yang disebabkan karena meluasnya peradangan payudara. Sehingga
dapat menyebabkan tidak terlaksananya Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Cracked nipple dapat
meyebabkan bengkak pada payudara yang mengarah ke mastitis dan biasanya terjadi pada hari
ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan.
ETIOLOGI
Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup oleh
mulutbayi.Bila bayi hanya menyusui pada putting susu, maka bayi akan mendapatkan ASI
sedikit
Putting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat ibu membersihkan
putting susu
Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada putting susu ibu
Hisapan bayi yang terlalu kencang, gigitan bayi, goresan benda tajam, kuku bayi atau ibu.
Infeksi jamur yang terjadi di puting (disebabkan oleh Candida Albicans) dapat pula
menyebabkan puting lecet
Vasospasme yang disebabkan oleh iritasi pada saluran darah di puting akibat pelekatan
PATOGENESIS
Terjadinya papilla mammae lecet di awal menyusui pada umumnya disebabkan oleh
salah satu atau kedua hal berikut: posisi dan pelekatan bayi yang tidak tepat saat
menyusu, atau bayi tidak mengisap dengan baik. Meskipun
demikian, bayi dapat belajar untuk mengisap payudara dengan baik ketika ia
melekat dengan tepat saat menyusu (mereka akan belajar dengan sendirinya).
Jadi, proses mengisap yang bermasalah seringkali disebabkan oleh pelekatan yang
kurang baik. Infeksi jamur yang terjadi di papilla mammae (disebabkan oleh Candida Albicans)
dapat pula menyebabkan puting lecet. Vasospasme yang disebabkan oleh iritasi pada saluran
darah di puting akibat pelekatan yang kurang baik dan/atau infeksi jamur, juga dapat
menyebabkan puting lecet. Rasa sakit yang disebakan oleh pelekatan yang kurang baik dan
proses mengisap yang tidak efektif akan terasa paling sakit saat bayi melekat ke payudara
danbiasanya akan berkurang seiring bayi menyusu. Namun jika lecetnya cukup parah, rasa
sakit dapat berlangsung terus selama proses menyusu akibat pelekatan kurang
baik/mengisap tidak efektif. Rasa sakit akibat infeksi jamur biasanya
akan berlangsung terus selama proses menyusui dan bahkan setelahnya.
Banyak ibu mendeskripsikan rasa sakit seperti teriris sebagai akibat pelekatan
yang kurang baik atau proses mengisap yang kurang efektif. Rasa sakit akibat
infeksi jamur seringkali digambarkan seperti rasa terbakar. Jika rasa sakit
pada puting terjadi padahal sebelumnya tidak pernah merasakannya, maka rasa
sakit tersebut mungkin disebabkan oleh infeksi Candida, meskipun
infeksi tersebut dapat pula merupakan lanjutan dari penyebab lain sakit pada
puting, sehingga periode tanpa sakit hampir tidak pernah terjadi. Lecet /fisura pada papilla
mammae dapat terjadi karena infeksi jamur. Kondisi dermatologis dapat pula menyebabkan sakit
pada papilla mammae.
MENIFESTASI KLINIS
• Luka lecet kekuningan
DIAGNOSIS:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik sesuai dengan temuan gejala klinis, Pemeriksaan
payudara bisa dilakukan dengan teknik SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). SADARI
sebaiknya dilakukan sebulan sekali, kira-kira satu minggu setelah masa menstruasi karena
disaat inilah payudara lebih lunak karena pengaruh hormon. Wanita usia 20-an awal bisa
memulai memeriksa payudara sendiri
Pemeriksaan penunjang mammografi dan USG payudara
DIAGNOSIS BANDING
Mastitis
Abses payudara
Ca mammae
PENATALAKSANAAN
1. Bayi harus disusuikan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya lebih sedikit.
Untuk menmghindari tekanan local pad puting maka posisi menyusu harus sering diubah,
untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui. Di
samping itu, kita harus yakin bahwa teknik menyusui yang diguanakan bayi benar, yaitu
harus menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI
dikeluarkan dengan tangan pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas, dan pipet.
2. Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-anginkan
sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti-infeksi.
3. Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk membersihkan payudara.
4. Pada papilla mammae dapat dioleskan minyak lanolin atau minyak kelapa yang telah
dimasak terlebih dahulu.
5. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai terlalu
penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu rakus.
6. Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat menyebabkan lecet pada
puting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis dapat diberikan nistatin.
Prinsipnya adalah memroteksi luka dengan memberi pengobatan antibiotic topical yaitu
asam fusidat cream, menyusui lebih diutamakan kepada papilla yang sehat (papila yang lain),
sedangkan papila yang trauma air susunya harus tetap dikeluarkan secara berkala dengan
menggunakan pompa atau pijatan sampai luka benar-benar sembuh untuk mencegah statis air
susu. Tatalaksana dibagi menjadi 3, yaitu saat menyusui, setelah menyusui, dan diantara
menyusui (apabila tidak menyusui).
a. Saat menyusui
Pakai papilla yang sehat dahulu, lalu pakai papilla yang sakit. Karena isapan bayi
pada papilla yang sakit tidak sekuat pada isapan yang pertama
Mencoba berbagai posisi menyusui yang paling nyaman, namun tetap benar
Apabila menyusui sakit, pakai breastpump, apabila tetap sakit, stimulasi dengan
pijatan pada papilla mamae. Hal ini dilakukan untuk mencegah statis asi, mencegah
mastitis, dan mempertahankan supply dari asi sendiri.
b. Setelah menyusui
Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tapi diangin-anginkan
sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti infeksi
Jangan pernah mencuci daerah areola dan puting dengan sabun
Observasi keadaan umum dan vital sign
Cari penyebab putting lecet
Bayi tetap disusui pada putting yang tidak lecet dgn teknik yang benar
Setelah menyusui tidak perlu dibersihkan dan cukup dianginkan karna sisa ASI
sudah merupakan anti infeksi dan pelembut putting susu
Sebaiknya untuk melepaskan putting dari hisapan bayi pada saat bayi selesai
menyusu, tidak dengan memaksa menarik putting, tetapi dengan menekan dagu
bayi atau dengan memasukan jari kelingking yang bersih ke mulut bayi
Putting susu yang sakit dapat diistirahatkan utk sementara waktu kurang lebih
1x24 jam dan sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan
c. Diantara menyusui
Menjaga personal hygene dari payudara.
Menggunakan sabun non-antibakterial dan non-perfume apabila ingin membersihkan
payudara, menggunakan sabun pada daerah papila mamae yang luka tidak dianjurkan.
Edukasi
Edukasi mengenai prinsip dasar menyusui yaitu teknik benar, susui sesuai permintaan
bayi, ibu rileks dan percaya diri saat menyusui.
Penilaian proses menyusui.
B= Body Position : Rileks, nyaman, ibu memegang seluruh tubuh bayi, kepala tegak lurus,
dagu bayi menyentuh payudara, seluruh tubuh bayi menghadap ibu, payudara ibu mendekati
bayi, bukan bayi mendekati payudara ibu.
R= Response : Bayi mencari puting, menghisap tenang, dan asi keluar. Isapan bayi lambat
dan tenang, ada jeda diantra isapan, ada gerakan menelan dari bayi.
E= Emotion : Ibu merangkul dengan yakin, atensi ibu baik (menatap bayi).
A= Anatomy : Payudara lunak setelah menyusui dan terasa lebih ringan
S= Suckling: Isapan bayi, kekuatan normal. Kelekatan mulut bayi yang baik:
- Dagu menyentuh payudara
- Mulut bayi terbuka lebar
- Bibir Bawah keluar
- Areola mama sedikit terlihat, biasanya bagian bawah tidak terlihat, bagian atas sedikit
terlihat.
3. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi
terletak dibawah putting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu
menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar dan bibir bawah bayi
membuka lebar
Wanita dan orang yang merawatnya juga perlu memahami bahwa hal – hal berikut ini
dapat mengganggu, membatasi, atau mengurangi jumlah isapan dalam proses menyusui, dan
meningkatkan risiko stasis ASI, yaitu :
Penggunaan dot
Pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama, terutama dari
botol susu.
Tindakan melepaskan bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk mengisap payudara
yang lain.
Beban kerja yang berat atau penuh tekanan.
Tidak menyusui, termasuk bila bayi mulai tidur sepanjang malam.
Trauma pada payudara, karena kekerasan atau penyebab lain,
Hal-hal tersebut harus dihindari atau sedapat mungkin ibu dilindungi dari hal-hal
tersebut, tetapi bila tak terhindarkan, ibu dapat mencegah mastitis bila ia melakukan perawatan
ekstra pada payudaranya.
b. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan
Praktik berikut ini penting untuk mencegah stasis ASI dan mastitis. Mereka harus
dilakukan secara rutin pada semua tempat di mana ibu melahirkan atau dirawat sebelum dan
setelah persalinan, yaitu rumah sakit bersalin, fasilitas kesehatan yang lebih kecil seperti pusat
kesehatan, atau di rumah bila ibu melahirkan di sana, atau bila ibu kembali setelah melahirkan.
Praktik tersebut adalah sebagai berikut :
Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya, dan mulai menyusui segera setelah tampak
tanda-tanda kesiapan, biasanya dalam jam pertama atau lebih.
Bayi harus tidur di tempat tidur yang sama dengan ibunya, atau di dekatnya pada kamar yang
sama.
Semua ibu harus mendapat bantuan dan dukungan yang terlatih dalam teknik menyusui, baik
sudah maupun belum pernah menyusui sebelumnya, untuk menjamin pengisapan yang baik
pada payudara, pengisapan yang efektif, dan pengeluaran ASI yang efisien.
Setiap ibu harus didorong untuk menyusui on demand, kapan saja bayi menunjukkan tanda-
tanda siap menyusui, seperti membuka mulut dan mencari payudara.
Setiap ibu harus memahami pentingnya menyusui tanpa batas dan eksklusif, dan menghindari
penggunaan makanan tambahan, botol, dan dot.
Ibu harus menerima bantuan yang terlatih untuk mempertahankan laktasi bila bayinya terlalu
kecil atau lemah untuk mengisap dengan efektif.
Bila ibu dirawat di rumah sakit, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat menyusui pertama
kali dan sebanyak yang diperlukan pada saat mcnyusui berikutnya.
c. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
Bila payudara ibu menjadi sangat penuh atau terbendung selama minggu pertama, bila
ASI ada, penting untuk memastikan bahwa ASI dikeluarkan dan kondisi tersebut diatasi.
Ibu harus dibantu untuk memperbaiki isapan pada payudara oleh bayinya, untuk
memperbaiki pengeluaran ASI, dan untuk mencegah luka pada puting susu.
Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki, tanpa
batas.
Bila isapan bayi tidak cukup mengurangi rasa penuh dan kencang pada payudara, atau bila
puting susunya tertarik sampai rata sehingga bayi sulit mengisap, ibu harus memeras ASI-
nya.
Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan pompa. Bila payudara sangat nyeri,
jalan lain untuk memeras ASI adalah dengan menggunakan metode botol
d. Perhatian dini terhadap semua tanda stasis ASI
Seorang ibu perlu mengetahui bagaimana merawat payudaranya, dan tentang tanda dini
stasis ASI atau mastitis sehingga ia dapat mengobati dirinya sendiri di rumah dan mencari
pertolongan secepatnya bila keadaan tersebut tidak menghilang. Ia harus memeriksa
payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri, atau panas, atau kemerahan:
Bila ibu mempunyai salah satu faktor risiko, seperti kealpaan menyusui;
Bila ibu mengalami demam atau merasa sakit, contohnya sakit kepala. Bila ibu mempunyai
satu dan tanda-tanda tersebut, ibu perlu untuk:
1. beristirahat, di tempat tidur bila mungkin
2. sering menyusui pada payudara yang terkena
3. mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat, atau
pancuran hangat;
4. memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusu untuk membantu ASI
mengalir dari daerah tersebut;
5. mencari pertolongan dan petugas kesehatan bila ibu tidak merasa lebih baik pada
keesokan harinya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu menemui kesulitan
yang dapat menyebabkan stasis ASI, seperti:
nyeri atau puting pecah-pecah;
ketidaknyamanan payudara setelah menyusui;
kompresi nipple
bayi yang tidak puas seperti menyusu sangat sering, jarang, atau lama
kehilangan percaya diri pada suplai ASI sendiri, menganggap ASI yang dihasilkan tidak
cukup
pengenalan makanan lain secara dini
menggunakan dot
KOMPLIKASI
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi yang biasanya terjadi karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang
walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses.
Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG
payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini
dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus
terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang
sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu
harus mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis
Mastitis biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus
benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang,
serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya
diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa
menyusui.
PROGNOSIS
Papila mammae lecet/luka harus segera ditangani dengan baik, karena jika dibiarkan saja
akan memudahkan terjadinya infeksi pada payudara (mastitis).
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Kusuma. 2012. Pengantar Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Malang:
UMM Press.
Ken, Jacquelline et al. 2015. Nipple Pain in Breasrfeeding Mothers. Stirling Highway: University
of Western Australia.
Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Santos, Silvia et al. 2016. Prevalance and Factors associated with cracked nipples in fisrt month
postpartum. Bahia: State University of Feira de Santana Bahia, Brazil.