Bab 1 PDF
Bab 1 PDF
PENDAHULUAN
Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas
tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan karena
berbagai kebutuhan tanah yang sangat tinggi di zaman sekarang sementara jumlah bidang
tanah terbatas. Hal tersebut menuntut perbaikan dalam bidang penataan dan penggunaan
tanah untuk kesejahteraan masyarakat dan terutama kepastian hukumnya. Untuk itu
tanah dengan cepat untuk menghindari penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan
masyarakat misalnya tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut dalam sengketa.
Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 (dua) proses. Proses
penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi
pranata pilihan penyelesaian sengketa (PPS) secara damai yang dapat ditempuh para pihak
1
untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata mereka, apakah pendayagunaan
pranata konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Pilihan penyelesaian
sengketa (PPS) di luar pengadilan hanya dapat ditempuh bila para pihak menyepakati
pengadilan ini berkembang pada kasus-kasus perkara lain seperti kasus-kasus perkara
pidana tertentu dan sengketa tenaga kerja ataupun pada sengketa lingkungan dan sengketa
tanah, sehingga pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak hanya berlaku pada
Secara ekonomis, sengketa itu telah memaksa pihak yang terlibat untuk mengeluarkan
biaya. Semakin lama proses penyelesaian sengketa itu, maka semakin besar biaya yang
harus dikeluarkan dan sering kali biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan sengketa
tanah hingga selesai tidak sebandingkan dengan harga dari obyek tanah yang
disengketakan. Namun oleh sebagian orang atau golongan tertentu tanah sebagai harga diri
Selama konflik berlangsung tanah yang menjadi obyek konflik biasanya berada dalam
keadaaan status quo sehingga tanah yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan.
Akibatnya terjadi penurunan kualitas sumber daya tanah yang dapat merugikan
Seiring perkembangan kebutuhan masyarakat atas tanah maka diperlukan tata guna tanah
tatanan hukum tentang tanah, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan antara
lain Keputusan Presiden (Keppres) No. 55/1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
2
Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permeneg Agraria/ Ka BPN) No. 1/1994
sebagai pelaksanaan dari Keppres No. 55/1993. Peraturan ini diganti dengan Peraturan
Pembangunan Untuk Kepentigan Umum yang diubah dengan Peraturan Presiden No.
65/2006 yang kemudian dilengkapi dengan Peraturan Kepala BPN No. 3/2007 tentang
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Upaya penyelesaian hukum mengenai perselisihan atau sengketa tanah di atur dalam
Perpres No. 10/2006 tentang Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) Pasal 3 angka 14 dan 15
tersebut menyatakan bahwa Kepala BPN mempunyai tugas pengkajian dan penanganan
masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan dan pengkajian dan
pengembangan hukum pertanahan. Sebagai tindak lanjut Pasal 3 angka 14 dan 15 Perpres
No. 10/2006 Kepala BPN mengeluarkan Keputusan Kepala BPN RI No. 34 tahun 2007
Mengingat negara Indonesia adalah negara hukum, maka segala sesuatu yang berkaitan
dengan kehidupan masyarakat sebagai warga negara harus berdasarkan hukum yang
berlaku. Apabila hukumnya belum ada atau tidak jelas maka perlu diciptakan atau
ditemukan (FX Sumarja, 2008; hal 1). Begitu juga yang berkaitan dengan masalah
dalam Peraturan Keputusan Kepala BPN RI Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk
3
Penyelesaian sengketa tanah pada umumnya ditempuh melalui jalur hukum yaitu
melalui jalur non pengadilan atau non litigasi (Maria S.W. Sumardjono Nurhasana Ismail,
Pilihan penyelesaian sengketa tanah melalui cara perundingan sengketa, melalui cara
dimuka pengadilan yang memakan waktu, biaya, dan tenaga. Melalui mediasi sesuai
dengan sifat Bangsa Indonesia yang selalu menyelesaikan masalah dengan cara
Penyelesaian sengketa tanah dengan cara mediasi merupakan pilihan yang baik, ini
dikarenakan dalam proses penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi akan memberikan
kesamaan kedudukan kepada para pihak yang bersengketa sejajar dan upaya penyelesaian
akhirnya adalah win-win solution. Mediasi dirasakan sangat efektif dalam penyelesaiannya
sengketa alternatif seperti ini juga tergantung dengan beberapa aspek seperti faktor budaya
dimasing-masing daerah, dan hukum adatnya yang mungkin saja mengatur tentang
permasalahan tanah maka dari itu dituntutnya peran tokoh masyarakat serta hukum adat
Pada proses mediasi penyelesaian sengketa dengan mediasi terdapat orang atau badan
sebagai mediator yang pada dasarnya berperan sebagai “penengah” yang membantu para
4
pihak untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Mediator memberikan informasi
baru bagi para pihak atau sebaliknya membantu para pihak dalam menemukan cara-cara
yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Seorang mediator juga akan membantu para
pihak untuk menjelaskan persoalan yang ada, sebagai masalah yang harus diselesaikan
secara bersama-sama. Sehingga dengan demikian peran mediator sangat dibutuhkan demi
Sengketa di bidang pertanahan banyak terjadi di Indonesia dan semakin bertambah di setiap
tahunnya. Bahkan jumlahnya mencapai 7491 kasus yang melibatkan 3,2 juta orang
orang). Tanah sebagai hak ekonomi setiap orang, rawan memunculkan konflik di
masyarakat maupun antar keluarga. Berbagai sengketa pertanahan itu telah mendatangkan
berbagai dampak baik ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketika sengketa tersebut diajukan
a) Bagaimana keadaan kasus sengketa tanah yang ada di eks 324 Teluk Jambe Timur
Kabupaten Karawang ?
b) Bagaimana kedudukan dan fungsi lahan di Eks 324 Teluk Jambe Timur Kabupaten
Karawang ?
c) Bagaimanakah peran mediator dalam penyelesaian di Eks 324 Teluk Jambe Timur
5
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
a) Untuk mengetahui keadaan kasus sengketa tanah yang ada di eks 324 Teluk Jambe
b) Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi lahan di Eks 324 Teluk Jambe Timur
Kabupaten Karawang.
c) Untuk mengetahui peran mediator dalam penyelesaian sengketa tanah di Eks 324 Teluk
a) Kegunaan Teoritis
Yaitu berguna bagi para pembaca sebagai referensi dalam penyelesaian sengketa tanah
b) Kegunaan Praktis
Yaitu penelitian ini berguna bagi Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang dalam
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KEADAAN
Ratusan warga penduduk komplek eks Asrama Yon 324 di Telukjambe, Karawang,
Jawa Barat, menggelar aksi protes terkait perintah pengosongan rumah dinas eks Asrama Yon
324, Karawang. Aksi protes di gelar setelah warga menerima surat peringatan pertama dari
panglima kostrad. protes ratusan warga penghuni Asrama eks Yon 324 ini dilakukan di pintu
masuk Asrama tersebut. Warga yang mayoritas keluarga Purnawirawan TNI AD ini, menolak
dengan adanya permintaan pengosongan rumah yang dilayangkan melalui surat peringatan
pertama dari panglima kostrad.
Alasan warga menolak pengosongan, karena berdasarkan status tanah yang kini di huni
oleh 300 Kepala Keluarga (KK) bukan merupakan milik TNI. Warga juga menyebut, rumah
yang mereka tinggali bisa menjadi milik pribadi karena sudah dihuni lebih dari enam puluh
tahun. Warga mengaku akan tetap bertahan tinggal di komplek Asrama tersebut. Apalagi, surat
peringatan yang di layangkan itu dilakukan secara paksa dan tidak sesuai dengan peraturan dan
undang-undang. Mereka juga akan menolak, jika rencana pengosongan dilakukan tanpa uang
kerohiman atau uang ganti rugi,
Sebelumnya, wacana untuk pengosongan 300, KK Asrama eks Yon 324, sudah
berlangsung lama. Pengosongan bagi penghuni Asrama eks Yon 324 ini, karena akan adanya
rencana perluasan Asrama Yonif 305. Pengosongan Asrama eks Yon 324 ini juga di klaim
sebagai upaya penyelamatan Aset milik Kostrad TNI AD.
2.3. PERAN
Sengketa Lahan Eks Asrama 324 Telukjambe Karawang – Pagi tadi, Rabu (8/11)
bertempat di ruang sidang kartika PTUN Kota Bandung kembali dilakukan persidangan
7
gugatan sengketa lahan dengan nomor perkara : 71/6/2017/PTUN-BDG dengan tergugat
Kepala Kantor Pertanahan BPN Kabupaten Karawang, Tergugat II Intervensi Kodam
III/Siliwangi selaku pemilik aset sertifikat hak pakai 00001 Desa Sirnabaya Kecamatan
Telukjambe Timur Kabupaten Karawang dengan penggugat Marto Kadim dengan agenda
sidang Putusan.Sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Husban, SH,MH. tersebut di ikuti
sekitar 90 orang perwakilan dari massa aksi, sedangkan sebagian massa aksi lainnya berada
di luar ruang sidang. Sidang yang berlangsung sekitar satujam tersebut menghasilkan tiga
keputusan. Putusan pertama, menerima Eksepsi tergugat mengenai objek gugatan para
penggugat telah melampaui waktu (kadaluarsa) / Gugatan blokir tanah yang diajukan oleh
penggugat terhadap BPN Kabupaten Karawang oleh Majelis hakim dinyatakan tidak
diterima karena melampaui batas waktu yang ditentukan. Kemudian, Majelis Hakim
menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.815.000.
Terakhir Majlis Hakim menyampaikan kepada penggugat melalui kuasa hukumnya dapat
melakukan banding terhitung 14 hari dari putusan hari ini.
8
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Di Zaman sekarang ini kebutuhan akan tempat tinggal meningkat, sedangkan luas tanah
terbatas, sehingga menyebabkan nilai guna tanah penting sekali, apapun akan diusahan oleh
pribadi manusia untuk mendapatkan tanah yang strategis. Selain sebagai tempat untuk tinggal,
tanah juga digunakan sebagai tempat mengadakan aktivitas ekonomi, jalan untuk kegiatan lalu
lintas, perjanjian dan yang padaakhirnya sebagai tempat tinggal masa depan (kuburan). Ada
2.810 kasus sengketa tanah yang berskala nasional yang tercatat oleh Badan Pertanahan
Nasional, terjadi di Indonesia ini, faktor utama penyebab adalah : 1. Persoalan administrasi
sertifikasi tanah yang tidak jelas. 2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. 3.
Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal (sertifikat), tanpa
memperhatikan produktivitas tanah. Sertifikat (tanah) merupakan tanda bukti hak yang
berlaku, apabila data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat
ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Kedudukan sertifikat ini diatur dalam Pasal 32
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Penyelesaian sengketa tanah dapat dituntaskan
dengan beberapa cara seperti : 1. Melalaui Badan Pertanahan Nasional 2. Melalui badan
peradilan, bernegosiasi, dan lain-lain tergantung para pelakunya mengarahkan ke arahmana
jalan penyelesaian yang baik menurutnya.
3.2. SARAN
Banyak sekali penyebab sengketa tanah di Indonesia ini, baik karena fungsi tanah itu
sendiri yang sangat dibutuhkan, maupun masalah administrasinya, tetapi sebagaimana dari
hasil catatan Badan Pertanahan Negara tentang kasus sengketa tanah yang terjadi di Indonesia
ini, faktor utama penyebabnya adalah masalah administrasi sertifikat yang tidak jelas, distribusi
kepemilikan tanah yang tidak merata, dan legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata pada
sertifikat saja, tanpa memperhatikan produktifitas tanahnya. Berdasarkan faktor utama
penyebab sengketa di atas dapat disimpulkan pemerintah sangat diharapkan berperan aktif
supaya tidak mengalami sengketa tanah di masa akan datang, baik upaya peningkatan
administrasi yangmana harus jeli melihat dan akan membuat sertifikat-sertifikat tanah, agar
tidak ada yang berduplikat, maupun dalam pembagian tanah untuk pemukiman yang merata
bagi setiap rakyat Indonesia. Di sisi lain disarankan juga bagi masyarakat yang akan membeli,
memperoleh tanah maupun akan membuat surat bukti kepemilikan tanah agar berhati-hati.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://beritabrantas.com/berita/berita-karawang/sengketa-lahan-eks-asrama-silmer-
324/attachment/sengketa-lahan-eks-324-telukjambe-karawang/
http://www.bintangnews.com/2017/09/sidang-di-tempat-ptun-bandung-di-lahan.html
http://www.bintangnews.com/2017/03/perintah-pengosongan-eks-asrama-yon-324.html
10