Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya

sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin majunya ilmu

pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan penyakit-

penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexually

transmitted diseases (STD) atau penyakit menular seksual (PMS). Gejala utama pada penyakit

menular seksual antara lain; ulkus, discharge, maupun vegetasi. Pada referat ini, akan dibahas

tentang penyakit menular seksual dengan gejala utama ulkus.

Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genitalis bervariasi, dan sangat

dipengaruhi lokasi geografis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Secara

klinis diagnosis banding ulkus genitalia tidak selalu tepat, terutama bila ditemukan beberapa

penyebab secara bersamaan. Manifestasi klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah akibat

infeksi HIV.

Penulis mengambil judul ini karena, ulkus genital sudah banyak di kenal di masyarakat

dengan gejala yang sering mirip. Sehingga di perlukan telaah jenis penyakit kelamin dengan

gejala ulkus.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ulkus genital adalah salah satu gejala pada infeksi menular seksual yang selama perjalanan

penyakitnya ditemukan adanya lesi ulseratif/ ulkus/ tukak atau borok.(Fahmi, 2005)

Adanya lesi ulseratif di genital akan meningkatkan 5-10 kali risiko transmisi HIV-AIDS.

Infeksi menular seksual yang dapat bermanifestasi sebagai ulkus genital adalah(Fahmi, 2005)

1. Sifilis

2. Ulkus mole (chancroid)

3. Herpes simpleks genitalis (herpes genitalis)

2.2 Gambaran Klinis

Ulkus Durum Ulkus Mole

Etiologi T. Pallidum H. Ducreyi


Masa inkubasi 10 – 90 hari 1 – 14 hari

Jumlah lesi Soliter Multipel

Bentuk Bulat, bulat lonjong Bulat atau lonjong, bentuk cawan

Tepi lesi Tepi rata, tanda radang (-) Tidak rata / ≠ teratur, tanda radang

(+)
Dinding Tegak lurus Bergaung

Dasar Bersih, merah Jaringan granulasi yg mudah

berdarah
Isi Serum Jaringan nekrotik, pus

2
Perabaan / konsistensi Indurasi (+) Indurasi (-)

Nyeri atau tidak Indolen / tidak nyeri Dolen / nyeri

Pembesaran KGB Tanda supurasi (-) Tanda supurasi (+)

Herpes Genital Ulkus Durum

Lesi Vesikel berkelompok, bl pecah,  erosiUlkus bulat, bersih, indolen, indurasi,

 ulkus dangkal, bentuk bundar, soliter

/ multipel, sekret sedikit, dinnding

gaung, indurasi (-)

Nyeri raba (+)


Tanda Lebih ringan dari UM Negatif

radang

akut
Lab Pem. sediaan hapus sel raksasa berinti Pem lapang gelap / pewarnaan Burri,

banyak (-) spirokheta (+).


Pembesar Tanda radang (-), periadenitis (-),

an KGB perlunakan (-)


2.2.1 Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan oleh

bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies pallidum. Schaudinn dan

Hoffmann pertama kali mengidentifikasi. Treponema pallidum sebagai penyebab sifilis pada

tahun 1905. Schaudin memberi nama organisme ini dari bahasa Yunani trepo dan nema,

dengan kata pallida dari bahasa Latin.(Hakim, 2005)

3
Penularan sifilis biasanya melalui kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi,

kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke

janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. (hakim, 2005)

2.2.1.1 Klasifikasi Sifilis

a.) Sifilis primer

Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi infeksius. Treponema masuk

melalui selaput lendir yang utuh atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar

limfe, kemudian masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Pada saat

ini tanda-tanda klinis dan serologis belum jelas.(Hutapea, 2005)

Tanda klinis yang pertama kali muncul adalah timbul lesi primer berupa ulkus

di tempat inokulasi, 3 minggu (10-90 hari) setelah “coitus suspectus” (hubungan

seksual yang dicurigai sebagai penyebab infeksi). Ulkus ini disebut ulkus durum atau

chancre (syphilitic ulcer), dapat di genital maupun ekstra genital.(Hutapea, 2005)

Gambaran karakteristik ulkus durum

 Biasanya soliter, tidak nyeri (indolen), bagian tepi lesi meninggi dan keras

(indurasi), dasar bersih, tanpa eksudat, ukuran bervariasi dari beberapa mm sampai

1-2 cm.

 Terdapat limfadenopati inguinal medial unilateral/bilateral, tidak terdapat gejala

konstitusi

 Adanya ulkus disertai pembesaran kelenjar getah bening disebut kompleks primer

 Bila tidak diobati, ulkus akan menetap selama 2-6 minggu, lalu sembuh spontan.

4
 Pada ulkus dapat ditemukan gerakan T. pallidum.

 Tes serologis untuk sifilis: non reaktif, namun makin lama lesi terjadi

kemungkinan tes menjadi reaktif ( > 4 minggu). (Siregar, 2005)

b.) Sifilis sekunder

Timbul 6 minggu sampai 6 bulan kemudian berupa ruam pada kulit, mukosa dan

organ tubuh, dapat disertai gejala konstitusi seperti demam, malaise, sakit kepala,

atralgia dan anoreksia. Pada stadium ini ulkus masih dapat ditemukan.(Hutapea, 2005)

Kelainan antara lain:

- Manifestasi kulit pada sifilis sekunder (sifilid):

o Sangat bervariasi, biasanya simetris, dapat berupa makula, papula,

folikulitis, papulaskuamosa (psoriasiform) dan pustul.

o Ditemukan pada 75% kasus

o Ruam kulit dapat sembuh spontan

- Papul basah pada daerah intertriginosa yang lembab disebut kondiloma lata

- Limfadenopati generalisata ( > 50% kasus)

- Hepatomegali

- Splenomegali

- Pada kasus yang tidak diobati dapat terjadi relaps 1-2 tahun setelah infeksi, lesi

sering unilateral, berbentuk arsiner.(Fahmi, 2005)

Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan berdasarkan adanya lesi sifilis sekunder yang

khas, hasil pemeriksaan serologis yang reaktif, dapat pula pemeriksaan lapangan gelap

positif. (Fahmi, 2005)

5
2.2.1.2 Diagnosis banding

Sifilis pimer:

- Chancroid

- Granuloma inguinale

- Herpes genitalis

Sifilis sekunder:

- Pitiriasis rosea

- Tinea versikolor

- Psoriasis

- Skabies

- Drug eruption

- Eksantema virus (Handoko, 2005)

2.2.1.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan langsung : bahan pemeriksaan dari ulkus (Reitz serum)

 Dark field examination

 PCR

Pemeriksaan tidak langsung: tes serologis untuk sifilis (TSS) /Serologic Test for Syphilis

(STS)

1 Tes Treponema : TPI (T. pallidum Immobilization), FTA-ABS (Fluorescent Antibody

Absoption Test), TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

6
2 Tes non Treponema : VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory), RPR (Rapid

Plasma Reagin)

VDRL: sensitivitas tinggi  skrining

TPHA: spesifisitas tinggi  konfirmasi diagnosis(Fahmi,2005)

2.2.1.4Penatalaksanaan

1. Sifilis dini (primer, sekunder, laten dini)

- Benzatin benzilpenisilin G 2,4 juta IU intra muskuler, dosis tunggal atau

- Prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU/ hari, intramuskuler selama 10 hari berturut-

turut.

- Untuk penderita yang alergi penisilin dan tidak hamil:

i. Doksisiklin 2 x 100 mg/ hari per oral, selama 30 hari

ii. Tetrasiklin 4 x 500 mg/ hari, selama 30 hari

iii. Eritromisin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari

2. Sifilis lanjut (sifilis > 2 tahun, laten yang tidak diketahui lama infeksi, kardiovaskular,

syphilis late benign kecuali neurosifilis)

- Benzatin benzilpenisilin G 2,4 juta IU/ minggu, intramuskuler, selama 3 minggu

berturut-turut, atau

- Prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU/ hari, intramuskuler selama 3 minggu

berturut-turut.

- Untuk penderita yang alergi penisilin:

i. Doksisiklin 2 x 100 mg/ hari selama 30 hari atau lebih

7
ii. Tetrasiklin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari atau lebih

iii. Eritromisin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari atau lebih

2.2.1.5 Evaluasi Hasil Pengobatan

Pada penderita sifilis stadium dini yang telah dilakukan pengobatan dengan cara dan

dosis yang adekuat, harus dievaluasi kembali secara klinis dan serologis (dengan VDRL)

sesudah 3 bulan pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan sesudah 6 bulan, dan bila ada

indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke-6 tersebut, dapat dievaluasi

kembali sesudah bulan ke-12.(Handoko,2005)

2.2.2 Definisi Ulkus Mole

Ulkus mole atau Chancroid atau soft chancre adalah IMS yang disebabkan oleh

Haemophilus ducreyi, dengan masa inkubasi 4-10 hari. Pada wanita sukar ditentukan

masa inkubasinya karena sering ditemukan kasus asimtomatis.(Fahmi,2005)

Karakteristik :

- Ulkus multipel, nyeri pada > 50% kasus, tepi tidak rata, indurasi (-).

- Dasar ulkus kotor, mudah berdarah dan nekrotik, kulit sekitar ulkus kemerahan

- Terdapat limfadenopati inguinal uni/bilateral yang terasa nyeri pada 50% kasus 

terjadi supurasi  perforasi  fistula  ulkus

- Dapat terjadi autoinokulasi

- Lokasi lesi: sering pada daerah vulva, serviks, prepuce, sulkus koronarius, dan anal; oral

pada oral sexual contac; bagian tubuh lain (jarang) karena autoinokulasi. (Spinola,

2008)

8
2.2.2.1 Diagnosis banding

- Sifilis

- Herpes genitalis

Pada sekitar 10% kasus dapat terjadi koinfeksi. Ulkus mikstum adalah koinfeksi

ulkus mole dengan infeksi T. pallidum.

2.2.2.2 Pemeriksaan laboratorium

o Pewarnaan Gram dari ulkus (sensitivitas 40-60%)

 Basil kecil Gram negatif, yang berderet berpasangan seperti kumpulan ikan

(school of swimming fish)

o Kultur

o PCR

2.2.2.3 Terapi

1. Siprofloksasin 2 x 500 mg/ hari per oral, selama 3 hari

2. Eritromisin base 4 x 500 mg/hari,per oral selama 7 hari

3. Azitromisin 1 gram per oral, dosis tunggal

4. Seftriakson 250 mg intramuskular, dosis tunggal

2.2.3 Herpes Genitalis

Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan prevalensi yang tinggi di

berbagai negara dan penyebab terbanyak penyakit ulkus genitalis. Infeksi herpes genitalis

9
adalah infeksi genitalia yang disebabkan oleh Virus herpes simpleks (VHS) terutama VHS tipe

2. Dapat juga disebabkan oleh VHS tipe 1 pada 10–40% kasus. Sebagian besar terjadi setelah

kontak seksual secara orogenital. VHS merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam

famili Herpesviridae, mempunyai kemampuan untuk berada dalam keadaan laten dalam sel

hospes setelah infeksi primer. Virus tersebut tetap mempunyai Virus tersebut tetap mempunyai

kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat terjadi infeksi yang berulang.

(Purba,2012)

Ada dua macam tipe VHS yang dapat menyebabkan herpes genitalis, yaitu VHS tipe 1

dan VHS tipe 2. VHS tipe 1 lebih sering berhubungan dengan kelainan oral, dan VHS tipe 2

berhubungan dengan kelainan genitalia. Kedua tipe VHS berada atau berdiam diri dalam

ganglion saraf sensoris setelah terjadi infeksi primer. Virus ini tidak memproduksi protein virus

selama masa laten. (Purba,2012)

2.2.3.1 Manifestasi klinis

1. Episode pertama – primer

2. Episode pertama – bukan primer

3. Episode rekuren

4. Asimtomatik (Fahmi,2005)

a.) Episode pertama primer

 Merupakan infeksi primer sejati, mengenai seseorang yang belum pernah terpajan HSV

sebelumnya (seronegatif terhadap antibodi HSV)

10
 Masa inkubasi 1 minggu (2-12 hari) setelah coitus suspectus

 Pada episode ini gejala lebih berat, seringkali disertai gejala sistemik dan dapat

mengenai banyak tempat.

 Kelenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan.

 Vesikel berkelompok pada dasar eritem, yang terasa nyeri  pustula  erosi  ulkus

 krusta keabu-abuan

• Lesi baru masih muncul sampai hari ke-10, reepitelisasi terjadi setelah 15-20 hari

• Lokasi:

• Wanita: introitus, meatus, labia, serviks (70%)

• Laki-laki: Glans, sulkus koronarius, uretra, penile shaft, perineal region

• Jarang: perineum, bokong, paha, perianal, skrotum, mons area

• Komplikasi:

• Neurologis (13-35%) : aseptic meningitis, transverse meningitis, sacral

radiculitis (retensi urin)

• Pada kehamilan: abortus, malformasi kongenital, lahir mati.(Adhi, 2005)

b). Episode pertama bukan primer

 Pada orang yang pertama kali timbul gejala klinis, namun telah seropositif terhadap

antibodi HSV

11
 Gejala lebih ringan dari episode primer, tetapi lebih berat dari episode rekuren(Handoko,

2005)

c). Episode Rekuren

• Gejala yang timbul biasanya lebih ringan, dapat diawali gejala prodromal seperti gatal,

rasa terbakar, disuria

• Faktor pencetus : trauma, stress emosi, kelelahan, koitus yang berlebihan, demam,

menstruasi, obat-obatan (imunosupresif, kortikosteroid), alkohol.

• Reepitelisasi + 10 hari

• Rekurensi HSV-2 lebih sering dibandingkan HSV-1(Handoko,2005)

2.2.3.2 Diagnosis Banding

- Chancroid

- Sifilis dengan infeksi sekunder

- Ulkus genital karena trauma

- Dermatitis kontak

2.2.3.3 Laboratorium

 Pemeriksaan laboratorium sederhana dengan apus Tzanck yang diwarnai dengan Giemsa

atau Wright akan tampak sel raksasa berinti banyak, namun pemeriksaan ini mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.

 PCR

 Serologi(Fahmi, 2005)

12
2.2.3.4 Terapi

1. Episode pertama primer:

a. Asiklovir 5 x 200 mg/ hari, per oral, selama 7 hari, atau

b. Valasiklovir 2 x 500 mg/ hari, per oral, selama 7 hari

2. Episode kambuhan:

a. Asiklovir 5 x 200 mg/ hari, per oral, selama 5 hari, atau

b. Valasiklovir 2 x 500 mg/ hari, per oral, selama 5 hari

c. Bila ringan cukup diberikan krim asiklovir

3. Pengobatan supresif (kekambuhan > 6 kali/ tahun)

a. Asiklovir 2 x 400 mg/ hari, per oral, secara terus-menerus, atau

b. Valasiklovir 1 x 500 mg/ hari (Fahmi,2005)

2.3 Komunikasi Informasi dan Edukasi

Upaya KIE tentang IMS penting dilakukan, mengingat salah satu tujuan program

penanggulangan HIV/AIDS ialah perubahan perilaku yang berhubungan erat dengan

penyebaran IMS. Untuk melakukan kegiatan ini perlu disediakan satu ruangan khusus yang

dapat merahasiakan pembicaraan antara pasien dan penyuluh atau konselor.


Tujuan konseling adalah untuk membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi

pasien sehubungan dengan IMS yang dideritanya, sedangkan KIE bertujuan agar pasien mau

mengubah perilaku seksual berisiko menjadi perilaku seksual aman. Kedua pengertian ini perlu

dipahami dengan benar.


Pada umumnya pasien IMS, membutuhkan penjelasan tentang penyakit, jenis obat yang

digunakan, dan pesan-pesan lain yang bersifat umum. Penjelasan dokter diharapkan dapat

13
mendorong pasien untuk mau menuntaskan pengobatan dengan benar. Dalam memberikan

penjelasan, dokter atau perawat sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan

dimengerti oleh pasien, dan bila dianggap perlu dapat digunakan istilah-istilah setempat.
Beberapa pesan KIE IMS yang perlu disampaikan:
♦ Mengobati sendiri cukup berbahaya
♦ IMS umumnya ditularkan melalui hubungan seksual.
♦ IMS adalah ko-faktor atau faktor risiko dalam penularan HIV.
♦ IMS harus diobati secara paripurna dan tuntas.
♦ Kondom dapat melindungi diri dari infeksi IMS dan HIV.
♦ Tidak dikenal adanya pencegahan primer terhadap IMS dengan obat.
♦ Komplikasi IMS dapat membahayakan pasien
RINCIAN PENJELASAN KEPADA PASIEN IMS
IMS yang diderita dan Pengobatannya
♦ menjelaskan kepada pasien tentang IMS yang diderita dan pengobatan yang diperlukan,

termasuk nama obat, dosis, serta cara penggunaannya. Bila perlu dituliskan secara rinci untuk

panduan pasien.
♦ memberitahu tentang efek samping pengobatan
♦ menjelaskan tentang komplikasi dan akibat lanjutnya
♦ menganjurkan agar pasien mematuhi pengobatan
♦ menganjurkan agar tidak mengobati sendiri, harus berobat ke dokter
♦ menjelaskan agar pasien tidak melakukan douching

BAB III
Kesimpulan

Penyakit menular seksual dengan gejala utama ulkus merupakan penyakit menular

seksual yang sangat banyak presentasinya di masyarakat. Diagnosis dini yang cepat dan tepat

sangat diperlukan untuk dapat mengidentifikasi serta menghindarkan komplikasi pada

14
penderita. Manifestasi ulkus dapat serupa pada tiap penyakit. Namun dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang cermat, penyakit – penyakit tersebut dapat

dibedakan dengan baik. Pemilihan obat juga perlu dipertimbangkan. Dosis tunggal menjadi

pilihan, namun, apabila tidak dapat dilakukan, dipilih regimen yang tersingkat namun efektif.

Prognosis penyakit menular seksual dengan manifestasi ulkus ini baik apabila diagnosis dini

dapat ditegakkan serta dapat dipilihnya pengobatan yang tepat untuk penyembuhan dan

pencegahan komplikasi.

Lampiran

Tabel 1. Terapi Ulkus Genital

15
Gambar 1. Ulkus durum pada labia mayor Gambar 2. Ulkus durum pada

sulkus koronarius

16
Gambar 3. Ulkus durum ekstra genital Gambar 4. Sifilis sekunder lesi papular

Gambar 5. Sifilis psoriatika Gambar 6. Lesi pada telapak tangan

dan kaki (S II dini)

17
Gambar 8. Ulkus mole Gambar 9. Herpes genitalis

Bagan 1. Algoritma Pendekatan Sindrom

18
Bagan 2. Algoritma Pengobatan Ulkus Genital

19
DAFTAR PUSTAKA

20
1. Fahmi Daili, Sjaiful. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (P.M.S.). Dalam: Adhi D,

Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI, 2005 : 361 – 363.

2. Siregar, R.S. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2005 : 299 – 309.

3. Hakim, Lukman. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam: Sjaiful FD, Wresti

IBM, Farida Z, Jubianto J, ed. Infeksi Menular Seksual. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI, 2005 : 3 – 16.

4. Hutapea, Namyo. Sifilis. Dalam: Sjaiful FD, Wresti IBM, Farida Z, Jubianto J, ed.

Infeksi Menular Seksual. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 70 – 87.

5. Handoko, Ronny. Penyakit Virus. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 110 – 118.

6. Fahmi Daili, Sjaiful. Infeksi Genital Nonspesifik. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed.

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 364 –

366.

7. Handoko, Ronny. Herpes Simpleks. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 379 – 381.

8. Fahmi Daili, Sjaiful. Trikomoniasis. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 382 – 383.

9. EC Natahusada, Adhi D. Sifilis. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 391 – 411.

21
10. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, Healy BP. Clinical manifestation of syphillis.

Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk,

penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc.Graw Hill, 2008:

661-84.

11. Spinola SM. Chancroid and Haemophilus ducreyi. Dalam: Holmes KK, Sparling PF,

Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, penyunting. Sexually Transmitted

Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc.Graw Hill, 2008: 689-700.

12. Efrida, Elvinawaty. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan

Serologi. 2014.

13. PurbaSha GhoSh, dkk. Co-Infection of Herpes Genitalis with Corynebacterium

amycolatum: A Rare Case Report from the District of Western Maharashtra, India. 2012.

14. John White, Nigel O'Farrell and David Daniels. National Guideline for the management

of lymphogranuloma venereum: Clinical Effectiveness Group of the British Association

for Sexual Health and HIV. 2013.

15. MichelleA. roett, MeJeBi t. mAyor, KelechiA. Uduhiri. Diagnosis and Management of

Genital Ulcers, Amerika. 2013.

16. M. Janier. European guideline on the management of syphilis. Eropa: 2014.

17. Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama. Pedoman Nasional Penanganan Penyakit Menular

Seksual. Jakarta: Penerbit Kementrian Kesehatan RI, 2011.

22

Anda mungkin juga menyukai