(PED0200000-00)
KATA PENGANTAR
25 Mei 2015,
Kepala PPPPTK BOE Malang,
Drs Suwarno, MM
NIP. 19571126 198403 1 003
DAFTAR ISI
Hlm
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR LAMPIRAN vi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL vii
A. PETUNJUK BAGI PESERTA DIKLAT vii
B. PETUNJUK BAGI WIDYAISWARA/INSTRUKTUR vii
PETA KOMPETENSI ix
PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. DESKRIPSI PEMBELAJARAN 1
C. TUJUAN PEMBELAJARAN 2
1. Kompetensi Dasar 2
2. Indikator Keberhasilan 2
D. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK 3
Strategi Pembelajaran 95
Metode dan Teknik Pembelajaran 105
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN 157
E. RANGKUMAN 158
F. LATIHAN/KASUS/TUGAS 160
G. BALIKAN DAN TINDAK LANJUT 170
PENUTUP 171
A. KESIMPULAN 171
B. TINDAK LANJUT 172
DAFTAR GAMBAR
Hal
DAFTAR TABEL
Hal
PETA KOMPETENSI
POSISI MODUL
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar dapat didefinisikan sebagai kegiatan atau aktifitas kompleks manusia untuk
memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki sikap dan
perilaku serta mengokohkan kepribadian dengan tujuan untuk mengembangkan
pribadi seutuhnya. Tugas pokok seorang guru adalah mengajar, sehingga guru
tersebut diwajibkan untuk menguasai empat kompetensi yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional.
Kompetensi yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran adalah
kompetensi pedagogik. Agar proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
berjalan dengan baik dan lancar serta tujuan dapat tercapai secara optimal, maka
diperlukan dasar-dasar teori yang dapat menunjang pelaksanaan pembelajaran.
Salah satu teori yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengimplementasikan
kegiatan pembelajaran adalah teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik serta berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran
yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. Oleh karena itu
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik serta berbagai
pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif
merupakan salah satu mata diklat yang diberikan dalam diklat kompetensi
pedagogik.
B. DESKRIPSI PEMBELAJARAN
Modul teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik ini berisi tentang materi
yang berkaitan dengan berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik yang terdiri dari teori belajar behavioristik, cognitivisme, contructivisme,
teori belajar humanistic dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Disamping
itu juga berisi berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang
mendidik yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kompetensi Dasar
2. Indikator Keberhasilan
Modul teori belajar & prinsip pembelajaran yang mendidik disajikan secara ringkas
sbb:
I. TEORI BELAJAR DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN YANG MENDIDIK
1. Teori belajar :
a. Teori belajar behavioristik
b. Teori belajar Cognitivisme
c. Teori belajar Contructivisme
d. Teori belajar Humanistik
2. Prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
a. Prinsip pembelajaran
b. Implikasi prinsip pembelajaran dalam proses belajar mengajar
c. Prinsip pembelajaran berdasarkan peraturan yang berlaku
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
Kompetensi Dasar
Indikator keberhasilan
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Kegiatan pembelajaran 1 ini secara umum bertujuan agar peserta dapat memahami
tentang: teori pembelajaran khususnya teori belajar Behaviorisme, teori belajar
Kognitifisme, teori belajar Konstruktifisme, dan teori belajar Humanisme; serta prinsip-
prinsip belajar yang mendidik menurut Rothwal.
C. URAIAN MATERI
1. TEORI BELAJAR
Manusia memang terus berkembang dan memiliki rasa ingin tahu yang kuat. Hal inilah
yang mendorong manusia untuk terus belajar. Oleh karena itu, belajar dapat
didefinisikan sebagai, kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi
seutuhnya (Suprijono, 2011). Definisi lain mengenai belajar dikemukakan oleh Suyono
dan Hariyanto (2011) yaitu belajar merupakan suatu aktifitas atau proses untuk
memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,
dan mengokohkan kepribadian. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009, 7),
belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Dari ketiga pandangan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai kegiatan atau
aktifitas kompleks manusia untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki sikap dan perilaku serta mengokohkan kepribadian dengan
tujuan untuk mengembangkan pribadi seutuhnya.
Sedangkan terdapat perbedaan definisi belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Skinner berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif (Sagala, 2012). Menurut
Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas
yang disebabkan oleh stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang
dilakukan oleh pelajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Pendapat berbeda dikemukan
oleh Carl. R. Gogers yaitu praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran,
bukan pada siswa yang belajar (Sagala, 2012). Piaget berpendapat bahwa
pengetahuan dibentuk individu dari hasil interaksi terus menerus dengan lingkungan
(Dimyati dan Mudjiono, 2009).
Dari pandangan-pandangan belajar dari beberapa ahli tersebut, munculah teori belajar.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
Teori Belajar Classical Conditioning dari Pavlov, Connectionisin dari Thorndike, dan
Behaviorism dari Watson merupakan teori-teori dasar dari aliran perilaku yang menjadi
tonggak sejarah aliran perilaku dalam teori belajar. Teori-teori ini kemudian
dikembangkan dan atau dimodifikasi oleh berbagai ahli menjadi beragam teori-teori
baru dalam aliran perilaku, yang kemudian disebut aliran perilaku baru (neo-
Behaviorism). Tercatat ahli-ahli yang tergabung dalam aliran perilaku baru antara lain,
Clark Hull dengan teori Sistem Perilaku, Edwin Guthrie dergan teori "Contiguity", dan
B.F. Skinner dengan teori "Operant Conditioning", dan lain-lain.
Pada dasarnya, sebagaimana teori-teori belajar dalam aliran perilaku, teori-teori dari
Hull, Guthrie, dan Skinner memiliki premis dasar yang sama dengan teori-teori
pendahulunya, yaitu sama-sama berlandaskan pada interaksi antara stimulus dan
respons. Namun demikian, teori-teori Hull, Guthrie dan Skinner berbeda dengan teori-
teori pendahulunya dalam hal identifikasi terhadap faktor-faktor khusus yang dianggap
berpengaruh terhadap belajar. Teori-teori Hull, Guthrie, dan Skinner relatif banyak
mempengaruhi proses pembelajaran dalam dunia pendidikan sekarang ini karena
kemutakhirannya.
Clark L. Hull (1884-1952) sangat mengagumi Teori Refleks Terkondisi dari Pavlov.
Berangkat dari teori Pavlov, Hull kemudian menerbitkan makalah-makalah teoretis
yang memodifikasi teori Pavlov. Konsep utama dari teori Hull adalah kebiasaan,
yang disimpulkan dari berbagai penelitian tentang kebiasaan dan respons terkondisi
yang dilakukan Hull melalui percobaan terhadap binatang. Perilaku yang kompleks,
menurut Hull, diasumsikan berasal dari hasil belajar terhadap bentuk-bentuk
perilaku yang sederhana. Dalam upaya mematangkan teorinya, Hull juga
menggunakan dalil sebab-akibat dari Thorndike lalu menggabungkannya dengan
hasil temuannya.
Pada dasarnya dalam teorinya, Hull menyatakan bahwa interaksi antara stimulus
dan respons tidaklah sederhana sebagaimana adanya. Menurut Hull, ada proses
lain dalam diri seseorang (atau organisme) yang mempengaruhi interaksi antara
stimulus dan respons. Proses tersebut disebut oleh Hull sebagai variabel
"intervening" (yang berpengaruh).
1. Kekurangan air
1. Jumlah air yg diminum
2. Makan kue asin
2. Upaya mencari air
Haus
4. Jumlah yg akan dibayar
3. Kekeringan
untuk memperoleh air
Hull memberi contoh rasa haus sebagai salah satu "intervening variable". Menurut
Hull, situasinya adalah binatang diberi makanan yang asin, atau tidak diberi minum
untuk sekian lama. Situasi ini merupakan "input variable". Rasa haus timbul akibat
dari situasi tersebut. Kemudian, untuk mengatasi rasa haus, binatang akan
melakukan bermacam-macum aksi, seperti mengais, mencari-cari air, dan lain-lain,
bahkan binatang akan melakukan hal-hal lain apa saja untuk memperoleh air
(sebagai imbalan atas air yang diperolehnya).
Hull percaya bahwa dalam asosiasi antara stimulus terhadap respons, ada faktor
kebiasaan sebagai "intervening variable". Intensitas kebiasaan tersebut menentukan
intensitas asosiasi yang terjadi. Proses belajar menurut Hull merupakan upaya
menumbuhkan kebiasaan melalui serangkaian percobaan. Untuk dapat memperoleh
kebiasaan diperlukan adanya penguatan dalam proses percobaan. Namun, Hull
juga menyatakah bahwa penguatan bukan satu-satunya faktor yang menentukan
dalam pengembangan kebiasaan, karena pengembangan kebiasaan lebih utama
dipengaruhi oleh banyaknya percobaan yang dilakukan. Di samping itu, proses
belajar juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain (non-learning factors) yang
berinteraksi langsung terhadap reaksi potensial yang timbul.
Pada akhirnya, Hull mengembangkan teorinya menjadi suatu teori yang sangat
kuantitatif. Hull mencoba mengukur intensitas respons dalam bentuk nilai kuantitatif,
dan mencoba menentukan nilai numerik yang tepat untuk membuat persamaan
tentang hubungan antara "intervening variable" terhadap variabel bebas maupun
variabel terikat. Upaya kuantifikasi ini dilakukan Hull dalam rangka memprediksi
secara kuantitatif hasil dari percobaan terhadap perilaku. Dengan kata lain, respons
dan atau kebiasaan dapat diprediksi secara kuantitatif dan tepat melalui rumus-
rumus tentang interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Walaupun banyak kritik terhadap teori Systematic Behavior dari Hull, namun tak
dapat disangkal bahwa teori Hull merupakan karya dan pencapaian terbesar pada
masanya. Teori Hull sangat lengkap, menyeluruh, dan detil sehingga dengan mudah
terlihat kelebihan dan kekurangannya. Teori Hull juga mempunyai banyak pengikut
antara lain adalah murid-muridnya, yang telah mengembangkan teori Hull
sedemikian rupa sehingga menjadi karya yang paling berpengaruh dalam dunia
psikologi belajar sejak tahun 1940-an.
Teori Contiguity dari Edwin R. Guthrie (1886-1959) dikenal juga dengan nama teori
Contiguous Conditioning. Teori ini berangkat dari dua teori dasar dalam aliran
perilaku, yaitu teori Thorndike dan teori Pavlov, namun juga sangat dipengaruhi oleh
teori Watson.
Menurut Thorndike ada dua jenis proses belajar, yaitu: 1) proses pemilihan respons
(respons selection) dan mengaitkannya dengan stimulus, sesuai dengan dalil sebab
akibat, dan 2) perampatan stimulus (associative shifting) di mana respons terhadap
stimulus yang satu akan dimunculkan terhadap stimulus lain yang dipasangkan
bersama. Bagi Thorndike prinsip utama adalah proses pemilihan respons dan
pengaitan dengan stimulus yang terjadi dalam proses coba-coba, sedangkan proses
perampatan merupakan prinsip tambahan saja. Namun, bagi Guthrie, proses
perampatan stimulus justru menjadi titik fokus utama dalam teorinya. Guthrie relatif
tidak menerima dalil sebab akibat sebagaimana pandangan Thorndike. Hal-hal
tersebut yang menjadi perbedaan utama antara teori Thorndike dan teori Guthrie.
Dalil Guthrie yang pertama tentang proses belajar adalah kombinasi stimulus yang
diikuti dengan suatu gerakan, pada saat pengulangan berikutnya cenderung diikuti
lagi oleh gerakan tersebut. Dalil yang kedua menyatakan bahwa pola stimulus
mempunyai korelasi dan atau keterkaitan yang tinggi dengan respons yang
ditimbulkannya pertama kali. Dalil-dalil tersebut menjadi landasan bagi prinsip
kemutakhiran (recency principle), yang menyatakan bahwa jika belajar terjadi dalam
suatu proses coba-coba maka proses yang terakhir terjadi yang akan muncul
(terulang) lagi seandainya kombinasi stimulus yang sama dihadirkan kembali.
Perampatan belajar dapat terjadi dalam situasi yang baru karena adanya kesamaan
elemen atau komponen antara situasi/stimulus yang lama dengan situasi/stimulus
yang baru. Penekanan Guthrie terhadap konsep yang dikenal dengan nama
"movement-produced stimuli" atau stimulus yang menghasilkan gerakan terkondisi
merupakan modifikasi dari teori Thorndike. Namun demikian, menurut Guthrie, hasil
belajar yang diperoleh dipercaya bersifat permanen, sampai terjadi proses belajar
yang baru. Oleh karena itu, lupa dapat terjadi karena respons yang muncul dalam
proses belajar yang baru menggantikan hasil belajar yang sebelumnya. Proses lupa
ini terjadi secara bertahap, sama seperti hasil belajar juga diperoleh secara
bertahap melalui serangkaian proses belajar yang berulang.
Satu hal yang menjadi kritik terhadap teori Guthrie adalah bahwa Guthrie mencoba
memberikan jawaban yang relatif bersifat pasti terhadap segala permasalahan
dalam belajar, tanpa ada perubahan selama hampir lima puluh tahun. Dengan kata
lain, teori Guthrie lebih merupakan teori klasik yang tidak berkembang. Walaupun
demikian, harus diakui bahwa teori Guthrie memiliki kemampuan untuk menjelaskan
beragam fenomena belajar secara luas
Walaupun menganut aliran perilaku, B.F. Skinner sama sekali tidak setuju dengan
teori reflek terkondisi dalam hubungan antara Stimulus-Respons dari Pavlov.
Menurut Skinner, penjelasan Pavlov atas hubungan antara stimulus dan respons
yang menghasilkan perubahan tingkah laku merupakan penjelasan yang tidak
lengkap. Skinner menyatakan bahwa teori Pavlov hanya berlaku bagi interaksi
antara stimulus dan respons yang sederhana saja. Padahal manusia dalam
menjalankan fungsinya memerlukan perilaku yang kompleks yang
mempersyaratkan terjadinya interaksi stimulus dan respons yang kompleks pula.
Dengan demikian, interaksi stimulus-respons dalam diri seorang individu tidaklah
sesederhana itu. Pada dasarnya setiap stimulus yang dimunculkan akan
berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini yang akhirnya mempengaruhi
respons yang dihasilkan. Respons yang dihasilkan tersebut juga memiliki berbagai
konsekuensi (akibat) yang akhirnya akan mempengaruhi lagi perilaku individu. Oleh
sebab itu, menurut Skinner, kunci untuk memahami perilaku individu terletak pada
pemahaman kita terhadap hubungan antara stimulus satu dengan stimulus lainnya,
respons yang dimunculkan, dan juga berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh
respons tersebut.
Sebagai penganut aliran perilaku, Skinner setuju dengan pendapat Watson yang
mengatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku. Ada enam
asumsi dasar dari teori Operant Conditioning, yaitu:
Komponen proses belajar menurut Skinner terdiri dari stimulus yang diskriminatif
(discriminative stimulus) dan penguatan (positif dan negatif, serta hukuman) untuk
menghasilkan respons (perubahan tingkah laku). Stimulus yang diskriminatif
menurut Skinner merupakan stimulus yang selalu hadir untuk pemunculan suatu
respons. Kunci berwarna merah merupakan stimulus yang diskriminatif dalam
percobaan Skinner terhadap burung merpati. Jika merpati mematuk kunci merah
maka merpati akan memperoleh makanan. Setelah beberapa kali pengulangan, jika
kunci diganti warna maka merpati tidak akan mematuk. Makanan dalam hal ini
berfungsi sebagai faktor penguatan. Kemungkinan pemunculan respons dapat
dimaksimalkan dengan kehadiran stimulus yang diskriminatif. Jika ada stimulus lain
Gambar 2.
Stimulus Diskriminatif dan Perampatan Stimulus
Jika dalam teori Thorndike dikenal konsep reward maka dalam teori Skinner
digunakan istilah penguatan (reinforcement) yang berarti segala konsekuensi yang
mengikuti pemunculan suatu perilaku.
kepada siswa untuk meningkatkan proses belajar siswa. Jika tes mendadak tidak
diberikan lagi, dan pemahaman siswa terhadap pelajaran terus meningkat maka tes
mendadak tersebut berfungsi sebagai penguatan negatif.
Teori Skinner tidak hanya mencakup penjelasan terhadap proses belajar sederhana,
namun juga proses belajar kompleks, yang dikenal dengan nama "shaping"
(pembentukan). Proses "shaping" yang dilakukan secara bertahap akan
menghasilkan penguasaan terhadap perilaku yang kompleks melalui perancangan
(manipulasi) stimulus yang diskriminatif dan penguatan. Menurut Skinner, proses
Gambar 3. Shaping
anak yang belajar. Oleh karena itu, bagi Skinner, konsep self-attriGutiorea dan self-
awareness (pengenalan diri sendiri - untuk kemudian dapat melakukan kontrol atas
program pembelajaran) menjadi sangat penting.
Dalam hal motivasi, Skinner sangat percaya akan peran penguatan yang
memantapkan pemunculan suatu respons yang diharapkan dan juga peran
hukuman yang secara umum dapat menghilangkan pemunculan respons yang tidak
diharapkan. Skinner juga mengemukakan bahwa manusia dapat diajar untuk
"berpikir" atau "menjadi kreatif' melalui metode pemecahan masalah yang
melibatkan proses identifikasi masalah secara tepat (labeling), dan proses
mengaktifkan strategi (rule and or sequence) untuk memanipulasi variabel dalam
masalah tersebut sehingga diperoleh pemecahan masalahnya. Terakhir, teori
Operant Conditioning dari Skinner juga sangat percaya akan proses perampatan
hasil belajar. Dengan menggunakan istilah induksi, Skinner menjelaskan bahwa
perampatan terjadi berlandaskan pada proses induksi terhadap stimulus yang
derajat kompleksitasnya dan karakteristiknya mempunyai kesamaan dengan
stimulus diskriminatif yang sudah dipelajari.
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah
kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu
konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan
masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi
(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli
jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada
kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu
terjadi.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
(1). Tahap sensory – motor : yaitu tahap perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 0 - 2 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan
persepsi yang masih sederhana.
Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli
psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori
pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner setuju
dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui
peringkat-peringkat tertentu.
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa
muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan simbolic.
(a). Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat atau lebih mudah
diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan
cara–cara lain.
(b). Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada
prinsip belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep dan prinsip yang dijadikan
milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru.
(c). Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan
melatih ketrampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan
masalah tanpa pertolongan orang lain.
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang
”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka
desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral”. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang
sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di
dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga
siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Struktur Kognitif
(terinci); pembelajaran harus berjalan dari yang paling umum dan inklusif hingga
rinci, disertai contoh yang khas. Dengan pandangannya itu, Ausubel menolak
pendapat yang mengatakan bahwa belajar verbal akan mendorong siswa untuk
cenderung menghapal (bersifat verbalisme) atau mengulang-ulang hapalan
secara rutin. ini berisi konsep atau ide yang diberikan kepada siswa jauh
sebelum materi pelajaran yang sesungguhnya diberikan. Berdasarkan suatu
penelitian, pengaturan awal dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
berbagai macam materi pelajaran. Pengaturan awal sangat berguna dalam
mengajarkan materi pelajaran yang sudah mempunyai struktur yang teratur.
Ada tiga hal yang dapat dicapai dengan menggunakan pengaturan awal, yaitu:
Belajar dapat
Hafalan Bermakna
1. Materi 2. Materi
disajikan disajikan
dalam bentuk dalam bentuk
final final
Secara
penerimaan
1. Siswa 1. Siswa
menghafal memasukkan
materi yang materi ke
disajikan dalam struktur
Siswa dapat kognitif
mengasimilasi
materi
pembelajaran
2. Materi 2. Siswa
ditemukan oleh menemukan
siswa materi
Secara
penemuan
1. Siswa 1. siswa
menghafal memasukkan
materi materi ke
dalam struktur
kognitifi
1) Progressive differentiation.
3) Konsolidasi (consolidation).
Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori belajar kontruktivisme
merupakan teori belajar yang menuntut peserta didik mengkonstruksi kegiatan belajar
dan mentransformasikan informasi kompleks untuk membangun pengetahuan secara
mandiri.
Teori belajar konstruktivisme dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu menurut Piaget
dan Vygotsky.
Skemata
Skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang
secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema
itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Skema
bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam
sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat.
Skema adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti
intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri. Skema tidak pernah berhenti berubah
atau menjadi lebih rinci. Skema seorang anak berkembang menjadi skema orang
dewasa. Gambaran dalam pikiran anak menjadi semakin berkembang dan
lengkap. Misalnya anak yang sedang berjalan dengan ibunya melihat seekor kuda.
Lalu ibunya bertanya, “Apa nama binatang itu nak?” Karena anak tersebut baru
kali itu melihat kuda dan sudah sering melihat sapi, maka ia menjawab “Itu sapi”.
Anak tersebut melihat ada sesuatu yang sama antara kuda dengan konsep sapi
yang ia punyai, yaitu berkaki empat, bermata dua, bertelinga dua, dan berjalan
merangkak. Anak tersebut belum dapat melihat perbedaannya, melainkan melihat
kesamaannya antara sapi dengan kuda. Bila anak mampu melihat perbedaannya,
ia akan mengembangkan skemanya tentang kuda, tidak sebagai sapi lagi.
Asimilasi
bukan hanya sebagai balon yang menggelembung karena terisi udara, melainkan
balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi merupakan salah satu proses
individu dalam mengadaptasikan dan mengoirganisasikan diri dengan lingkungan
baru sehingga pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi
Equilibration
Meskipun memiliki kesamaan pandangan kedua tokoh ini juga memiliki perbedaan,
yaitu : 1) Piaget memandang pentahapan kognitif anak berdasarkan umur yang
kaku, semetara Vygotsky menyatakan bahwa dalam setiap tahapan itu terdapat
perbedaan kemampuan anak, 2) Piaget lebih menekankan pada perkembangan
kognitif anak sebagai manusia individu yang mandiri, sementara Vygotsky
mementingkan perkembangan kognitif anak sebagai makhluk sosial, dan
merupakan bagian integral dari masyarakat, dan 3) Piaget menamai potensi diri
anak sebagai skemata, sementara Vygotsky menyebutnya sebagai “Zone of
Proximal Development”.
resources). Asumsi konsep dasar ini adalah bahwa perkembangan psikologis dan
pembelajaran tertanam secara sosial, dan untuk memahaminya kita harus
menganalisis masyarakat sekitar dan hubungan-hubungan sosialnya. Vygotsky
menyatakan bahwa anak mampu meniru tindakan yang melampaui kapasitasnya,
namun hanya dalam batas-batas tertentu. Ketika sedang meniru, anak sanggup
melakukan secara lebih baik bila dibimbing oleh orang dewasa dari pada
dilakukannya sendiri. Vygotsky (https://penembushayalan.wordpress.com.)
mendefinisikan ZPD sebagai jarak antara “tingkat perkembangan actual yang
tampak dari kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan
masalah secara mandiri, dan tingkat perkembangan potensial yang tampak dari
kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas atau pemecahan masalah
dibawah bimbingan orang dewasa”. Oleh karena itu ZPD, merupakan perangkat
analitik yang diperlukan untuk merencanakan pembelajaran dan pembelajaran
yang berhasil harus menciptakan ZPD yang merangsang serangkaian proses
perkembangan batiniah.
Konsep sentral lain dalam karya Vygotsky adalah “pembicaraan batin” (inner
speech). Konsep ini muncul dari penjelajahan Vygotsky untuk menemukan
hubungan antara tindakan pikiran yang tidak terlihat dengan bahasa sebagai
fenomena kebudayaan, yang bisa dijelaskan dengan analisis obyektif.
Pembicaraan batin atau pembicaraan dengan diri sendiri merupakan masalah
utama dalam persoalan hubungan antara pikiran dan bahasa. Para behavioris
menyatakan bahwa pikiran hanyalah pembicaran subvocal, pembicaraan lahiriah
yang tumbuh sangat kecil. Vigotsky bertentangan dengan behavioris, menegaskan
bahwa pikiran berkembang untuk merefleksikan kenyataan sosial. Proses
komunikasi dengan orang lain menghasilkan perkembangan makna kata yang
kemudian membentuk struktur kesadaran. Pembicaraan batiniah tidak mungkin
ada tanpa interaksi sosial. Namun sama dengan Piaget, sumber belajar terutama
emerge from within (muncul dari dalam)
Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belaja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada
dalam jangkauan kemampuan atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone of
proximal development (Trianto, 2007).
Humanistic theory telah dilukiskan sebagai angkatan ketiga dalam psikologi modern.
Teori ini menolak determinisme Freud dari instink dan determinisme lingkungan dari
teori pembelajaran. Pendukung humanis memiliki pandangan yang sangat positif dan
optimis tentang kodrat manusia. Pandangan humanistik menyatakan bahwa manusia
adalah agen yang bebas dengan kemampuan superior untuk menggunakan simbol-
simbol dan berpikir secara abstrak. Jadi, orang mampu membuat pilihan yang cerdas,
untuk ber-tanggungjawab atas perbuatannya, dan menyadari potensi penuhnya
sebagai orang yang mengaktualisasikan diri. Humanist memiliki pandangan holistik
mengenai perkembangan manusia, yang melihat setiap orang sebagai makhluk
keseluruhan yang unik dengan nilai independen. Dalam pandangan holistik, seseorang
lebih dari sekedar kumpulan dorongan, instink, dan pengalaman yang dipelajari. Tiga
tokoh terkemuka Psikologi humanistik adalah Charlotte Buhler (1893–1974), Abraham
Maslow (1908–1970), dan Carl Rogers (1902–1987).
Charlotte Buhler, seorang psikolog Wina, adalah ketua pertama dari Asosiasi
Psikologi Humanistik. Buhler menolak anggapan dari para psikoanalis bahwa pemulihan
homeostasis psikologis (keseimbangan) melalui pelepasan ketegangan
merupakan tujuan dari manusia. Menurut teori Buhler, tujuan riil/nyata dari
Fase Perkembangan
Fase Perkembangan
Abraham Maslow adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam psikologi
humanistik. Dilahirkan dalam keluarga Yahudi Ortodok di New York, ia
memperoleh gelar Ph.D dalam Psikologi dari Columbia University di tahun 1934.
Menurutnya, perilaku manusia dapat dijelaskan sebagai motivasi untuk memenuhi
kebutuhan.
Dalam teori Maslow kebutuhan manusia dibagi mejadi beberapa tingkatan sebagai
berikut:
a) Fisiologis
b) Rasa Aman
c) Sosial
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal,
maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan,
afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi
akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak,
supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.
d) Penghargaan
e) Aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi.
Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang
sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan,
keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan
Carl Rogers dibesarkan dalam keluarga yang sangat religius di daerah midwest
dan menjadi pendeta Protestan, yang lulus dari Union Theological Seminary di
New York. Selama karirnya sebagai pendeta, Rogers menjadi semakin tertarik
dengan konseling dan terapi sebagai cara melayani orang yang mengalami
masalah, dari siapa ia mengembangkan bentuk khusus terapi yang disebut client-
centered therapy. Teorinya didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang
diberi kebebasan dan dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa
berkembang menjadi manusia yang berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaan
atau pengarahan, tetapi didorong dengan lingkungan yang menerima dan
Rogers mengatakan bahwa tiap-tiap dari kita memiliki dua self/diri : diri yang kita
rasakan sendiri (“I” atau “me” yang merupakan persepsi kita tentang diri kita
sesungguhnya “real self”) dan diri kita yang ideal/diinginkan “self ideal” (yang kita
inginkan). Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah
pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai,
dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat
defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan
(http://kristianawidi.blogspot.co.id). Selanjutnya Rogers mengajarkan bahwa
masing-masing dari kita adalah korban dari conditional positive regard
(memberikan cinta, pujian, dan penerimaan jika individu mematuhi norma orang
tua atau norma sosial) yang orang lain tunjukkan kepada kita. Kita tidak bisa
mendapatkan cinta dan persetujuan orang tua atau orang lain kecuali bila
mematuhi norma sosial dan aturan orang tua yang keras. Kita diperintahkan untuk
melakukan apa yang harus kita lakukan dan kita pikirkan. Kita dicela, disebutkan
nama, ditolak, atau dihukum jika kita tidak menjalani norma dari orang lain. Sering
kali kita gagal, dengan akibat kita mengembangkan penghargaan diri yang rendah,
menilai rendah diri sendiri, dan melupakan siapa diri kita sebenarnya.
Rogers mengatakan bahwa jika kita memiliki citra diri yang sangat buruk atau
berperilaku buruk, kita memerlukan cinta, persetujuan, persahabatan, dan
dukungan orang lain. Kita memerlukan unconditional positive regard (memberikan
dukungan dan apresiasi individu tanpa menghiraukan perilaku yang tak pantas
secara sosial), bukan karena kita pantas mendapatkannya, tapi karena kita adalah
manusia yang berharga dan mulia. Dengan itu semua, kita bisa menemukan harga
diri dan kemampuan mencapai ideal-self kita sendiri. Tanpa unconditional positive
regard kita tidak bisa mengatasi kekurangan kita dan menjadi orang yang berfungsi
sepenuhnya.
Teori ini mengajarkan orang untuk percaya pada diri sendiri dan menerima tanggungjawab
untuk pengembangan potensi penuhnya. Humanis juga menekankan bahwa orang
memiliki kebutuhan manusia yang nyata yang harus terpenuhi untuk pertumbuhan
dan perkembangan.
Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada
pada diri manusia adalah motivasi prestasi. Menurut Mc Clelland seseorang
dianggap mempunyai apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik dari
pada yang lain pada banyak situasi. Mc. Clelland (dalam Reksohadiprojo dan
Handoko, 1996) menguatkan pada tiga kebutuhan yaitu :
Teori motivasi yang menggabungkan teori internal dan teori eksternal dikembangkan
oleh Mc. Gregor. Mc. Gregor merumuskan dua perbedaan dasar mengenai perilaku
manusia. Kedua teori tersebut disebut teori X dan Y.
Teori X :
Teori Y:
a) Karyawan rata-rata rajin bekerja dan merasa kesal kalau tak bekerja
b) Umumnya karyawan suka memikul tanggung jawab dan mencari metode kerja
yang terbaik.
c) Umumnya karyawan berusaha mewujudkan tujuan organisasi, dengan
memberi kontribusi sebesar-besarnya dalam pencapaian tujuan.
Teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dan kelompoknya. Teori ini sering
disebut teori dua faktor. Kepuasan kerja diartikan sebagai perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya sebagai penilaian seberapa jauh pekerjaannya memuaskan
kebutuhannya (Hoppeck). Kepuasan kerja berkaitan erat dengan sikap karyawan,
situasi kerja dan unsur kerjasama sehingga dapat menimbulkan hal-hal puas dan tidak
puas di dalam kerja.
- Prestasi kerja
- Penghargaan/pengakuan
- Pekerjaan itu sendiri
- Tanggung jawab
- Kemajuan
- Pengembangan potensi individu
- dan lain sebagainya.
a. Prinsip Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan
tenaga pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Prinsip belajar
adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses belajar mengajar .
Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia dapat
menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar. Dalam
perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas
kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan
tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan
yang tepat. Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli
yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip
belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran. Prinsip-prinsip itu adalah :
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian
teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak
mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta
didik, apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan
pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar
lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan
perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri peserta didik
tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu
dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan
faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang
besar mengenai apa yang dipelajari, peserta didik dapat menerima dan memilih
stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli
yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan
diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan
diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan
belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang
memiliki minat terhadap bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya
sehingga timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, peserta didik yang
menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan
terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban guru untuk bisa
menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang
menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi
dalam diri peserta didik dapat diamati dari tingkah lakunya. Apabila peserta didik
mempunyai motivasi, ia akan bersungguh-sungguh menunjukkan minat,
mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam
kegiatan belajar; berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk
melakukan kegiatan tersebut; dan terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut
terselesaikan.
2) Keaktifan
Menurut pandangan psikologi, anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai
dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri.
Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. John Dewey
mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan
siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru
hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar
menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima,
tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Menurut teori ini
anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak
mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah
diperolehnya. Thordike mengemukakan keaktifan peserta didik dalam belajar
dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan
adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika
sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan.
Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan dan pembiasaan agar
apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan
semakin paham. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa
individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses
belajar, peserta didik harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa
kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati.
Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan
dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki
dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep
dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.
3) Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak
bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman
belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui
pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung peserta didik
tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Pembelajaran yang efektif
adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau
melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, peserta didik belajar sambil
bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman,
pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk
hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques
Rousseau bahwa anak memiliki potensi yang masih terpendam, melalui belajar
anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi
tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari,
mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian,
segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman
sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan
sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa
yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru.
Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan betapa pentingnya
keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya
4) Pengulangan
5) Tantangan
Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam
belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu
tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari
bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan
mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya
tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru,
demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi
hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang
kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus
menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa
bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak
mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk
mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-
sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan
menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang
tidak menyenangkan.
Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah teori belajar
“operant conditioning” dari B.F. Skinner. Kunci dari teori ini adalah hukum effeknya
Thordike, hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, jika disertai
perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak
senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan
itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif,
maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Siswa akan belajar
lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila
hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik
bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu tidak saja dari
penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau
dengan kata lain adanya penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat
belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik
dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi.
Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan positif.
Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan
merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk
belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa
mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
7) Perbedaan Indiviual
sesuai dengan perbedaannya itu. Peserta didik akan berkembang sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Setiap peserta didik memiliki tempo
perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan
temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan
hasil belajar peserta didik . Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh
guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasik yang dilakukan di
sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya
pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat peserta didik sebagai individu
dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula
dengan pengetahuannya.
a). Seorang individu akan dapat belajar dengan sebaik-baiknya bila tugas-tugas
yang diberikan kepadanya erat hubungannya dengan kemampuan, minat dan
latar belakangnya.
b). Kesiapan untuk belajar harus dikaji bahkan diduga. Hal ini mengandung arti
bila seseorang guru ingin mendapat gambaran kesiapan peserta didiknya
untuk mempelajari sesuatu, ia harus melakukan pengetesan kesiapan.
c). Jika individu kurang memiliki kesiapan untuk sesuatu tugas, kemudian tugas
itu seyogyanya ditunda sampai dapat dikembangkannya kesiapan itu atau guru
sengaja menata tugas itu sesuai dengan kesiapan peserta didik
d). Kesiapan untuk belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan, misalnya dua
orang peserta didik yang memiliki kecerdasan yang sama mungkin amat
berbeda dalam pola kemampuan mentalnya.
e). Bahan-bahan, kegiatan dan tugas seyogyanya divariasikan sesuai dengan
faktor kesiapan kognitif, afektif dan psikomotor dari berbagai individu.
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah
suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan
itu dan memelihara kesungguhan. Secara alami peserta didik selalu ingin tahu dan
melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini
seyogyanya didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama
untuk semua anak.
Berkenaan dengan motivasi ini ada beberapa prinsip yang seyogyanya kita
perhatikan.
a). Individu bukan hanya didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan
biologi, soaial dan emosional. Tetapi disamping itu ia dapat diberi dorongan
untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat ini.
b). Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan
mendorong terjadinya peningkatan usaha. Pengalaman tentang kegagalan
yang tidak merusak citra diri peserta didik dapat memperkuat kemampuan
memelihara kesungguhannya dalam belajar.
c). Dorongan yang mengatur perilaku tidak selalu jelas bagi para peserta didik.
Contohnya seorang pelajar yang mengharapkan bantuan dari gurunya bisa
berubah lebih dari itu, karena kebutuhan emosi terpenuhi daripada karena
keinginan untuk mencapai sesuatu.
d). Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian seperti rasa rendah diri,
atau keyakinan diri. Seorang anak yang temasuk pandai atau kurang juga bisa
menghadapi masalah.
e). Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung
meningkatkan motivasi belajar. Kegagalan dapat meningkatkan atau
menurunkan motivasi tergantung pada berbagai faktor. Tidak bisa setiap
peserta didik diberi dorongan yang sama untuk melakukan sesuatu.
f). Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa
sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
g). Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh
terhadap motivasi dan perilaku.
h). Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas,
memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan
bukan karena ingin belajar.
i). Kompetisi dan insentif bisa efektif dalam memberi motivasi, tapi bila
kesempatan untuk menang begitu kecil kompetisi dapat mengurangi motivasi
dalam mencapai tujuan.
j). Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam
suasana belajar yang memuaskan.
k). Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat
mempertinggi motivasi.
Berkenaan dengan persepsi ini ada beberapa hal-hal penting yang harus kita
perhatikan:
a). Setiap peserta didik melihat dunia berbeda satu dari yang lainnya karena
setiap pelajar memiliki lingkungan yang berbeda. Semua peserta didik tidak
dapat melihat lingkungan yang sama dengan cara yang sama.
b). Seseorang menafsirkan lingkungan sesuai dengan tujuan, sikap, alasan,
pengalaman, kesehatan, perasaan dan kemampuannya.
c). Cara bagaimana seseorang melihat dirinya berpengaruh terhadap perilakunya.
Dalam situasi tertentu, peserta didik cenderung bertindak sesuai dengan cara
ia melihat dirinya sendiri.
d). Para peserta didik dapat dibantu dengan cara memberi kesempatan menilai
dirinya sendiri. Guru dapat menjadi contoh hidup. Perilaku yang baik
bergantung pada persepsi yang cermat dan nyata mengenai suatu situasi.
Guru dan pihak lain dapat membantu peserta didik menilai persepsinya.
e). Persepsi dapat berlanjut dengan memberi para peserta didik pandangan
bagaimana hal itu dapat dilihat.
f). Kecermatan persepsi harus sering dicek. Diskusi kelompok dapat dijadikan
sarana untuk mengklasifikasi persepsi mereka.
g). Tingkat perkembangan dan pertumbuhan para peserta didik akan
mempengaruhi pandangannya terhadap dirinya.
“ Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh peserta didik pada
saat proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh
seseorang. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
h). Tujuan harus ditetapkan dalam rangka memenuhi tujuan yang nampak untuk
para pelajar. Karena guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas dan
dapat diterima para pelajar.
“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang”. Proses pengajaran seyogyanya
memperhatikan perbedaan individual dalam kelas sehingga dapat memberi
kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-tingginya. Pengajaran yang
hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi kebutuhan
seluruh peserta didik. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan latar
belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi
pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.
Berkenaan dengan perbedaan individual ada beberapa hal yang perlu diingat:
a). Peserta didik harus dapat dibantu dalam memahami kekuatan dan kelemahan
dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan kegiatan, tugas
belajar dan pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda.
b). Peserta didik perlu mengenal potensinya dan seyogyanya dibantu untuk
merencanakan dan melaksanakan kegiatannya sendiri.
c). Peserta didik membutuhkan variasi tugas, bahan dan metode yang sesuai
dengan tujuan , minat dan latar belakangnya.
d). Peserta didik cenderung memilih pengalaman belajar yang sesuai dengan
pengalamannya masa lampau yang ia rasakan bermakna untuknya. Setiap
peserta didik biasanya memberi respon yang berbeda-beda karena memang
setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai pengalamannya.
e). Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar lebih diperkuat bila
individu tidak merasa terancam lingkungannya, sehingga ia merasa merdeka
untuk turut ambil bagian secara aktif dalam kegiatan belajar. Manakala peserta
didik memiliki kemerdekaan untuk berpikir dan berbuat sebagai individu, upaya
untuk memecahkan masalah motivasi dan kreativitas akan lebih meningkat.
f). Peserta didik yang didorong untuk mengembangkan kekuatannya akan mau
belajar lebih giat dan sungguh-sungguh. Tetapi sebaliknya bila kelemahannya
yang lebih ditekankan maka ia akan menunjukkan ketidak puasannya terhadap
belajar.
“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil
belajar dalam situasi baru”.
Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam
situasi yang lain. Prosesa tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan
seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang
dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh peserta didik dalam situasi baru.
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi ada beberapa prinsip yang harus kita
ingat.
a). Tujuan belajar dan daya ingat dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif
untuk mengingat atau menugaskan suatu latihan untuk dipelajari dapat
meningkatkan retensi.
b). Bahan yang bermakna bagi peserta didik dapat diserap lebih baik.
c). Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis dimana proses
belajar itu terjadi. Karena itu latihan seyogyanya dilakukan dalam suasana
yang nyata.
d). Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang baik. Suasana belajar
yang dibagi ke dalam unit-unit kecil waktu dapat menghasilkan proses belajar
dengan retensi yang lebih baik dari pada proses belajar yang berkepanjangan.
Waktu belajar dapat ditentukan oleh struktur-struktur logis dari materi dan
kebutuhan para peserta didik.
b) Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan
individual yang ada.
g) Perhatian terhadap proses mental yang lebih dari pada terhadap hasil kognitif
dan afektif akan lebih memungkinkan terjadimya proses pemecahan masalah,
analisis, sintesis dan penalaran.
Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak hal
pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar
afektif meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi
dorongan, minat dan sikap individu.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam proses belajar afektif.
a). Didalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi dalam kemampuan
dasar psikomotor.
b). Perkembangan psikomotor anak tertentu terjadi tidak beraturan.
c). Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf
penampilan psikomotor.
d). Melalui bermain dan aktivitas non formal para peserta didik akan memperoleh
kemampuan mengontrol gerakannya lebih baik.
e). Dengan kematangan fisik dan mental kemampuan peserta didik untuk
memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih dapat diperkuat.
f). Faktor lingkungan memberi pengaruh terhadap bentuk dan cakupan
penampilan psikomotor individu.
g). Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif peserta didik dapat
menambah efisiensi belajar psikomotor.
h). Latihan yang cukup yang diberi dalam rentan waktu tertentu dapat membantu
proses belajar psikomotor. Latihan yang bermakna seyogyanya mencakup
semua urutan lengkap aktivitas psikomotor dan tempo tidak bisa hanya
didasarkan pada faktor waktu semata-mata.
i). Tugas-tugas psikomotor yang terlalu sukar bagi peserta didik dapat
menimbulkan frustasi (keputusasaan) dan kelelahan yang lebih cepat.
Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini
dan selanjutnya. Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk
menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Penilaian individu terhadap proses
belajarnya dipengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup
Berkenaan dengan evaluasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
a). Evaluasi memberi arti pada proses belajar dan memberi arah baru pada
peserta didik.
b). Bila tujuan dikaitkan dengan evaluasi maka peran evaluasi begitu penting bagi
peserta didik..
c). Latihan penilaian guru dapat mempengaruhi bagaimana peserta didik terlibat
dalam evaluasi dan belajar.
d). Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan akan lebih mantap bila guru
dan peserta didik saling bertukar dan menerima pikiran, perasaan dan
pengamatan.
e). Kekurangan atau ketidak lengkapan evaluasi dapat mengurangi kemampuan
guru dalam melayani peserta didiknya. Sebaliknya evaluasi yang menyeluruh
dapat memperkuat kemampuan peserta didik untuk menilai dirinya.
f). Jika tekanan evaluasi guru diberikan terus menerus terhadap penampilan
peserta didik, pola ketergantungan penghindaran dan kekerasan akan
berkembang.
g). Kelompok teman sebaya berguna dalam evaluasi.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN
E. RANGKUMAN
Teori belajar dapat diartikan sebagai konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang
bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperiment. Menurut teori
belajar behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Belajar sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Faktor lain yg dianggap penting oleh aliran ini adalah faktor penguatan.
Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement), maka respon akan semakin
kuat, begitu pula jika respon dikurangi / dihilangkan (negative reinforcement) maka
responpun akan semakin kuat.
Menurut aliran kognitif bahwa tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada
kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu
terjadi. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar
itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang menuntut peserta didik
mengkonstruksi kegiatan belajar dan mentransformasikan informasi kompleks untuk
membangun pengetahuan secara mandiri.
Teori belajar humanistik berpendapat bahwa motivasi dasar manusia adalah mencapai
aktualisasi diri. Proses belajar harus terjadi dalam suasana bebas, diprakarsai sendiri
dan percaya pada diri sendiri (self initiated and self reliant learning). Dalam teori
belajar ini, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
F. LATIHAN/KASUS/TUGAS
Pilihlah jawaban pada soal dibawah ini dengan cara memberikan tanda silang
pada huruf A, B, C atau D pada jawaban yang paling tepat !
1. Interaksi antara stimulus dan respons tidaklah sederhana sebagaimana
adanya, ada proses lain dalam diri seseorang (atau organisme) yang
mempengaruhi interaksi antara stimulus dan respons. Proses tersebut disebut
sebagai variabel "intervening" (yang berpengaruh). Kalimat tersebut
merupakan pernyataan yang berasal dari teori :
a. Teori Systematic Behavior - Clark Hull
b. Teori Contiguity - Edwin R. Guthrie
c. Teori Operant Conditioning - Skinner
d. Teori Connectionisin dari Thorndike
sehingga (hampir) semua orang yang memperoleh latihan yang layak akan
dapat memiliki perilaku tertentu yang diinginkan. Di samping itu,
pengkondisian suatu respons sangat tergantung kepada penguatan yang
dilakukan berulang-ulang secara berkesinambungan. Kalimat tersebut
merupakan pernyataan yang berasal dari :
a. Teori Operant Conditioning dari Skinner
b. Teori Contiguity dari Edwin R. Guthrie
c. Teori Systematic Behavior - Clark Hull
d. Teori Connectionisin Thorndike
4. Klasifikasi perkembangan kognitif anak terdiri dari empat tahap yaitu tahap
sensory–motor, tahap pre–operational, tahap concrete–operational, dan tahap
formal–operational. Klasifikasi tersebut merupakan klasifikasi perkembangan
kognitif anak menurut :
a. Jean Piaget Dengan Teori “Cognitive Developmental”
b. Jerome Bruner Dengan Teori “Discovery Learning”
c. David Ausubel Dengan Teori “Belajar Bermakna”
d. Teori Systematic Behavior - Clark Hull
5. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.
Disamping itu pembelajaran bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu
enactive, iconic dan simbolic. Kalimat tersebut merupakan konsep yang
berasal dari :
a. Jean Piaget Dengan Teori “Cognitive Developmental”
b. David Ausubel Dengan Teori “Belajar Bermakna”
c. Jerome Bruner Dengan Teori “Discovery Learning”
d. Teori Systematic Behavior - Clark Hull
6. Kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang
sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di
dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga
siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Kalimat
tersebut merupakan ciri khas teori belajar menurut :
a. Jean Piaget Dengan Teori “Cognitive Developmental”
b. Jerome Bruner Dengan Teori “Discovery Learning”
c. David Ausubel Dengan Teori “Belajar Bermakna”
d. Teori Systematic Behavior - Clark Hull
10 Rata-rata karyawan malas tak suka bekerja, cenderung tak berambisi meraih
prestasi optimal & menghindar dari tanggung jawab, suka dibimbing,
diperintah, diawasi dalam bekerja dan lebih mementingkan diri sendiri dari
pada tujuan organisasi. Kalimat tersebut merupakan rumusan dari :
a. Maslow dengan teori “Hierarkhi Kebutuhan”
b. Mc. Gregor dengan teori “X dan Y”
c. Mc. Clelland dengan teori “Motivasi Prestasi”
d. Carl Rogers dengan teori “Pertumbuhan Personal”
15 Peserta didik terus didorong dalam memahami potensi dirinya dan untuk
selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan suatu kegiatan.
Pernyataan tersebut merupakan implikasi dari :
a. Prinsip Kesiapan
b. Prinsip Motivasi
c. Prinsip Transfer & Retensi
d. Prinsip Perbedaan Individual
1. Balikan
2. Tindak lanjut
Peserta dinyatakan berhasil dalam mempelajari modul ini apabila telah mampu
menjawab soal-soal evaluasi / latihan dalam modul ini, tanpa melihat atau
membuka materi dengan nilai minimal 80. Bagi yang belum mencapai nilai
minimal 80 diharapkan untuk lebih giat mendalami lagi sehingga dapat
memperoleh nilai minimal 80.
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
Kompetensi Dasar
Indikator
1. Pendekatan pembelajaran teacher center dan student center dijelaskan dengan
tepat
2. Pendekatan pembelajaran saintifik diterapkan sesuai dengan karakteristik
materi yang akan diajarkan
3. Berbagai strategi dan model pembalajaran (Problem based learning, Project
based learning, Discovery learning dan inquiry learning) dibedakan dengan
tepat
4. Berbagai strategi/model pembalajaran (Problem based learning, Project based
learning, Discovery learning dan inquiry learning) diterapkan sesuai dengan
karakteristik materi pelajaran
5. Berbagai metode dan teknik pembalajaran dijelaskan dengan benar
6. Berbagai metode dan teknik pembelajaran diterapkan sesuai dengan tujuan
pembelajaran
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Kegiatan pembelajaran 2 ini secara umum bertujuan agar peserta dapat memahami
tentang: pendekatan pembelajaran khususnya berkaitan dengan saintifik, strategi dan
model-model pembelajaran, serta berbagai metode dan teknik pembelajaran.
C. URAIAN MATERI
1. PENDEKATAN PEMBELAJARAN
a. Pengertian
Pembelajaran dalam dunia pendidikan tidak akan ada habisnya untuk dibahas selama
peradaban manusia melalui pendidikan masih berlangsung. Proses pembelajaran
dalam pendidikan sebenarnya dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu berpusat pada
peserta didik dan berpusat pada pendidik atau pengajar. Istilah pendekatan berasal
dari bahasa Inggris approach yang salah satu artinya adalah “Pendekatan”. Dalam
pengajaran, approach diartikan sebagai a way of beginning something ‘cara memulai
sesuatu’. Karena itu, pengertian pendekatan dapat diartikan cara memulai
pembelajaran. Dan lebih luas lagi, pendekatan berarti seperangkat asumsi mengenai
cara belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik awal dalam memandang sesuatu,
suatu filsafat, atau keyakinan yang kadang kala sulit membuktikannya. Pendekatan ini
bersifat aksiomatis. Aksiomatis berarti bahwa kebenaran teori yang digunakan tidak
dipersoalkan lagi.
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Di dalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan
merupakan langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah
atau obyek kajian. Pendekatan ini akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut
untuk menggambarkan perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau obyek
kajian yang akan ditangani. Sedangkan menurut Sanjaya (Sanjaya dan Wina, 2008)
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Roy Killen (1998) misalnya mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan
yang berpusat pada peserta didik (student-centred approaches). Pendekatan yang
berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menurunkan strategi pembelajaran
discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Variabel utama dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan peserta didik.
Berdasarkan hal tersebut, maka pendekatan dalam pembelajaran secara umum dibagi
menjadi dua, yaitu pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru (teacher centered
approaches) dan pendekatan pembelajaran berorientasi pada peserta didik (student
centered approaches). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Roy Killen
dalam bukunya yang berjudul Effective Teaching Strategies (Sanjaya, 2008)
mengemukakan bahwa ada dua pendekatan dalam kegiatan pembelajaran yaitu:
formal motivator
Materi pelajaran merupakan bagian Proses belajar dan isi yang dipelajari
terpenting merupakan dua hal yang penting
Terfokus pada guru, guru yang Terfokus pada peserta didik, peserta
berperan aktif didik yang berperan aktif
Lebih terikat pada tata bahasa Kurang terikat dengan tata bahasa,
(peserta didik menggunakan peserta didik memakai kata kata
pengertian sesuai dengan sesuai dengan pengertiannya
penegertian dari guru)
Guru yang menentukan topik yang Peserta didik yang menentukan topik
ingin dipelajari yang ingin di bahas
Mengikis rasa bosan peserta didik; rasa bosan akan timbul ketika mahapeserta
didik tidak dianggap ada di dalam kelas. Mereka hanya dijadikan objek
pendengar yang setia dari ceramah guru. Akibatnya peserta didik akan merasa
bosan dan akan juga mempengaruhi keinginannya untuk terus giat dalam
menggali ilmu.
Memberikan rasa percaya diri bagi mereka yang mempunyai kekurangan dalam
akademis; SCL memberikan kesempatan pada siapapun untuk proaktif dalam
proses belajar mengajar. Tidak ada tekanan yang dapat memutuskan bahwa
pendapat ini benar dan pendapat itu salah. Karena yang terlibat dalam diskusi
tersebut mereka sendiri yaitu semua peserta didik. Jadi bagi mereka yang
selama ini jarang berpartisipasi dalam kegiatan KBM akan merasa lebih percaya
diri dalam mengikutinya.
Peserta didik menjadi lebih mandiri, kreatif dan aktif; peserta didik akan dapat
merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mereka diberi
kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. mahapeserta didik memiliki motivasi
yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran tumbuhnya suasana
demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk
saling belajar-membelajarkan di antara peserta didik; dan dapat menambah
wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau pendidik karena sesuatu
yang dialami dan disampaikan mahapeserta didikmungkin belum diketahui
sebelumnya oleh dosen. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki
modelpembelajaran SCL tersebut akan mampu mendukung upaya ke arah
pembelajaran yang efektif dan efisien (Harsono, 2009; Sudjana, 1995).
Dari kelebihan dan kekurangan di atas, tentunya dapat diambil benang merahnya,
bahwa pendekatan student-centered inilah yang diharapkan saat ini untuk diterapkan,
karena pendekatan pembelajaran ini diarahkan pada integrasi knowledge management
system sehingga diharapkan menghasilkan intellectual capital yang bermanfaat.
Dengan konsep pendekatan pembelajaran berfokus pada peserta didik, peserta didik
bukan lagi sebagai obyek dari pengembangan ilmu pengetahuan namun diharapkan
menjadi pelaku aktif dari pengisi content di dalam proses pembelajaran. Sedangkan
guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator. Hal ini tentunya akan lebih
menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu. Selain itu pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada peserta didik menggali motivasi intrinsik untuk
membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Pendekatan pembelajaran ini
sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan
masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian,
kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam
tim, keahlian teknis, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap
perubahan dan perkembangan (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
(1). Mengamati
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta
didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan
metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara
objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan sebagai berikut:
Praktik mengamati (observasi) dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta
didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat
lain. Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan
observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan
anecdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical
device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek,
objek, atau factor-faktor yang akan diamati. Skala rentang, berupa alat untuk
mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa
catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar
biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diamati. Catatan anekdotal
merupakan alat perekam observasi secara berkala terhadap suatu peristiwa atau
kejadian penting (perilaku keseharian yang terjadi tidak umum, misal membolos,
berkelahi, menyontek, dsb.) yang menggambarkan perilaku dan kepribadian
seseorang dalam bentuk pernyataan singkat dan obyektif.
(2). Menanya
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga
dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan
verbal. Hal yang perlu diperhatikan dalam menanya ini adalah masalah atau
kesulitan yang dialami peserta didik dan bukan berawal dari pertanyaan guru
berkaitan dengan substasi materi. Namun guru dapat mengarahkan atau
memancing peserta didik agar mereka menanyakan hal yang belum jelas
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
melakukan eksperimen;
membaca sumber lain selain buku teks;
mengamati objek/kejadian/aktivitas; dan
wawancara dengan narasumber.
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang
sesuai. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk
mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan
metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari.
a) mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi.
1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai
dengan tuntutan kurikulum;
2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas
utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-
contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi;
3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari
yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks
(persyaratan tinggi);
4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati;
5) Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki;
6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman;
7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
(5). Mengomunikasikan
Kepada peserta didik diberikan kartu indeks yang memuat informasi atau
contoh yang cocok dengan satu atau lebih katagori;
Peserta didik diminta untuk mencari temannya dan menemukan orang yang
memiliki kartu dengan katagori yang sama;
Berikan kepada peserta didik yang kartu katagorinya sama menyajikan
sendiri kepada rekanhya;
Selama masing-masing katagori dipresentasikan oleh peserta didik, buatlah
catatan dengan kata kunci (point) dari pembelajaran tersebut yang dirasakan
penting.
2. STRATEGI PEMBELAJARAN
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai plan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal. Jadi, dengan demikian strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan (Martinis Yamin, 2009).
Strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk
mencapai untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat
digunakan untuk melaksanakan strategi
Menurut Rowntree (Sanjaya, 2008) ditinjau dari penyajiannya dan cara pengolahannya
strategi pembelajaran dapat di kelompokan menjadi dua yaitu strategi pembelajaran
deduktif dan strategi pembelajaran induktif. Contoh dari strategi pembelajaran sendiri
seperti Strategi Cooperative Learning , dan Strategi Active Learning.
Strategi pembelajaran meliputi kegiatan atau pemakaian teknik yang dilakukan oleh
pengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai ke tahap evaluasi,
serta program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu (Dadang Sunendar, 2008)
Ada dua hal yang patut kita cermati dari beberapa pengertian di atas. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya arah
dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan
demikian langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber
belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan
Menurut Rowntree dalam Wina Sanjaya ada beberapa strategi pembelajaran yang
dapat digunakan. Rowntree mengelompokkan ke dalam strategi penyampaian
penemuan (exposition-discovery learning), strategi pembelajaran kelompok, dan
strategi pembelajaran individual (groups-individual learning).
Dalam strategi exposition, bahan pembelajaran diberikan kepada peserta didik dalam
bentuk jadi, peserta didik dituntut untuk menguasai bahan tersebut, guru berfungsi
sebagai penyampai informasi. Sedangkan dalam strategi discovery bahan pelajaran
dicari dan ditemukan sendiri oleh peserta didik melalui kegiatan berbagai aktivitas,
guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing.
cooperative, kegiatan belajar dilakukan secara beregu, dibimbing oleh seorang atau
beberapa orang guru, peserta didik belajar dalam kelompok kecil atau besar, setiap
individu dianggap memiliki kemampuan yang sama.
Berbeda dengan strategi discovery, yang mana bahan pelajaran dicari dan
ditemukan sendiri oleh peserta didik melalui berbagai aktifitas, sehingga tugas
pendidik lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing. Karena sifatnya yang
demikian strategi ini sering disebut juga sebagai strategi pembelajaran tidak
langsung.
2) Strategi Kelompok
Belajar kelompok dilakukan secara beregu. Bentuk belajar kelompok ini bisa dalam
pembelajaran kelompok besar atau klasikal; atau bisa juga dalam kelompok-
kelompok kecil. Strategi ini tidak memperhatikan kecepatan belajar individual,
semua dianggap sama. Oleh karena itu, dalam belajar kelompok dapat terjadi
peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh peserta didik
yang kemampuannya biasa-biasa saja. Begitu pula sebaliknya, peserta didik yang
memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh peserta didik yang
kemampuannya tinggi.
Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih oleh pengajar dalam proses
pembelajaran yang dapat membantu dan memudahkan peserta didik ke arah
tercapainya tujuan pengajaran tertentu. Jenis-jenis strategi pembelajaran dapat dipilah
berdasarkan karakteristik sebagai berikut:
1) Berdasarkan rasio pendidik dan peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran
Berdasarkan rasio pendidik dan peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran,
terdapat lima jenis strategi pembelajaran, yaitu:
4) Berdasarkan peranan pendidik dan peserta didik dalam mengolah “pesan” atau
materi pembelajaran
Berdasarkan peranan pendidik dan peserta didik dalam mengolah “pesan” atau
materi pembelajaran, terdapat dua jenis strategi pembelajaran, yaitu:
pelajaran kepada peserta didik secara langsung. Teknik penyajian yang paralel
dengan strategi ini adalah teknik ceramah, teknik diskusi, teknik interaksi
massa, teknik antardisiplin, teknik simulasi.
b) Pembelajaran Heuristik. Strategi pembelajaran heuristik adalah strategi
pembelajaran yang bertolak belakang dengan strategi pembelajaran
ekspositorik karena dalam strategi ini peserta didik diberi kesempatan untuk
berperan dominan dalam proses pembelajaran. Strategi ini menyiasati agar
aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional mengarah pada
pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan
konsep yang mereka butuhkan. Dalam strategi heuristik pengajar pertama-tama
mengarahkan peserta didik kepada data-data terpilih, selanjutnya peserta didik
merumuskan kesimpulan berdasarkan data-data tersebut. Bila kesimpulan
tepat, tercapailah tujuan strategi. Sebaliknya, bila kesimpulan salah, pengajar
bisa memberikan data baru sampai peserta didik memperoleh kesimpulan yang
tepat.
Tujuan merupakan faktor yang paling pokok, sebab semua faktor yang ada di
dalam situasi pembelajaran, termasuk strategi pembelajaran, diarahkan dan
diupayakan semata-mata untuk mencapai tujuan. Tujuan pengajaran
menggambarkan tingkah laku yang harus dimiliki mahapeserta didik setelah proses
pembelajaran selesai dilaksanakan. Tingkah laku tersebut dalam dikeleompokkan
ke dalam kelompok pengetahuan (aspek kognitif), keterampilan (aspek
psikomotorik), dan sikap (aspek afektif)
Dilihat dari hakikatnya, ilmu atau materi pelajaran memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Karakteristik ilmu atau materi pelajaran membawa implikasi
terhadap penggunaan cara dan teknik dalam pembelajaran. Secara teoritis di
dalam ilmu atau materi terdapat beberapa sifat materi, yaitu fakta, konsep, prinsip,
masalah, prosedur (keterampilan), dan sikap (nilai).
4) Faktor waktu
Faktor waktu dapat dibagi dua, yaitu yang menyangkut jumlah waktu dan kondisi
waktu. Hal yang menyangkut jumlah waktu adalah berapa jumlah jam pelajaran
yang tersedia untuk proses pembelajaran. Sedangkan yang menyangkut kondisi
waktu ialah kapan pembelajaran itu dilaksanakan. Pagi, siang, sore atau malam,
kondisinya akan berbeda. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses
pembelajaran yang terjadi.
5) Faktor guru
Faktor guru, Teknik penyajian yang paralel adalah teknik penemuan, teknik
penyajian kasus, dan teknik nondirektif. Faktor guru adalah salah satu faktor
penentu, pertimbangan semua faktor di atas akan sangat bergantung kepada
kreativitas guru. Dedikasi dan kemampuan gurulah yang pada akhirnya
mempengaruhi proses pembelajaran.
Strategi pembelajaran perlu bervariasi dan sesuai dengan kompetensi dan hasil belajar
yang akan dicapai serta materi pembelajaran. Sesuai dengan tuntutan kehidupan
masyarakat saat ini hendaknya strategi tidak hanya berguna dalam pencapaian tujuan
pembelajaran saja, tetapi juga memiliki dampak pengiring dalam pertumbuhan
kepribadian individu, sesuai dengan tuntutan pembentukan kompetensi. Untuk itu perlu
digunakan strategi yang sesuai dengan konteks kehidupan nyata, eksplorasi dan
menggunakan pengetahuan yang ada dalam konteks yang baru.
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dalam bahasan ini adalah hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum strategi
pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan
untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan
masing-masing.
a. Pengertian
Istilah metode dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, sebab secara
umum menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara yang telah teratur
dan terfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Metode berasal dari kata method (Inggris), artinya melalui, melewati, jalan atau cara
untuk memeroleh sesuatu.
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal
(Sanjaya, 2008). Ini berarti metode digunakan untuk merealisasikan proses belajar
mengajar yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Abdurrahman Ginting, metode
pembelajaran dapat diartikan cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai
prinsip dasar pendidikan serta berbagai teknik dan sumberdaya terkait lainnya agar
terjadi proses pemblajaran pada diri pembelajar. Dengan kata lain metode
pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh seorang guru untuk
menyajikan materi pelajaran kepada murid di dalam kelas baik secara individual atau
secara kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan
oleh murid dengan baik (Ginting, 2008).
tersebut dapat diciptakan interaksi satu arah, dua arah atau banyak arah. Untuk
masing-masing jenis interaksi tersebut maka jelas diperlukan berbagai metode yang
tepat sehingga tujuan akhir dari pembelajaran tersebut dapat tercapai.
Metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan
materi saja, sebab sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran mempunyai tugas
cakupan yang luas yaitu disamping sebagai penyampai informasi juga mempunyai
tugas untuk mengelola kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat belajar
untuk mencapai tujuan belajar secara tepat. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
1) Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam rangka
memberikan dorongan kepada warga belajar untuk terus mau belajar
2) Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam menumbuhkan
rangsangan untuk tumbuhnya minat belajar warga belajar yang didasarkan pada
kebutuhannya
3) Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam
menyampaikan bahan dalam kegiatan pembelajaran
4) Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan bagi warga abelajar untuk belajar
5) Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk menumbuhkan kreativitas
warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya
6) Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, yaitu cara untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran
7) Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara untuk untuk
mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut L. James Havery teknik adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang
suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
maksud untuk berfungsi sebagai satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan
yang telah ditentukan (http://adityatriastuti.blogspot.com). Teknik pembelajaran
merupakan penjabaran lebih lanjut dari metode, sehingga pengertian teknik
pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik dengan memperhatikan unsur-
unsur yang saling terikat dan berkaitan untuk mencapai tujuan pembelajaran, agar
pembelajaran lebih efisien.
Metode pembelajaran sebagai cara mengajar guru di kelas ragamnya sangat banyak.
Sehingga pilihan metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru sangat
bergantung pada beberapa pertimbangan. Beberapa metode yang sering digunakan
dan populer bagi para pengajar antara lain: ceramah, diskusi, tanya jawab,
demonstrasi, dan sebagainya. Berikut ini diuraikan secara singkat beberapa metode
pembelajaran dan langkahnya.
1) Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah peserta didik yang pada umumnya
mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya
metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam
mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli
dan paham peserta didik. Metode ini disebut juga dengan metode kuliah atau metode
pidato.
Tahap Pelaksanaan, Pada tahap ini ada tiga langkah yang harus dilakukan:
a. Langkah Pembukaan
b. Langkah Penyajian
jawab,tugas, latihan dan lain-lain. Metode ceramah itu wajar dilakukan bila: (a)
ingin mengajarkan topik baru, (b) tidak ada sumber bahan pelajaran pada
peserta didik, (c) menghadapi sejumlah peserta didik yang cukup banyak.
Guru lebih aktif sedangkan murid pasif karena perhatian hanya terpusat pada
guru saja.
Murid seakan diharuskan mengikuti segala apa yang disampaikan oleh guru,
meskipun murid ada yang bersifat kritis karena guru dianggap selalu benar.
Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik
yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
Bila terlalu lama membosankan.
2) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan
memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi
kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation). Metode
diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk:
Diskusi informal
Diskusi formal
Diskusi panel
Diskusi simposium
Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun
tujuan khusus.
Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
Menetapkan masalah yang akan dibahas.
Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan
diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas
diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
3) Metode Demonstrasi
Merumuskan tujuan yang jelas baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang
diharapkan dapat ditempuh setelah metode demonstrasi berakhir;
Semua media yang digunakan ditempatkan pada posisi yang baik sehingga
setiap peserta didik dapat melihat;
Peserta didik disarankan membuat catatan yang dianggap perlu.
Memberi penguatan (melalui diskusi, tanya jawab, dan atau latihan) terhadap
hasil demonstrasi;
Menyimpulkan inti sari dari hal yang telah didiskusikan dengan cara
mengaktifkan peserta didik;
Evaluasi,
4) Metode Penugasan
Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui
penugasan peserta didik untuk melakukan suatu pekerjaan dengan maksud agar
peserta didik melakukan kegiatan belajjar. Pemberian tugas dapat secara individual
atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap peserta didik atau kelompok dapat sama
dan dapat pula berbeda. Agar pemberian tugas dapat menunjang keberhasilan proses
pembelajaran, maka: 1) tugas harus bisa dikerjakan oleh peserta didik atau kelompok
peserta didik, 2) hasil dari kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan presentasi oleh
peserta didik dari satu kelompok dan ditanggapi oleh peserta didik dari kelompok yang
lain atau oleh guru yang bersangkutan, serta 3) di akhir kegiatan ada kesimpulan yang
didapat.
Pada metode penugasan ini guru memberikan seperangkat tugas yang harus
dikerjakan peserta didik, dapat pula tugas menyuruh peserta didik untuk mempelajari
lebih dulu topik yang akan dibahas. Metode ini diberikan karena materi pelajaran
banyak, sedang waktu yang tersedia sedikit. Agar materi pelajaran selesai sesuai
dengan waktu yang ditentukan, maka metode inilah yang biasanya digunakan oleh
guru. Tugas ini biasanya bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan
di tempat lainnya. Tugas atau resitasi merangsang anak untuk aktif belajar, baik
individu maupun kelompok, tugas yang diberikan sangat banyak macamnya
tergantung dari tujuan yang hendak dicapai.
disetujui oleh guru. Cara menilai hasil tugas tertulis kadang-kadang menimbulkan
kesukaran.
Apabila tugas tersebut berupa tugas kelompok, perlu diupayakan agar seluruh
anggota kelompok dapat terlibat secara aktif dalam proses penyelesaian tugas
tersebut, terutama kalau tugas tersebut diselesaikan di luar kelas.
Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat
diingat lebih lama.
Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian
mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
Terkadang anak didik melakukan penipuan dimana anak didik hanya meniru
hasil pekerjaan temannya tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
Terkadang tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual (Djamarah,
2006).
Pada umumnya materi pelajaran yang harus dikerjakan secara bersama-sama dalam
kelompok itu diberikan atau disiapkan oleh guru. Materi itu harus cukup kompleks
isinya dan cukup luas ruang lingkupnya sehingga dapat dibagi-bagi menjadi bagian
yang cukup memadai bagi setiap kelompok. Materi hendaknya membutuhkan bahan
dan informasi dari berbagai sumber untuk pemecahannya. Masalah yang bisa
diselesaikan hanya dengan membaca satu sumber saja tentu tidak cocok untuk
ditangani melalui kerja kelompok. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perbedaan
individual dalam kemampuan belajar, perbedaan bakat dan minat belajar, jenis
kegiatan, materi pelajaran, dan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tugas yang
harus diselesaikan, peserta didik dapat dibagi atas kelompok paralel yaitu setiap
kelompok menyelesaikan tugas yang sama, dan kelompok komplementer dimana
setiap kelompok berbeda-beda tugas yang harus diselesaikan.
Metode kerja kelompok yang digunakan dalam suatu strategi pembelajaran bertujuan
untuk:
Kegiatan Persiapan
Kegiatan Pelaksanaan
Meminta peserta didik merangkum isi pelajaran yang telah dikaji melalui kerja
kelompok.
Melakukan evaluasi hasil dan proses.
Melaksanakan tindak lanjut baik berupa mengajari ulang
materi yang belum
dikuasai peserta didik maupun memberi tugas pengayaan bagi peserta didik
yang telah menguasai materi metode kerja kelompok tersebut.
Metode drill atau dikenal juga dengan latihan keterampilan adalah suatu metode
mengajar, dimana peserta didik diajak ke tempat latihan keterampilan untuk melihat
bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa
dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Metode latihan merupakan suatu cara
mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode ini
dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan
dan keterampilan. Contoh latihan keterampilan membuat tas dari mute/pernik-pernik.
Langkah-langkahnya :
b. Guru harus lebih menekankan pada diagnosa, karena latihan permulaan belum
bisa mengharapkan peserta didik mendapatkan keterampilan yang sempurna;
d. Memberi waktu untuk mengadakan latihan yang singkat agar tidak meletihkan
dan membosankan dan guru perlu memperhatikan respons peserta didik
apakah telah melakukan latihan dengan tepat dan cepat;
e. Meneliti hambatan atau kesukaran yang dialami peserta didik dengan cara
bertanya kepada peserta didik, serta memperhatikan masa latihan dengan
mengubah situasi sehingga menimbulkan optimisme dan rasa gembira pada
peserta didik yang dapat menghasilkan keterampilan yang baik;
Dalam waktu yang relatif singkat, dapat diperoleh penguasaan dan ketrampilan
yang diharapkan;
Akan tertanam pada setiap pribadi anak kebiasaan belajar secara rutin dan
disiplin.
7) Metode Karyawisata
Karyawisata adalah kunjungan ke suatu tempat atau objek dalam rangka memperluas
pengetahuan dalam hubungan dengan pekerjaan seseorang atau sekelompok orang.
Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dilakukan dengan cara
berkunjung ke suatu tempat atau objek yang dirancang terlebih dahulu oleh pendidik
dan diharapkan peserta didik membuat laporan dan diskusi bersama dengan peserta
didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian hasilnya dituliskan.
Metode karyawisata hampir sama dengan pembelajaran outdoor yaitu aktivitas
pembelajaran sama-sama dilaksanakan di luar kelas. Perbedaannya adalah
karayawisata biasanya bukan sebatas mengajak peserta didik keluar kelas, tetapi lebih
jauh dari kelas atau sekolah dalam rangka mengunjungi tempat-tempat yang ada
hubungannya dengan materi pelajaran. Sedangkan pembelajaran outdoor sifatnya
lebih sederhana dan biasanya lokasi kunjungan masih di sekitar sekolah.
Dalam pelaksanaannya, metode karyawisata lebih disukai peserta didik. Namun yang
sering terjadi di lapangan, peserta didik belum memiliki panduan belajar yang cukup
sehingga hasil dari kegiatan tersebut kurang dirasakan manfaatnya. Disinilah perlunya
peran guru untuk mempersiapkan perencanaan yang baik agar hasil yang dicapai
benar-benar menjadi pengalaman peserta didik yang dapat meningkatkan hasil
belajarnya.
Beberapa hal yang harus dimiliki guru dan peserta didik untuk mengoptimalkan metode
karyawisata,
Guru harus:
Metode tanya jawab adalah metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar
dengan menggunakan pertanyaan yang diajukan oleh guru kepada peserta didik, yang
mengarahkan peserta didik memahami materi tersebut. Sementara itu metode tanya
jawab ada yang mengartikan suatu cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan
yang harus dijawab, terutama oleh dari guru kepada peserta didik, tetapi dapat pula
dari peserta didik kepada guru (Djamarah, 2006). Metode ini bertujuan untuk
merangsang perhatian peserta didik dan mengukur kemampuan peserta didik terhadap
materi yang dibahas. Metode ini tepat digunakan untuk mengarahkan pengamatan dan
proses berfikir dan digunakan sebagai selingan dalam metode cerita atau ceramah.
Metoda Tanya Jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan
menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan
bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu
kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan
jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.
a. Persiapan
Menentukan topik
Merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
Menyusun pertanyaan-pertanyaan secara tepat sesuai dengan TPK tertentu
Mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diajukan peserta
didik
b. Pelaksanaan
menjelaskan kepada peserta didik tujuan pembelajaran khusus (TPK).
mengkomunikasikan penggunaan metode tanya jawab (peserta didik tidak
hanya bertanya tetapi juga menjawab pertanyaan guru maupun peserta
didik yang lain).
guru memberikan permasalahan sebagai bahan apersepsi.
guru mengajukan pertanyaan keseluruh kelas.
guru harus memberikan waktu yang cukup untuk memikirkan jawabannya,
sehingga dapat merumuskan secara sistematis.
guru memperhatikan dengan seksama saat peserta didik menjawab atas
pertanyaannya.
9) Metode Eksperimen
Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, maka perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
Peserta didik dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih , maka perlu
diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan,
pengalaman serta ketrampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu
diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu;
Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah mengenai
kejiwaan, beberapa segi kehidupan social dan keyakinan manusia.
Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu
tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya belum ada.
Perlu dijelaskan kepada peserta didik tentang tujuan eksprimen, mereka harus
memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksprimen;
memberi penjelasan kepada peserta didik tentang alat-alat serta bahan-bahan
yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol
dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat;
Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan peserta
didik. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang
kesempurnaan jalannya eksperimen;
Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian peserta
didik, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.
Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional
dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi.
Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-
Peserta didik melatih dirinya memahami dan mengingat isi bahan yang akan
diperankan. Sebagai pemain harus memahai, menghayati isi cerita secara
aktifitas dalam mempelajari sesuatu. Timbulnya aktivitas peserta didik kalau sekiranya
guru menjelaskan manfaat bahan pelajaran bagi peserta didik dan masyarakat.
a. Identifikasi keberadaan masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus
tumbuh dari peserta didik sesuai dengan taraf kemampuannya.
b. Mencari dan mengumpulkan data atau keterangan yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku,
meneliti, bertanya dan lain-lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini
tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di
atas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini peserta
didik harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini
tentu saja diperlukan metode - metode lainnya seperti demonstrasi, tugas,
diskusi, dan lain-lain.
e. Menarik kesimpulan. Artinya peserta didik harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Metode ini dapat membuat pendidikan disekolah menjadi lebih relevan dengan
kehidupan;
Metode proyek berangkat dari pemikiran John Dewey tentang metode pemecahan
masalah yang selanjutnyan dikembangkan oleh Kilpatrick dalam bentuk metode
proyek. Istilah proyek telah dipakai dalam latihan kerja tangan pada awal 1920, dan
menunjuk pada setiap masalah praksis yang melibatkan penggunaan fisik untuk
menghasilkan suatu produk. Pada waktu metode proyek digunakan dalam bidang
pertanian dan kerajinan keluarga, metode proyek tidak hanya sekedar sebuah teknik
Tahap perencanaan
a. Mempelajari pokok bahasan dalam GBPP dari mata pelajaran yang menjadi
tema dari proyek tersebut.
b. Membuat diagram kaitan antara tema dengan pokok bahasan dari mata
pelajaran lain (untuk itu perlu dipelajari GBPP mata pelajaran lain).
c. Merumuskan tujuan pelajaran dengan menggunakan metode proyek tersebut.
d. Menentukan materi pelajaran dari pokok bahasan masing- masing mata
pelajaran yang dikaitkan dengan tema proyek.
e. Menentukan langkah-langkah dalam kegiatan belajar-mengajar, termasuk
metode dan pendekatannya.
Tahap pelaksanaan
j. Suatu hal yang penting, bahwa guru harus membantu para peserta didik dalam
memahami hubungan tema dengan bidang studi yang lain.
Untuk memantapkan hasil kegiatan belajar yang baik untuk diterapkan adalah
pameran. Pameran dapat berkisar antara pameran sederhana sampai pameran
yang lebih luas. Materi pameran dapat menjadi sumber bagi pelajaran lainnya.
Tahap penilaian
Tahap penilaian ini sebenarnya merupakan refleksi dari semua kegiatan yang telah
dilakukan selama proyek berlangsung. Tujuan penilaian adalah dalam rangka untuk
memperbaiki proses belajar-mengajar, mengetahui apa yang telah dipelajari peserta
didik, apakah sikap- sikap dan keterampilan tertentu telah dimiliki oleh peserta didik.
Bahan pelajaran tak terlepas dari kehidupan riil sehari-hari yang penuh
dengan masalah;
Pengembangan aktivitas, kreativitas dan pengalaman peserta didik banyak
dilakukan;
Agar teori dan praktek, sekolah dan kehidupan masyrakat menjadi satu
kesatuan yang tak terpisahkan.
Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik secara vertical maupun
horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini;
Pemilihan topic unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan peserta didik, cukup
fasilitas dan sumber-sumber belajar yang diperlukan, bukanlah merupakan
pekerjaan sehari-hari;
Bahan pelajaran sering menjadi luar sehungga dapat mengaburkan pokok unit
yang dibahas.
Metode brainstorming adalah teknik mengajar yang dilaksanakan guru dengan cara
melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian peserta didik menjawab,
menyatakan pendapat, atau memberi komentar dengan tepat tanpa didiskusikan atau
ditanggapi oleh yang lain sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang
menjadi masalah baru. Secara singkat dapat diartikan sebagai satu cara untuk
mendapatkan banyak/berbagai ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang
singkat (Roestiyah, 2001).
Metode brainstorming dikenal juga dengan metode sumbang saran atau curah
gagasan bertujuan untuk menghimpun ide, pendapat, informasi, pengalaman semua
peserta didik yang sama atau berbeda. Hasil dari penerapannya dijadikan peta info,
peta pengalaman, atau peta ide (mindmap) untuk evaluasi. Guru melontarkan suatu
masalah ke kelas, kemudian peserta didik menjawab, menyatakan pendapat, atau
memberi komentar. Metode ini menguras habis apa yang dipikirkan para peserta didik
di dalam menanggapi permasalahan yang dilontarkan guru di kelas.
Metode yang dipopulerkan oleh Alex F. Osborn dalam bukunya Applied Imagination itu
disebut juga dengan metode sumbang saran (http://www.gurukelas.com). Beberapa
ahli mengemukakan bahwa metode brainstorming (sumbang saran) merupakan suatu
bentuk metode diskusi guna menghimpun ide/gagasan, pendapat, informasi,
pengetahuan, pengalaman dari semua peserta dengan cepat.
a. Pemberian informasi dan motivasi. Pada tahap ini guru menjelaskan masalah
yang akan dibahas dan latar belakangnya, kemudian mengajak peserta didik
agar aktif untuk memberikan tanggapannya.
Dalam proses belajar mengajar guru dalam menentukan metode hendaknya tidak asal
menentukan dan menggunakan, guru dalam menentukan metode harus melalui seleksi
yang sesuai dengan perumusan tujuan pembelajaran. Metode apapun yang dipilih
dalam kegiatan belajar mengajar hendaklah memperhatikan ketepatan (efektivitas)
metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
Ketika seorang guru dalam memilih metode pembelajaran untuk digunakan dalam
praktik mengajar, maka harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Tidak ada metode yang paling unggul karena semua metode mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda dan memiliki kelemahan serta keunggulannya
masing-masing;
Setiap metode hanya sesuai untuk pembelajaran sejumlah kompetensi tertentu
dan tidak sesuai untuk pembelajaran sejumlah kompetensi lainnya;
Setiap kompetensi memiliki karakteristik yang umum maupun yang spesifik
sehingga pembelajaran suatu kompetensi membutuhkan metode tertentu yang
mungkin tidak sama dengan kompetensi yang lain;
Setiap peserta didik memiliki sensitifitas berbeda terhadap metode
pembelajaran;
Setiap peserta didik memiliki bekal perilaku yang berbeda serta tingkat
kecerdasan yang berbeda pula;
Setiap materi pembelajaran membutuhkan waktu dan sarana yang berbeda.
Tidak semua sekolah memiliki sarana dan fasilitas lainnya yang lengkap;
Setiap guru memiliki kemampuan dan sikap yang berbeda dalam menerapkan
suatu metode pembelajaran.
Banyak metode yang bisa dipilih oleh seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Oleh karena itu setiap guru yang akan mengajar diharapkan untuk memilih metode
yang baik. Karena Baik dan tidaknya suatu metode yang akan digunakan dalam
proses belajar mengajar terletak pada ketepatan memilih suatu metode sesuai dengan
tuntutan proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri metode yang baik untuk proses
belajar mengajar adalah sebagai berikut:
Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya yang sesuai dengan watak murid dan
materi;
Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dengan praktik dan mengantarkan
murid pada kemampuan praktis;
Tidak mereduksi materi, bahkan sebaliknya mengembangkan materi;
Memberikan keleluasaan pada murid untuk menyatakan pendapat;
Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam
keseluruhan proses pembelajaran.
Metode yang digunakan dapat membangkitkan motif, minat atau gairah belajar
murid;
Metode yang digunakan dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian
murid;
Metode yang digunakan dapat memberikan kesempatan kepada murid untuk
mewujudkan hasil karya;
Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan peserta didik untuk
belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi;
Metode yang digunakan dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan
cara memperoleh ilmu pengetahuan melalui usaha pribadi;
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa suatu metode yang akan
digunakan dalam proses belajar mengajar bisa dikatakan baik jika metode itu bisa
mengembangkan potensi peserta didik. Cara terbaik adalah menggunakan kombinasi
dari metode yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan, karakteristik
peserta didik, kompetensi guru dalam metode yang akan digunakan dan ketersediaan
sarana prasarana dan waktu.
‘saling berbagi’, guru harus menunjukkan dan mengajak peserta didiknya untuk
saling berbagi, dengan cara membagi makanan maupun saling berbagi mainan
dengan cara mempraktekannya. Berbeda pada metode pembelajaran yang
diterapkan pada anak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, misalnya SMP
dan SMA. Saat membahas mengenai ‘saling berbagi’ cukup dengan melakukan
diskusi, karena pada tahap ini mereka sudah memiliki kemampuan berpikir
abstrak dan analitis.
Pada usia anak-anak, aktualisai diri biasanya didasari karena: (1) pujian; (2)
perasaan malu karena teman yang lain aktif, sehingga ia terdorong untuk turut
aktif; (3) perasaan segan maupun takut pada guru; (4) karena memang peserta
didik mampu; (5) perasaan senang terhadap guru maupun mata pelajaran
tertentu; (6) keinginan untuk mendapatkan nilai lebih sebagai hasil pencapaian
belajar. Berbeda dengan motivasi aktualisasi diri pada peserta didik yang
tergolong usia remaja dan dewasa, aktualisasi diri selain dimotivasi hal-hal
diatas bisa didorong oleh alasan yang bersifat lebih kompleks, seperti: (1)
keinginan untuk maju dan meningkatkan kualitas diri; (2) idealisme; (3)
sosialisasi ide atau gagasan sebagai hasil pemikiran; serta (4) keinginan untuk
mendapatkan respons dari warga belajar atas partisipasinya.
Latar belakang peserta didik dapat ditelusur dari keluarga, pola didik, pola asuh,
kondisi-kondisi tertentu (ekonomi, sosial, budaya, anak berkebutuhan khusus,
dan lain sebagainya). Prakarsa belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh
individual culture yang besangkutan. Individual culture terbentuk dari pola asuh
dan pola didik seseorang dalam lingkungan keluarganya yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor perkembangan individu. Meskipun tidak signifikan, atau
pengaruhnya kecil sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode
pembelajaran, namun untuk kondisi-kondisi khusus, latar belakang peserta didik
perlu mendapat perhatian yang besar. Contoh, pemilihan metode pembelajaran
bagi anak-anak sekolah luar biasa harus memberikan perlakuan khusus,
sehingga metode pembelajaran yang digunakan akan mampu mencapai tujuan
yang diharapkan.
c. Tingkat intelektualitas
Pada bagian ini yang dimaksud dengan tingkat intelektualitas, mencakup gaya
belajar dan daya serap peserta didik dalam mengolah informasi dan menyerap
substansi pembelajaran yang dilakukan. Gaya belajar yakni, melalui apa peserta
didik mampu menangkap dan memahami pembelajaran. Kategorinya antara lain
gaya belajar audiotori, visual, atau audio-visual. Daya serap, adalah seberapa
cepat dan seberapa besar kemampuan peserta didik dalam menyerap
informasi, dan proses pembelajaran secara keseluruhan. Apakah peserta didik
termasuk cepat, lambat, atau tengah-tengah, dalam menyerap pembelajaran.
Dalam satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat rentang yang terlalu
lebar terkait gaya belajar dan daya serap peserta didik. Rentang yang terlalu
lebar tersebut akan menimbulkan suatu ‘gap’ dalam pelaksanaan pembelajaran.
Sebagian peserta didik mungkin terlalu cepat menangkap informasi namun
sebagian yang lain justru sulit dan lamban dalam menangkap informasi. Oleh
karenanya, pemilihan metode belajar yang mampu mengatasi ‘gap’ dan
menyatukan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi suatu keharusan
bagi guru, dalam menentukan metode pembelajaran yang efektif dan efisien.
Jumlah peserta didik dalam satu kelas perlu menjadi pertimbangan dalam
pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Meskipun pemerintah telah
mengeluarkan aturan baku mengenai standar jumlah peserta didik dalam satu
kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih belum dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah peserta didik dalam satu kelas
disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi kekurangan
peserta didik. Lain halnya dengan kelas yang jumlah peserta didiknya justru
over capasity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam
jumlah yang besar namun tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai,
sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh jumlah peserta didik yang
melebihi dari 32 orang.
Hal ini berpengaruh pada efektivitas pembelajaran. Dalam kelas yang jumlah
peserta didiknya melampau batas, guru akan kewalahan mengampu
pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan menjadi lebih sulit karena
ketidakseimbangan antara porsi maksimal perhatian dan penanganan yang
dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya jumlah peserta didik yang akan
menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over capasity, cenderung sulit
diatur, gaduh, peserta didik sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten
terhadap pelaksanaan pembelajaran dan berbagai masalah lainnya.
liberal; (3) sikap politik moderat; dan (4) sikap politik status quo. Guru
menggunakan metode pembelajaran individual job–grouping in cluster yang ia
kembangkan sendiri.
Mengetahui seluk beluk kondisi kelas dan peserta didik tidak hanya sebagai
suatu keharusan bagi guru, tetapi harus dijadikan sebagai prisip pelaksanaan
pembelajaran yang mantap dan profesional. Dengan demikian guru dapat
mengatasi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran yang diampunya.
Guru memiliki kebebasan dalam mengembangkan ide-ide dan kreatifitasnya
demi kemajuan kualitas pembelajaran di kelasnya.
b. Karakter kelas
guru dominan dan diktatoris, tapi guru sangat mengenali dan memahami secara
mendalam karakter kelas yang diampunya.
Mengenali dan memahami karakter kelas memerlukan cara tersendiri. Cara
yang bisa dilakukan untuk mengetahui karakter kelas adalah dari sikap yang
paling dominan yang dimiliki kelas tersebut, dimana sikap dominan tersebut
merupakan sikap yang mencirikan (membedakan) kelas tersebut dengan kelas
lainnya. Ini berarti setiap kelas memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Sikap dominan
bisa ditelusur dari indikasi-indikasi seperti yang tampak, antara lain:
Seorang guru, pasti pernah menjadi murid. Saat menjadi murid, guru pernah
mengalami masa-masa di sekolah, dimana di kelas selalu saja ada
kelompok teman-teman sekelas yang memiliki ‘power’ sehingga
mendominasi kelas. Berbekal pengalaman tersebut, guru harus memiliki
kejelian dalam memetakan kondisi peserta didiknya secara individu,
maupun secara berkelompok. Mengidentifikasi keberadaan kelompok
dominan dalam kelas akan memudahkan guru memegang kendali kelas.
Tidak berlebihan manakala hukum ‘people sovereignity’ juga terjadi di
ruang-ruang kelas di sekolah. Kelompok dominan di kelas biasanya mampu
mengontrol situasi kelas sesuai yang mereka inginkan. Jika yang
berkembang adalah kelompok dominan dengan kebiasaan negatif, maka
situasi kelas akan tidak kondusif untuk pelaksanaan pembelajaran. Peserta
didik akan cenderung gaduh, tidak kooperatif, bahkan menunjukkan sikap
yang memojokkan guru.
Menghadapi situasi demikian, guru perlu memiliki kemampuan interpersonal
dan ketepatan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan
metode belajar yang tepat pada kenyataanya mampu mengatasi masalah
dominasi kelompok tertentu dalam lingkup kelas.
kepedulian dan cinta terhadap lingkungan dan alam. Guru menghendaki agar
peserta didik mengumpulkan laporan tugas dan bukti aksi nyata kepedulian
dan cinta peserta didik terhadap lingkungan dan alam.
Pada bagian ini, hal yang perlu diperhatikan dalam materi pembelajaran adalah
apa materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat
kesulitan (how hard) materi yang hendak dipelajari. Berikut penjelasan masing-
masing:
Misalnya dalam bidang ilmu alam, untuk mempelajari reaksi kimia dipilih
pendekatan inquiry. Agar menemukan jawaban sendiri, inquiry dilakukan
dengan metode eksperimen dengan melakukan percobaan di laboratorium
untuk mengetahui suatu reaksi kimia tertentu. Secara sederhana diilustrasilan
dalam alur berikut ini:
Contoh lain, dalam bidang ilmu sosial, untuk mengetahui dampak ekonomi yang
ditimbulkan akibat bencana erupsi gunung Merapi terhadap perekonomian
masyarakat di sekitar kawasan bencana, maka dipilih pendekatan inquiry
dengan metode penelusuran dokumen melalui pemberitaan di berbagai media
massa. Ilustrasi sederhana, dengan alur sebagai berikut: Mata pelajaran
EKONOMI Materi: Dampak Ekonomi Pasca Bencana Alam Pendekatan:
INQUIRY Metode: DOKUMENTASI Penelusuran dokumen yang
bersumber dari media massa, bisa juga dengan pembuatan kliping.
Jumlah materi yang akan dipelajari menjadi salah satu dasar pertimbangan
dalam menentukan metode pembelajaran yang akan dipakai. Metode
pembelajaran yang dipilih harus efektif, efisien, praktis dalam aplikasinya
sehingga cakupan materi yang hendak dipelajari dapat dengan tuntas
diselesaikan. Dalam satu kali pertemuan, tidak jarang cakupan materi yang
dipelajari jumlahnya kecil maupun besar. Penggunaan metode pembelajaran
yang tepat akan memudahkan guru dan peserta didik untuk menyelesaikan
jumlah materi yang harus ditempuh.
Guru memang dituntut untuk selalu menunjukkan performa yang selalu prima
dalam setiap pembelajaran yang diampunya. Namun demikian, guru tetaplah
manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Memilih
suatu metode pembelajaran pun harus menimbang kesanggupan guru. Akan
tetapi, hal ini tidak menjadi dalih pembenaran bagi guru untuk menunjukkan
performa yang terlalu apa adanya, dan yang biasa-biasa saja. Tuntutan untuk
Prinsip motivasi dan tujuan belajar. Motivasi memiliki kekuatan yang sangat
dahsyat dalam proses belajar mengajar. Belajar tanpa motivasi seperti badan
tanpa jiwa. Demikian juga tujuan, proses belajar mengajar yang tidak
mempunyai tujuan yang jelas akan tidak terarah.
Prinsip kematangan dan perbedaan individual. Semua perkembangan pada
anak memiliki tempo yang berbeda-beda, karena itu setiap guru agar
memperhatikan waktu dan irama perkembangan anak, motif, intelegensi dan
emosi kecepatan menangkap pelajaran, serta pembawaan dan faktor
lingkungan.
Prinsip penyediaan peluang dan pengalaman praktis. Belajar dengan
memperhatikan peluang sebesar-besarnya bagi partisipasi anak didik dan
pengalaman langsung akan lebih memiliki makna dari pada belajar verbalistik.
d. Teknik Pembelajaran
Teknik Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode
ceramah pada kelas dengan jumlah peserta didik yang relatif banyak membutuhkan
teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan
metode ceramah pada kelas yang jumlah peserta didiknya terbatas. Demikian pula,
dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas
yang peserta didiknya tergolong aktif dengan kelas yang peserta didiknya tergolong
pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama. Hal ini selaras dengan yang diungkapkan oleh L. James Havery
tentang teknik pembelajaran merupakan prosedur logis dan rasional untuk merancang
suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
maksud untuk berfungsi sebagai satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan
yang telah ditentukan (http://adityatriastuti.blogspot.com).
Teknik pembelajaran merupakan penjabaran lebih lanjut dari metode, tidak salah bila
teknik pembelajaran menjadi suatu cara yang digunakan oleh guru untuk mencapai
tujuan pembelajaran, agar pembelajaran lebih efisien. Sehingga teknik pembelajaran
merupakan cara yang ditempuh guru yang sedang menggunakan metode tertentu
namun karena situasi dan kondisi yang dihadapi saat proses berlangsung dan
menginginkan lebih efisien dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilakukanlah
penyesuaian tindakan. Seperti halnya prinsip, pendekatan, dan metode, teknik
pembelajaran dapat dibagi atas dua bagian, yaitu teknik umum dan teknik khusus.
1) Teknik Umum, teknik umum merupakan cara-cara yang dapat digunakan untuk
semua bidang studi dan biasanya dikenal dengan metode pembelajaran seperti
yang telah diuraikan di atas, namun wujudnya berbeda. Misalnya ceramah.
Sebagai metode, ceramah mencakup pemilihan, penyusunan, dan penyajian
bahan. Bahkan, metode ceramah juga mencakup bagaimana menyajikan bahan,
dan biasanya teknik ceramah itu hanya salah satu teknik yang dipakai dalam suatu
pertemuan atau kegiatan belajar mengajar.
Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, misalnya guru bahasa Indonesia, hanya
menggunakan satu metode, katakanlah metode khusus pembelajaran bahasa (yang
ditunjang sejumlah pendekatan dan prinsip), tetapi menggunakan sejumlah teknik, baik
umum maupun khusus. Teknik ini setiap saat divariasikan untuk mendapatkan
ketepatan dan keefisiensian.
D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN
7. Simulasikan metode dan teknik pembelajaran tersebut (pilih salah satu metode
untuk disimulasikan!
E. RANGKUMAN
Pendekatan pembelajaran menurut Roy Killen (dalam Sanjaya, 2008) ada dua
pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru
(teacher-centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik
(student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan
strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta
strategi pembelajaran induktif.
Rowntree mengelompokkan ke dalam strategi penyampaian penemuan
(exposition-discovery learning), strategi pembelajaran kelompok, dan strategi
pembelajaran individual (groups-individual learning). Selanjutnya Rowntree
(Sanjaya, 2008) ditinjau dari proses berpikir dan cara pengolahannya strategi
pembelajaran dapat di kelompokan menjadi dua yaitu strategi pembelajaran
deduktif dan strategi pembelajaran induktif.
pemilihan cara yang tepat dalam mengantarkan substansi materi bahasan atau
pengalaman yang harus di pengaruhkan ke peserta didik.
Cara tepat untuk memilih pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran
yang tepat harus disesuaikan dengan keberadaan peserta didik, karakteristik
substansi, kondisi guru, lingkungan, sarana dan prasarana yang ada, serta waktu yang
memungkinkan.
F. LATIHAN/KASUS/TUGAS
SOAL
A. Expository
B. strategi pembelajaran deduktif
C. Direct instruction strategy
D. Strategi pembelajaran induktif
A. peranan pendidik dan peserta didik dalam mengolah “pesan” atau materi
B. peranan pendidik dan peserta didik dalam pengelolaan pembelajaran
C. rasio pendidik dan peserta didik yang terlibat
D. pola hubungan pendidik dan peserta didik
8. Strategi yang mengarah pada pengaktifan peserta didik dalam mencari dan
menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan, disebut ....
A. Heuristik
B. Deduktif
C. Ekspositorik
D. Deduktif-induktif
12. Menurut L. James Havery teknik adalah prosedur logis dan rasional untuk
merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang
lainnya dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Teknik
pembelajaran merupakan penjabaran lebih lanjut dari metode, sehingga
pengertian teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai ....
14. Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan
memecahkan masalah (problem solving). Langkah dalam metode diskusi adalah
.....
berikut: .....
A. 1, 3, 2, 4 ,5, 6.
B. 1, 2, 3, 4 ,5, 6.
C. 1, 3, 2, 4 , 6, 5.
D. 1, 2, 3, 4 , 6, 5.
18. Langkah-langkah metode problem solving (Depdiknas, 2008) sebagai berikut: .....
19. Metode proyek dalam pembelajaran yang sebenarnya berawal dari pemikiran
John Dewey tentang metode pemecahan masalah merupakan bentuk
pengembangan yang dilakukan oleh Kilpatrick. Langkah-langkahnya metode
proyek sebagai berikut: .....
A. 6, 1, 3, 4, 5, 2.
B. 1, 6, 2, 3, 4, 5.
C. 6, 1, 2, 3, 4, 5.
D. 2, 6, 1, 3, 4, 5.
21. Tahap tindak lanjut dalam metode proyek dimaksudkan adalah ......
22. Metode brainstorming dikenal juga dengan metode sumbang saran atau curah
gagasan bertujuan untuk menghimpun ide, pendapat, informasi, pengalaman
semua peserta didik yang sama atau berbeda. Langkah-langkah metode brain
storming sebagai berikut:
23. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang memberi pengaruhi dalam pemilihan
metode pembelajaran, antara lain:
24. Teknik pembelajaran merupakan prosedur logis dan rasional untuk merancang
suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
maksud untuk berfungsi sebagai satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu
tujuan yang telah ditentukan. Konsep pengertian tersebut dinyatakan oleh .....
A. John Dewey
B. Kilpatrick
C. Rowntree
D. L. James Havery
A. Teknik ceramah
B. Teknik tanya jawab
C. Teknik menulis
D. Teteknik diskusi
1. Refleksi
a. Pengalaman apa yang sudah anda lakukan dan anda rasakan berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran yang telah anda lalui ?.
b. Pengalaman baru apa yang anda peroleh dari kegiatan pembelajaran
tersebut ?.
c. Materi apa yang belum ditulis dalam materi kegiatan pembelajaran yang telah
anda diskusikan ?.
d. Apa manfaat yang anda temukan dalam pembahasan materi kegiatan
pembelajaran ini ?.
e. Apa saran anda untuk lebih memperbaiki materi kegiatan pembelajaran yang
telah dibahas ?.
2. Tindak Lanjut
Peserta pelatihan dapat dinyatakan tuntas pada modul ini sebagai cerminan
kompeten pada kompetensi guru mata pelajaran 2.2. Menerapkan berbagai
pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara
kreatif dalam mata pelajaran yang diampu dengan cara menjawab soal dengan
benar 80 % dan menyelesaikan tugas (menyimulasikan praktik sesuai dengan
perintah tugas). Bila ternyata belum kompeten maka harus dilakukan remedial
terlebih dahulu baru dapat mengulang untuk dilakukan uji ketuntasan dan
selanjutnya dapat mengikuti modul yang lain untuk menempuh kompetensi
selanjutnya.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori belajar dapat diartikan sebagai konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang
bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperiment. Jenis-jenis teori
belajar antara lain teori belajar behavioristik, Cognitivisme, Contructivisme, dan Teori
Humanistik. Beberapa teori belajar tersebut diatas perlu diimplementasikan dalam
proses pembelajaran. Disamping itu proses pembelajarannya harus memperhatikan
prinsip-prinsip pembelajaran agar hasil belajar dapat tercapai secara optimal dan
peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar. Jika dalam pembelajaran tersebut
terdapat peserta didik yang belum dapat menuntaskan kompetensi yang diharapkan,
maka diberikan pengajaran remidial yaitu pemberian bantuan bagi peserta didik yang
mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Tetapi bagi peserta didik yang sudah
menuntaskan kompetensinya sambil menunggu peserta yang lain, maka dapat
diberikan pembelajaran pengayaan.
Selain itu setiap proses pembelajaran memerlukan pendekatan, strategi, metode dan
teknik pembelajaran. Banyak sekali pendekatan, strategi, metode dan teknik
pembelajaran yang dapat digunakan dalam melaksanakan proses pembelajaran,
namun setiap pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran tidak ada yang
paling baik. Setiap guru harus mempertimbangkan beberapa aspek untuk memilih
metode mana yang digunakan dalam proses pembelajarannya. Cara tepat untuk
memilih pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang tepat harus
disesuaikan dengan keberadaan peserta didik, karakteristik substansi, kondisi guru,
lingkungan, sarana dan prasarana yang ada, serta waktu yang memungkinkan.
B. TINDAK LANJUT
Peserta pelatihan dapat dinyatakan tuntas pada modul ini sebagai cerminan kompeten
pada kompetensi guru mata pelajaran 2.2. Menerapkan berbagai pendekatan, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran
yang diampu dengan cara menjawab soal dengan benar 80 % dan menyelesaikan
tugas (menyimulasikan praktik sesuai dengan perintah tugas). Bila ternyata belum
kompeten maka harus dilakukan remedial terlebih dahulu baru dapat mengulang untuk
dilakukan uji ketuntasan dan selanjutnya dapat mengikuti modul yang lain untuk
menempuh kompetensi selanjutnya.
Kriteria Penilaian
Satu soal jika betul mendapatkan skor : 5, sehingga total skor : 20 x 5 = 100, maka
rumus nilai akhir adalah :
Kunci jawaban
Kunci jawaban evaluasi materi pokok 1 yaitu Teori Belajar dan Prinsip
Pembelajaran yang mendidik
NO JAWABAN NO JAWABAN
1. A 11. B
2. B 12. D
3. A 13. D
4. A 14. B
5. C 15. C
6. B 16. C
7. C 17. A
8. D 18. C
9. A 19. D
10. B 20. D
1. Kriteria Penilaian
Kriteria penilaian yang digunakan dalam materi pokok 1 ini adalah :
Satu soal jika betul mendapatkan skor : 4, sehingga total skor : 20 x 4 = 100, maka
rumus nilai akhir adalah :
2. Kunci jawaban
Kunci jawaban evaluasi materi pokok 2 yaitu Pendekatan, Strategi, Metode Dan
Teknik Pembelajaran
NO JAWABAN NO JAWABAN
1. C 14. A
2. D 15. B
3. B 16. B
4. C 17. B
5. C 18. C
6. A 19. C
7. C 20. A
8. A 21. A
9. D 22. A
10. A 23. D
11. A 24. D
12. D 25. C
13. D 26
DAFTAR PUSTAKA
https://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-
pembelajaran-vygotsky/
http://kristianawidi.blogspot.co.id/2012/02/makalah-teori-humanistik-carl-rogers.html.