Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dima-
ksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dal-
am saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, seda-
ngkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter,
edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung em-
pedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan
matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen,
15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-
negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu em-
pedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholi
c), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabo-
lisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, kom-
ponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika ca-
iran empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan me-
mbentuk endapan di luar empedu.
C. Faktor resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin ba-
nyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kole-
litiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker
kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)
D. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi
dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada ab-
domen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran ka-
nan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual
dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian
pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini
disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat
tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini me-
nimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan ins-
pirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas
, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini se-
ring disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut
“Clay-colored”.
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002).
F. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersatu-
rasi,
(2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan
. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, ke-
cuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam em-
pedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam
bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh
mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus
, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai se-
bagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Pathway :
Faktor metabolik Peradangan system Empedu Faktor stasis
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik
pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat diguna-
kan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak me-
mbuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling aku-
rat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada
dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang di
pantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolan
giografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan
kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta me-
ngosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver ti-
dak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
(Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu te-
lah menebal. (Williams 2003).
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat
dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula di
masukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan me-
mungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002)
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kenaikan serum kolesterol
2. Kenaikan fosfolipid
3. Penurunan ester kolesterol
4. Kenaikan protrombin serum time
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6. Penurunan urobilirubin
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Nor-
mal: 17 - 115 unit/100ml)
H. Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan be-
dah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis,
yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-
pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisa-
pan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala
akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk (Smeltzer, SC dan Bare, BG 2002). Manajemen terapi :
i. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
ii. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
iii. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
iv. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
v. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b) Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxy
cholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic
seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrasedan hiperkolesterolemia sedang
c) Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang
dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus
ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empe-
du dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa
, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
e) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung
dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu me-
lalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus
halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari
4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembeda-han perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih
tua, yang kandung empedunya telah diangkat
2. Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah koli
k biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang
ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-
90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
dibanding operasi normal (0,1-
0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kan-
dung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledo-
kus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah
dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat
cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum ter-
pecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistek-
tomi laparoskopi.
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder
(Pada 2-6 % penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
J. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Pengkajian
Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
Teraba masa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses warna tanah liat,steatorea.
Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.Kolik
epigastrium tengah sehubungan dengan makan. Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya
memuncak dalam 30 menit.
Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas
Keamanan
Tanda : Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.
Adanya kehamilan / melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan, bengkak
dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan dan
kelelahan.
3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Konrol infeksi :
imunitas tubuh keperawatan … jam tidak Bersihkan lingkungan setelah dipakai
menurun, prosedur terdapat faktor risiko infeksi pasien lain.
invasive. dan dg KH: Batasi pengunjung bila perlu.
Tdk ada tanda-tanda infeksi Intruksikan kepada pengunjung untuk
AL normal mencuci tangan saat berkunjung dan
V/S dbn sesudahnya.
Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
Lakukan dresing infus dan dan kateter
setiap hari Sesuai indikasi
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
berikan antibiotik sesuai program.
1. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta:
EGC
2. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
3. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa:
Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
4. Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius
5. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih,
edisi 6, Jakarta: EGC
N Diagnosa (NANDA) NOC NIC
o
1 Nyeri akut b.d. agen injury Pain Level Pain Managemen
Definisi : Setelah dilakukan p t
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emo erawatan 3 hari, nye Kaji nyeri secara
sional yang muncul secara aktual atau potensial kerusaka ri berkurang atau hil komprehensif ter
n jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asos ang dengan kriteria ma
iasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau : suk lokasi, karakt
pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat - eristik, durasi, fre
diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan deng Klien tenang, klien kuensi, kualitas d
an durasi kurang dari 6 bulan. dapat istirahat deng an faktor presipita
Batasan karakteristik : an tenang si
- Laporan secara verbal atau non verbal - Skala nyeri 1-2
- Tingkah laku ekspresif - Observasi reaksi
- Gangguan tidur Tanda vital normal nonverbal dari keti
daknyamanan
Pain control -
Setelah dilakukan p Gunakan teknik k
erawatan 3 hari pasi omunikasi terapeu
en: mampu mengon tik untuk mengeta
trol nyeri dengan kr hui pengalaman n
iteria hasil : yeri pasien
- -
pasien mengetahui Evaluasi pengala
penyebab nyeri man nyeri masa la
- mpau
mampu mengguna -
kan tehnik nonfarm Evaluasi bersama
akologi untuk meng pasien dan tim kes
urangi nyer ehatan lain tentang
- ketidakefektifan k
Melaporkan gejala ontrol nyeri masa l
yang dirasakan kep ampau
ada tenaga kesehata-
n Kurangi faktor pr
esipitasi nyeri
Comfort level -
Setelah dilakukan p Ajarkan tentang t
erawatan pasien me eknik relaksasi, se
nyatakan rasa nyam ntuhan dan dorong
an setelah nyeri ber ambulasi dini
kurang -
Evaluasi keefektif
an kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
-
Kolaborasikan de
ngan tim medis da
lam pemberian oa
bat analgetik.
-
Monitor penerima
an pasien tentang
manajemen nyeri
2 Cemas berhubungan dengan perubahan status keseh Anxiety control Anxiety Reductio
atan Setelah dilakukan p n (penurunan kec
Definisi : erawatan 3x24 jam, emasan)
Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan at pada klien tidak me-
au ketakutan yang disertai respon autonom (sumner tida nunjukkan kecemas Gunakan pendeka
k spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan k an dengan indikator tan yang menenan
eprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. : gkan
Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman yang -a -
kan datang dan memungkinkan individu untuk mengamb Klien mampu men Jelaskan semua pr
il langkah untuk menyetujui terhadap tindakan. gidentifikasi dan m osedur dan apa ya
engungkapkan gejal ng dirasakan sela
Batasan karakteristik: a cemas ma prosedur
- Gelisah - -
- Sedih Mengidentifikasi, Temani pasien un
- Insomnia mengungkapkan da tuk memberikan k
- Cemas n menunjukkan teh eamanan dan men
- Resah nik untuk mengonto gurangi takut
- Khawatir l cemas -
- Ketakutan - Berikan informasi
Vital sign dalam ba faktual mengenai
tas normal diagnosis, tindaka
- n prognosis
Postur tubuh, ekspr-
esi wajah, bahasa tu Dorong keluarga
buh dan tingkat akti untuk menemani a
vitas menunjukkan nak
berkurangnya kece -
masan Lakukan back / ne
ck rub
-
Dengarkan denga
n penuh perhatian
-
Identifikasi tingka
t kecemasan
-
Bantu pasien men
genal situasi yang
menimbulkan kece
masan
-
Dorong pasien un
tuk mengungkapk
an perasaan, ketak
utan, persepsi
-
Instruksikan pasie
n menggunakan te
knik relaksasi
-
Barikan obat untu
k mengurangi kece
masan
Shock prevention
Monitor status sirku
lasi (TD, HR, RR,
suhu)
Monitor tanda-
tanda oksigenasi j
aringan tidak adek
uat
Monitor hasil labora
torium
Monitor nyeri abdo
men
Monitor respon kom
pensasi awal (peni
ngkatan HR, penur
unan TD, penurun
an urine output, da
n WPK lambat)
Mengobservasi dan
monitor sumber ke
hilangan cairan/ da
rah (luka, drainage
)
Mempertahankan ke
patenan jalan nafa
s
Memberikan terapi i
ntravena
Menyiapkan PRC u
ntuk persediaan tra
nfusi darah
Memberikan O2 unt
uk oksigenasi
Daftar pustaka
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasi
an Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung
Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: E
GC
Berbagi
Label: Akademik AsKep
KOMENTAR