DI SUSUN OLEH :
SRI UTAMI
NIM.P.11054
i
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN
POST OPERASI APENDIKTOMI
DI RUANG KANTHIL RSUD
KARANGANYAR
DI SUSUN OLEH :
SRI UTAMI
NIM.P.11054
i
ii
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan tersebut ssesui
dengan ketetuan akademi yang berlaku.
Sri Utami
NIM.P11054
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Kamis, 8 Mei 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di :
Hari/Tanggal :
DEWAN PENGUJI
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dam karuia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS
DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. S DENGAN POST OPERASI APENDIKTOMI
DIRUANG KANTHIL RSUD KARANGANYAR”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhomat:
1. Atiek Murhayati.S,Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat serta member masukan,inspirasi perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya tugas
akhir dan memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Ketua Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Nurul Izzawati, S.Kep., Ns, selaku dosen pembimbimg sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Diyah Eka Rini, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
5. Atiek Murhayati.S,Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
v
6. perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
7. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
8. Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual
Semoga laporan studi kasus ini bermanaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Apendiksitis ........................................................................... 7
C. Nyeri ...................................................................................... 21
B. Pengkajian ............................................................................. 35
vii
D. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang ........................... 40
E. Terapi ..................................................................................... 41
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................. 49
C. Intervensi ............................................................................... 56
D. Implementasi ......................................................................... 59
E. Evaluasi ................................................................................. 63
A. Kesimpulan ............................................................................ 66
B. Saran ...................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 7 Jurnal
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Apendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini
33). Gejala klinis apendiksitis ialah nyeri samar-samar tumpul yang merupakan
disertai mual, muntah, nafsu makan menurun dalam beberapa jam nyeri akan
Usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering mengalami apendiksitis.
ke empat terbanyak dari pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen
Indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar
596.132 orang. Di Jawa tengah tahun 2009 menurut Dinas Kesehatan jawa
1
2
20-30 tahun dan insidens laki-laki lebih tinggi. Berbagai hal sebagai
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
jika tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan komplikasi seperti infeksi
luka, infeksi intra abdomen, fistula fekal, obstruksi usus, hernia insisional,
pembedahan ditunda sampai terapi antibiotik dimulai bila dicurigai abses, puasa
diet normal, ambulasi pasca bedah dan spirometri insentif (Kimberly, 2012: 61).
Nyeri menurut beberapa ahli, sebagai suatu fenomena misterius yang tidak
dapat didefinisikan secara khusus. Nyeri adalah salah satu alasan paling umum
bagi pasien untuk mencari bantuan medis dan merupakan salah satu keluhan
3
yang paling umum di Amerika Serikat, 9 dari 10 orang amerika berusia 18 tahun
atau lebih, menderita nyeri minimal sekali dalam sebulan, dan 42% merasakan
setiap hari (Chandra, 2009). Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan
bersifat subjektif. Keluhan sensori yang dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu,
keju, kemeng dan seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Muttaqin,
2009). Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap fisik, perilaku, dan pengaruhnya
pada aktivitas sehari-hari. Efek fisik, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat
imunologik Efek perilaku, dapat di amati dari respon vokal (menangis), ekspresi
teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan metode
yang efektif untuk menghilangkan rasa nyeri terutama pada klien yang nafas
mengalami nyeri yang sifatnya kronis. Rileks sempurna yang dapat mengurangi
stimulasi nyeri (Kusyati, 2006: 198). Prosedur nafas dalam yaitu anjurkan pasien
untuk duduk rileks, anjurkan klien untuk tarik nafas dalam dengan pelan, tahan
2010: 66).
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca
operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta menunjukan ada
pengaruh yang signifikan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri
pada pasien pasca operasi fraktur femur antara kelompok eksperimen dan
pasien mengeluh nyeri didukung data subjektif “pasien mengatakan nyeri timbul
saat bergerak (P), nyeri terasa panas dan tertusuk-tusuk (Q), nyeri dirasakan
pada perut sebelah kanan bawah (R), skala nyeri 6 (S), nyeri timbul terus-
menerus (T)” dan data objektif “pasien tampak meringis sakit, pasien tampak
36,9̊C dan terdapat luka post operasi apendiktomi pada perut sebelah kanan
bawah dengan balutan kurang lebih 10 cm dengan garis horizontal dan balutan
dalam bersih”.
bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Pemberian Teknik Relaksasi Nafas
B. Tujuan penulis
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
apendiktomi.
operasi apendiktomi.
apendiktomi.
apendiktomi.
C. Manfaat Penulis
2. Bagi Penulis
a. Hasil karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi
5. Bagi Masyarakat
operasi apendiktomi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. APENDIKSITIS
1. Pengertian
infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar
atau cekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
2. Klasifikasi Apendiksitis
local.
7
8
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
3. Etiologi
obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks
ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
d. Pemberian barium
4. Manifestasi klinik
mual, muntah dan nyeri yang hebat diperut kanan bagian bawah. Nyeri bisa
secara mendadak dimulai dari perut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu
timbul mual dan muntah. Rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
bagian kanan bawah setelah beberapa jam. Apabila menekan daerah ini,
penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan nyeri
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu
jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah
perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, bernafas dalam, batuk dan mengedan. Nyeri ini timbul karena
berulang-ulang (diare).
10
5. Patofisiologi
kongestif dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada
nekrosis dan inflamasi apendiks. Pada fase ini pasien akan mengalami nyeri
dengan cara menutup apendiks dengan omentum dan usus halus sehingga
apendiks. Dalam usus halus dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian juga akam memberikan
nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis,
2005).
12
6. Komplikasi
a. Perforasi apendiks
dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis atau abses
jelas.
c. Dehidrasi
d. Sepsis
7. Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
2009).
abses.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
kesehatan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Pengkajian pola aktivitas dan latihan yaitu malaise.
Distensi abdomen, nyeri tekan atau nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus. Data psikologis klien tampak gelisah, ada perubahan
denyut nadi, pernafasan, ada perasaan takut dan penampilan yang tidak
Sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respon dari infeksi. Pada
c. Pemeriksaan USG
d. Pemeriksaan CT Scan
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi keperawatan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan
Kriteria hasil:
mencari bantuan)
managemen nyeri
nyeri)
17
a) Intervensi:
presipitasi.
oleh klien.
darah).
Kriteria hasil:
cemas.
mengontrol cemas.
Intrvensi:
prosedur.
dilakukan.
takut.
farmakologis
Kriteria hasil:
Intervensi:
dibutuhkan pasien.
Kriteria hasil:
Intervensi:
4. Implementasi keperawatan
Menurut Potter & Perry, 1997 dalam Dermawan (2012: 118) implementasi
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang
5. Evaluasi
Menurut Craven dan Hirnle, 2000 dalam Dermawan (2012: 128) evaluasi
SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Format
evaluasi menggunakan:
tindakan.
teratasi.
C. NYERI
1. Pengertian
Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
2011).
22
nyeri dapat diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya. Nyeri
2. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi nyeri
1) Nyeri Akut
Smletzer, (2009) nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera
2) Nyeri Kronik
sebagai berikut:
a. Skala numerik
24
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
b. Skala deskritif
Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima
garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
4. Karakteristik nyeri
P Q R S T
Provokatif atau Kualitas atau Regional/area Skala Timing atau
paliatif kuantitas terpapar/ keparahan waktu
radiasi
Apakah yang Bagaimana gejala Dimana Seberapa Kapan gejala
menyebabkan (nyeri) dirasakan, gejala terasa? keparahan mulai timbul?
gejala? Apa sejauhmana anda Apakah dirasakan Seberapa
saja yang dapat merasakannya menyebar? (nyeri) sering gejala
mengurangi sekarang? dengan terasa?
dan skala Apakah tiba-
memperberatn berapa? (1- tiba atau
ya? 10) bertahap?
Kejadian awal Kualitas . Area. Nyeri yang Onset.
26
2013: 51-61):
a. Stimulasi
semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang
b. Transduksi
stimuli) diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima ujung-
ujung saraf.
c. Transmisi
d. Modulasi
e. Persepsi
diantaranya meliputi:
a. Efek fisik
28
kondisi seperti ini, terkadang respons stres pasien terhadap trauma bisa
aktivitasnya.
b. Efek perilaku
7. Penatalaksanaan nyeri
menurunkan nyeri pada post operasi adalah dengan teknik relaksasi nafas
dalam.
1. Pengertian
merilekskan tegangan otot yang menunjang nyeri, ada banyak bukti yang
mengembang penuh.
nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal
nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru
nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan
aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom. Relaksasi melibatkan otot dan
respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan
relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian
sebagai nyeri.
Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak
meregang lurus kearah luar, letakkan pada lengan pada sisi tanpa
32
belakang dan gunakan bantal yang tipis dan kecil di bawah kepala.
Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal dan
menggantung.
datar pada lantai, letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan
lengan pada sisi atau letakkan pada lengan kursi dan pertahankan kepala
abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.
berikut :
33
nyeri).
c. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
mekanisme yaitu :
7. Efek Relaksasi
Teknik relaksasi yang baik dan benar akan memberi efek yang
dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi. Teknik ini
yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat dan
LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan laporan kasus tentang Asuhan Keperawatan pada Ny. S
asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 8 April dan 9 April 2014. Asuhan
A. Identitas Pasien
Gondangmanis. Pendidikan terakhir klien SMP dan sebagai ibu rumah tangga.
Penanggung jawab klien selama di Rumah Sakit adalah Tn. F, umur 56 tahun,
pendidikan terakhir SMP, bekerja sebagai petani. Hubungan dengan klien adalah
suami.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari selasa, 8 April 2014, pukul 12.05 WIB
dan alloanamnesa.
Karanganyar, klien sudah periksa ke Dr. A dengan keluhan nyeri perut sebelah
35
36
kanan bawah dan nyeri muncul saat istirahat dan kadang saat beraktivitas. Dr. A
dilakukan cek laboratorium dan USG Abdomen. Hasil dari USG Abdomen yaitu
kronis). Sehingga dari poli bedah menyarankan operasi. Pada tanggal 7 April
2014 pukul 19.15 WIB pasien dirawat inap di bangsal Kanthil RSUD
Karanganyar. Kemudian pada tanggal 8 April 2014 pukul 09.05 WIB klien
menjalani operasi dan selesai operasi pukul 11.35 WIB. Setelah itu kembali
batuk, demam, pusing dan hanya dibelikan obat dari warung atau berobat ke
mengalami sakit seperti yang dirasakan saat ini, belum pernah rawat inap
maupun menjalani operasi serta tidak ada alergi pada makanan atau obat-obatan.
Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
pernah mengalami apendiksitis sebelumnya dan dari pihak keluarga juga tidak
udara yang cukup, air bersih terpenuhi dan ada tempat pembuangan sampah.
kesehatan klien mengatakan sehat itu penting, jika badan sehat kita dapat
37
melakukan aktivitas dengan lancar. Apabila sakit, klien harus berobat ke dokter
atau puskesmas setempat. Dan menurut klien sakit itu sesuatu yang tidak enak
dan tidak nyaman. Pola nutrisi dan metabolisme, klien mengatakan sebelum
sakit makan 3x sehari, habis 1 porsi, makan dengan nasi, sayur dan lauk
seadanya (tahu, tempe, telur) dan minum 8 gelas (1600cc) per hari minum
dengan air putih, terkadang air teh atau kopi. Sedangkan selama sakit, saat dikaji
klien mengatakan masih dipuasakan (dari jam 11.45-17.30 WIB) karena setelah
post operasi harus dipuasakan selama 3 jam atau sampai sudah bisa flatus.
Pola eliminasi, klien mengatakan sebelum sakit BAB 1 kali sehari dengan
konsistensi lunak berwarna kuning dan berbau khas, BAK 4-6 kali per hari
berwarna kuning jernih dan berbau khas. Sedangkan selama sakit klien
mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lunak, berwarna kuning dan
berbau khas, BAK ± 100cc per 2 jam (terpasang kateter), berwarna kuning jernih
dan berbau khas. Pola aktivitas dan latihan klien mengatakan selama sakit dalam
dibantu orang lain, klien mengatakan dalam melakukan toileting dibantu orang
lain dan menggunakan alat seperti BAB menggunakan pispot dan BAK
(terpasang kateter).
Pola istirahat tidur, klien mengatakan sebelum sakit bisa tidur nyenyak,
tidur ±7-8 jam perhari dari pukul 21.00-04.00 WIB tanpa obat tidur dan saat
bangun terasa segar dan nyaman. Selama sakit klien mengatakan tidur ± 6 jam
per hari, kadang-kadang terbangun karena merasa nyeri perut sebelah kanan
bawah setelah post operasi. Pola hubungan dan peran, klien mengatakan
38
sebelum sakit hubungan dengan keluarga dan tetangga baik, sedangkan selama
sakit hubungan dengan keluarga dan tetangga baik, banyak tetangga yang
menjenguk klien di RSUD Karanganyar. Pola persepsi dan konsep diri, meliputi
body image : klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya dan klien
juga menerima kondisi sakitnya dengan ikhlas, mungkin ini cobaan yang
diberikan, identitas diri : klien mengatakan sebagai ibu dari 3 orang anak, peran
diri : klien melakukan kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan selama
sakit tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, ideal diri : klien
berharap cepat sembuh dan cepat pulang, harga diri : klien menerima keadaan
Pola kognitif dan perceptual, klien mengatakan selama sakit tidak ada
mengatakan nyeri timbul saat bergerak (P), nyeri terasa panas dan tertusuk-tusuk
(Q), nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah (R), skala nyeri 6 (S), nyeri
terus-menerus (T), Pasien tampak meringis menahan sakit, klien tampak berhati-
perempuan yang mempunyai 3 orang anak dan sebagai seorang istri, dan tidak
diselesaikan dengan baik-baik. Pola nilai dan keyakianan, sebelum sakit klien
melakukan ibadah sholat 5 waktu dan selalu berdoa, selama sakit klien tidak bisa
39
melakukan ibadah sholat 5 waktu dengan teratur karena kondisinya yang sedang
C. Pemeriksan Fisik
penuh (compos mentis) dengan nilai Glasglow Coma Scale (GCS) 15 (eyes: 4,
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali per menit dengan irama teratur dan
teraba kuat, pernafasan 24 kali per menit dengan irama teratur dan suhu 36,9oC.
Pemeriksaan kepala yaitu bentuk mesocephal, tidak ada bekas luka, kulit
kepala bersih, rambut keriting dan beruban. Mata, bentuk simetris, konjungtiva
tidak anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik, terdapat sedikit lingkar hitam di
sekitar mata dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung, bentuk
simetris, bersih, tidak ada sekret dan polip. Mulut, bentuk simetris, bibir lembab,
tidak ada stomatitis. Telinga, bentuk simetris, sedikit ada serumen, pendengaran
baik dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Leher, tidak ada
Pemeriksaan dada paru, untuk inspeksi bentuk simetris, tidak ada jejas dan
tidak menggunakan otot bantu pernafasan, saat dipalpasi vocal premitus kanan
kiri sama, saat diperkusi bunyi paru sonor (pada semua lapang paru), saat
diauskultasi bunyi paru terdengar normal (vesikuler) disemua lapang paru dan
cordis tidak tampak, saat dipalpasi ictus cordis teraba di SIC V, saat diperkusi
40
bunyi jantung pekak (ICS III/IV pada garis parasternal kiri), dan saat
diauskultasi bunyi jantung I dan bunyi jantung II terdengar murni dan tidak ada
apendiktomi pada perut sebelah kanan bawah dengan balutan kurang lebih 10
cm dengan garis horizontal, balutan dalam keaadan bersih dan tidak merembes,
saat diauskultasi terdengar bising usus 10 kali per menit, palpasi terdapat nyeri
tekan pada kuadran IV dan perkusi tidak dilakukan karena pasien tampak
meringis kesakitan. Pada genetalia bersih dan terpasang kateter, rektum bersih
dan tidak ada hemoroid. Kulit berwarna sawo matang, turgor kulit baik (kembali
kurang dari 2 detik). Ekstermitas atas, kekuatan otot kanan kiri (5/5), kekuatan
otot ektermitas bawah (4/4), ekstermitas bawah dan atas tidak ada odema,
capilary refile kurang dari 3 detik, perabaan akral hangat dan tangan kiri
terpasang infus.
operasi pada tanggal 4 April 2014 adalah pemeriksaan laboratorium dan USG
(nilai normal untuk perempuan 12-16 g/dl), hematokrit 41,9% (nilai normal 37-
10³/UL (nilai normal 150 -300 x 10³UL), eritrosit 4,86 x 10’6/UL (nilai normal
4-5 x 10’6/UL), gula darah 93 mg/dl (nilai normal 70 – 150 mg/dl), ureum 19
41
mg/dl ( nilai normal 10 – 50 mg/dl), creatinin 0,87 mg/dl (nilai normal 0,5 – 0,9
Hasil pemeriksaan USG abdomen yaitu area Mc. Burney adanya gambaran
hipocholik dengan nyeri tekan, kesan : pada waktu pemeriksaan USG abdomen
tampak kelainan proses radang Mc. Burney (biasanya dari apendiksitis cronis).
E. Therapy
Jenis terapi yang digunakan setelah post operasi apendiktomi pada tanggal
8 April 2014 yaitu infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit untuk mengembalikan
Ciprofloxan seperti infeksi saluran cerna, terapi obat yaitu Ranitidine 2x25 mg
untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, Pronalges Supp 3x100
F. Perumusan Masalah
berikut: data subjektif yaitu klien mengatakan nyeri saat bergerak (provocate),
nyeri terasa panas dan tertusuk-tusuk (quality), nyeri dirasakan pada perut
sebelah kanan bawah (region), skala nyeri 6 (scale), nyeri timbul terus-menerus
(time). Data objektif klien tampak meringis menahan sakit, terdapat luka post
operasi apendiktomi pada perut sebelah kanan bawah, post operasi hari ke-0,
42
pasien tampak berhati-hati saat bergerak, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84
kali per menit, pernafasan 24 kali per menit, suhu 36,9 derajat celcius.
keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (terputusnya
Analisa data yang kedua ditemukan data subjektif yaitu klien mengatakan
badan masih lemas dan aktivitas dibantu keluarga setelah post operasi
apendiktomi. Data objektif klien tampak lemas, post operasi hari ke-0, makan,
toileting dengan skala 3 (dibantu orang lain dan alat) dan kekuatan otot
ketidaknyamanan (nyeri).
(terputusnya kontinuitas jaringan karena insisi post operasi) yaitu dengan tujuan
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil yaitu klien dapat mengontrol nyeri,
wajah tampak rileks, klien mengatakan nyeri berkurang atau skala nyeri 2,
43
tanda-tanda vital dalam batas normal, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 60-100
kali per menit, pernafasan 16-24 kali per menit, dan suhu 36,5-37,5̊C.
(P,Q,R,S,T) dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
sistem tubuh, berikan posisi yang nyaman dengan rasional untuk menghilangkan
relaksasi nafas dalam dengan rasional pernafasan yang dalam dapat menghirup
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi
dengan kriteria hasil yaitu klien tidak tampak lemas, aktivitas atau ADL dengan
mandiri, skala ADL 0, dan kekuatan otot 5. Intervensi yang dilakukan antara lain
sejauh mana klien dalam beraktivitas, latih pasien dalam memenuhi ADL secara
beraktivitas secara bertahap, ajarkan klien dalam merubah posisi dengan rasional
mencegah kekakuan pada otot, dampingi dan bantu klien saat mobilisasi dengan
H. Implementasi Keperawatan
12.45 WIB adalah mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan hasil data
mengatakan setelah latihan nafas dalam nyeri sedikit berkurang, data objektifnya
pasien tampak menirukan cara teknik relaksasi nafas dalam. Pada jam 13.00
WIB Memberikan obat analgesik (pronalges supp 1x100mg) dengan hasil data
pronalges supp masuk lewat anus dan pasien tampak meringis sakit ketika
dimasukan obat. Pada jam 13.20 WIB Memberikan obat analgesik (pronalges
diberikan obat, data objektifnya obat pronalges supp masuk lewat anus dan
pasien tampak meringis sakit ketika dimasukan obat. Pada jam 13.45 WIB
memantau skala nyeri dengan hasil data subjektif pasien mengatakan masih
nyeri, nyeri timbul saat bergerak (P), nyeri terasa panas dan tertusuk-tusuk (Q),
nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah (R), skala nyeri 6 (S), nyeri
terus-menerus (T), data objektifnya pasien tampak meringis sakit, pasien tampak
berhati-hati ketika bergerak dan post operasi hari ke-0. Pada jam 13.55 WIB
pasien mengatakan masih lemas dan aktivitas dibantu keluarga, data objektifnya
dibantu orang lain (skala 1), toileting dibantu keluarga dan alat (skala 3) dan
memonitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu) dengan
vital, data objektifnya pasien tampak berbaring dan sudah tidak tampak lemas,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 22 kali per
menit dan suhu 36,7̊C. Pada jam 08.00 WIB memantau skala nyeri dengan hasil
data subjektif pasien mengatakan masih nyeri, nyeri saat bergerak (P), nyeri
seperti cenut-cenut (Q), nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah (R),
skala nyeri 4 (S), nyeri hilang timbul (T), data objektifnya pasien masih tampak
meringis menahan sakit, terdapat luka post operasi apendiktomi hari ke-1. Pada
jam 08.20 WIB memberikan obat analgesik (pronalges supp 1x100mg) dengan
hasil data subjektif pasien mengatakan bersedia diberikan obat, data objektifnya
obat pronalges supp masuk lewat anus. Pada jam 08.45 WIB memantau
mengatakan sudah tidak lemas tetapi aktivitas/ADL masih dibantu keluarga, data
objektifnya pasien tampak dibantu ketika sedang BAB, pasien tampak tidak
lemas. Pada jam 09.15 WIB mengajarkan pasien dalam merubah posisi dengan
objektifnya pasien tampak berhati-hati ketika merubah posisi. Pada jam 11.25
WIB melatih pasien dalam memenuhi ADL secara mandiri sesuai kemampuan
dengan hasil data subjektif pasien mengatakan ADL masih dibantu keluarga,
lain (skala 1), toileting dibantu orang lain dan alat (skala 3). Pada jam 11.45
46
WIB membantu pasien saat mobilisasi dengan hasil data subjektif pasien
berhati-hati ketika bergerak, kekuatan otot pada ekstermitas bawah kanan kiri 5.
Pada jam 12.10 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan hasil
data subjektif pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan teknik relaksasi nafas
dalam, pasien mengatakan setelah latihan relaksasi nafas dalam nyeri berkurang,
data objektifnya pasien tampak lebih rileks setelah latihan teknik relaksasi nafas
dalam. Pada jam 13.30 WIB memantau skala nyeri dengan hasil data subjektif
pasien mengatakan masih sedikit nyeri dan nyeri berkurang, nyeri timbul saat
bergerak (P), nyeri seperti cenut-cenut (Q), nyeri dirasakan pada perut sebelah
kanan bawah (R), skala nyeri 3 (S) dan nyeri hilang timbul (T), data objektifnya
pasien tampak lebih rileks, pasien tampak masih berhati-hati saat bergerak.
I. Evaluasi
Evaluasi dilakukan selama dua hari yaitu pada tanggal 8 April 2014 dan 9
April 2014 dengan metode SOAP, pada tanggal 8 April 2014 pukul 14.00 WIB,
evaluasi yang diperoleh dari diagnosa nyeri akut yaitu dengan hasil data
subjektif pasien mengatakan masih nyeri, nyeri timbul saat bergerak (P), nyeri
terasa panas dan tertusuk-tusuk (Q), nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan
bawah (R), skala nyeri 5 (S), nyeri terus-menerus (T). Data objektifnya pasien
terdapat luka post operasi apendiktomi hari ke-0, tekanan darah 130/80mmHg,
nadi 84 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit dan suhu 36,9̊C. Hasil
47
pantau skala nyeri dan monitor tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik. Evaluasi untuk
diagnosa hambatan mobilitas fisik yaitu dengan hasil data subjektif pasien
mengatakan masih lemas dan aktivitas dibantu keluarga. Data objektifnya pasien
ambulasi dibantu orang lain (skala 1), toileting dibantu orang lain dan alat (skala
3) dan kekuatan otot 4 pada ekstermitas bawah kanan kiri. Hasil analisa
memenuhi ADL secara mandiri, ajarkan pasien dalam merubah posisi, dampingi
Evaluasi pada tanggal 9 April 2014 jam 14.00 WIB dengan diagnosa nyeri
akut yaitu dengan hasil data subjektif pasien mengtakan masih sedikit nyeri,
nyeri berkurang, nyeri timbul saat bergerak (P), nyeri seperti cenut-cenut (Q),
nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah (R), skala nyeri 3 (S) dan nyeri
hilang timbul (T). Data objektifnya pasien tampak lebih rileks, pasien tampak
masih berhati-hati saat bergerak, terdapat luka post operasi apendiktomi hari ke-
1, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 22 kali per
menit dan suhu 36,7̊C. Hasil analisa nyeri akut sebagian teratasi (tekanan darah
120/80mmHg, nadi 84 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit dan suhu
pantau skala nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan
48
yaitu dengan hasil data subjektif pasien mengatakan sudah tidak lemas dan
dibantu orang lain (skala 1), toileting dibantu orang lain dan alat (skala 3) dan
kekuatan otot 5 pada ekstermitas bawah kanan kiri. Hasil analisa hambatan
mobilitas fisik sebagian teratasi (pasien tidak tampak lemas, kekuatan otot 5),
mobilitas, latih pasien dalam memenuhi ADL secara mandiri, ajarkan pasien
PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang hasil dari pelaksanaan pemberian
teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada asuhan
A. Pengkajian
menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu
sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat ini dan waktu
sebelumnya.
Pengkajian pada Ny. S dilakukan pada tanggal 8 April 2014 jam 12.05
WIB, untuk keluhan utama yang dirasakan klien mengatakan nyeri perut sebelah
kanan bawah. Nyeri yang dirasakan karena setelah post operasi apendiktomi hari
ke-0. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi atau sayatan yang
49
50
keluhan dan gejala. Salah satu keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri
(Sjamsuhidajat, 2005). Hal ini sesuai dengan teori bahwa nyeri pasca operasi
disebabkan oleh luka operasi (Dermawan, 2010: 88). Sumber data didapatkan
dari pasien, orang terdekat pasien, catatan pasien, catatan medis, hasil
normal. Klien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, nyeri terasa panas dan
tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah, skala nyeri 6
dan nyeri terus-menerus. Hal ini sesuai dengan teori karena pada pasien post
timbul, quality yaitu seperti apa nyeri dirasakan atau digambarkan klien, apakah
nyeri bersifat tumpul, seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk, region
yaitu lokasi nyeri yang dirasakan klien, scale yaitu seberapa jauh nyeri yang
dirasakan klien, misalnya skala nyeri 0 tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 yaitu
nyeri ringan, skala 4-6 yaitu nyeri sedang, skala nyeri 7-10 yaitu nyeri berat,
time yaitu berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah ada waktu-waktu
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan didapatkan data makan, minum,
toileting dengan dibantu orang lain dan alat (skala 3). Sesuai dengan teori pada
51
pengkajian pola aktivitas dan latihan adalah malaise, tampak gelisah sehingga
pasien tergantung pada orang lain (Jitowiyono, 2010). Apabila nyeri tidak segera
pribadi seperti makan, minum, dan berpakaian. Respon perilaku nyeri terhadap
dan ketegangan otot. Sehingga dari efek nyeri tersebut pasien tergantung pada
mmHg, nadi 84 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit, suhu 36,9 derajat
celcius. Berdasarkan teori nyeri, nyeri akut sering menyebabkan respon simpatis
tekanan darah, keringat dan pucat (Dermawan, 2013). Sesuai dengan hasil
perut sebelah kanan bawah dengan balutan kurang lebih 10 cm dengan garis
horizontal dan balutan dalam keadaan bersih dan tidak merembes, saat
diauskultasi bising usus 10 kali per menit, palpasi terdapat nyeri tekan pada
52
kesakitan. Nyeri akut adalah memberi peringatan akan suatu cedera atau
penyakit yang akan datang, nyeri biasanya disebabkan trauma bedah atau
inflamasi seperti pada saat sakit kepala, sakit gigi, terbakar, pasca persalinan dan
pasca pembedahan (Andarmoyo, 2013: 36). Kekuatan otot ektermitas kanan kiri
pada Ny. S adalah 4 (otot mampu berkontraksi dan menggerakan tubuh melawan
dengan cara menyuruh pasien untuk mengangkat kaki akan tetapi pasien tidak
mampu menahan tahanan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan nyeri yang
dilakukan sebelum operasi dengan hasil tidak normal, dan hasil USG didapatkan
hasil adanya pemeriksaan USG tampak kelainan yaitu proses radang Mc.
Burney (biasanya dari apendiksitis cronis). Secara umum kegunaan USG adalah
untuk menilai inflamasi dari apendiks. USG pada kasus apendiksitis akut adalah
pada Ny.S sudah sesuai dengan teori yang ada, dimana hasil pemeriksaan USG
Terapi yang digunakan adalah infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit
yang sensitif terhadap Ciprofloxan seperti infeksi saluran cerna, terapi obat yaitu
Pronalges Supp 3x100 mg untuk menurunkan nyeri setelah pasca operasi (Sirait,
2013).
B. Perumusan Masalah
insisi post operasi). Hal ini dilihat dari keluhan yang dirasakan oleh Ny. S yaitu
klien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, nyeri terasa panas dan tertusuk-
tusuk, nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah, skala nyeri 6 dan nyeri
54
menahan sakit, terdapat luka post operasi apendiktomi pada perut sebelah kanan
bawah, post operasi hari ke-0, pasien tampak berhati-hati saat bergerak, tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit, suhu
Nyeri karena post operasi termasuk dalam tipe nyeri akut karena nyeri akut
terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan
yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat (kurang dari 6 bulan). Dikatakan nyeri akut
etiologi yang diambil penulis adalah agen cidera fisik karena terputusnya
masih lemas dan aktivitas dibantu keluarga setelah post operasi apendiktomi.
Klien tampak lemas, post operasi hari ke-0, makan, minum, berpakaian,
berpindah, ambulasi dengan skala 1 (dibantu orang lain), toileting dengan skala
3 (dibantu keluarga dan alat) dan kekuatan otot ektermitas bawah kanan kiri 4
(nyeri) didapatkan data dari keluhan yang dirasakan oleh klien. Dimana
keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan yang lain
makan, minum) secara mandiri (Prasetyo, 2010: 50). Sehingga pada kasus Ny. S
nyeri muskuloskeletal atau nyeri insisi (Dermawan, 2013). Pada diagnosa yang
dengan agen cidera fisik (terputusnya kontinuitas jaringan karena insisi post
(fisiologis, rasa aman nyaman, mencintai dan memiliki, harga diri dan
aktualisasi diri) dan menurut teori Griffith Kenney Christensen yaitu ancaman
seperti istirahat tidur, pola perilaku dan psikososial. Oleh karena itu nyeri harus
harus segera ditangani atau dibebaskan, terbebas dari nyeri merupakan salah satu
C. Intervensi
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yan akan dilakukan, bagaimana
2012).
Intervensi diagnosa nyeri akut, yang pertama dilakukan antara lain pantau
ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan
yang kedua monitor tanda-tanda vital dengan rasional untuk mendeteksi adanya
vital dilakukan untuk menentukan status kesehatan pasien yang lazim (data
dasar), seperti terapi medis dan keperawatan atau menandakan perubahan fungsi
Intervensi yang keempat, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam karena pernafasan
yang dalam dapat menghirup oksigen secara adekuat sehingga otot-otot menjadi
rileks sehingga dapat mengurangi nyeri. Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
dalam Trullyen (2013), teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk
asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara
akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic
metode paling umum untuk mengatasi nyeri, tergolong dalam analgesik non-
narkotik dengan indikasi nyeri pasca operasi, nyeri trauma berat, artritis
nyeri berkurang dengan kriteria hasil, klien dapat mengontrol nyeri, wajah
tampak rileks, klien mengatakan nyeri berkurang atau skala nyeri 2, tanda-tanda
vital dalam batas normal, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 60-100 kali per
pertama. Intervensi yang dilakukan antara lain pantau kemampuan klien dalam
mobilitas untuk mengetahui sejauh mana klien dalam beraktivitas, latih pasien
dalam memenuhi ADL secara mandiri sesuai kemampuan. Hal ini dilakukan
dalam merubah posisi untuk mencegah kekakuan pada otot. Mobilisasi akan
kembali otot-otot dan sendi pasca operasi disisi lain akan memperbugar pikiran
dan mengurangi dampak negatif dan beban psikologis yang berpengaruh baik
keterbatasan pada pergerakan fisik satu atau lebih ekstermitas secara mandiri
mobilitas fisik dapat teratasi. Mobilisasi dini pasca operasi dari 6 jam pertama
pasien harus tirah baring, mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, ujung jari kaki dan menggeser kaki. Setelah 6-10
jam pasien dapat miring kanan kiri, setelah 24 jam dapat mulai belajar duduk
dan setelah pasien dapat duduk dianjurkan untuk berjalan (Karyati, 2012).
Dengan kriteria hasil yaitu klien tidak tampak lemas, aktivitas atau ADL dengan
D. Implementasi
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang
sudah dilakukan oleh penulis pada Ny. S pada tanggal 8 April dan 9 April 2014
meliputi monitor TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu), memantau
pasien dalam merubah posisi, melatih pasien dalam memenuhi ADL secara
mandiri sesuai kemampuan, membantu pasien dalam saat mobilisasi dan yang
tidak dilakukan adalah memberikan posisi yang nyaman karena pasien sudah
60
tahu posisi yang nyaman buat dirinya agar nyeri tidak timbul. Tindakan
yang pertama memonitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu). Pengkajian nyeri dari respon fisiologis dijelaskan apabila nyeri terus-
provoking incident yaitu faktor penyebab nyeri timbul, quality yaitu seperti apa
nyeri dirasakan atau digambarkan klien, apakah nyeri bersifat tumpul, seperti
terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk, region yaitu lokasi nyeri yang
dirasakan klien, scale yaitu seberapa jauh nyeri yang dirasakan klien, misalnya
skala nyeri 0 tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 yaitu nyeri ringan, skala 4-6 yaitu
nyeri sedang, skala nyeri 7-10 yaitu nyei berat, time yaitu berapa lama nyeri
mengurangi nyeri pasca operasi (ISO, 2010). Dalam kasus Ny. S terjadi
penurunan skala nyeri setelah tindakan teknik relaksasi nafas dalam dan
Menurut Brunner dan Suddart, 2001 dalam Novarizki (2009), teknik relaksasi
nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada thalamus
yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana sebagai pusat nyeri, yang bertujuan
agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman,
pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks
impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu
menurunnya persepsi nyeri. secara klinis apabila pasien dalam keadaan rileks
neurotransmitter yang diproduksi oleh nucleus rafe magnus dan lokus seruleus,
nyeri tipe C sehingga sistem analgetika ini dapat memblok sinyal nyeri pada δ
penelitian yang dilakukan oleh Rini tahun 2012. Hasil penelitian yang dilakukan
adaptasi nyeri pada pasien post operasi apendiktomi. Respon adaptasi nyeri yang
62
perlakuan. Pada pasien yang dikelola penulis, skala nyeri turun dari 6 menjadi 3
skala nyeri pada pasien post operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima
Utama Surakarta.
Teknik relaksai nafas dalam yang baik dan benar akan memberi efek yang
berharga bagi tubuh, efek tersebut yaitu penurunan nadi, tekanan darah dan
volunteer, perasaan damai dan sejahtera dan periode kewaspadaan yang santai,
mana klien dalam beraktivitas. Melatih pasien dalam memenuhi ADL secara
cedera kalau tidak dibantu akan mengakibatkan resiko jatuh dan pemenuhan
63
(Potter dan Perry, 2006). Mengajarkan klien dalam merubah posisi untuk
yang dapat diraih dari latihan naik turun tempat tidur dan berjalan pada periode
E. Evaluasi
tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien
yang tampil. (Dermawan, 2012 : 128). Evaluasi yang akan dilakukan oleh
penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada tanggal 9 April 2014 dengan
metode SOAP, diagnosa nyeri akut yaitu dengan hasil pasien mengatakan masih
sedikit nyeri, nyeri berkurang, nyeri timbul saat bergerak (P), nyeri seperti cenat-
cenut (Q), nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah (R), skala nyeri 3 (S)
dan nyeri hilang timbul (T), pasien tampak lebih rileks, pasien tampak masih
64
berhati-hati saat bergerak, terdapat luka post operasi apendiktomi hari ke-1,
tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 22 kali per
menit dan suhu 36,7̊C. Hasil analisa nyeri akut sebagian teratasi (tekanan
darah120/80mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit dan
suhu 36,7̊C, pasien tampak lebih rileks). Analisa masih dikatakan teratasi
sebagian karena skala nyeri belum sesuai dengan yang ditetapkan dalam kriteria
hasil. Planning: intervensi dilanjutkan meliputi pantau skala nyeri, ajarkan teknik
terjadi penurunan skala nyeri dari skala nyeri 6 menjadi skala nyeri 3 selama 2
hari pengelolaan asuhan keperawatan. Hal ini sama dengan teori yang dijelaskan
nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur
femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta yaitu distribusi nyeri yang
(sebelum perlakuan) rata-rata nyeri hebat yaitu sebanyak 60% dan sesudah
menerima terapi (sesudah perlakuan) sebagian besar adalah nyeri ringan dan
masing pada kelompok kontrol pada saat sebelum perlakuan sebagian besar
nyeri hebat (70%) dan saat sesudah perlakuan meskipun terdapat penurunan
namun rata-rata tetap mengalami nyeri hebat (45%) (Noviarizki, 2009). Hasil
nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur
65
pasien mengatakan masih lemas dan aktivitas dibantu keluarga, pasien tidak
tampak lemas, post operasi hari ke-1, makan, minum, berpakaian, berpindah,
ambulasi dibantu orang lain (skala 1), toileting dibantu orang lain dan alat (skala
3) dan kekuatan otot 5 pada ekstermitas bawah kanan kiri. Hasil analisa
hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian (pasien tidak tampak lemas, kekuatan
kemampuan pasien dalam mobilitas, latih pasien dalam memenuhi ADL secara
mandiri, ajarkan pasien dalam merubah posisi, dampingi dan bantu klien saat
pasien sudah tidak tampak lemas. Untuk aktivitas atau ADL masih dibantu orang
lain dan alat karena keterbatasan dari penulis yang melakukan pengelolaan
A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 8 April 2014
keluhan utama yang dirasakan Ny. S adalah nyeri, klien mengatakan nyeri
nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan bawah (region), skala nyeri 6
84 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit, suhu 36,9 derajat celcius
kontinuitas jaringan karena insisi post operasi) yaitu dengan tujuan setelah
66
67
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil yaitu klien dapat mengontrol
nyeri, wajah tampak rileks, klien mengatakan nyeri berkurang atau skala
nadi 60-100 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit, dan suhu 36,5-
37,5̊C.
April 2014 terhadap Ny. S adalah memantau skala nyeri, monitor tanda-
5. Evaluasi tindakan yang didapatkan selama dua hari masalah nyeri teratasi
sebagian.
B. Saran
keperawatan.
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Konsep dan Kerangka Kerja. Jilid 1.
Yogyakarta: Gosyen Publising.
Huda, Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC NOC, Jilid 1. Jakarta: Medication.
Huda, Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC NOC, Jilid 2. Jakarta: Medication
Sirait, Midian. 2010. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT. ISFI.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta:
Salemba Medika.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah, Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.
69
70
Rini, Fahriani. 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Respon Adaptasi Nyeri
pada Pasien Apendiktomi Di RSU Aloei Saboe Gorontalo. Jurnal Health &
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/download/910/850. Diakses
Sjamsuhidayat, R dan Wim de jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Sjamsuhidayat, R dan Wim de jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.