Anda di halaman 1dari 26

TUGAS INDUVIDU

MAKALAH FARMASEUTIKA DASAR

“SKRINING RESEP”

DISUSUN OLEH :

NAMA : LA ODE MUHAMMAD HIDAYAT HAOFU

NIM : O1A114017

KELAS :A

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018
KATA PENGANTAR
“Bismillahhirrohmannirrohim”

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah


memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “SKRINING RESEP”,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.Makalah ini memuat tentang “SKRINING RESEP”
Ucapan terima kasih diberikan kepada pihak yang telah membantu dari awal pembuatan
makalah ini hingga selesai pembuatannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran
dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Kendari, 11Januari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...... ..................................................................................................... i


KATA PENGANTAR…………………………………………… .................................... ii
DAFTAR ISI…………………………… .......................................................................... iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.. ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………… .......................... 2
C. Tujuan ………...…… ............................................................................................ 2
D. Manfaat.................................................................................. ................................ 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Resep............................................................................................ .......................... 3
B. Tujuan Penulisan Resep...................................................................... ................... 4
C. Persyaratan Penulisan Resep ......................................................... ........................ 4
D. Jenis-jenis Resep................................................................................ .................... 4
E. Format Penulisan Resep................................................................ ......................... 5
F. Penandaan pada Resep.................................................................. ......................... 6
G. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep.................... .................... 7
H. Masalah dalam Resep............................................................................................. 8
I. Medication Error........................................................................... ......................... 9
J. Interaksi Obat.................................................................................. ..................... 10
BAB III : PEMBAHASAN
A. Resep Asli.......................................................................................... .................. 12
B. Mengenali Riwayat Pasien................................................. .................................. 13
C. Skrining Resep.................................................................... ................................. 13
D. Karakteristik Obat.................................................................. .............................. 15
E. Perhitungan Dosis................................................................... ............................. 17
F. Kesimpulan........................................................................ .................................. 17
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………… .......................................... 18
B. Saran…………………………………………………………………. ................ 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Dalam dunia farmasi, salah satu hal mendasar yang harus diketahui oleh seorang
apoteker adalah penulisan resep yang baik. Seorang apoteker diharuskan untuk mampu
membaca dan memahami resep serta mampu membuat copy resep. Selain itu, dalam membaca
resep dan membuat copy resep, ada hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan yaitu struktur
penulisan resep dan copy resep yang benar.
Permasalahan dalam peresepan merupakan salah satu kejadian medication error.
Menurut Surat Keputusn Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Bentuk
medication error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi pada penulisan resep)
yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau penulisan resep. Dampak dari
kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang tidak memberi resiko sama sekali hingga
terjadinya kecacatan atau bahkan kematian. Selain itu, Hartayu dan Aris, 2005 menyebutkan
bahwa medication error yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul
efek obat yang idak diharapkan seperti terjadinya interaksi obat.
Beberapa contoh permasalahan dalam peresepan adalah kurang lengkapnya informasi
pada pasien, penulisan resep yang tidak jelas atau sulit untuk dibaca, kesalahan penulisan dosis,
tidak dicantumkannya aturan pemakaian oba yang jelas, tidaka menuliskan rute pemberian
obat, dan tidak mencantumkan tanda tangan atau paraf dokter. Banyak faktor yang
mempengaruhi permasalahan dalam peresepan, sehingga diperlukan kepatuhan dokter dalam
melaksanakan aturan-aturan dalam penulisan resep sesuai undang-undang yang berlaku
Interaksi obat didefinisikan sebagai reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa
kimia (obat lain, makanan) didalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat
mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau
bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek. Defenisi yang lebih relevan adalah ketika
obat bersaing satu dengan yang lainnya aau yang terjadi ketika suatu obat hadir bersama dengan
obat yang lainnya. Mekanisme interaksi obat dapat dapat dibagi menjadi interaksi yang
melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon
farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi
absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi
dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi.
Makalah ini dibuat agar mahasiswa jurusan farmasi mengenal dan mengetahui mana
resep yang benar, cara membuat dan copy resep, serta mengetahui bagaimana nantinya jika
sudah resmi menjadi apoteker hal-hal apa yang dapat dilakukan jika berhadapan dengan sebuah
resep.
Untuk itu, makalah ini sangat penting bagi pengembangan kemampuan seorang ahli
farmasi maupun apoteker.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa masih terdapat banyak masalah dalam
penulisan resep. Resep yang rasional harus memenuhi beberapa persyaratan kelengkapan
dalam penulisan resep diantaranya kelengkapan administratif dan kelengkapan farmasetik.
Kegiatan untuk menilai kelengkapan persyaratan ini disebut skiring resep. Skrining resep
merupakan suatu hal yang penting untuk menjamin obat yang digunakan oleh pasien sesuai
kebutuhan dan permintaan oleh dokter yang merawatnya. Oleh karena itu makalah ini untuk
mengetahui hal-hal yang menyebabkan Ketidaklengkapan tersebut, meliputi bagian
administrasi, farmasetik, dan klinis
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengkaji dan menskrining contoh resep.
b. Tujuan khusus
Secara khusus, makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kelengkapan contoh resep ditinjau dari persyaratan administrasi,
farmasetik dan klinis.
2. Mendapatkan gambaran interaksi obat yang terdapat pada contoh resep yang
diperoleh.
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Manfaat teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang
kefarmasian pada penulisan resep yang baik dan benar sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
b. Manfaat praktis
Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam proses peresepan
sehingga dapat mendukung upaya pelaksanan patient safety.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Resep
Menurut. Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, Bab 1, Pasal 1(4) tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek, resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau
dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Menurut WHO peresepan
yang rasional adalah memberikan obat sesuai dengan keperluan klinik, dosis sesuai dengan
kebutuhan pasien, diberikan dalam jangka waktu yang sesuai dengan kebutuhan pasien, dan
dengan biaya termurah menurut pasien (WHO, 2002). Resep harus ditulis dengan jelas dan
lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus
menanyakan kepada dokter penulis resep (Anief, 1997).
Filosofi dasar peresepan menurut Bernhard Fantus menyatakan bahwa resep adalah
kunci dari seluruh upaya terapi seorang dokter kepada pasiennya. Resep dibuat berdasarkan
pada diagnosis (yang didasarkan pada patofisiologi) dan prognosis kasus di satu sisi, serta
pengetahuan Farmakologi dan Terapi seorang dokter di sisi lainnya. Kelemahan pada salah
satu sisi tersebut akan tercermin pada resep yang ditulis.
Penulisan resep dapat diartikan sebagai bentuk aplikasi pengetahuan dokter dalam
memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan peraturan yang
berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek. Pihak Apoteker sebagai pihak
penerima resep berkewajiban melayani secra cermat, member informasi terutama
menyangkut dengan penggunaan obat dan mengoreksi jika terjadi kesalahan dalam
penulisan.Dengan demikian pemberian obat dapat lebih rasional (Jas, 2009).
Hasil cohort study oleh Kozer et al., (2005) melibatkan 1532 peresepan pasien anak-
anak di ICU Rumah Sakit Amerika yang disampling secara random, sekitar 14% di antaranya
mengalami medication error yang terinci menjadi prescribing error (10,1%) dan drug
administration error (3,9%) (Rahatnawati, 2010).
Penelitian dari Dewi (2009) tentang studi kelengkapan resep obat pada pasien anak di
apotek wilayah kecamatan Sukoharjo bulan Oktober-Desember 2008 menunjukan bahwa
adanya ketidak lengkapan resep yang dapat memicu terjadinya medication error. Hasil
penelitian menunjukkan ketidaklengkapan resep terdapat pada unsur nama dokter (1,03%),
nama pasien (2,12%), umur (13,69%), berat badan (97,13%), alamat pasien (91,70%), potensi
(41,04%), jumlah obat (2,89%), aturan pakai (2,46%), bentuk sediaan (30,01%). Akibat dari
medication error dapat merugikan pasien, terlebih pada anak-anak.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.:
1027/MENKES/SK/IX/2004 yang dimaksud medication error adalah kejadian yang
merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan.
Ketidaklengkapan dan ketidakjelasan penulisan dalam bagian resep yakni inscriptio,
invocatio, prescriptio, signatura, subscriptio, dan pro dapat menyebabkan medication error.
Akibat dari medication error dapat merugikan pasien terlebih pada anak-anak, sebab sistem
enzim yang terlibat dalam metabolisme obat pada anak-anak belum terbentuk atau sudah ada
namun dalam jumlah yang sedikit, sehingga metabolismenya belum optimal. Ginjal pada
anak-anak belum berkembang dengan baik, sehingga kemampuan mengeliminasi obat belum
optimal (Aslam dkk., 2003).

B. Tujuan Penulisan Resep


Tujuan penulisan resep meliputi (Wibowo, 2010) :
1. Memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi
2. Meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat
3. Untuk cross check
4. Tidak semua obat dapat diserahkan langsung kepada pasien
5. Pemberian obat lebih rasional
6. Pelayanan berorientasi kepada pasien bukan kepada obat Sebagai medical record yang
dapat dipertanggungjawabkan.

C. Persyaratan Penulisan Resep


Persyaratan administrasi yang harus dimiliki resep menurut Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, meliputi:
1. Nama, SIP, dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
5. Nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta
6. Cara pemakaian yang jelas
7. Informasi lainnya

D. Jenis- jenis Resep


Dalam (Wibowo, 2010 dan Jas, 2009) disebutkan jenis-jenis resep terdiri dari :
1. Resep standar (Resep Officinalis/Pre Compounded) merupakan resep dengan komposisi
yang telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar
lainnya. Resep standar menuliskan obat jadi (campuran dari zat aktif) yang dibuat oleh
pabrik farmasi dengan merk dagang dalam sediaan standar atau nama generik..
2. Resep magistrales (R/ Polifarmasi), yaitu resep formula obatnya disusun sendiri oleh
dokter penulis resep dan menentukan dosis serta bentuk sediaan obat sendiri sesuai
penderita yang dihadapi.
3. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun
generik, dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan.
4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk
sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan.

E. Format Penulisan Resep


Penulisan resep adalah suatu wujud akhir kompetensi dokter dalam pelayanan
kesehatan yang secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan keahlian di bidang
farmakologi dan teraupetik secara tepat, aman dan rasional kepada pasien khususnya dan
seluruh masyarakat pada umumnya. Sebagian obat tidak dapat diberikan langsung kepada
pasien atau masyarakat melainkan harus melalui peresepan oleh dokter. Berdasarkan
keamanan penggunaannya, obat dibagi dalam dua golongan yaitu obat bebas (OTC = Other
of the counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika dan keras), dimana masyarakat
harus menggunakan resep dokter untuk memperoleh obat Ethical (Jas,2009).
Penyimpanan resep tidak boleh sembarangan. Kertas resep perlu dijaga jangan
sampai digunakan orang lain. Kertas resep dokter kadang muda ditiru sehingga perlu
pengamanan agar kita tidak terlibat dalam pemberian resep palsu yang dilakukan orang
lain.Selain itu, resep obat asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada
orang lain kecuali oleh yang berhak. Pihak –pihak yang berhak melihat resep antara lain
(Jas, 2009 ; Syamsuni, 2007) :
1. Dokter yang menulis resep atau merawat pasien.
2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.
3. Paramedis yang merawat pasien.
4. Apoteker pengelola apotek yang bersangkutan.
5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan
untuk memeriksa.
6. Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran.
Menurut Jas (2009) dalam amira (2011), resep terdiri dari 6 bagian :
1. Inscriptio : Nama Dokter, no.SIP, alamat/telepon/HP/Kota/tempat, tanggal penulisan
resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas
dokter penulis resep, format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda
dengan resep pada praktik pribadi.
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah
atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek
3. Prescriptio atau ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang
diinginkan.
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi
5. Subscriptio : yaitu tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan
keabsahan resep tersebut.
contoh resep :

F. Penandaan Pada Resep


Menurut Jas (2009) dalam amira (2011) meliputi :
1. TandaSegera atau peringatan.
Diberikanuntukpasienyangharussegeramemerlukanobat,tandasegeraatauperingatandapatd
itulissebelahkananatasataubawahblankoresep,yaitu:
 Cito(segera)
 Urgent(penting)
 Statim(pentingsekali)
 P.I.M (periculum in mora) yang artinyaberbahayabiladitunda.
UrutanyangdidahulukanadalahPIM,Statim, danCito.
2. Tandaresepdapatdiulang, Iteratie(Iter).
Apabiladoktermenginginkanagarresepnyadiulang,dapatditulisdalamresepdisebelahkanan
atasdengantulisaniter(Iteratie)danberapakalibolehdiulang.Misalnya :
 Iter 1x, artinyaresepdapatdilayani 2x.
 Iter 2 x, artinyaresepdapatdilayani 1+ 2 = 3 x.
Untukresepyangmengandungnarkotika,tidakdapatdiulang(N.I)tetapiharusdenganresepbaru.
3. Tandatidakdapatdiulang,Neiteratie(N.I)
Apabiladoktertidakinginresepnyadiulang,makatandaN.Iditulisdisebelahatasblankorese
p.Resepyangtidakbolehdiulangadalahresepyangmengandungobat-
obatannarkotik,psikotropikdanobatkerasyang
telahditetapkanolehpemerintahatauMenterikesehatanRepublikIndonesia.
4. Tandadosissengajadilampaui.Tandaserudanparafdokterdiberidibelakangnamaobatnyajikado
ktersengaja memberi obatdosismaksimumdilampaui.
5. Resep yang mengandungnarkotiktidakbolehadatulisanatautandaiter (iterasi) yang
berartidapatdiulang, m.i (mihiipsi) yang berartiuntukdipakaisendiri, atauu.c(ususcognitus)
yang
berartipemakaiannyadiketahui.Obatnarkotikdidalamresepdiberigarisbawahtintamerah.Selai
nitu,resepyangmengandungnarkotikharusdisimpanterpisahdenganresepobatlainnya.

G. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep antara lain (Jas, 2009):
1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop format resep resmi, tidak ada
keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.
2. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan medik
dan informatif
3. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien
4. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/yang berarti ambillah atau berikanlah
5. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian ditulis
dalam angka Romawi dan harus ditulis dengan jelas.
a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam
satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f. =
misce fac, artinya campurlah, buatlah)
b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang saja dan
jumlah sesuai dengan kemasannya
6. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misalnya:
 Codein, tidak boleh menjadi Kodein.
 Chlorpheniramine maleate, tidak boleh menjadi Klorfeniramine maleate
 Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F
7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume sediaan
sesudah bentuk sedíaan.
8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis dengan
jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte.
9. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu
setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja.
10. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.
11. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa
bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik
12. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin
13. Nama pasien dan umur harus jelas., misalnya Tn. Narawi (49 tahun), Ny.Raya (50
tahun), An.Nisa (4 tahun 2 bulan)
14. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan
dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter.
15. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri),
karena menghindari material oriented
16. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan
17. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada
pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.

H. Masalah dalam Resep


Semua pemesanan permintaan dalam resep sebaiknya dapat dibaca dengan jelas, tidak
membingungkan, diberi tanggal, serta ditanda tangani dengan jelas untuk memudahkan
komunikasi optimal antara dokter penulis resep, apoteker, dan perawat. Beberapa kesalahan
dalam penulisan resep dalam praktek sehari-hari sepertinya kurang informasi yang diberikan,
tulisan yang buruk sehingga menyebabkan kesalahan pemberiaan dosis dan rute obat, serta
peresepan obat yang tidak tepat (Lofholm, 2009). Berikut beberapa masalah yang sering
muncul dalam penulisan resep antara lain :
1. Kegagalan dokter dalam menyampaikan informasi penting seperti : (Lofholm, 2009)
 Peresepan obat, dosis, atau rute sesuai dengan diinginkan
 Penulisan resep yang tidak terbaca karena tulisan tangan yang buruk
 Menulis nama obat dengan singkatan atau nomenklatur yang tidak standar
 Menuliskan permintaan obat yang ambigu
 Meresepkan satu tablet yan tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut
 Lalai menulis rute pemberiaan obatyang dapat diberi lebih dari satu rute
 Meresepkan obat yang diberikan secara infus intravena intermitten, tanpa
menspesifikasi durasi pemberiaan infus
 Tidak mencantumkan informasi pasien secara lengkap seperti : alamat, berat badan, dll
 Lalai menulis tanggal peresepan obat
 Lalai menulis informasi dokter (seperti : nama, no SIP.dll)
 Tidak mencantumkan paraf dokter
2. Kesalahan pencatatan (transkripsi) (Dean, 2009)
 Saat datang kerumah sakit, tanpa sengaja tidak meresepkan obat yang digunkan pasien
sebelum kerumah sakit.
 Melanjutkan kesalahan penulisan resep dari dokter sebelumnya, ketika meresepkan
obat pasien saat datang kerumah sakit.
 Mencatat perintah pengobatan dengan tidak benar ketika menulis ulang di daftar obat
pasien
 Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang
diresepkan untuk pasien rawat inap
 Menulis “milligram” padahal bermaksud menlis “mikrogram”
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh akoria dan ambrose diketahui bahwa
alasan yang disampaikan oleh beberapa dokter mengenai penyebab penulisan resep yang
buruk/tidak lengkap antara lain (Akoria, 2008) :
1. Beban kerja dokter berlebih, menyebabkan dokter bekerja dibawah tekanan
2. Formulir resep yang tidak selalu tersedia
3. Beberapa pasien menolak memberi informasi personal seperti umur, alamat
4. Tidak adanya keharusan untuk membuat resep secara lengkap karena pasien tetap dapat
mengambil obat dengan atau tanpa resep yang lengkap.
5. Resep sengaja ditulis dengan tulisan yang kurang jelas sehingga tidak dapat dibaca dan
dimengerti dengan mudah oleh orang awam
6. Banyak dokter yang mengabaikan stadar penulisan resep.
Kejadian kesalahan penulisan resep memiliki frekuensi yang tinggi . Guna
menghindarinya maka semua permintaan resep harus ditulis dengan jelas, tidak ambigu,
diberi tanggal dan ditanda tangani, sehingga tercipta komunikasi yang optimal antara dokter
penulis resep, farmasi, dan perawat. Untuk itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan penulisan rsep pada saat menjalani pendidikan mahasiswa dokter, perlu
ditingkatkan kesadaran dan kepatuhan untuk menulis resep yang baik dan benar. Selain itu,
pengaawsan yang ketat juga turut membantu mengurangi permasalahan ini (Akoria, 2008)

I. Medication Errors
Secara umum, medication errors didefinisikan sebagai suatu kesalahan dalam
pengobatan untuk melaksanakan suatu tindakan yang diharapkan (Malone, 2001). Para ahli
kesehatan harus menerapkan prinsip ‘5 ketepatan’ dalam mengobati pasiennya untuk menuju
pengobatan yang aman, yaitu : tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat indikasi dan tepat
waktu serta waspada terhadap efek samping obat. Kesalahan dalam pengobatan bisa terjadi
jika salah satu dari lima ketepatan tersebut tidak dipenuhi. Hal itu tentunya dapat
membahayakan jiwa pasien. Para ahli kesehatan tentu tidak mengharapkan adanya kesalahan
tersebut. Para ahli kesehatan harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah
kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengobatan tersebut (Cohen, 1999).
Secara garis besar, medication errors dibagi menjadi 3 jenis:
a. Prescribing errors, disebabkan karena kesalahan peresepan, yang meliputi: tulisan yang
tidak jelas, resep yang tidak lengkap, dan instruksi yang tidak jelas.
b. Pharmaceutical errors, meliputi dosis, bentuk sediaan, cara pemberian dan stabilitas.
c. Clinical errors, disebabkan oleh interaksi obat, kontra indikasi, alergi, side effect, adverse
drug reaction.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya medication errors:
a. Miskomunikasi antara dokter dan farmasis.
Kesalahan dalam miskomunikasi ini disebabkan karena:
1) Penulisan yang tidak jelas
Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua
pengobatan yang mempunyai nama serupa. Selain itu, banyak nama obat yang
nampak serupa terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas, atau salah
melafalkan. Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki cara
pemberian yang sama dan memiliki dosis yang hampir sama (Cohen, 1999).
2) Nama obat yang hampir sama
Nama obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication errors. Contoh
obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah obat pencegah
pembekuan darah coumadin® dan obat anti parkinson kemadrin®. Taxol®
(paclitaxel), suatu agen antikanker hampir sama kedengarannya dengan paxil®
(paroxetine) yang merupakan suatu antidepressant. Zebeta® beta bloker
antihipertensi nampak seperti diabeta®, suatu antibiotik golongan sulfonamid dan
seldane® (terfenadine), suatu antihistamin non sedatif (Cohen, 1999).
Nama generik juga dapat menyebabkan kebingungan. Sebagai contoh,
amrinone (inocor®), suatu inotrop yang digunakan pasien dengan cardiomiopaty,
lafalnya hampir sama dengan amiodarone (cordarone®), suatu antiaritmia. Akhirnya,
permasalahan muncul manakala nama umum nampak seperti nama dagang.
Ritonovir (norvir®), suatu inhibitor protease digunakan pasien dengan
®
immunodefisiensi virus (HIV) infeksi, terlihat hampir sama dengan retrovir , suatu
nama dagang dari zidovudine, juga untuk pasien dengan HIV. Kesalahan seperti ini
dapat diprediksi. Dengan berbagai jenis pengobatan yang tersedia, praktisi
diharapkan untuk dapat mengikuti perkembangan masing-masing pengobatan
tersebut. Sehingga, manakala berhadapan dengan suatu nama baru (misal: losec),
pasien boleh secara otomatis membacanya dengan lasix, suatu produk yang telah
umum dikenal. Kesalahan seperti ini disebut “konfirmasi bias” (Cohen, 1999).
3) Penggunaan angka desimal yang tidak jelas
Penulisan resep yang terburu-buru dapat menyebabkan permasalahan, bahkan
nama dari pengobatan harus jelas. Suatu pesanan untuk “Vincristine 2.0 mg” dibaca
salah oleh praktisi sebagai “20 mg”, sebab tanda desimalnya berada pada garis keras
resep. Akibatnya, pasien meninggal setelah pasien menerima obat dengan dosis
yang salah tersebut. Didalam kasus lain, seorang bayi menerima 0.17 mg Digoxin
sebagai ganti 0.017 mg, sebab tanda desimal salah diletakkan selama perhitungan
dosis (Cohen, 1999).
4) Sistem perhitungan yang keliru
Sistem perhitungan yang benar merupakan dasar dari perhitungan dosis.
Perhitungan yang keliru dapat menyebabkan terjadinya medication errors. Sebagai
contoh, seorang perawat membutuhkan 1/ 200 butir (0,3 mg) nitrogliserin tablet
yang digunakan 2 x 1/ 100 butir (setiap 0,6 mg atau total dosis 1,2 mg) sebagai
gantinya (Cohen, 1999).
5) Penggunaan singkatan yang tidak standart
Medication errors sering terjadi karena kesalahan dalam menstandartdisasi
singkatan. Singkatan yang tidak standart tidak akan ditemukan jika pembaca
mempelajari kamus kesehatan (Cohen, 1999).
Banyak singkatan yang mempunyai maksud yang salah. “D/C” yang
biasanya digunakan dengan maksud ‘pemberhentian’ diartikan salah oleh pasien.
Sebagai contoh, seorang dokter menulis “D/C: digoksin, propanolol, hormon
insulin”. Maksudnya adalah bahwa ketiga obat tersebut tetap dilanjutkan setelah
pasien pulang dari rawat inap. Tetapi pasien mengira bahwa dokter menyarankan
untuk menghentikan pengobatan ketiga obaT tersebut (Cohen, 1999).
6) Aturan pakai yang kurang jelas/ kurang lengkap
Pada tahun 1995, publik dikejutkan oleh kejadian medication error yang
berakibat fatal di Institut Dana sebagai akibat dari penulisan aturan pakai yang tidak
lengkap (Cohen, 1999).
Aturan pakai yang kurang lengkap dapat menyebabkan kerancuan. Sebagai
contoh, Seseorang menulis pesanan untuk neonatus “digoksin 1,5 cc”, dia tidak
menetapkan konsentrasi yang sebenarnya sudah ditetapkan (0,5 mg/ ml dalam 2 ml
ampul). Hal itu akan berakibat fatal (Cohen, 1999).

J. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama (Harkness, 1989).
Interaksi farmakokinetik (Harkness, 1989) meliputi :
1. Absorpsi
Obat-obat yang digunakan secara oral bisaanya diserap dari saluran cerna ke dalam
sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati saluran
cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian
besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan
kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi
perpindahan obat melawan gradien konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut
air) dan proses ini membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat
dari pada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah
berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentuk terion tidak larut lemak
dan tidak dapat berdifusi. Di bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda
tetapi tingkat absorpsinya biasanya sempurna.
2. Distribusi
Setelah obat diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, obat di bawa ke tempat kerja di
mana obat akan bereaksi dengan berbagai jaringan tubuh dan atau reseptor. Selama berada
di aliran darah, obat dapat terikat pada berbagai komponen darah terutama protein
albumin. Obat-obat larut lemak mempunyai afinitas yang tinggi pada jaringan adiposa,
sehingga obat-obat dapat tersimpan di jaringan adiposa ini. Rendahnya aliran darah ke
jaringan lemak mengakibatkan jaringan ini menjadi depot untuk obat-obat larut lemak. Hal
ini memperpanjang efek obat. Obat-obat yang sangat larut lemak misalnya golongan
fenotiazin, benzodiazepin dan barbiturat. Sejumlah obat yang bersifat asam mempunyai
afinitas terhadap protein darah terutama albumin. Obat-obat yang bersifat basa mempunyai
afinitas untuk berikatan dengan asam-α-glikoprotein. Ikatan protein plasma (PPB : plasma
protein binding) dinyatakan sebagai persen yang menunjukkan persen obat yang terikat.
Obat yang terikat albumin secara farmakologi tidak aktif, sedangkan obat yang tidak
terikat, biasa disebut fraksi bebas, aktif secara farmakologi. Bila dua atau lebih obat yang
sangat terikat protein digunakan bersama-sasam, terjadi kompetisi pengikatan pada tempat
yang sama, yang mengakibatkan terjadi penggeseran salah satu obat dari ikatan dengan
protein, dan akhirnya terjadi peninggatan kadar obat bebas dalam darah.
3. Metabolisme
Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus mencapai reseptor, berarti
obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat harus larut lemak.
Metabolisme dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak menjadi senyawa larut air
yang tidak aktif, yang nantinya akan diekskresi terutama melalui ginjal. Obat dapat
melewati dua fase metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan II. Pada metabolisme fase I,
terjadi oksidasi, demetilasi, hidrolisa, dsb. oleh enzim mikrosomal hati yang berada di
endothelium, menghasilkan metabolit obat yang lebih larut dalam air. Pada metabolisme
fase II, obat bereaksi dengan molekul yang larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat,
dsb) menjadi metabolit yang tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa
dapat melewati satu atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk yang larut
dalam air. Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara klinis terjadi akibat
metabolisme fase I dari pada fase II.
4. Ekskresi
Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu
atau urin. Darah yang memasuki ginjal sepanjang arteri renal, mula-mula dikirim ke
glomeruli tubulus, dimana molekul-molekul kecil yang cukup melewati membran
glomerular (air, garam dan beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul
yang besar seperti protein plasma dan sel darah ditahan. Aliran darah kemudian melewati
bagian lain dari tubulus ginjal dimana transport aktif yang dapat memindahkan obat dan
metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif
maupun pasif (melalui difusi) untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bisa terjadi karena
perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal, perubahan pH dan perubahan aliran darah ginjal.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Resep Asli

Resep diambil dari Rumah Sakit BahteaMas Kendari. Resep dituliskan oleh dokter
Firman S. Dullah, M.Kes., Sp.JP. untuk pasien laki-laki bernama Tn. Sutardjo. Resep ditulis
pada tanggal 17 Desember 2016.

.
B. Mengenali Riwayat Pasien
No. Kriteria Keterangan
Tn. Sutarojo, jenis kelamin laki-laki
1. Data Pasien

-
2. Riwayat Penyakit

-
3. Riwayat Pengobatan

-
4. Keadaan Khusus Pasien

C. Skrining Resep
1. Administratif (Kelengkapan Resep)
PADA RESEP
NO. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1. Nama dokter 
2. SIP dokter 
3. Alamat dokter 
4. Nomor telepon 
5. Tempat dan tanggal penulisan resep 
Invocatio
6. Tanda resep diawal penulisan resep (R/) 
Prescriptio
7. Nama obat 
8. Kekuatan obat 
9. Jumlah obat 

Signatura
10. Nama pasien 
11. Jenis kelamin 
12. Umur pasien 
13. Berat badan 
14. Alamat pasien 
15. Aturan pakai obat 
16. Iter/tanda lain 
Subscriptio
17. Tanda tangan/paraf dokter 
Kesimpulan:
Resep tersebut lengkap/tidak lengkap.

Resep tidak lengkap karena


Pada resep tersebut pada bagian Inscription tidak memiliki alamat dokter dan nomor telpon.
Kemudian pada bagian signatura tidak memiliki umur pasien, berat badan dan alamat pasien.
Sehingga akan menyulitkan pengkajian obat yang diresepkan berkaitan antara kesesesuaian obat
dan dosis dengan umur pasien.

Cara pengatasan
Konfirmasi kembali dengan penulis resep (dokter) terkait.

2) Kesesuaian Farmasetis
No. Kriteria Permasalahan Pengatasan

1. Bentuk sediaan - Sesuai

2. Stabilitas obat - Sesuai

3. Inkompabilitas - Sesuai

4. Cara pemberian - Sesuai

5. Jumlah dan aturan pakai - Sesuai

3) Dosis
No. Dosis
Nama Obat Dosis Resep Kesimpulan Rekomendasi
Literatur
1. Bisoprolol 2,5 mg 1x1 2,5 mg 1x1 Sudah sesuai Tidak perlu
sehari sehari diubah
2. Simvastatin 20 mg, 1x1/hari Oral : Sudah sesuai Tidak perlu
Hiperlipidaemia
Dewasa: diubah
Awalnya, 10-20
mg sekali
sehari. Pasien
dengan risiko
CV tinggi atau
memerlukan
pengurangan
kolesterol yang
besar: Awalnya,
40 mg sekali
sehari. Mungkin
sesuaikan dosis
dengan interval
minimal 4
sampai
maksimal 80
mg sekali sehari

3. 30 mg, 1x1/hari Dewasa: Sudah sesuai Tidak perlu


Lansoprazole
Dispepsia
terkait PO diubah
Asam 15-30 mg
sekali di pagi
hari selama 2-4
minggu
4. 75 mg , 1x1/hari 75 mg sekali Sudah sesuai Tidak perlu
sehari dengan
diubah
atau tanpa
makanan. Tidak
diperlukan
penyesuaian
dosis pada
pasien lanjut
usia atau
dengan kelainan
fungsi ginjal.

4) Pertimbangan Klinis
No. Kriteria Permasalahan Pengatasan
Indikasi - Sesuai
1.

Kontraindikasi - Sesuai
2.

Interaksi Masing-masing obat dari ke Sesuai


3. empat obat dalam resep tidak
ada yang saling berinteraksi
Duplikasi / polifarmasi - Sesuai
4.

Alergi - Sesuai
5.

Efek Samping - Sesuai


6.

Reaksi obat yang - Sesuai

7. merugikan (ADR /
Adverse Drug Reaction)

D. Karakteristik Obat
1) Clopidogrel
1. Komposisi Clopidogrel
2. Dosis 75 mg sekali sehari dengan atau tanpa makanan. Tidak
diperlukan penyesuaian dosis pada pasien lanjut usia atau
dengan kelainan fungsi ginjal..
3. Pemberian Obat Oral
4. Kontra Indikasi hipersensitivitas, perdarahan aktif seperti ulkus peptikum atau
perdarahan intrakranial, menyusui
5. Peringatan hati-hati digunakan pada pasien dengan risiko terjadinya
pendarahan seperti pada keadaan trauma, pembedahan atau
keadaan patologi lainnya; Penggunaan bersamaan dengan obat
yang meningkatkan risiko pendarahan. Pada pasien yang akan
menjalani pembedahan dan tidak diperlukan efek anti platelet,
klopidogrel harus dihentikan 7 hari sebelumnya
6. Efek samping Dispepsia, nyeri perut, diare; perdarahan (termasuk
perdarahan saluran cerna dan intrakranial); lebih jarang mual,
muntah, gastritis, perut kembung, konstipasi, tukak lambung
dan usus besar, sakit kepala, pusing, paraestesia, leukopenia,
platelet menurun (sangat jarang trombositopenia berat),
eosinofilia, ruam kulit, dan gatal; jarang vertigo; sangat jarang
kolitis, pankreatitis, hepatitis, vaskulitis, kebingungan,
halusinasi, gangguan rasa, gangguan darah
7. Kategori Kehamilan B
2) Bisoprolol
1. Komposisi Bisoprolol
2. Dosis Dewasa: PO Angina pectoris; HTN 5-10 mg sekali sehari. Max:
20 mg / hari. Gagal jantung Awal: 1,25 mg sekali sehari, berlipat
ganda setelah 1 minggu, kemudian meningkat secara bertahap
pada interval 1-4 wk. Maks: 10 mg sekali sehari.
3. Pemberian Obat Oral
4. Kontra Indikasi ihat propranolol hidroklorida; keadaan akut atau gagal jantung
dekompensasi yang menghendaki pemberian inotropik intravena;
blok sino-atrial.
5. Peringatan lihat propranolol hidroklorida; pada gagal jantung pantau status
klinis selama 4 jam sesudah pemberian awal (dengan dosis
rendah) dan pastikan gagal jantung tidak berbahaya sebelum
meningkatkan dosis; psoriasis; gangguan hati.
6. Efek samping Bradikardia, pembengkakan gagal jantung yang sudah ada
sebelumnya, hipotensi, pusing, sakit kepala, gangguan GI (mis.,
Mual, muntah, diare, konstipasi), ekstremitas dingin atau kebas,
asthenia, kelelahan, infeksi respek atas, rhinitis, sinusitis,
dyspnoea.
7. Kategori Kehamilan C

3) Simvastatin
1. Komposisi Simvastatin 20 mg
2. Dosis Dewasa: PO Hyperlipidaemia Awal: 10-20 mg sekali sehari di
malam hari. Dapat menyesuaikan dosis dengan interval minimal 4
minggu. Maks: 80 mg / hari. Pengurangan risiko CV Pasien berisiko
tinggi: 20-40 mg sekali sehari. Pasien berisiko sedang: 10 mg sekali
sehari.
3. Pemberian Obat Oral
4. Kontra Indikasi Penyakit hati akut atau peningkatan persisten transaminase
serum yang tidak dapat dijelaskan. Pasien keturunan Tionghoa
tidak boleh memakai simvastatin 80 mg / hari dengan dosis
pengubah lemak dari produk yang mengandung niasin.
5. Peringatan Gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat tukak GI, kehamilan
dan laktasi
6. Efek samping lihat keterangan di atas; juga ruam kulit, alopesia, anemia,
pusing, depresi, parestesia, neuropati perifer, hepatitis, sakit
kuning, pankreatitis; sindrom hipersensitivitas (termasuk
angioedema) jarang dilaporkan.
7. Kategori Kehamilan X

4) Lansoprazole
1. Komposisi Lansoprazole
2. Dosis Dewasa: Dispepsia terkait PO Asam 15-30 mg sekali di pagi
hari selama 2-4 minggu
3. Pemberian Obat Oral
4. Kontra Indikasi Pasien hipersensitif, bersamaan menggunakan w / rilpivirine
dan atazanavir.
5. Peringatan Keganasan lambung harus dikesampingkan. Kerusakan hati.
Kehamilan dan menyusui.
6. Efek samping meningkatkan risiko Clostridium difficile-associated diarrhea
(CDAD) dan osteoporosis yang berhubungan dengan fraktur. Diare,
sakit perut, mual, muntah, perut kembung, sembelit, sakit kepala,
mulut kering, edema perifer, pusing, gangguan tidur, kelelahan,
parestesia, artralgia, mialgia, ruam, pruritus, pankreatitis, glossitis,
tremor, anoreksia, petechiae, purpura Langka atau sangat jarang,
gangguan rasa, stomatitis, hepatitis, ikterus, reaksi hipersensitivitas
(misalnya bronkospasme)
7. Kategori Kehamilan B

E. Perhitungan Dosis
Karena tidak lengkapnya resep pada bagian umur dan berat badan maka sebenarnya
tidak dapat dilakukan perhitungan dosis. Namun dari skrining resep yang telah dilakukan
diatas kemungkinan pasien merupakan orang dewasa.
F. Kesimpulan
Pengkajian resep dari segi administrasi tidak lengkap karena tidak terdapat umur dan
berat badan pasien. Hal tersebut dapat menyulitkan apoteker dalam mengkaji kesesuaian
antara obat dan dosis yang digunakan dengan umur pasien. Dari segi kesesuaian farmasetis
tidak ada masalah dan dari segi penimbangan klinis dan dari perhitungan dosis tidak dapat
dihitung karena kurangnya data umur dan berat badan namun dari skrining resep yang teah
dilakukan kemungkinan pasien merupakan pasien dewasa. Dari pengkajian tersebut, dapat
dipastikan obat yang diresepkan oleh dokter tidak ada yang perlu diubah/dihilangkan.
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pada makalah ini masih banyak ditemukan adanya kejadian ketidaksesuaian dalam
penulisan resep menurut PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Instalasi Apotek.

B. Saran
1. Kepada dokter, dalam penulisan resep diharapkan dapat menerapkan PERMENKES RI
No 35 Tahun 2014 sehingga resiko kesalahan pada resep dapat dihindari.
2. Kepada apoteker, dalam melayani resep perlu mengacu pada PERMENKES RI No. 35
Tahun 2014 sehingga terapi obat yang diberikan dapat maksimal.
3. Perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dan dokter dalam menentukan terapi untuk
mencegah terjadinya interaksi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, http://kkyazid.blogspot.co.id/2011/10/kodein-metilmorfin-yang-memiliki-banyak.html,
diakses pada tanggal 19 maret 2017

Arayne, M.S et all. 2002. Antibacterial Studies Of Cefixime Copper, Zinc And Cadmium Complexes.
Faculty of Pharmacy, Department of Chemystry, University of Karachi

Aslam, Mohammed, dkk, 2003, Farmasi Klinis. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Baxter, K., “Stockley’s drug interaction ninth edition”, pharmaceutical press, London, 2010. Hal. 179.

BNF, 2007, British National Formulary 54th Edition, BMJ Publishing Group, London.

Cahyono, J. B. S. B, 2008, Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktek Kedokteran.


Yogyakarta : Kanisius

Cohen, M.R., 1999, Medication Errors, 16,1-16,8, American Pharmaceutical Association,


Washington, DC

Dean B, Barber N, Schachter M. What is a prescribing error?. Quality in Health Care. 2009; 9: 232–
37.

Depkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Posey, L.M., 2005,
Pharmacotherapy, 6th Edition, Appleton ang Lange, New York

Dito,A.http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20080414210453, diakses pada tanggal 19


maret 2017

Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Djuanda, dkk. 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi Indonesia 2016/2017, Edisi ke 16. Jakarta : Bhuana
Ilmu Populer.

Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin, 2008. Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication
Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran

Fradgley, S, 2003. Interaksi Obat, Dalam Farmasi klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta : PT. Elex Media Kkomputindo
Gramedia

Glowinski J. Placebo-controlledstudy of the anlgesic efficacy of a paracetamol 500mg/codeine 30mg


combination together with low –dose vs high dose diclofenac in rheumatoid arthritis. Clin
Drug Invest 1999; 18(3): 189-197.

Gautman, C.S., Saha, Lekha, 2008, Fixed Dose Drugs Combination (FDCs); Rational or Irrational: a
View point. British Jurnal Clinic Pharmacology. 65(5) ; 795-796.

Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto. Interaksi obat.
Bandung: Penerbit ITB, 1989.

Hartayu, T.S, dan Widyati, A. Kajian Kelengkapan Resep Pediatri yang Berpotensi Menimbulkan
Medication Error di Rumah Sakit dan 10 Apotek di Yogyakarta. Yogyakarta
http://pionas.pom.go.id/monografi/kodein-fosfat-0

http://www.mims.com/indonesia

Jas A. 2007. Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis resep Edisi 1, Medan: Universitas
Sumatra Utara Press

Jas A. 2009. Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis resep Edisi 2, Medan: Universitas
Sumatra Utara Press

Kasim, F., Trisna, Y., sebagai redaksi, “ISO-Informasi Spesialite Obat Indonesia, Vol. 47 tahun 2012-
2013”, penerbit PT. ISFI penerbitan, Jakarta, 2012, hal 37,261,268,403

Lofholm PW, Katzung BG. Chapter 65: Rational Prescribing & Prescription Writing. Dalam:
Katzung BG, Masters BS, Trevor AJ, editor. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi ke-11.
United State: McGraw Hill Medical; 2009. hlm.1139-48.

Malone, P.M., Mosdell, K.W., Kier, K.L., and Stanovich, J.E., 2001, Drug Information A Guide for
Pharmacists, 2nd edition, McGraw-Hill, New York.

MIMS. Referensi Obat. Informasi Ringkas Produk Obat. PT. Medidata Indonesia. 2016

Octavia, Hanna, 2011, Skripsi : Analisis Kelengkapan Peresepan di Apotek KPRI RSUD DR.
SOETOMO, Bulan Desember 2010, Surabaya.

PERKI. 2015. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung, Edisi Pertama. Jakarta : Perhimpunan Dokter
Kardiovaskular Indonesia.

Prawitasari, Diah, 2009. Skripsi: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep di 5 Apotek
Kabupaten Klaten Tahun 2007. Surakarta

Rahmawati, F. 2002. Kajian Penulisan Resep : Tinjauan Aspek Legalitas Kelengkapan Resep di
Apotek-apotek Kotamadya Yogyakarta. Yogyakarta: Majalah Farmasi Indonesia.

Sandy, 2010, Skripsi : Studi Kelengkapan Resep Obat Untuk Pasien Anak di Apotek Wilayah
Kecamatan Kartasura Bulan Oktober-Desember 2008. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai