Oleh :
Ikbal Akbar Priatna
AK.2.16.081
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa sering kali di lihat dari harapan hidup
penduduknya. Demikian juga Indonesia, berdasarkan data Susenas 2014, jumlah rumah tangga
lansia sebanyak 16,08 juta rumah tangga atau 24,50 persen dari seluruhrumah tangga di Indonesia.
Rumah tangga lansia adalah yang minimal salah satu anggota rumah tangganya berumur 60 tahun
ke atas.Jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03 persen dari
seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lansia perempuan lebih besar daripada laki-laki,
yaitu 10,77 juta lansia perempuan dibandingkan 9,47 juta lansia laki-laki.Adapun lansia yang
tinggal di perdesaan sebanyak 10,87 juta jiwa, lebih banyak daripada lansia yang tinggal di
perkotaan sebanyak9,37 juta jiwa.Nilai rasio ketergantungan lansia sebesar 12,71 menunjukkan
bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 13 orang lansia. Rasio
ketergantungan lansia di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, berturut-turut 14,09
dibanding 11,40. Dibedakan antara lansia laki-laki dan perempuan, lebih banyak lansia
perempuan yang ditanggung oleh penduduk usia produktif. Ketergantungan lansia perempuan
(13,59) lebih tinggi daripada lansia laki-laki (11,83).Sebagian besar lansia tinggal bersama
dengan keluarga besarnya. Sebanyak 42,32 persen lansia tinggal bersama tiga generasi dalam satu
rumah tangga, yaitu tinggal bersama anak/menantu dan cucunya, atau bersama anak/menantu dan
orangtua/mertuanya. Sebanyak 26,80 persen lansia tinggal bersama keluarga inti, sementara yang
tinggal hanya bersama pasangannya sebesar 17,48 persen.Hal yang patut mendapat perhatian
adalah mereka yang tinggal sendirian dalam satu rumah, atau rumah tangga tunggal lansia.
Sebanyak 9,66 tinggal sendirian dan harus memenuhi kebutuhan makan, kesehatan dan sosialnya
secara mandiri.
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan
proses yang terus menerus secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya.
Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok
Masalah kesehatan jiwa yang sering timbul pada lansia salahsatunya adalah kecemasan. Yaitu
perasaan yang tidak menyenengkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi
sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang. (Nugroho, 2008).
Gejala-gejala kecemasan yang sering dialami pada lansia diantaranya adalah perasaan
khawatir atau takut, kemudian sulit tidur sepanjang malam atau insomnia, rasa tegang dan cepat
marah, sering mengeluh atau khawatir terhadap penyakit yang berat, sering membayangkan hal-
hal yang menakutkan, rasa panik terhadap masalah yang ringan. (R. Siti Mariam, 2008).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Beberapa penelitian mengemukakan
bahwa efisiensi tidur sesuai dengan meningkatnya usia. Banyak waktu yang di perlukan di tempat
tidur untuk bisa tidur. Waktu tidur sesuai dengan peningkatan usia, dimana pada usia lanjut di
perlukan waktu tidur sekitar 6 jam dan juga akan terjadi penurunan. Lansia paling sulit untuk
tertidur dan paling mudah untuk terbangun dan menghabiskan waktu padatahap mengantuk dan
Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap dan nyenyak tanpa
gangguan menjadi kebutuhan manusia yang penting, sama pentingnya dengan kebutuhan makan,
minum, tempat tinggal dan lain-lain. Gangguan terhadap tidur pada malam hari insomnia akan
menyebebkan mengantuk sepanjang hari esoknya. Mengentuk merupakan factor resiko untuk
terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi produktivitas
seseorang. Hal lain yang dapat terjadi adalah ketidak bahagiaan, dicekang kesepian dan yang
eksaserbasi akut, pemburukan dan menjadi tidak terkontrol lagi. (Martono, 2009).
Penelitian terkait yang dilalukan oleh Andrean Dedy Wibowo (2009), tentang hubungan
antara tingkat stress dengan insomnia pada lansia di desa Cangkuang, Leles Hasil penelitian
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stress dengan insomnia. Dan penelitian terkait
yang dilakukan oleh Yuni Susanti (2011), dengan judul Hubungan antara tingkat kecemasan
dengan kejadian insomnia pada lansia usia 60 tahun- 85 tahun di Posbindu Cangkuang Kecamatan
Leles Kabupaten Garut. Hasil penelitian menunjukkan hampir setengahnya (43,5%) responden
mengalami kecemasan, dan sebagian besar (65,2%) responden mengalami insomnia. Hasil uji
statistic nilai = 0,003 < = 0,05 maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara tingkat
kecemasan dengan kejadian insomnia pada lansia usia 60-85 tahun. Simpulan penelitian adalah
semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin banyak pula lansia yang mengalami insomnia.
Berdasarkan data yang di dapat Puskesmas Leles merawat lansia kurang lebih 115 lansia,
yang terdiri dari laki-laki 41 lansia dan perempuan 74 lansia. Dari jumlah tersebut, kurang lebih
ada 30 lansia yang mengalami gangguan tidur antara lain di sebabkan oleh faktor kecemasan.
B. Perumusan masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
Hubungan Antara Kecemasan Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia di Posbindu Cangkuang
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Kabupaten Garut
B. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi pendidikan dan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada perawat dan di Posbindu
Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut agar dapat mengatasi kecemasan pada
3. Pelayanan
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi keperawatan gerontik dan komunitas
dalam memberikan fasilitas pelayanan kesehatan pada lansia yang tepat guna.