Anda di halaman 1dari 16

FISIKA KESEHATAN

“BAGAIMANA TUBUH MANUSIA MENJAGA KESEIMBANGAN KETIKA


MENINGKATNYA SUHU LINGKUNGAN”

Dosen Pembimbing

Anwar S. Ibrahim, M. Eng. Sc

Disusun Oleh:

Miranda Kharisma Putri P3.73.24.1.17.015

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


2017/2018

PROFESI BIDAN 1A

Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
pertolongan-Nya kami selaku penyusun dapat menyelesaikan makalah mengenai “Bagaimana
cara tubuh menjaga keseimbangan ketika suhu lingkungan meningkat”.

Kami juga patut menyatakan rasa terima kasih saya kepada dosen terkait, karena
dengan diberikannya tugas makalah ini, kami dapat sekaligus menambah wawasan dan
melakukan observasi serta analisis terhadap topik yang sudah di tentukan.

Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
memperbaiki makalah ini.

Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi
sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta membuat kita mencapai
kehidupan yang lebih baik lagi.

Jakarta, 12 November 2017

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…................................................................................……….
DAFTAR ISI......................................................................................................….....
BAB I (PENDAHULUAN)
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................
1.3 TUJUAN.................................................................................................................
BAB II (PEMBAHASAN)
2.1 SUHU TUBUH NORMAL....................................................................................
2.2 KESEIMBANGAN SUHU TUBUH......................................................................
2.2.1 PRODUKSI PANAS.....................................................................................
2.2.2 PEMBUANGAN PANAS.............................................................................
2.3 MEKANISME KERJA HIPOTALAMUS DALAM PEMGATURAN
SUHU TUBUH.....................................................................................................
2.4 GANGGUAN KESEIMBANGAN SUHU TUBUH ............................................
2.4.1 DEMAM........................................................................................................
2.4.2 HIPERTERMI...............................................................................................
2.4.3 HIPORTERMI...............................................................................................
BAB III
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................
3.2 SARAN ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Suhu tubuh akan berada dalam rentang yang normal jika terjadi keseimbangan antara
pembentukan panas dengan pengeluaran panas. Pembentukan panas berasal dari kerja otot,
asimilasi makanan dan proses-proses vital yang memberi kontribusi terhadap laju
metabolisme basal. Pengeluaran panas dari tubuh melalui radiasi, konduksi dan penguapan air
di saluran nafas dan kulit. Sebagian kecil panas juga dikeluarkan melalui urin dan feses. (1)
Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas,
timbul panas dalam tubuh dan suhu tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih
besar, panas tubuh dan suhu tubuh menurun. Produksi panas adalah produk tambahan
metabolisme yang utama. Panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan yang lebih dalam ke
kulit, kemudian panas tersebut hilang ke udara dan sekitarnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana tubuh manusia menjaga keseimbangan ketika meningkatnya suhu lingkungan ?

1.3 TUJUAN
1. Agar pembaca dapat memahami bagaimana cara menjaga keseimbangan tubuh pada saat
suhu lingkungan meningkat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Suhu tubuh normal
Rentang suhu tubuh normal pada manusia berkisar antara 96,5 0 sampai 99,50F (360 sampai
380C) dengan rata-rata suhu oral 98,6 0F (370C), dengan suhu terendah 98,2 0 atau 36,80. Dalam
masa 24 jam, terdapat fluktuasi suhu pada seorang individu antara 1 0 sampai 20, dengan suhu
terendah pada waktu tidur. Terdapat perbedaan suhu antara usia muda dan usia tua. Infan
mempunyai area permukaan tubuh yang relatif lebih luas terhadap volume dan cenderung
mengluarkan panas lebih cepat. Pada usia tua, mekanisme untuk mempertahankan suhu tubuh
tidak berfungsi seefisien masa muda, dan perubahan suhu lingkungan tidak dapat dikompensasi
secepat atu seefektif masa muda. Hal ini penting diingat ketika menangani pasien usia sangat
muda atau sangat tua.

Suhu tubuh terbagi atas suhu inti dan suhu kulit. Suhu jaringan tubuh organ dalam disebut
sebagai suhu inti yang sifatnya hampir selalu konstan, kalaupun terjdi perubahan berkisar ± 1 0F (±
0.60C). Sedangkan suhu kulit sifatnya naik dan turun sesuai dengan suhu lingkungan.

Berdasarkan penelitian terhadap orang sehat usia antara 18 sampai 40 tahun diperoleh
bahwa rata-rata suhu mulut 36.80 ± 0.40C (98.20 ± 0.70F) dengan nilai terendah pada jam 6
pagi dan tertinggi pada jam 4 sampai 6 sore. Suhu mulut normal tertinggi 37.20C (98.90F)
pada jam 6 pagi dan 37.70C (99.90F) pada jam 4 sore. Sehingga berdasarkan penelitian ini
didapat jika suhu tubuh pada pagi hari >37.20C (98.90F) atau pada sore hari >37.70C
(99.90F) dikatakan demam. Suhu rektum 0.40C (0.70F) lebih tinggi daripada suhu mulut.

Pada wanita yang menstruasi, suhu pagi hari akan lebih rendah 2 minggu sebelum
terjadi ovulasi yang kemudian akan naik sekitar 0.60C (10F) pada saat terjadi ovulasi hal ini
disebabkan peningkatan pelepasan progesteron dan terus bertahan sampai terjadinya
menstruasi. Suhu tubuh meningkat setelah fase postprandial.

2.2. Keseimbangan suhu tubuh


Suhu tubuh akan berada dalam rentang yang normal jika terjadi keseimbangan antara
pembentukan panas dengan pengeluaran panas. Pembentukan panas berasal dari kerja otot,
asimilasi makanan dan proses-proses vital yang memberi kontribusi terhadap laju
metabolisme basal. Pengeluaran panas dari tubuh melalui radiasi, konduksi dan penguapan air
di saluran nafas dan kulit. Sebagian kecil panas juga dikeluarkan melalui urin dan feses. (1)
Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas,
timbul panas dalam tubuh dan suhu tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih
besar, panas tubuh dan suhu tubuh menurun. Produksi panas adalah produk tambahan
metabolisme yang utama. Panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan yang lebih dalam ke
kulit, kemudian panas tersebut hilang ke udara dan sekitarnya.

2.2.1. Produksi panas


Pada respirasi sel, proses melepaskan energi dari makanan untuk membentuk ATP,
juga menghasilkan panas ketika satu energi dihasilkan.
Walaupun respirasi sel, berlangsung konstan, banyak faktor yang mempengaruhi proses ini,
yaitu :
1. Hormon tiroksin (dan T3), dihasilkan oleh kelenjar tiroid, meningkatkan laju respirasi
sel dan produksi panas. Sekresi tiroksin diregulasi oleh laju produksi energi tubuh, laju
metabolisme itu sendiri. Ketika laju metabolisme berkurang, kelenjar tiroid distimulasi
untuk menghasilkan lebih banyak tiroksin. Ketika tiroksin meningkatkan laju respirasi
sel, mekanisme umpan balik negative menghambat sekresi lebih lanjut sampai laju
metabolisme turun kembali. Tiroksin disekresi ketika kebutuhan respirasi sel
meningkat dan mungkin merupakan pengatur utama produksi energi harian.
2. Pada keadaan stress, epinerin dan norepinefrin disekresikan oleh medulla adrenal, dan
sistem saraf simpatis menjadi lebih aktif. Epinefrin meningkatkan laju respirasi sel,
khususnya di organ seperti jantung, otot rangka, dan hati. Stimulasi simpatis juga
meningkatkan aktivitas organ-organ ini. Peningkatan produksi ATP untuk memenuhi
kebutuhan ATP pada keadaan stress yang juga berarti lebih banyak panas yang
dihasilkan.
3. Organ-organ yang aktif menghasilkan ATP merupakan sumber panas ketika tubuh
istirahat. Otot rangka, contohnya, biasanya pada kedaan kontraksi ringan disebut tonus
otot. Karena meskipun kontraksi ringan membutuhkan ATP, otot jua menghasilkan
panas. Menghasilkan sekitar 25% dari total panas tubuh pada saat istirahat dan lebih
banyak pada saat olahraga, ketika lebih banyak ATP yang dihasilkan. Hati merupakan
organ yang secara kontinu aktif, menghasilkan ATP untuk menghasilkan energi untuk
fungsinya yang banyak. Hasilnya, hati menghasilkan sebanyak 20% total panas tubuh
pada saat isitrahat. Panas yang dihasilkan oleh organ-organ ini disebarkan ke seluruh
tubuh oleh darah. Ketika darah yang mengalir lebih rendah melalui organ seperti otot
dan hati, panas yang mereka hasilkan ditransfer ke darah, menghangatkan darah.
Darah yang hangat tersebut bersirkulasi ke area tubuh yang lain, mendistribusikan
panas.
4. Asupan makanan juga meningkatkan produksi panas, karena aktivitas metabolisme
saluran cerna meningkat. Panas yang dibentuk ketika saluran cerna menghasilkan ATP
untuk peristalsis dan untuk sintesa enzim pencernaan.
5. Perubahan suhu tubuh juga menimbulkan efek terhadap laju metabolisme dan
produksi panas. Hal ini secara klinis penting ketika seseorang demam, peningkatan
suhu tubuh yang abnormal. Suhu yang tinggi meningkatkatkan laju metabolisme, yang
meningkatkan produksi panas dan meningkatkan suhu tubuh lebih lanjut. Demam
yang tinggi memicu siklus yang tak berujung meningkatkan produksi panas.

Untuk mempertahankan suhu tetap hangat, tubuh harus membentuk gerakan volunter
tambahan (gerakan anggota gerak) dan kontraksi otot involunter (menggigil). Bayi baru lahir
juga mempunyai jaringan yang dikenal lemak coklat (brown fat), yang mampu menghasilkan
panas tambahan tanpa menggigil. Dingin menstimulasi jalur reflex yang menghasilkan
pelepasan norepinefrin (reseptor ß3-adrenergik) dalam jaringan lemak, yang menstimulasi
terjadinya (1) lipolisis dan (2) ekspresi lipoprotein lipase (LPL) dan thermogenin. LPL
meningkatkan suplai asam lemak bebas. Thermogenin berada di dalam membran mitokondria
yang merupakan protein bebas yang berfungsi sebagai H+-uniporter. Sirkuit pendek gradient
H+ antar membran dalam mitokondria, melepaskan (produksi panas) produksi ATP melalui
rantai respirasi.

2.2.2. Pembuangan panas


Kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan panas dalam bentuk gelombang
panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Tubuh manusia menyebarkan
gelombang panas ke segala penjuru. Gelombang panas juga dipancarkan dari dinding dan
benda-benda lain ke tubuh. Bila suhu tubuh lebih besar dari suhu lingkungan, kuantitas panas
yang lebih besar dipancarkan keluar dari tubuh daripada yang dipancarkan ke tubuh.

Kehilangan panas melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda


lain, seperti kursi atau tempat tidur hanya sebagian kecil. Sebaliknya, kehilangan panas
melalui konduksi ke udara cukup besar walaupun dalam keadaan normal. Sekali suhu udara
yang berlekatan dengan kulit menjadi sama dengan suhu kulit, tidak terjadi lagi kehilangan
panas dari tubuh ke udara. Oleh karena itu, konduksi panas dari tubuh ke udara mempunyai
keterbatasan kecuali udara yang dipanaskan bergerak dari kulit sehingga udara baru, yang
tidak panas terus menerus bersentuhan dengan kulit, fenomena ini disebut konveksi udara.
Pemindahan panas dari tubuh melalui konveksi udara secara umum disebut kehilangan panas
melalui konveksi. Sebenarnya, panas pertama-tama harus dikonduksi ke udara kemudian
dibawa melalui aliran konveksi.

Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih besar daripada udara, sehingga
setiap unit bagian air yang berdekatan ke kulit dapat mengabsorbsi jumlah kuantitas panas
yang lebih besar daripada udara. Kecepatan kehilangan panas ke air pada suhu yang cukup
rendah jauh lebih besar daripada kecepatan kehilangan panas ke udara pada suhu yang sama.
Saat air dan udara sangat dingin, kecepatan kehilangan panas ke udara menjadi hampir sama
besar dengan air, karena air dan udara pada dasarnya mampu membawa semua panas yang
dapat berdifusi melalui penyekat subkutan kulit.

Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,5 kalori (kilokalori)
hilang untuk setiap satu gram air yang mengalami evaporasi. Bahkan bila seseorang tidak
berkeringat, air masih berevaporasi secara tidak kelihatna dari kulit dan paru-paru dengan
kecepatan sekitar 450 sampai 600 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus
menerus dengan kecepatan 12 sampai 15 kalori per jam. Evaporasi air melalui kulit dan paru-
paru yang tidak kelihatan ini dapat dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu karena
evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi molekul air terus menerus melalui kulit dan
permukaan sistem pernafasan. Akan tetapi kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat
diatur dengan pengaturan kecepatan berkeringat.

Selama suhu kulit lebih tinggi dari suhu lingkungan, panas dapat hilang melalui radiasi
dan konduksi. Tetapi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit, tubuh memperoleh
panas melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya cara tubuh
melepaskan panas adalah dengan evaporasi. Oleh sebab itu, setiap faktor yang mencegah
evaporasi yang adekuat ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit akan menyebabkan
peningkatan suhu tubuh. Hal ini kadang terjadi pada manusia yang dilahirkan dengan kelainan
kelenjar keringat. Orang ini dapat tahan terhadap suhu dingin seperti halnya orang normal,
tetapi mereka hampir mati akibat serangan panas pada daerah tropis, karena tanpa sistem
pendinginan evaporatif, orang ini tidak dapat mencegah peningkatan suhu tubuh ketika suhu
udara lebih tinggi dari suhu tubuh.

Pakaian mengurung udara di antara kulit dan rajutan pakaian, sehingga meningkatkan
ketebalan yang disebut daerah pribadi dari udara yang berdekatan dengan kulit dan juga
menurunkan aliran udara konveksi. Akibatnya, kecepatan kehilangan panas tubuh melalui
konduksi dan konveksi sangat ditekan. Sekitar setengah dari panas yang dipindahkan dari
kulit ke pakaian dipancarkan melalui radiasi ke pakaian dan bukan dipancarkan melalui
konduksi melewati ruang kecil.

Efektivitas pakaian dalam mempertahankan suhu tubuh hampir hilang semuanya bila
pakaian menjadi basah karena konduktivitas air yang tinggi meningkatkan kecepatan
pemindahan panas sebesar 20 kali lipat lebih. Oleh karena itu, salah satu faktor terpenting
untuk melindungi tubuh terhadap udara dingin di kutub adalah dengan menjaga sangat hati-
hati agar pakaian tidak basah. Tentu saja, seseorang harus berhati-hati untuk tidak menjadi
kepanasan walaupun untuk sementara waktu, karena dengan berkeringat di dalam pakaian
akan membuat pakaian tersebut kurang efektif sebagai penyekat.

2.3. Mekanisme kerja hipotalamus dalam mengatur suhu tubuh


Pengaturan suhu tubuh diatur oleh hipotalamus region anterior dan posterior yang
masing-masing berespon pada suhu tubuh meningkat dan berkurang. Suhu tubuh diatur
hampir seluruhnya oleh mekanisme umpan balik, dan hampir semua mekanisme in terjadi
melalui pusat pengaturan suhu yang teletak pada hipotalamus. Agar mekanisme umpan balik
ini dapat berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan suhu
tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin.

Area preoptik hipotalamus anterior mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif
terhadap panas yang jumlahnya kira-kira sepertiga neuron yang sensitif terhadap dingin.
Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengatur suhu tubuh.
Neuron-neuron yang sensitif terhadap panas ini meningkatkan kecepatan kerjanya sesuai
dengan peningkatan suhu, kecepatannya kadang meningkat 2 sampai 10 kali lipat pada
kenaikan suhu tubuh sebesar 100C . Neuron yang sensitif terhadap dingin, sebaliknya,
meningkatkan kecepatan kerjanya saat suhu tubuh turun.

Apabila area preoptik dipanaskan, kulit di seluruh tubuh dengan segera mengeluarkan
banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit di seluruh tubuh
menjadi sangat berdilatasi. Jadi, hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan
tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali
normal. Disamping itu, pembentukan panas tubuh yang berlebihan dihambat. Oleh karena itu,
jelas bahwa area preoptik dari hipotalamus memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai
termostatik pusat kontrol suhu tubuh.

Sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam
mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada bagian lain dari tubuh juga mempunyai peranan
penting dalam pengaturan suhu. Hal ini terjadi pada reseptor suhu di kulit dan beberapa
jaringan khusus dalam tubuh. Reseptor dingin terdapat jauh lebih banyak daripada reseptor
panas, tepatnya, terdapat 10 kali lebih banyak di seluruh kulit. Oleh karena itu, deteksi suhu
bagian perifer terutama menyangkut deteksi suhu sejuk dan dingin daripada suhu hangat.

Apabila seluruh kulit tubuh menggigil, terjadi pengaruh refleks yang segera
dibangkitkan untuk meningkatkan suhu tubuh melalui beberapa cara

1. memberikan rangsangan kuat sehingga menyebabkan mengigil, dengan akibat


meningkatnya kecepatan pembentukan panas tubuh

2. menghambat proses berkeringat bila hal ini harus terjadi, dan

3. meningkatkan vasokonstriksi kulit untuk menghilangkan pemindahan panas tubuh ke


kulit.

Walaupun banyak sinyal sensoris temperatur berasal dari reseptor perifer, sinyal ini
membantu pengaturan suhu tubuh terutama melalui hipotalamus. Area pada hipotalamus yang
dirangsang oleh sinyal sensoris ini adalah suatu area yang terletak bilateral dalam hipotalamus
posterior kira-kira setinggi korpus mamilaris. Sinyal sensoris temperatur dari hipotalamus
anterior-area preoptik juga dipindahkan ke dalam area hipotalamus posterior ini. Di sini sinyal
dari area preoptik dan sinyal dari perifer tubuh digabung untuk mengatur reaksi pembentukan
panas atau reaksi penyimpanan suhu tubuh.

Sistem pengatur temperatur menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan


panas tubuh ketika temperatur menjadi sangat tinggi
1. Vasodilatasi. Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan
kuat. Hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior
yang menyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan
pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat.

2. Berkeringat. Peningkatan temperatur tubuh 10C menyebabkan keringat cukup banyak


untuk membuang 10 kali lebih besar kecepatan metabolisme basal dari pembentukan
panas tubuh.

3. Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan pembetukan panas


berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat.
Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan temperatur mengadakan prosedur yang
sangat berlawanan, yaitu
1. Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh rangsangan pusat simpatis
hipotalamus posterior.

2. Piloereksi. Piloereksi berarti berdiri pada akarmya. Rangsangan simpatis menyebabkan


otot erektor pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi, yang menyebabkan rambut
berdiri tegak.

2.4 Gangguan keseimbangan suhu tubuh

2.4.1 Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh melebihi variasi suhu normal sehari-hari dan
disertai dengan kenaikan set point hipotalamus, misalnya dari 370C mejadi 390C. Perubahan
set point ini menggambarkan setting ulang thermostat ke level yang lebih tinggi untuk
meningkatkan suhu ambient dalam ruangan. Sekali setpoint hypothalamus meningkat, saraf-
saraf vasomotor diaktifkan dan terjadi vasokonstriksi. Penderita merasakan dingin pertama
kali pada tangan dan kaki. Menghambat darah ke perifer menuju organ dalam yang penting
menurunkan pengeluaran panas dari kulit, dan penderita merasa dingin. Menggigil, yang
meningkatkan produksi panas dari otot, bisa dimulai pada saat yang sama, tapi menggigil
tidak terjadi jika mekanisme pembentukan panas sudah cukup meningkatkan suhu darah.
Produksi panas pada di hati juga terjadi. Pada manusia, tingkah laku berupa memakai lebih
banyak pakaian atau tidur akan meningkatkan suhu tubuh.

Proses konservasi panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil dan


peningkatan aktivitas metabolisme) akan terus berlangsung sampai suhu darah yang berada di
neuron-neuron hipotalamus sama dengan thermostat yang berubah tersebut. Ketika set point
tercapai, hipotalamus akan mempertahankan suhu demam tersebut dengan mekanisme yang
sama ketika pada keadaan tidak demam. Ketika set point hypothalamus menurun (baik akibat
zat yang pirogen berkurang atau penggunaan antipiretik), proses pengeluaran panas melalui
vasodilatasi dan keringat akan dimulai. Hal ini akan terus berlangsung sampai suhu darah
mencapai set point hipotalamus yang turun tersebut.

Demam >41.50C (>106.70F) disebut hiperpireksi. Keadaan ini terjadi pada pasien
dengan infeksi yang sangat parah dan biasanya terjadi pada penderita dengan perdarahan
sistem saraf pusat. Set point hypothalamu juga dapat meningkat akibat trauma lokal,
perdarahan, tumor, ataupun malfungsi hipotalamus intrinsik.

Pirogen merupakan bahan-bahan yang menyebabkan demam. Pirogen eksogen berasal


dari luar pasien, umumnya produk mikroba, toksin mikroba, atau mikrogorganisme. Contoh
pirogen endogen adalaha endotoksin polisakarida yang dihasilkan bakteri gram negatif,
bakteri gram positif dan endoktoksin dari Staphylococcus aureus dan toksin stretococcus grup
A dan B. (2, 4)

Sitokin adalah protein ukuran kecil (10.000 sampai 20.000 Da) yang mengatur
imunitas, inflamasi, dan proses hematopoeisis. Contoh, stimulasi proliferasi limfosit selama
respon imun terhadap vaksinasi adalah hasil dari sitokin interleukin (IL) 2, IL-4 dan IL-6.
Sitokin lain, faktor stimulasi koloni granulosit, stimulasi granulocytopoeisis di dalam sumsum
tulang. Beberapa sitokin menyebabkan demam dan disebut sitokin pirogen. Yang dikenal
sebagai sitokin pirogen adalah IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF), ciliary neurotropic
factor (CNF), dan interferon (IFN) α. (2)

Sitokin pirogen dilepas oleh sel dan memasuki sirkulasi sistemik, yang secara sistemik
akan menimbulkan demam dengan cara meningkatkan sintesa PGE2. PGE2 juga meningkat di
jaringan perifer yang akan menyebabkan mialgia nonspesifik dan arhtralgia. Peningkatan
PGE2 di otak yang akan memulai peningkatan setpoint hipotalamus untuk suhu inti.

2.4.2 Hipertermi
Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh yang meningkat secara tidak terkontrol yang
meningkatkan pengeluaran panas tanpa terjadi perubahan pada set point hipotalamus
(normal). Paparan panas dari luar dan produksi panas endogen merupakan mekanisme
terjadinya hipertermi. Pembentukan panas yang berlebihan dapat dengan mudah
menimbulkan hipertermi mengalahkan kontrol fisiologis dan tingkah laku suhu tubuh.
Misalnya, bekerja atau olahraga pada lingkungan panas akan menyebabkan produksi panas
lebih cepat daripada mekanisme perifer dalam mengeluarkan panas.

Ada beberapa keadaan dimana kenaikan suhu tubuh yang terjadi bukan demam tetapi
hipertermi. Seperti serangan panas (heat stroke), akibat pusat pengaturan suhu tubuh gagal
bekerja pada lingkungan yang panas. Terdiri atas exertional heat stroke biasanya terjadi pada
orang muda yang berolahraga pada suhu lingkungan dan atau kelembaban yang lebih tinggi
dari normal, yang lain non exertional heat stroke terjadi pada baik orang muda maupun tua
terutama pada gelombang panas. Drug induced hyperthermia yaitu hipertermi yang terjadi
kaibat penggunaan obat psikotropika seperti mono amine oxidase inhibitors (MAOIs),
tricyclic antidepressant, dan amfetamin ataupun kokain.
Malignant hperthermia terjadi pada individu dengan kelainan bawaan pada retikulum
sarkoplasma sel otot rangka yang menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler dalam
respon terhadap halothane dan anestesi inhalasi lain atau succinylcholine. Peningkatan suhu,
peningkatan metabolisme otot, rigiditas otot, rhabdomyolisis, dan instabilitas kardiovaskular
dapat segera terjadi. Kondisi ini sering fatal. Neuroleptic malignant syndorme (NMS) terjadi
akibat pemakaian obat bersifat neuroleptik (antipsikotik phenothiazine, haloperidol,
prochlorperazine, metoclopramide) atau obat dopamin dan dikarakteristikkan oleh rigiditas
otot, efek samping ekstrapiramidal, disregulasi otonom, dan hipertermi. Kelainan ini muncul
karena inhibisi pusat reseptor dopamin di hipotalamus, yang akan menyebabkan peningkatan
pembentukan panas dan penurunan pengeluaran paans. Serotonin syndrome muncul pada
pemakaian inhibitor serotonin selektif (SSRIs), MAOIs dan obat-obat serotonergik lain, juga
menimbulkan hipertemi. Thyrotoxicosis dan pheochromocytoma juga dapat menyebabkan
hipertermi.

Sangat penting membedakan antara demam dan hipertermi karena hipertermi dapat
berakibat fatal dan ditandai dengan tidak respon terhadap antipiretik. Hipertermi sering
didiagnosa pada kejadian yang segera menimbulkan peningkatan suhu inti, seperti terpapar
panas atau pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi regulasi suhu tubuh. Secara
klinis juga dapat dijumpai pada hipertermi dengan serangan panas ataupun akibat obat-obatan
kulit terasa panas dan kering. Ditambah lagi, antipiretik tidak dapat menurunkan peningkatan
suhu tubuh pada hipertermia sedangkan pada demam dan bahkan hiperpireksi dosis aspirin
atau asetaminofen yang adekuat dapat menurunkan suhu tubuh.

2.4.3 Hipotermi
Hipotermi terjadi ketika turunnya suhu tubuh inti tiba-tiba di bawah 350C (950F).
Pada suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis untuk memelihara panas gagal. Hipotermi
primer merupakan hasil dari paparan langsung individu yang sehat terhadap lingkungan
dingin.(2)Jika seseorang yang tidak segera ditangani, terpapar dengan air es selama 20 sampai
30 menit dapat meninggal karena jantung berhenti sama sekali atau fibrilasi jantung. Pada saat
itu, suhu tubuh internal jatuh sampai 770F. Jika segera dihangatkan dengan pemberian panas
secara eksternal, hidup orang tersebut masih dapat diselamatkan.
Ketika tubuh terpapar dengan suhu yang rendah, area permukaan dapat membeku, keadaan ini
disebut frostbite.
Hal ini terjadi terutama pada lobus telinga dan jari-jari tangan dan kaki. Jika bekuan
cukup untuk menyebabkan kristal dalam sel, akan menyebabkan terjadinya kerusakan
permanen seperti kerusakan jaringan local.
BAB III

3.1 KESIMPULAN

1. Keseimbangan suhu tubuh diatur oleh hipotalamus anterior dan posterior yang masing-
masing bertanggung jawab terhadap panas dan dingin, dengan mengatur keseimbangan
antara produksi panas dan pengeluaran panas.

2. Keadaan yang dapat meningkatkan produksi panas adalah pembentukan energi melalui
assimilasi makanan, aktivitas otot, peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sekresi
hormon seperti tiroksin.

3. Pelepasan panas dari tubuh dilakukan secara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi
melalui kulit berupa keringat atau pernafasan.

4. Keadaan gangguan keseimbangan suhu tubuh berupa demam, hipertermi dan hipotermi.

3.2 SARAN
Dari kesimpulan diatas maka keseimbangan tubuh duatur oleh hipotalamus anterior
dan posterior yang memiliki tanggung jawab masing-masing dan pembentukan energy dapat
meningkatkan produksi panas . tubuh juga melakukan pelepasan panas secara radiasi,
konduksi, konveksi dan evaporasi . tubuh juga dapat mengalami gangguan keseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong W. Review of medical physiology. 21st ed. California: Mc-Graw Hill company;
2003.

2. Kasper D, Fauci A, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J. Harrison's principles of


internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill companies; 2005.

3. Scanlon V, Sanders T. Essentials of anatomy and physiology. Fifth ed. Philadelphia: FA


Davis company; 2007.

4. Guyton A. Textbook of medical physiology. Eleventh ed. Pennsylvania: Elsevier saunders;


2006.

5. Despopoulos A, Silbernagl S. Color atlas of physiology. 5th ed. New York: Thieme; 2003.

6. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. Fifth ed. California: Thomson
Brooks/cole; 2004.

Anda mungkin juga menyukai