TINJAUAN PUSTAKA
konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksternal yang menyebabkan
kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau
2.1.2 Epidemiologi
dewasa muda dan penyebab utama kecacatan. Di Amerika Serikat, hampir 10%
kematian disebabkan karena trauma, dan setengah dari total kematian akibat
trauma berhubungan dengan otak. Kasus cedera kepala terjadi setiap 7 detik dan
kematian akibat cedera kepala terjadi setiap 5 menit. Cedera kepala dapat terjadi
pada semua kelompok usia, namun angka kejadian tertinggi adalah pada dewasa
muda berusia 15-24 tahun. Angka kejadian pada laki-laki 3 atau 4 kali lebih sering
8
9
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera cedera kepala.
Kulit kepala terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang
1. Fraktur Linier
kepala.
2. Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang
Jenis fraktur ini terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum
3. Fraktur kominutif
4. Fraktur impresi
terjadi jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula
Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racon eyes sign (Fraktur
basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan battle’s sign (fraktur
diffuse:
terjadi akut (3-6 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-
minggu setelah trauma. SDH kronik diawali dari SDH akut dengan
subkortikal.
kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma
subarahnoid (PSA).
difuse disebabkan karena gaya akselerasi dan deselerasi gaya rotasi dan
iskemia yang luas, edema otak disebabkan karena hipoksia akibat renjatan
2. Kontusio Cerebri
3. Edema Cerebri
4. Iskemia cerebri
tersebar, yang biasanya disebut sebagai diffused axonal injury ( DAI ). Setelah
beberapa minggu setelah injuri axon dan degenerasi wallerian dari fiber tracts
terjadi karena trauma luas berupa mild concussion dimana tidak ada lesi struktural
15
yang bisa ditunjukkan dan bisa terjadi penyembuhan total secara klinis, koma
dibandingkan dengan cedera otak sekunder yaitu proses seluler dan biokimiawi
yang kompleks yang terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa hari setelah
terjadi Diffuse Axonal Injury (DAI) secara menyeluruh yang merusak serat-serat
axonal dan selaput myelin. Dan gambaran ini nampak dalam CT scan kepala dan
16
gambaran histopatologis dalam bentuk petechiae dalam substansia alba. Selain itu
Kerusakan pada cedera kepala dapat berupa fokal lesi maupun diffuse,
terletak pada area spesifik atau tersebar. Diffuse injury sedikit terlihat pada
histopatologis post mortem secara mikroskopis. Dimana tipe dari diffuse injury
dapat berupa concusion atau diffuse axonal injury. Lesi fokal biasa berhubungan
dengan fungsi dari kerusakan area yang terjadi, manifestasi berupa gejala
hemiparesis atau aphasia. Gambaran fokal lesi yang dapat terlihat pada CT Scan
otak), Intrakranial hemoragik (bila darah tidak bercampur dengan jaringan otak).
Lesi intra axial berupa Intracerebral hemoragik, dimana perdarahan terjadi pada
jaringan otak itu sendiri. Sedangkan yang termasuk lesi extra-axial berupa
2002).
ion calsium dan sodium kedalam neuron, dimana menyebabkan disfungsi dari
edema otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan iskemia, dan semua hal di atas
bisa diperburuk oleh kondisi hipoksia yang sistemik, hipotensi, atau pyrexia.
Faktor lainnya pada cedera otak sekunder yaitu terjadi perubahan pada aliran
dari swelling atau pendesakan masssa dari lesi, seperti hemoragik. Sebagai
tekanan antara tulang meningkat sangat tinggi, itu dapat menyebabkan terjadinya
kematian batang otak atau herniasi batang otak(Manleyet al, 2001; Robert, 2003;
Moppett, 2007)
18
outcome, di antaranya: Umur, Skor GCS, Reflek Pupil, skor hipoksia, hipotensi,
Hukkelhoven et al, 2005; Jennett et al, 1976; Choi et al, 1991;Signorini et al,
1999; Braakman et al, 1980; Quigley etal, 1997; Stablein et al, 1980; Lannoo et
al, 2000;Young et al, 1981; Narayan et al, 1981; Fearnside et al,1993; Schaan
etal, 2002; Barlow et al, 1984; Andrewset al, 2002; Chantal et al, 2005).
19
independent kuat, tetapi data ini hanya ditunjang oleh sedikit pasien pada 3 studi
yang relevan (Murray et al, 2007). Dengan meneliti faktor - faktor prognostik
tersebut, akan memberikan jalan bagi proyek IMPACT, yang berfokus pada
perkembangan dari pendekatan terbaru dari rancangan dan analisis dari uji klinis
pada Cedera Kepala Traumatis (Maas et al, 2007; Marmarou et al, 2007).
2.2.1 Demografi
dibandingkan dengan usia yang lebih tua terutama pada usia diatas 65
penderita yang lebih tua memiliki daya tahan yang menurun, serta
elastisitas pembuluh darah yang menurun pula, serta respon yang lebih
buruk terhadap anemia (Tokutomi et al, 2008). Pasien yang lebih tua
jarang terjadi pada pasien yang lebih tua. Terjadinya variasi dari jenis lesi
20
otak usia muda dan usia tua pada saat terjadinya cedera otak sekunder.
mempunyai outcome yang lebih buruk setelah cedera kepala berat (Tate et
al, 2008). Pada suatu uji klinis terkontrol didapatkan pada binatang
menunjukkan pemulihan yang lebih baik dan fungsi kognitif yang lebih
2004).
dan penyebab cedera, dampak dari cedera terhadap otak mungkin berbeda,
cedera pasien dan outcome jangka panjang pada pasien cedera kepala
sedang sampai berat. Kemungkinan hasil yang lebih buruk bagi mereka
maupun oleh karena jatuh dengan sendirinya. Mereka yang terluka karena
2000; Vos et al, 2001). Penilaian awal dari GCS sangat penting terutama
pada penderita cedera kepala sedang karena berkaitan dengan outcome dari
penderita dimana pada penderita cedera kepala sedang dengan nilai GCS
awal lebih besar memiliki prognosis outcome yang lebih baik sehingga
22
pada GCS lebih kecil (Kothari, 2006). Stein menemukan bahwa pasien
337 dari 997 kasus (33,8%), sedangkan pada 97 dari 899 (10,8%) pasien
berharga dari derajat cedera kepala awal ataupun yang progresif (Andrea
et al, 2005).
herniasi dan penanda tidak langsung dari cedera batang otak (Rovlias,
herniasi unkus yang merupakan hasil dari edena otak atau suatu lesi masa,
Penyebab lain dari dilatasi pupil adalah penurunan aliran darah ke otak
al, 1999).
Miller,1993).
Hipoksia
kepala seperti sumbatan jalan nafas, trauma tembus paru, kehilangan darah
Hipoksia juga merupakan tanda seberapa berat cedera otak yang didapat
Hipotensi
tanpa hipotensi (Chesnut et al, 2000). Manley melaporkan tren yang tidak
24
sistolik, harus ditekankan, bukan hanya karena peran dari MAP dalam
al, 2007).
terutama didasarkan pada jenis fokal lesi yang ada, ukuran besarnya. Dari
penderita secara umum dan adanya midline shift dapat disebabkan karena
Robert et al, 2003; Lesko et al, 2012; Chestnut, 2000; Van Dongen et al,
1983; Cordobes et al, 1986; Younget al, 1981; Azian et al, 2001;
dan faktor koagulasi Va dan VIIIa. Hal ini menyebabkan pelepasan tissue
outcome (Greuters, 2011). Selain itu kehilangan darah baik karena trauma
disebabkan oleh deplesi platelet dan faktor pembekuan darah. Pada Cedera
secara sistemik maupun local pada daerah penumbra dari contusion serebri
dengan outcome yang buruk setelah cedera kepala (Jackelien et al, 2007;
2.2.8 Hemoglobin
27
aliran darah otak sudah terganggu. Tingkat Hb yang tinggi namun akan
Abnormal nilai Hb rendah yang diamati pada sejumlah pasien (17%) dan
masalah umum pada pasien sakit kritis dan berhubungan dengan hasil
rumah sakit dibandingkan mereka yang dioperasi setelah 4 jam dari waktu
probabilitas kelangsungan hidup yang baik dari trauma kepala (Ju Kim et
Glasgow outcome scale (GOS) paling luas digunakan untuk menilai hasil
akhir secara umum pada cedera otak. GOS dikelompokkan dalam lima katagori,
diperoleh pada 3, 6 dan 12 bulan setelah cedera otak. Validitas GOS sebagai suatu
penilai hasil akhir cedera otak didukung oleh kuatnya hubungan dengan lamanya
koma, beratnya kondisi pada awal trauma (diukur dengan GCS) dan tipe lesi
Kritikan terhadap GOS relatif tidak sensitif terhadap kondisi. Pasien yang
membaik secara signifikan dan secara klinis terutama 6 bulan setelah cedera otak
(Narayan et al, 1996). Skala pengukuran GOS ini pertama kali ditemukan oleh
Jennet dan Bond pada tahun 1975. Prognosis pascacedera otak yang didasarkan
spesifik dan defisit neurologis. Derajat skala ini mencerminkan suatu kerusakan
otak secara umum, dimana juga mampu menilai prognosis pascakoma traumatik
adalah sebanyak 150 orang yang bertahan hidup setelah cedera otak di Glasgow
29
oleh spesialis saraf dan bedah saraf. Keduanya memutuskan bahwa penilaian ini
sangat tepat pada 3 bulan, 6 bulandan 12 bulan pascatrauma (Jennetet al, 2005).
Skala penilaian prognosis Glasglow terdiri atas lima kategori yaitu: (Jennetet
al,2005)
minor saraf kranial dan kelemahan ekstremitas atau sedikit gangguan pada uji
disabled) diberi nilai 4. Kondisi pasien jelas berbeda sebelum cedera dan
ataksia, epilepsi paska traumatika, atau defisit mayor saraf kranial. Derajat
ketergantungan pasien pada orang lain lebih baik dibandingkan dengan lansia
diberi nilai 3. Pasien mutlak bergantung pada orang lain setiap saat (memakai
baju, makan, dll), paralisis spastik, disfasia, disatria, defisit fisik dan mental
ringan saja atau bicara sesaat. Pada perawatan sering ditemukan grasping
30
berbicara.
5. Meninggal dunia (dead) diberi nilai 1. Pada tahun 1981 Jennet menelaah dan
penggunaan yang lebih praktis pada uji klinis obat neuroproteksi, yaitu
distribusi bimodal (dikotomisasi) antara hidup (GR, MD, SD) dan mati (PVS,
Dead)
GOSE adalah Suatu skala pengukuran outcome pada cedera kepala yang
dipakai untuk menyatakan prognosis, dinilai 3,6,12 dan 24 bulan setelah cedera
a. Death : Meninggal
b. Vegetative : Vegetatif
jam sehari, akan tetapi tidak dapat melakukan perjalanan jauh atau pergi
h. Upper good recovery : Dapat kembali pada kehidupan normal tanpa ada
kehidupan sehari-hari
2.4. Validitas
memiliki validitas yang tinggi apabilaalat tersebut menjalankan fungsi ukur secara
(Matondang ,2009)