Anda di halaman 1dari 191

Daerah Khusus

Ibukota
Jakarta
Provinsi di Indonesia, ibu kota
negara Indonesia

Daerah Khusus Ibukota Jakarta


(DKI Jakarta) adalah ibu kota
negara dan kota terbesar di
Indonesia. Jakarta merupakan
satu-satunya kota di Indonesia
yang memiliki status setingkat
provinsi. Jakarta terletak di
pesisir bagian barat laut Pulau
Jawa. Dahulu pernah dikenal
dengan beberapa nama di
antaranya Sunda Kelapa,
Jayakarta, dan Batavia. Di
dunia internasional Jakarta
juga mempunyai julukan
J-Town,[9] atau lebih populer
lagi The Big Durian karena
dianggap kota yang sebanding
New York City (Big Apple) di
Indonesia.[1][2]
Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
(DKI Jakarta)
Jayakarta, Batavia

Lambang

(Dari atas, kiri ke kanan): Kota Tua


Jakarta, Bundaran Hotel Indonesia
Cakrawala Jakarta, Stadion Gelora
Bung Karno, Taman Mini Indonesia
Indah, Monumen Nasional, Istana
Merdeka, Masjid Istiqlal dan Katedral
Jakarta.

Julukan: The Big Durian,[1][2] J-Town

Semboyan: "Jaya Raya"


("Jaya dan Besar (Agung)")

Hari jadi 22 Juni 1527 (umur


490)

Dasar hukum UU Nomor 29 Tahun


2007
Ibu kota Jakarta

Area

 - Total luas 7.659,02[4] km2

 - Luas 661,52 km2


daratan

 - Luas 6.997,50 km2


perairan

 - Latitude 5° 19' 12" - 6° 23' 54"

 - Longitude 106° 22' 42" - 106° 58'


18" BT

Populasi
(2016)

 - Total 10.199.700[5]

 - Kepadatan 15.052,84[5]/km2

Pemerintahan
 - Gubernur Anies Baswedan

 - Wagub Sandiaga Uno

 - Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi

 - Sekda Saefullah

 - Kabupaten 1

 - Kota 5

 - Kecamatan 44

 - Kelurahan 267

APBD (2015) Rp60.442.738.783.978,-


[6] (total)

 - PAD Rp40.355.853.087.978,-
[6]

Demografi

 - Etnis Jawa (35,16%)


Betawi (27,65%)
Sunda (15,27%)
Tionghoa (5,53%)
Batak (3,61%)
Minang (3,18%)
Melayu (1,62%)
Bugis, Aceh, Madura
dan lain-lain.[7]

 - Agama Islam (83.30%)


Kristen(8.62%)
Katolik (4.04%)
Buddha (3,84%)
Hindu (0,21%)
Konghucu (0,06%)
[8]

 - Bahasa Indonesia, Betawi,


Jawa, Tionghoa, Sunda
Inggris

 - IPM 78,39 (tinggi)

Zona waktu WIB (UTC+7)

Lagu daerah Kicir-Kicir

Rumah Rumah Bapang/Kebaya


tradisional

Senjata Golok
tradisional

Situs web www.jakarta.go.id

Jakarta memiliki luas sekitar


661,52 km² (lautan:
6.977,5 km²), dengan penduduk
berjumlah 10.187.595 jiwa
(2011). Wilayah metropolitan
Jakarta (Jabodetabek) yang
berpenduduk sekitar 28 juta
jiwa,[8] merupakan metropolitan
terbesar di Asia Tenggara atau
urutan kedua di dunia.

Sebagai pusat bisnis, politik,


dan kebudayaan, Jakarta
merupakan tempat berdirinya
kantor-kantor pusat BUMN,
perusahaan swasta, dan
perusahaan asing. Kota ini juga
menjadi tempat kedudukan
lembaga-lembaga
pemerintahan dan kantor
sekretariat ASEAN. Jakarta
dilayani oleh dua bandar udara,
yakni Bandara Soekarno–Hatta
dan Bandara Halim
Perdanakusuma, serta tiga
pelabuhan laut di Tanjung
Priok, Sunda Kelapa, dan Ancol.

Nama sebelumnya
DKI Jakarta
Sunda Kelapa
Jayakarta
Batavia

Nama sekarang DKI


Jakarta
Jakarta (1987-1999, 1998-
sekarang)
Ibukota DKI Jakarta (1998-
sekarang)
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta (1998-sekarang)

Sejarah
Lihat pula: Sunda Kelapa,
Kerajaan Sunda dan Sejarah
Batavia
Peta Batavia (sekarang Jakarta) tahun
1888.

Etimologi

Nama Jakarta sudah digunakan


sejak masa pendudukan
Jepang tahun 1942, untuk
menyebut wilayah bekas
Gemeente Batavia yang
diresmikan pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1905.[10]
Nama ini dianggap sebagai
kependekan dari kata Jayakarta
(Dewanagari जयकृत), yang
diberikan oleh orang-orang
Demak dan Cirebon di bawah
pimpinan Fatahillah (Faletehan)
setelah menyerang dan
menduduki pelabuhan Sunda
Kelapa pada tanggal 22 Juni
1527. Nama ini biasanya
diterjemahkan sebagai "kota
kemenangan" atau "kota
kejayaan", namun sejatinya
berarti "kemenangan yang
diraih oleh sebuah perbuatan
atau usaha".

Bentuk lain ejaan nama kota ini


telah sejak lama digunakan.
Sejarawan Portugis, João de
Barros, dalam Décadas da Ásia
(1553) menyebutkan
keberadaan "Xacatara dengan
nama lain Caravam
(Karawang)".[11] Sebuah
dokumen (piagam) dari Banten
(k. 1600) yang dibaca ahli
epigrafi Van der Tuuk juga telah
menyebut istilah wong
Jaketra,[12] demikian pula nama
Jaketra juga disebutkan dalam
surat-surat Sultan Banten[13]
dan Sajarah Banten (pupuh 45
dan 47)[14] sebagaimana diteliti
Hoessein Djajadiningrat.[15]
Laporan Cornelis de Houtman
tahun 1596 menyebut
Pangeran Wijayakrama sebagai
koning van Jacatra (raja
Jakarta).[16]

Sunda Kelapa
(397–1527)

Jakarta pertama kali dikenal


sebagai salah satu pelabuhan
Kerajaan Sunda yang bernama
Sunda Kalapa (Aksara Sunda:
ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮜᮕ), berlokasi di muara
Sungai Ciliwung. Ibu kota
Kerajaan Sunda yang dikenal
sebagai Dayeuh Pakuan
Padjadjaran atau Pajajaran
(sekarang Bogor) dapat
ditempuh dari pelabuhan Sunda
Kalapa selama dua hari
perjalanan. Menurut sumber
Portugis, Sunda Kalapa
merupakan salah satu
pelabuhan yang dimiliki
Kerajaan Sunda selain
pelabuhan Banten, Pontang,
Cigede, Tamgara dan Cimanuk.
Sunda Kalapa yang dalam teks
ini disebut Kalapa dianggap
pelabuhan yang terpenting
karena dapat ditempuh dari ibu
kota kerajaan yang disebut
dengan nama Dayo (dalam
bahasa Sunda modern: dayeuh
yang berarti "ibu kota") dalam
tempo dua hari. Kerajaan
Sunda sendiri merupakan
kelanjutan dari Kerajaan
Tarumanagara pada abad ke-5
sehingga pelabuhan ini
diperkirakan telah ada sejak
abad ke-5 dan diperkirakan
merupakan ibu kota
Tarumanagara yang disebut
Sundapura.

Pada abad ke-12, pelabuhan ini


dikenal sebagai pelabuhan lada
yang sibuk. Kapal-kapal asing
yang berasal dari Tiongkok,
Jepang, India Selatan, dan
Timur Tengah sudah berlabuh
di pelabuhan ini membawa
barang-barang seperti porselen,
kopi, sutra, kain, wangi-
wangian, kuda, anggur, dan zat
warna untuk ditukar dengan
rempah-rempah yang menjadi
komoditas dagang saat itu.
Jayakarta
(1527–1619)

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di


Museum Nasional, Jakarta

Bangsa Portugis merupakan


Bangsa Eropa pertama yang
datang ke Jakarta. Pada abad
ke-16, Surawisesa, raja Sunda
meminta bantuan Portugis
yang ada di Malaka untuk
mendirikan benteng di Sunda
Kelapa sebagai perlindungan
dari kemungkinan serangan
Cirebon yang akan
memisahkan diri dari Kerajaan
Sunda. Upaya permintaan
bantuan Surawisesa kepada
Portugis di Malaka tersebut
diabadikan oleh orang Sunda
dalam cerita pantun seloka
Mundinglaya Dikusumah, di
mana Surawisesa diselokakan
dengan nama gelarnya yaitu
Mundinglaya. Namun sebelum
pendirian benteng tersebut
terlaksana, Cirebon yang
dibantu Demak langsung
menyerang pelabuhan tersebut.
Orang Sunda menyebut
peristiwa ini tragedi, karena
penyerangan tersebut
membungihanguskan kota
pelabuhan tersebut dan
membunuh banyak rakyat
Sunda di sana termasuk
syahbandar pelabuhan.
Penetapan hari jadi Jakarta
tanggal 22 Juni oleh Sudiro,
wali kota Jakarta, pada tahun
1956 adalah berdasarkan
tragedi pendudukan pelabuhan
Sunda Kalapa oleh Fatahillah
pada tahun 1527. Fatahillah
mengganti nama kota tersebut
menjadi Jayakarta yang berarti
"kota kemenangan".
Selanjutnya Sunan Gunung Jati
dari Kesultanan Cirebon,
menyerahkan pemerintahan di
Jayakarta kepada putranya
yaitu Maulana Hasanuddin dari
Banten yang menjadi sultan di
Kesultanan Banten.
Batavia (1619–1942)

Pasukan Pangeran Jayakarta


menyerahkan tawanan Belanda kepada
Pangeran Jayakarta.

Bekas gedung stadhuis atau balai kota


Batavia. Bangunan ini sekarang menjadi
Museum Sejarah Jakarta.
Dengarkan artikel (info/dl)

Berkas suara ini dibuat dari revisi tanggal 2012-05-30, dan tidak termasuk suntingan terbaru ke artikel. (Bantuan
suara)

Lebih banyak artikel

Belanda datang ke Jayakarta


sekitar akhir abad ke-16,
setelah singgah di Banten pada
tahun 1596. Jayakarta pada
awal abad ke-17 diperintah oleh
Pangeran Jayakarta, salah
seorang kerabat Kesultanan
Banten. Pada 1619, VOC
dipimpin oleh Jan Pieterszoon
Coen menduduki Jayakarta
setelah mengalahkan pasukan
Kesultanan Banten dan
kemudian mengubah namanya
menjadi Batavia. Selama
kolonialisasi Belanda, Batavia
berkembang menjadi kota yang
besar dan penting. (Lihat
Batavia). Untuk pembangunan
kota, Belanda banyak
mengimpor budak-budak
sebagai pekerja. Kebanyakan
dari mereka berasal dari Bali,
Sulawesi, Maluku, Tiongkok,
dan pesisir Malabar, India.
Sebagian berpendapat bahwa
mereka inilah yang kemudian
membentuk komunitas yang
dikenal dengan nama suku
Betawi. Waktu itu luas Batavia
hanya mencakup daerah yang
saat ini dikenal sebagai Kota
Tua di Jakarta Utara. Sebelum
kedatangan para budak
tersebut, sudah ada
masyarakat Sunda yang tinggal
di wilayah Jayakarta seperti
masyarakat Jatinegara Kaum.
Sedangkan suku-suku dari etnis
pendatang, pada zaman
kolinialisme Belanda,
membentuk wilayah
komunitasnya masing-masing.
Maka di Jakarta ada wilayah-
wilayah bekas komunitas itu
seperti Pecinan, Pekojan,
Kampung Melayu, Kampung
Bandan, Kampung Ambon,
Kampung Bali, dan Manggarai.

Pada tanggal 9 Oktober 1740,


terjadi kerusuhan di Batavia
dengan terbunuhnya 5.000
orang Tionghoa. Dengan
terjadinya kerusuhan ini,
banyak orang Tionghoa yang
lari ke luar kota dan melakukan
perlawanan terhadap
Belanda.[17] Dengan selesainya
Koningsplein (Gambir) pada
tahun 1818, Batavia
berkembang ke arah selatan.
Tanggal 1 April 1905 di Ibukota
Batavia dibentuk dua kotapraja
atau gemeente, yakni Gemeente
Batavia dan Meester Cornelis.
Tahun 1920, Belanda
membangun kota taman
Menteng, dan wilayah ini
menjadi tempat baru bagi
petinggi Belanda menggantikan
Molenvliet di utara. Pada tahun
1935, Batavia dan Meester
Cornelis (Jatinegara) telah
terintegrasi menjadi sebuah
wilayah Jakarta Raya.[18]
Pada 1 Januari 1926
pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan peraturan untuk
pembaharuan sistem
desentralisasi dan
dekonsentrasi yang lebih luas.
Di Pulau Jawa dibentuk
pemerintahan otonom provinsi.
Provincie West Java adalah
provinsi pertama yang dibentuk
di wilayah Jawa yang
diresmikan dengan surat
keputusan tanggal 1 Januari
1926, dan diundangkan dalam
Staatsblad (Lembaran Negara)
1926 No. 326, 1928 No. 27 jo
No. 28, 1928 No. 438, dan 1932
No. 507. Batavia menjadi salah
satu keresidenan dalam
Provincie West Java disamping
Banten, Buitenzorg (Bogor),
Priangan, dan Cirebon.

ジャカルタ
Djakarta (ジ
特別市, Jakaruta
Tokubetsu Shi)
(1942–1945)

Pendudukan oleh Jepang


dimulai pada tahun 1942 dan
mengganti nama Batavia
menjadi Djakarta untuk
menarik hati penduduk pada
Perang Dunia II. Kota ini juga
merupakan tempat
dilangsungkannya Proklamasi
Kemerdekaan Republik
Indonesia pada 17 Agustus
1945 dan diduduki Belanda
sampai pengakuan kedaulatan
tahun 1949.

Jakarta (1945-
sekarang)

Bentang Jakarta pada tahun 2017


Sejak kemerdekaan sampai
sebelum tahun 1959, Djakarta
merupakan bagian dari Provinsi
Jawa Barat. Pada tahun 1959,
status Kota Djakarta
mengalami perubahan dari
sebuah kotapraja di bawah wali
kota ditingkatkan menjadi
daerah tingkat satu (Dati I)
yang dipimpin oleh gubernur.
Yang menjadi gubernur
pertama ialah Soemarno
Sosroatmodjo, seorang dokter
tentara. Pengangkatan
Gubernur DKI waktu itu
dilakukan langsung oleh
Presiden Sukarno. Pada tahun
1961, status Djakarta diubah
dari Daerah Tingkat Satu
menjadi Daerah Khusus Ibukota
(DKI) dan gubernurnya tetap
dijabat oleh Sumarno.[19]

Semenjak dinyatakan sebagai


ibu kota, penduduk Jakarta
melonjak sangat pesat akibat
kebutuhan tenaga kerja
kepemerintahan yang hampir
semua terpusat di Jakarta.
Dalam waktu 5 tahun
penduduknya berlipat lebih dari
dua kali. Berbagai kantung
permukiman kelas menengah
baru kemudian berkembang,
seperti Kebayoran Baru,
Cempaka Putih, Pulo Mas,
Tebet, dan Pejompongan.
Pusat-pusat permukiman juga
banyak dibangun secara
mandiri oleh berbagai
kementerian dan institusi milik
negara seperti Perum
Perumnas.

Pada masa pemerintahan


Soekarno, Jakarta melakukan
pembangunan proyek besar,
antara lain Gelora Bung Karno,
Masjid Istiqlal, dan Monumen
Nasional. Pada masa ini pula
Poros Medan Merdeka-
Thamrin-Sudirman mulai
dikembangkan sebagai pusat
bisnis kota, menggantikan
poros Medan Merdeka-Senen-
Salemba-Jatinegara. Pusat
permukiman besar pertama
yang dibuat oleh pihak
pengembang swasta adalah
Pondok Indah (oleh PT
Pembangunan Jaya) pada akhir
dekade 1970-an di wilayah
Jakarta Selatan.

Laju perkembangan penduduk


ini pernah coba ditekan oleh
gubernur Ali Sadikin pada awal
1970-an dengan menyatakan
Jakarta sebagai "kota tertutup"
bagi pendatang. Kebijakan ini
tidak bisa berjalan dan
dilupakan pada masa-masa
kepemimpinan gubernur
selanjutnya. Hingga saat ini,
Jakarta masih harus bergelut
dengan masalah-masalah yang
terjadi akibat kepadatan
penduduk, seperti banjir,
kemacetan, serta kekurangan
alat transportasi umum yang
memadai.

Pada Mei 1998, terjadi


kerusuhan di Jakarta yang
memakan korban banyak etnis
Tionghoa. Gedung MPR/DPR
diduduki oleh para mahasiswa
yang menginginkan reformasi.
Buntut kerusuhan ini adalah
turunnya Presiden Soeharto
dari kursi kepresidenan. (Lihat
Kerusuhan Mei 1998).

Ekonomi
Jalan Jenderal Sudirman, salah satu
pusat bisnis dan perekonomian Jakarta.

Jakarta merupakan kota


dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang cukup pesat.
Saat ini, lebih dari 70% uang
negara beredar di Jakarta.[20]
Perekonomian Jakarta
terutama ditunjang oleh sektor
perdagangan, jasa, properti,
industri kreatif, dan keuangan.
Beberapa sentra perdagangan
di Jakarta yang menjadi tempat
perputaran uang cukup besar
adalah kawasan Tanah Abang
dan Glodok. Kedua kawasan ini
masing-masing menjadi pusat
perdagangan tekstil serta
dengan sirkulasi ke seluruh
Indonesia. Bahkan untuk
barang tekstil dari Tanah
Abang, banyak pula yang
menjadi komoditi ekspor.
Sedangkan untuk sektor
keuangan, yang memberikan
konstribusi cukup besar
terhadap perekonomian
Jakarta adalah industri
perbankan dan pasar modal.
Untuk industri pasar modal,
pada bulan Mei 2013 Bursa
Efek Indonesia tercatat sebagai
bursa yang memberikan
keuntungan terbesar, setelah
Bursa Efek Tokyo.[21] Pada
bulan yang sama, kapitalisasi
pasar Bursa Efek Indonesia
telah mencapai USD 510,98
miliar atau nomor dua tertinggi
di kawasan ASEAN.[22]
Pada tahun 2012, pendapatan
per kapita masyarakat Jakarta
sebesar Rp 110,46 juta per
tahun (USD 12,270).[23]
Sedangkan untuk kalangan
menengah atas dengan
penghasilan Rp 240,62 juta per
tahun (USD 26,735), mencapai
20% dari jumlah penduduk. Di
sini juga bermukim lebih dari
separuh orang-orang kaya di
Indonesia dengan penghasilan
minimal USD 100,000 per
tahun. Kekayaan mereka
terutama ditopang oleh
kenaikan harga saham serta
properti yang cukup signifikan.
Saat ini Jakarta merupakan
kota dengan tingkat
pertumbuhan harga properti
mewah yang tertinggi di dunia,
yakni mencapai 38,1%.[24]
Selain hunian mewah,
pertumbuhan properti Jakarta
juga ditopang oleh penjualan
dan penyewaan ruang kantor.
Pada periode 2009-2012,
pembangunan gedung-gedung
pencakar langit (di atas 150
meter) di Jakarta mencapai
87,5%. Hal ini telah
menempatkan Jakarta sebagai
salah satu kota dengan
pertumbuhan pencakar langit
tercepat di dunia.[25] Pada
tahun 2020, diperkirakan
jumlah pencakar langit di
Jakarta akan mencapai 250
unit. Dan pada saat itu Jakarta
telah memiliki gedung tertinggi
di Asia Tenggara dengan
ketinggian mencapai 638 meter
(The Signature Tower).

Transportasi
Peta pola induk transportasi
metropolitan Jakarta.

Di DKI Jakarta, tersedia


jaringan jalan raya dan jalan tol
yang melayani seluruh kota,
namun perkembangan jumlah
mobil dengan jumlah jalan
sangatlah timpang (5-10%
dengan 4-5%).

Menurut data dari Dinas


Perhubungan DKI, tercatat 46
kawasan dengan 100 titik
simpang rawan macet di
Jakarta. Definisi rawan macet
adalah arus tidak stabil,
kecepatan rendah serta antrean
panjang. Selain oleh warga
Jakarta, kemacetan juga
diperparah oleh para pelaju dari
kota-kota di sekitar Jakarta
seperti Depok, Bekasi,
Tangerang, dan Bogor yang
bekerja di Jakarta. Untuk di
dalam kota, kemacetan dapat
dilihat di Jalan Sudirman, Jalan
Thamrin, Jalan Rasuna Said,
Jalan Satrio, dan Jalan Gatot
Subroto. Kemacetan sering
terjadi pada pagi dan sore hari,
yakni di saat jam pergi dan
pulang kantor.

Peta jalur Transjakarta.


Untuk melayani mobilitas
penduduk Jakarta, pemerintah
menyediakan sarana bus PPD.
Selain itu terdapat pula bus
kota yang dikelola oleh pihak
swasta, seperti Mayasari
Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan
Bianglala. Bus-bus ini melayani
rute yang menghubungkan
terminal-terminal dalam kota,
antara lain Pulogadung,
Kampung Rambutan, Blok M,
Kalideres, Grogol, Tanjung
Priok, Lebak Bulus,
Rawamangun, dan Kampung
Melayu. Untuk angkutan
lingkungan, terdapat angkutan
kota seperti Mikrolet dan KWK,
dengan rute dari terminal ke
lingkungan sekitar terminal.
Selain itu ada pula ojek, bajaj,
dan bemo untuk angkutan jarak
pendek. Tidak seperti wilayah
lainnya di Jakarta yang
menggunakan sepeda motor, di
kawasan Tanjung Priok dan
Jakarta Kota, pengendara ojek
menggunakan sepeda ontel.
Angkutan becak masih banyak
dijumpai di wilayah pinggiran
Jakarta seperti di Bekasi,
Tangerang, dan Depok.
Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta telah memulai
pembangunan kereta bawah
tanah (subway) dan MRT
Jakarta pada Tahun 2013.
Subway jalur Lebak Bulus
hingga Bundaran Hotel
Indonesia sepanjang 15 km
ditargetkan beroperasi pada
2019. Jalur kereta monorel juga
sedang dipersiapkan melayani
jalur Semanggi - Roxy yang
dibiayai swasta dan jalur
Kuningan - Cawang - Bekasi -
Bandara Soekarno Hatta yang
dibiayai pemerintah pusat.
Untuk lintasan kereta api,
pemerintah pusat sedang
menyiapkan double track pada
jalur lintasan kereta api
Manggarai Cikarang. Selain itu
juga, saat ini sudah dibangun
jalur kereta api dari Manggarai
menuju Bandara Soekarno-
Hatta di Cengkareng. Jalur ini
sudah siap dioperasikan,
namun belum dibuka untuk
umum.

Transjakarta
Bus Transjakarta.

Sejak tahun 2004, Pemerintah


DKI Jakarta telah
menghadirkan layanan
transportasi umum yang
dikenal dengan TransJakarta.
Layanan ini menggunakan bus
AC dan halte yang berada di
jalur khusus. Saat ini ada dua
belas koridor Transjakarta yang
telah beroperasi, yaitu:

Koridor 1 Blok M - Kota


Koridor 2 Pulogadung -
Harmoni
Koridor 3 Kalideres - Pasar
Baru
Koridor 4 Pulogadung -
Dukuh Atas
Koridor 5 Kampung Melayu -
Ancol
Koridor 6 Ragunan -
Latuharhary - Dukuh Atas
Koridor 7 Kampung
Rambutan - Kampung Melayu
Koridor 8 Lebak Bulus -
Harmoni
Koridor 9 Pluit - Pinang Ranti
Koridor 10 Cililitan - Tanjung
Priok
Koridor 11 Kampung Melayu
- Pulo Gebang
Koridor 12 Pluit - Tanjung
Priok
Koridor 13 Tendean - Ciledug

Kereta listrik
KRL Jabotabek.

Selain bus kota, angkutan kota,


becak dan bus Transjakarta,
sarana transportasi andalan
masyarakat Jakarta adalah
kereta rel listrik atau yang biasa
dikenal dengan KRL Jabotabek.
Kereta listrik ini beroperasi dari
pagi hari hingga malam hari,
melayani masyrakat penglaju
yang bertempat tinggal di
seputaran Jabodetabek. Ada
beberapa jalur kereta rel listrik,
yakni

Jalur Merah Jakarta Kota -


Bogor, lewat Gambir,
Manggarai, Pasar Minggu,
dan Depok.
Jalur Jingga Bogor -
Jatinegara / Nambo - Duri,
lewat Manggarai, Tanah
Abang, Kampung Bandan
dan Pasar Senen.
Jalur Biru Jakarta Kota -
Cikarang, lewat Gambir,
Manggarai, dan Jatinegara.
Jalur Hijau Tanah Abang -
Maja, lewat Kebayoran Lama
dan Serpong.
Jalur Coklat Duri - Tangerang,
lewat Rawa Buaya.
Jalur Pink Jakarta Kota -
Pelabuhan Tanjung Priok.
Saat ini sudah bisa
dipergunakan untuk jalur
Commuter Line dan
angkutan Barang.

Angkutan sungai

Angkutan Sungai, atau lebih


populer dengan sebutan
"Waterways", adalah sebuah
sistem transportasi alternatif
melalui sungai di Jakarta,
Indonesia. Sistem transportasi
ini diresmikan penggunaannya
oleh Gubernur DKI Jakarta
Sutiyoso pada tanggal 6 Juni
2007. Sistem ini merupakan
bagian dari penataan sistem
transportasi di Jakarta yang
disebut Pola Transportasi
Makro (PTM). Dalam PTM
disebutkan bahwa arah
penataan sistem transportasi
merupakan integrasi beberapa
model transportasi yang
meliputi Bus Rapid Transit
(BRT), Light Rapid Transit (LRT),
Mass Rapid Transit (MRT), dan
Angkutan Sungai (Waterways).

Waterways mulai dioperasikan


dan diintegrasikan dalam
transportasi makro Jakarta
setelah peresmian rute
Halimun-Karet sepanjang 1,7
kilometer oleh Gubernur
Sutiyoso pada 6 Juni 2007.
Rute ini merupakan bagian dari
perencanaan rute Manggarai-
Karet sepanjang 3,6 kilometer.
Waterways merupakan
kelanjutan dari pengoperasian
sistem transportasi
TransJakarta. Untuk mengawali
Waterways, Dinas Perhubungan
Provinsi DKI Jakarta
mengoperasikan dua unit kapal
yang masing-masing
berkapasitas 28 orang yang
disebut KM Kerapu III dan KM
Kerapu IV yang berkecepatan
maksimal 8 knot.

Infrastruktur
Suasana Bundaran HI ketika Car-Free
Day tiap hari Minggu.

Terminal 3 Bandar Udara Internasional


Soekarno-Hatta Tangerang-Banten

Sebagai salah satu kota


metropolitan dunia, Jakarta
telah memiliki infrastruktur
penunjang berupa jalan, listrik,
telekomunikasi, air bersih, gas,
serat optik, bandara, dan
pelabuhan. Saat ini rasio jalan
di Jakarta mencapai 6,2% dari
luas wilayahnya.[26] Selain jalan
protokol, jalan ekonomi, dan
jalan lingkungan, Jakarta juga
didukung oleh jaringan Jalan
Tol Lingkar Dalam, Jalan Tol
Lingkar Luar, Jalan Tol
Jagorawi, dan Jalan Tol
Ulujami-Serpong. Pemerintah
juga berencana akan
membangun Tol Lingkar Luar
tahap kedua yang mengelilingi
kota Jakarta dari Bandara
Soekarno Hatta-Tangerang-
Serpong-Cinere-Cimanggis-
Cibitung-Tanjung Priok.

Untuk ke kota-kota lain di Pulau


Jawa, Jakarta terhubung
dengan Jalan Tol Jakarta-
Cikampek yang bersambung
dengan Jalan Tol Cipularang ke
Bandung dan Jalan Tol Cipali
ke Cirebon. Selain itu juga
tersedia layanan kereta api
yang berangkat dari enam
stasiun pemberangkatan di
Jakarta. Untuk ke Pulau
Sumatera, tersedia ruas Jalan
Tol Jakarta-Merak yang
kemudian dilanjutkan dengan
layanan penyeberangan dari
Pelabuhan Merak ke
Bakauheni.

Untuk ke luar pulau dan luar


negeri, Jakarta memiliki satu
pelabuhan laut di Tanjung Priok
dan bandar udara yaitu:

Bandara Internasional
Soekarno-Hatta di
Tanggerang,Banten yang
melayani penerbangan
internasional dan domestik.
Bandara Halim
Perdanakusuma yang banyak
berfungsi untuk melayani
penerbangan kenegaraan
serta penerbangan domestik

Untuk pengadaan air bersih,


saat ini Jakarta dilayani oleh
dua perusahaan, yakni PT.
Aetra Air Jakarta untuk wilayah
sebelah timur Sungai Ciliwung,
dan PT. PAM Lyonnaise Jaya
(PALYJA) untuk wilayah
sebelah barat Sungai Ciliwung.
Pada tahun 2015, kedua
perusahaan ini mampu
menyuplai air bersih kepada
60% penduduk Jakarta.[27]

Kependudukan

Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru,


pada tahun 1970-an.
Jumlah
Tahun ±%  
Pend.  
1870 65.000 —    
1875 99.100 +52.5%
1880 102.900 +3.8%
1890 105.100 +2.1%
1895 114.600 +9.0%
1901 115.900 +1.1%
1905 138.600 +19.6%
1918 234.700 +69.3%
1920 253.800 +8.1%
1925 290.400 +14.4%
1930 435.184 +49.9%
1940 533.000 +22.5%
1945 600.000 +12.6%
1950 1.733.600+188.9%
1959 2.814.000 +62.3%
1961 2.906.533 +3.3%
1971 4.546.492 +56.4%
1980 6.503.449 +43.0%
1990 8.259.639 +27.0%
2000 8.384.853 +1.5%
2005 8.540.306 +1.9%
2010 9.607.787 +12.5%
2011 10.187.595 +6.0%

Berdasarkan data BPS pada


tahun 2011, jumlah penduduk
Jakarta adalah 10.187.595
jiwa. Namun pada siang hari,
angka tersebut dapat
bertambah seiring datangnya
para pekerja dari kota satelit
seperti Bekasi, Tangerang,
Bogor, dan Depok.

Agama

Agama yang dianut oleh


penduduk DKI Jakarta
beragam. Menurut data
pemerintah DKI pada tahun
2014, komposisi penganut
agama di kota ini adalah Islam
(83.30%), Kristen Protestan
(8.62 %), Katolik (4.04%), Hindu
(1,2 %), dan Buddha (3,82%)[28]
Jumlah umat Buddha terlihat
lebih banyak karena umat
Konghucu juga ikut tercakup di
dalamnya. Angka ini tidak jauh
berbeda dengan keadaan pada
tahun 1980, di mana umat
Islam berjumlah 84,4%, diikuti
oleh Protestan (6,3%), Katolik
(2,9%), Hindu dan Buddha
(5,7%), serta Tidak beragama
(0,3%)[29] Menurut Cribb, pada
tahun 1971 penganut agama
Kong Hu Cu secara relatif
adalah 1,7%. Pada tahun 1980
dan 2005, sensus penduduk
tidak mencatat agama yang
dianut selain keenam agama
yang diakui pemerintah.

Berbagai tempat peribadatan


agama-agama dunia dapat
dijumpai di Jakarta. Masjid dan
mushala, sebagai rumah
ibadah umat Islam, tersebar di
seluruh penjuru kota, bahkan
hampir di setiap lingkungan.
Masjid terbesar adalah masjid
nasional, Masjid Istiqlal, yang
terletak di Gambir. Sejumlah
masjid penting lain adalah
Masjid Agung Al-Azhar di
Kebayoran Baru, Masjid At Tin
di Taman Mini, dan Masjid
Sunda Kelapa di Menteng.

Sedangkan gereja besar yang


terdapat di Jakarta antara lain,
Gereja Katedral Jakarta, Gereja
Santa Theresia di Menteng, dan
Gereja Santo Yakobus di Kelapa
Gading untuk umat Katolik.
Masih dalam lingkungan di
dekatnya, terdapat bangunan
Gereja Immanuel yang terletak
di seberang Stasiun Gambir
bagi umat Kristen Protestan.
Selain itu, ada Gereja Koinonia
di Jatinegara, Gereja Sion di
Jakarta Kota, Gereja Kristen
Toraja di Kelapa Gading,
Jakarta Utara.

Bagi umat Hindu yang


bermukim di Jakarta dan
sekitarnya, terdapat Pura
Adhitya Jaya yang berlokasi di
Rawamangun, Jakarta Timur,
dan Pura Segara di Cilincing,
Jakarta Utara. Rumah ibadah
umat Buddha antara lain Vihara
Dhammacakka Jaya di Sunter,
Vihara Theravada Buddha
Sasana di Kelapa Gading, dan
Vihara Silaparamitha di
Cipinang Jaya. Sedangkan bagi
penganut Konghucu terdapat
Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta
juga memiliki satu sinagoga
yang digunakan oleh pekerja
asing Yahudi.

Etnis

Berdasarkan sensus penduduk


tahun 2000, tercatat bahwa
penduduk Jakarta berjumlah
8,3 juta jiwa yang terdiri dari
orang Jawa sebanyak 35,16%,
Betawi (27,65%), Sunda
(15,27%), Tionghoa (5,53%),
Batak (3,61%), Minangkabau
(3,18%), Melayu (1,62%), Bugis
(0,59%), Madura (0,57%),
Banten (0,25%), dan Banjar
(0,1%)[30]

Jumlah penduduk dan


komposisi etnis di Jakarta,
selalu berubah dari tahun ke
tahun. Berdasarkan sensus
penduduk tahun 2000, tercatat
bahwa setidaknya terdapat
tujuh etnis besar yang
mendiami Jakarta. Suku Jawa
merupakan etnis terbesar
dengan populasi 35,16%
penduduk kota. Etnis Betawi
berjumlah 27,65% dari
penduduk kota. Pembangunan
Jakarta yang cukup pesat sejak
awal tahun 1970-an, telah
banyak menggusur
perkampungan etnis Betawi ke
pinggiran kota. Pada tahun
1961, orang Betawi masih
membentuk persentase
terbesar di wilayah pinggiran
seperti Cengkareng, Kebon
Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo
Gadung[31]
Jumlah orang Jawa banyak di
Jakarta karena ketimpangan
pembangunan antara daerah
dan Jakarta. Sehingga orang
Jawa mencari pekerjaan di
Jakarta. Hal ini memunculkan
tradisi mudik setiap tahun saat
menjelang Lebaran yaitu orang
daerah di Jakarta pulang
secara bersamaan ke daerah
asalnya. Jumlah mudik lebaran
yang terbesar dari Jakarta
adalah menuju Jawa Tengah.
Secara rinci prediksi jumlah
pemudik tahun 2104 ke Jawa
Tengah mencapai 7.893.681
orang. Dari jumlah itu
didasarkan beberapa kategori,
yakni 2.023.451 orang pemudik
sepeda motor, 2.136.138 orang
naik mobil, 3.426.702 orang
naik bus, 192.219 orang naik
kereta api, 26.836 orang naik
kapal laut, dan 88.335 orang
naik pesawat.[32] Bahkan
menurut data Kementerian
Perhubungan Indonesia
menunjukkan tujuan pemudik
dari Jakarta adalah 61%
Jateng, 39% Jatim dan 10%
daerah lain. Ditinjau dari
profesinya, 28% pemudik
adalah karyawan swasta, 27%
wiraswasta, 17% PNS/TNI
/POLRI, 10%
pelajar/mahasiswa, 9% ibu
rumah tangga dan 9% profesi
lainnya. Diperinci menurut
pendapatan pemudik, 44%
berpendapatan Rp3-5 Juta, 42%
berpendapatan Rp1-3 Juta, 10%
berpendapatan Rp5-10 Juta, 3%
berpendapatan di bawah Rp1
Juta dan 1% berpendapatan di
atas Rp10 Juta.[33]

Orang Tionghoa telah hadir di


Jakarta sejak abad ke-17.
Mereka biasa tinggal
mengelompok di daerah-daerah
permukiman yang dikenal
dengan istilah Pecinan.
Pecinan atau Kampung Cina
dapat dijumpai di Glodok,
Pinangsia, dan Jatinegara,
selain perumahan-perumahan
baru di wilayah Kelapa Gading,
Pluit, dan Sunter. Orang
Tionghoa banyak yang
berprofesi sebagai pengusaha
atau pedagang.[34] Disamping
etnis Tionghoa, etnis
Minangkabau juga banyak yang
berdagang, di antaranya
perdagangan grosir dan eceran
di pasar-pasar tradisional kota
Jakarta.

Masyarakat dari Indonesia


Timur, terutama etnis Bugis,
Makassar, dan Ambon,
terkonsentrasi di wilayah
Tanjung Priok. Di wilayah ini
pula, masih banyak terdapat
masyarakat keturunan Portugis,
serta orang-orang yang berasal
dari Luzon, Filipina.[31]
Etnis di Jakarta pada tahun 1930, 1961, dan 2000
Etnis Tahun 1930 [35] Tahun 1961 [31] Tahun 2000 [36]

Jawa 11,01% 25,4% * 35,16%

Betawi 36,19% 22,9% 27,65%

Sunda 25,37% 32,85% 15,27%

Tionghoa 14,67% 10,1% 5,53%

Batak 0,23% 1,0% 3,61%

Minangkabau 0,60% 2,1% 3,18%

Melayu 1,13% 2,8% 1,62%

Bugis -- 0,6% 0,59%

Madura 0,05% -- 0,57

Banten -- -- 0,25

Banjar -- 0,20 0,10

Minahasa 0,70% 0,70 --

Lain-lain 10,05% 1,35% 6,47%

* Catatan: Termasuk Suku Madura di dalamnya

Geografi
Jakarta berlokasi di sebelah
utara Pulau Jawa, di muara
Ciliwung, Teluk Jakarta.
Jakarta terletak di dataran
rendah pada ketinggian rata-
rata 8 meter dpl. Hal ini
mengakibatkan Jakarta sering
dilanda banjir. Sebelah selatan
Jakarta merupakan daerah
pegunungan dengan curah
hujan tinggi. Jakarta dilewati
oleh 13 sungai yang semuanya
bermuara ke Teluk Jakarta.
Sungai yang terpenting ialah
Ciliwung, yang membelah kota
menjadi dua. Sebelah timur dan
selatan Jakarta berbatasan
dengan provinsi Jawa Barat
dan di sebelah barat
berbatasan dengan provinsi
Banten.
Kepulauan Seribu merupakan
kabupaten administratif yang
terletak di Teluk Jakarta.
Sekitar 105 pulau terletak
sejauh 45 km (28 mil) sebelah
utara kota.

Iklim

Jakarta memiliki suhu udara


yang panas dan kering atau
beriklim tropis. Terletak di
bagian barat Indonesia, Jakarta
mengalami puncak musim
penghujan pada bulan Januari
dan Februari dengan rata-rata
curah hujan 350 milimeter
dengan suhu rata-rata 27 °C.
Curah hujan antara bulan
Januari dan awal Februari
sangat tinggi, pada saat itulah
Jakarta dilanda banjir setiap
tahunnya, dan puncak musim
kemarau pada bulan Agustus
dengan rata-rata curah hujan 60
milimeter . Bulan September
dan awal oktober adalah hari-
hari yang sangat panas di
Jakata, suhu udara dapat
mencapai 40 °C .[37]. Suhu rata-
rata tahunan berkisar antara
25°-38 °C (77°-100 °F).[38]
Data iklim Bandar Udara Halim Per
Bulan Jan Feb Mar
Rekor
33.3 32.8 33.3
tertinggi °C
(91.9) (91) (91.9)
(°F)
Rata-rata
28.9 28.9 29.4
tertinggi °C
(84) (84) (84.9)
(°F)
Rata-rata
26.1 26.1 26.4
harian °C
(79) (79) (79.5)
(°F)
Rata-rata
23.3 23.3 23.3
terendah °C
(73.9) (73.9) (73.9)
(°F)
Rekor
20.6 20.6 20.6
terendah °C
(69.1) (69.1) (69.1)
(°F)
Presipitasi 299.7 299.7 210.8
mm (inci) (11.799) (11.799) (8.299)
 %
85 85
kelembapan
Rata-rata
189 182 239
sinar
matahari
bulanan

Sumber #2:

Lingkungan

Taman Suropati di Menteng, Jakarta


Pusat.

Jakarta merupakan salah satu


kota dengan udara terbersih di
Indonesia. Salah satu faktor
penentu keberhasilan tersebut
adalah keberadaan kawasan
Menteng dan Kebayoran Baru
yang asri dan bersih.

Selain Menteng dan Kebayoran


Baru, banyak wilayah lain di
Jakarta yang sudah bersih dan
teratur. Permukiman ini
biasanya dikembangkan oleh
pengembang swasta, dan
menjadi tempat tinggal
masyarakat kelas menengah.
Pondok Indah, Kelapa Gading,
Pulo Mas, dan Cempaka Putih,
adalah beberapa wilayah
permukiman yang bersih dan
teratur. Namun di beberapa
wilayah lain Jakarta, masih
tampak permukiman kumuh
yang belum teratur.
Permukiman kumuh ini berupa
perkampungan dengan tingkat
kepadatan penduduk cukup
tinggi, serta banyaknya rumah
yang dibangun secara
berhimpitan di dalam gang-
gang sempit. Beberapa wilayah
di Jakarta yang memiliki
kepadatan penduduk cukup
tinggi antara lain, Tanjung
Priok, Johar Baru,
Pademangan, Sawah Besar,
dan Tambora.

Taman kota

Jakarta memiliki banyak taman


kota yang berfungsi sebagai
daerah resapan air. Taman
Monas atau Taman Medan
Merdeka merupakan taman
terluas yang terletak di jantung
Jakarta. Di tengah taman
berdiri Monumen Nasional yang
dibangun pada tahun 1963.
Taman terbuka ini dibuat oleh
Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels (1870) dan
selesai pada tahun 1910
dengan nama Koningsplein. Di
taman ini terdapat beberapa
ekor kijang dan 33 pohon yang
melambangkan 33 provinsi di
Indonesia.[41]

Taman Suropati terletak di


kecamatan Menteng, Jakarta
Pusat. Taman berbentuk oval
dengan luas 16,322 m2 ini,
dikelilingi oleh beberapa
bangunan Belanda kuno. Di
taman tersebut terdapat
beberapa patung modern karya
artis-artis ASEAN, yang
memberikan sebutan lain bagi
taman tersebut, yaitu "Taman
persahabatan seniman
ASEAN".[42]

Taman Lapangan Banteng


merupakan taman lain yang
terletak di Gambir, Jakarta
Pusat. Luasnya sekitar 4,5 ha.
Di sini terdapat Monumen
Pembebasan Irian Barat. Pada
tahun 1970-an, taman ini
digunakan sebagai terminal
bus. Kemudian pada tahun
1993, taman ini kembali diubah
menjadi ruang publik, tempat
rekreasi, dan juga kadang-
kadang sebagai tempat
pertunjukan seni.[43]

Pemerintahan

Peta DKI Jakarta tanpa Kabupaten


Administratif Kepulauan Seribu.

Dasar hukum bagi DKI Jakarta


adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2007, tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta
sebagai ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
UU ini menggantikan UU Nomor
34 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibu kota Negara
Republik Indonesia Jakarta
serta UU Nomor 11 Tahun 1990
tentang Susunan Pemerintahan
Daerah Khusus Ibu kota Negara
Republik Indonesia Jakarta
yang keduanya tidak berlaku
lagi.

DKI Jakarta memiliki status


khusus sebagai Daerah Khusus
Ibukota setingkat provinsi dan
dipimpin oleh seorang
gubernur. Berbeda dengan
provinsi lainnya, DKI Jakarta
hanya memiliki pembagian di
bawahnya berupa lima kota
administratif dan satu
kabupaten administratif, yang
berarti tidak memiliki
perwakilan rakyat tersendiri.
[44][45]
Luas
Kabupaten/Kota Pusat Bupati/Wali
No. wilayah Kecamatan
administrasi pemerintahan Kota
(km²)

Kabupaten
Administrasi Pulau
1 10,18 Irmansyah 2
Kepulauan Pramuka
Seribu

Kota
2 Administrasi 124,44 Kembangan Anas Effendi 8
Jakarta Barat

Kota
Mangara
3 Administrasi 52,38 Menteng 8
Pardede
Jakarta Pusat

Kota
Kebayoran
4 Administrasi 154,32 Tri Kurniadi 10
Baru
Jakarta Selatan

Kota
Bambang
5 Administrasi 182,70 Cakung 10
Musyawardana
Jakarta Timur

Kota
6 Administrasi 139,99 Koja Husein Murad 6
Jakarta Utara

Pemerintah Daerah

Pemerintah Provinsi Daerah


Khusus Ibukota Jakarta adalah
Gubernur dan perangkat daerah
Provinsi DKI Jakarta sebagai
unsur penyelenggara
pemerintahan Provinsi DKI
Jakarta.[46]

Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta, adalah
lembaga perwakilan rakyat
daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan
daerah. Anggota DPRD Provinsi
DKI Jakarta berjumlah paling
banyak 125% (seratus dua
puluh lima persen) dari jumlah
maksimal untuk kategori
jumlah penduduk DKI Jakarta
sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang.[46]
DPRD DKI Jakarta
2014-2019

Partai Kursi

PDI-P 28

Partai Gerindra 15

PKS 11

PPP 10

Partai Demokrat 10

Partai Hanura 10

Partai Golkar 9

PKB 6

Partai NasDem 5

PAN 2

Total 106
Sumber: Situs web DPRD DKI
Jakarta[47]

Perwakilan di DPR RI
dan DPD RI

DKI Jakarta memiliki 21


perwakilan di DPR (dari tiga
daerah pemilihan) dan empat
orang untuk DPD. Keempat
anggota DPD untuk periode
2014-2019 adalah Fahira Fahmi
Idris, S.E, M.H; Drs. H. A.M.
Fatwa; DR. Dailami Firdaus, S.H,
LL.M, MBA; dan DR. Abdul Azis
Khafia, S.Si, M.Si. Selain itu
berdasarkan hasil Pemilu
Legislatif 2014, DPRD Jakarta
memperoleh total 106 kursi
yang didominasi oleh PDI-P (28
kursi), Partai Gerindra (15 kursi)
dan PKS (11 kursi). Mayoritas
dari anggota ini adalah wajah
baru (60/106, sekitar 60%).
Pimpinan DPRD DKI Jakarta
periode 2014-2019 terdiri dari
Prasetyo Edi Marsudi (Ketua;
PDI-P), Muhammad Taufik
(Wakil Ketua; Gerindra),
Triwisaksana (Wakil Ketua;
PKS), Abraham Lunggana
(Wakil Ketua; PPP), dan Ferrial
Sofyan (Wakil Ketua; Demokrat)
yang resmi dilantik pada
tanggal 26 September 2014.[48]

Kedutaan besar

Lihat pula: Daftar kedutaan


besar di Jakarta

Di Jakarta terdapat 77
kedutaan besar negara-negara
sahabat. Sebagian besar
kedutaan ini terletak di
kawasan bisnis Jakarta.
Beberapa kedutaan besar
negara-negara sahabat, sempat
diancam oleh bom, yakni
Kedutaan Besar Australia dan
Kedutaan Besar Filipina.
Kedutaan Besar Amerika
Serikat, Inggris, dan Malaysia
kerap menjadi tempat
berdemonstrasi warga, yang
memprotes kebijakan
internasional negara tersebut.

Pendidikan
DKI Jakarta menyediakan
sarana pendidikan dari taman
kanak-kanak sampai perguruan
tinggi. Kualitas dari pendidikan
pun juga sangat bervariasi dari
gedung mewah dengan
pendingin udara sampai yang
sederhana.

Belakangan ini mulai muncul


berbagai sekolah dengan
kurikulum yang diserap dari
negara lain seperti Singapura
dan Australia. Sekolah lain
dengan kurikulum Indonesia
pun juga muncul dengan
metode pengajaran yang
berbeda, seperti Sekolah Dasar
Islam Terpadu. Selain sekolah
yang didirikan oleh pemerintah,
banyak pula sekolah yang
dikembangkan oleh pihak
swasta, seperti Al-Azhar,
Muhammadiyah, BPK Penabur,
Kolese Kanisius, Don Bosco,
Tarakanita, Pangudi Luhur,
Santa Ursula, Regina Pacis dan
Marsudirini.

DKI Jakarta juga menjadi lokasi


berbagai universitas
terkemuka, antara lain:
Universitas Negeri Jakarta
Universitas Bina Nusantara
Universitas Persada
Indonesia Y.A.I
Universitas Bakrie
Universitas Paramadina
Universitas Pancasila
Universitas Kristen Krida
Wacana
Universitas Kristen Indonesia
Universitas Pelita Harapan
Universitas Multimedia
Nusantara
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Universitas Trisakti
Universitas Katolik Atma
Jaya
Universitas Tarumanegara
Universitas Gunadarma
Universitas Nasional
Universitas Budi Luhur
Universitas Mercu Buana
Universitas Indonusa Esa
Unggul
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Sekolah Tinggi Teknik-PLN
Universitas Al Azhar
Indonesia
Universitas Bunda Mulia
Universitas Borobudur
Universitas Jayabaya
Universitas Darma Persada
Universitas Islam Djakarta
Universitas Pembangunan
Nasional
Universitas Krisnadwipayana
Institut Sains dan Teknologi
Nasional

Pariwisata
Monumen Nasional yang berdiri tegak di
tengah Lapangan Merdeka.

Jakarta merupakan salah satu


destinasi wisata yang cukup
baik di Indonesia. Untuk
meningkatkan jumlah
wisatawan yang berkunjung ke
Jakarta, pemerintah
mengadakan program "Enjoy
Jakarta". Beberapa tempat
pariwisata yang terkenal dan
biasa dikunjungi oleh para
wisatawan lokal dan
mancanegara di antaranya
adalah Taman Mini Indonesia
Indah, Pulau Seribu, Kebun
Binatang Ragunan, dan Taman
Impian Jaya Ancol (termasuk
taman bermain Dunia Fantasi
dan Seaworld Indonesia).
Disamping itu Jakarta juga
memiliki banyak tempat wisata
sejarah, yakni berupa museum
dan tugu. Diantaranya adalah
Museum Gajah, Museum
Fatahillah, dan Monumen
Nasional.[49] Disamping tempat
wisatanya yang memadai, saat
ini di Jakarta telah tersedia
sekitar 219 hotel berbintang,
3.173 restoran, dan 40 balai
pertemuan.[50] Hampir semua
jaringan hotel kelas dunia telah
membuka gerainya di Jakarta,
seperti JW Marriott Jakarta,
The Ritz-Carlton Jakarta,
Shangri-La Hotel, dan Grand
Hyatt Jakarta.
Wisata belanja

Dalam rangka menciptakan


Jakarta sebagai kota tujuan
wisata belanja, setiap bulan
Juni-Juli pemerintah
mengadakan program "Jakarta
Great Sale". Program ini
diadakan di pusat-pusat
perbelanjaan yang terdapat di
Jakarta. Untuk mewujudkan
Jakarta sebagai tujuan wisata
belanja yang unggul,
pemerintah saat ini sedang
mengembangkan poros
Casablanca-Satrio sebagai
poros wisata belanja. Di poros
ini, terdapat beberapa pusat
perbelanjaan untuk berbagai
segmen, yaitu Mal
Ambassador, ITC Kuningan,
Ciputra World Jakarta,
Kuningan City, dan Kota
Kasablanka. Tak jauh dari situ
berdiri pula Plaza Festival,
salah satu pusat kuliner yang
menawarkan makanan-
makanan khas Jakarta.

Pasar dan pusat


perbelanjaan
Plaza Indonesia, Jakarta Pusat.

Jakarta memiliki nama-nama


pasar sesuai dengan nama hari
dalam sepekan. Namun dari
nama-nama hari itu termasuk
Pasar Minggu, Pasar Senen,
Pasar Rebo, dan Pasar Jumat,
dan kini menjadi nama sebuah
daerah. Sementara, Pasar
Selasa, Pasar Kamis, dan Pasar
Sabtu, tidak terdengar lagi,
konon karena terkalahkan oleh
nama daerah. Nama pasar
dikaitkan dengan nama hari
karena dalam riwayatnya,
aktivitas di pasar itu dilakukan
pada hari tertentu. Misalnya,
disebut Pasar Senen karena
aktivitas di pasar tersebut
dulunya selalu dilakukan setiap
hari Senin. Kini nama tersebut
menjadi sebuah kecamatan di
wilayah Jakarta Pusat.

Dalam arsip Kolonial, pasar


pertama kali didirikan oleh
seorang tuan tanah berdarah
Belanda bernama Yustinus
Vinck di bagian selatan Castle
Batavia pada tahun 1730an.
Pasar itu bernama "Vincke
Passer" yang saat ini dikenal
dengan nama Pasar Senen.
Vincke Passer merupakan
pasar pertama yang
menerapkan sistem jual beli
dengan menggunakan uang
sebagai alat jual beli yang sah.

Kemudian masuk pada abad


ke-19 atau pada tahun 1801,
pemerintah VOC memberikan
kebijakan dalam perizinan
membangun pasar kepada tuan
tanah. Namun dengan
peraturan pasar yang didirikan
dibedakan menurut harinya.
Vincke Passer buka setiap hari
Senin, sehingga orang pribumi
sering menyebut Vincke Passer
sebagai "Pasar Senen" dan
hingga saat ini nama tersebut
masih melekat hingga
diabadikan menjadi sebuah
nama daerah.

Selain Vincke Passer yang buka


hari Senin, ada juga pasar yang
buka hari Selasa yakni "Pasar
Koja", pasar yang buka setiap
hari Rabu adalah Pasar Rebo
yang kini menjadi "Pasar Induk
Kramat Jati". Kemudian pasar
yang buka setiap hari Kamis
adalah Mester Passer yang kini
disebut "Pasar Jatinegara".
Selanjutnya ada beberapa
pasar yang buka pada hari
Jumat, seperti "Pasar
Lebakbulus", "Pasar Klender",
dan "Pasar Cimanggis".

Untuk Pasar Sabtu, atau pasar


yang bukanya setiap hari Sabtu
adalah "Pasar Tanah Abang".
Sedangkan Pasar Minggu atau
yang dulu dikenal dengan
sebutan "Tanjung Oost Passer"
buka pada hari Minggu.
Perbedaan pengoperasian
pasar ini dilakukan VOC dengan
alasan keamanan serta faktor
untuk mempermudah orang
dalam berkunjung dan lebih
mengenal suatu pasar. Namun
kebijakan berlakunya hari kerja
pasar tak berlangsung lama.
Sebab sejak VOC bangkrut
akibat banyak pejabat yang
korupsi, pemerintahan Belanda
di Batavia diambil alih oleh
Kerajaan Hindia Belanda. Sejak
zaman Hindia Belanda,
peraturan hari kerja pasar pun
tak berlaku lagi, hingga
sebagian besar pasar buka
setiap hari, meski telanjur
menyandang nama hari
sebagai nama pasar.

Di zaman Hindia Belanda pada


akhir abad ke-19 inilah banyak
bermunculan pasar-pasar baru
yang lebih modern, seperti
Pasar Baru dan Pasar Glodok.
Pasar-pasar yang muncul di era
abad ke-19 akhir hingga awal
abad ke-20 menjadi inspirasi
lahirnya supermarket dan juga
mal.

Sejak awal tahun 1980,


Pemerintah DKI Jakarta gencar
membangun pusat-pusat
perbelanjaan modern, atau
biasa yang dikenal dengan mal
dan plaza. Saat ini Jakarta
merupakan salah satu kota di
Asia yang banyak memiliki
pusat perbelanjaan.[51]
Beberapa pusat perbelanjaan
modern di Jakarta memiliki
luas yang cukup besar (lebih
dari 100.000 m2). Di pusat-
pusat perbelanjaan tersebut
hadir berbagai waralaba
internasional seperti Starbucks,
Sogo, jaringan restoran siap
saji McDonalds. Selain itu,
perusahaan-perusahaan
waralaba nasional juga
memenuhi ruang pusat-pusat
perbelanjaan tersebut, seperti
Es Teler 77, J.Co dan Bakmie
Gajah Mada.

Di samping pusat-pusat
perbelanjaan mewah, Jakarta
juga memiliki banyak pasar-
pasar tradisional dan pusat
perdagangan grosir antara lain
ITC Cempaka Mas, ITC Mangga
Dua, ITC Roxy Mas, Pasar
Senen dan Pasar Tanah Abang.
Selain itu, terdapat pula
hypermarket yang menjadi tren
belanja kalangan menengah di
Jakarta, antara lain Carrefour,
Hypermart, Giant, Lotte Mart,
dan Ranch Market. Untuk
lingkungan yang lebih kecil,
tersedia pula pusat belanja
kebutuhan sehari-hari dengan
harga yang terjangkau, seperti
Indomaret dan Alfamart. Di
Jakarta terdapat pula pasar
yang menjual barang-barang
unik dan antik, seperti di Pasar
Surabaya dan Pasar
Rawabening.

Beberapa pusat
perbelanjaan modern di
Jakarta adalah:

Plaza Senayan, Jakarta Pusat.


Jakarta Pusat

Grand Indonesia, merupakan


salah satu mal terluas dan
paling prestisius di
Indonesia. Mal ini terbagi
menjadi dua distrik, yaitu
West Mall dan East Mall. Mal
yang terletak di Jalan
Thamrin, Jakarta Pusat ini,
memiliki luas 250.000 m2,
dan menjadi tempat bagi
merek-merek papan atas,
seperti Zara, Louis Vuitton,
Marks & Spencer, Chanel,
Burberry, Forever21, GAP,
Gucci, Guess, Polo, dan
Samuel & Kevin. Termasuk
Toko Buku Gramedia. Di
bagian bawah pusat
perbelanjaan ini terdapat
berbagai macam restoran
yang dapat dinikmati oleh
para pengunjung.
Plaza Indonesia, terletak di
Jalan MH. Thamrin, Jakarta
Pusat. Dengan luas sekitar
42.540 m2, mall ini pernah
menjadi tempat pertama
berdirinya Sogo Department
Store Indonesia, namun telah
ditutup sejak tahun 2009. Di
mall ini terdapat Debenhams
Department Store, Louis
Vuitton, dan The Food Hall.
Mal ini dulunya terintergrasi
dengan EX Plaza (sekarang
tutup), Grand Hyatt Hotel
Jakarta, The Plaza Office
Tower, The Keraton Hyatt
Residence, dan Kedutaan
Besar Jepang.
Plaza Senayan, merupakan
mal besar di Jakarta yang
terletak di Jalan Asia Afrika,
Jakarta Selatan. Mall ini
memiliki luas 130.500 m2. Di
mall ini terdapat sejumlah
department store kelas
menengah ke atas seperti
Sogo Department Store dan
Metro Department Store. Di
mall ini juga terdapat toko
buku yang terkenal di dunia,
yakni Kinokuniya. Di bagian
atrium mall ini terdapat
sebuah jam raksasa buatan
Seiko, Jepang. Jam ini terdiri
dari 6 patung pemusik, setiap
patung memainkan alat
musik yang berbeda, yang
dimainkan setiap satu jam
sekali.
Senayan City, terletak di
Jalan Asia Afrika, Jakarta
Selatan. Mall ini terletak
berseberangan dengan Plaza
Senayan dan berdekatan
dengan Gelora Bung Karno.
Mall ini memiliki luas 68.000
m2. Di atas mall ini terdapat
menara kantor stasiun
televisi SCTV.
Jakarta Convention Center,
terletak di kompleks olahraga
Bung Karno, Gelora, Tanah
Abang, Jakarta Pusat.
Jakarta Convention Center
memiliki balai yang memiliki
5.000 tempat duduk, dan
juga balai sidang seluas
3.921 m². JCC memiliki 13
ruangan pertemuan dengan
berbagai ukuran. JCC
terhubung dengan The Sultan
Hotel and Residence melalui
terowongan bawah tanah.

Jakarta Barat

Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat.

Central Park Mall, terletak di


Jalan S. Parman, Jakarta
Barat. Mall ini memiliki luas
167.000 m2. Desain mal ini
meniru gaya unsur alam. Di
mall ini terdapat sebuah food
court, Sogo Department
Store, Carrefour, dan CGV
blitz. Mall ini terletak di
kawasan Podomoro City
yang dikembangkan oleh
Agung Podomoro.
Mal Taman Anggrek, terletak
di Jalan S. Parman, Jakarta
Barat. Dengan luas sekitar
130.000 m2, pusat
perbelanjaan ini
menyediakan lapangan ski
indoor yang terbesar di Asia
Tenggara.
Mall Ciputra Jakarta, berada
di lokasi yang sangat
strategis, yakni berada di
depan jalan tol dan diapit
oleh 2 universitas tekenal.
Mall ini terletak di Jalan S.
Parman, Jakarta Barat. Mall
ini memiliki luas 80.000 m2.
Diatas mall ini terdapat Hotel
Ciputra Jakarta. Di mall ini
terdapat Matahari
Department Store dan Hero
Supermarket.
Jakarta Utara

Mal Artha Gading,


merupakan salah satu mal
yang paling unik di Jakarta.
Konsep interior mall ini
meniru gaya sejarah Jalur
Sutera. Mall ini memiliki 7
buah atrium, yakni atrium
Nusantara, China, India,
Persia, Italia, Paris, dan
Millenium. Mal ini memiliki
luas 270.000 m2. Di mall ini
terdapat Ace Hardware &
Index, Diamond Supermarket,
Electronic City, IT Center,
Amazone, Artha Gading XXI
dan lain lain.
Mal Kelapa Gading, terletak
di Jalan Kelapa Gading
Boulevard, Jakarta Utara.
Dengan luas mencapai
147.000 m2, mal ini memiliki
food court dan pusat mode
terlengkap di Jakarta.
Emporium Pluit Mall, terletak
di Jalan Pluit Selatan Raya,
Jakarta Utara. Dengan luas
61.243 m2, mall ini memiliki
Sogo Department Store,
Carrefour, dan anchor tenant
lainnya.
Mall of Indonesia, terletak di
Jalan Boulevard Barat No.1,
Kelapa Gading, Jakarta
Utara. , mall ini memiliki
Gramedia, Carrefour, dan
anchor tenant lainnya.

Jakarta Selatan

Pondok Indah Mall, terletak


di Jalan Arteri Pondok Indah,
Jakarta Selatan. Mall ini
terdiri dari 2 bangunan utama
yakni Pondok Indah Mall I
dan II. Pondok Indah Mall II
adalah mall terlengkap untuk
memenuhi kebutuhan warga
Jakarta Selatan. Di mall II ini
terdapat Sogo Department
Store, Metro Department
Store, dan banyak tenant
besar lainnya.
Pacific Place Jakarta,
terletak di kawasan SCBD. Di
atas mall ini terdapat Ritz
Carlton Hotel Pacific Place
dan dua menara Ritz Carlton
Residence. Di mall ini
terdapat Metro, Kidzania,
CGV blitz, Kem Chicks, dan
tenant lainnya.
Cilandak Town Square,
terletak di Jalan TB.
Simatupang, Jakarta Selatan.
Mall ini terkenal sebagai
pusat hiburan di Jakarta
Selatan. Di mal ini terdapat
banyak restoran, lounge, dan
cafe.

Jakarta Timur

Cibubur Junction, terletak di


Ciracas, Jakarta Timur. Mall
ini memiliki luas 31.987 m2.
Di mall ini terdapat
Hypermart, Matahari
Department Store, Cinema
21, Karisma Book Store, dan
Timezone.

Kebudayaan

Budaya Jakarta merupakan


budaya mestizo, atau sebuah
campuran budaya dari beragam
etnis. Sejak zaman Belanda,
Jakarta merupakan ibu kota
Indonesia yang menarik
pendatang dari dalam dan luar
Nusantara. Suku-suku yang
mendiami Jakarta antara lain,
Jawa, Sunda, Minang, Batak,
dan Bugis. Selain dari
penduduk Nusantara, budaya
Jakarta juga banyak menyerap
dari budaya luar, seperti budaya
Arab, Tiongkok, India, dan
Portugis.

Jakarta merupakan daerah


tujuan urbanisasi berbagai ras
di dunia dan berbagai suku
bangsa di Indonesia, untuk itu
diperlukan bahasa komunikasi
yang biasa digunakan dalam
perdagangan yaitu Bahasa
Melayu. Penduduk asli yang
berbahasa Sunda pun akhirnya
menggunakan bahasa Melayu
tersebut.
Walau demikian, masih banyak
nama daerah dan nama sungai
yang masih tetap
dipertahankan dalam bahasa
Sunda seperti kata Ancol,
Pancoran, Cilandak, Ciliwung,
Cideng, dan lain-lain yang
masih sesuai dengan
penamaan yang digambarkan
dalam naskah kuno Bujangga
Manik[52] yang saat ini
disimpan di perpustakaan
Bodleian, Oxford, Inggris.

Meskipun bahasa formal yang


digunakan di Jakarta adalah
Bahasa Indonesia, bahasa
informal atau bahasa
percakapan sehari-hari adalah
Bahasa Melayu dialek Betawi.
Untuk penduduk asli di
Kampung Jatinegara Kaum,
mereka masih kukuh
menggunakan bahasa leluhur
mereka yaitu bahasa Sunda.

Bahasa daerah juga digunakan


oleh para penduduk yang
berasal dari daerah lain, seperti
Jawa, Sunda, Minang, Batak,
Madura, Bugis, Inggris dan
Tionghoa. Hal demikian terjadi
karena Jakarta adalah tempat
berbagai suku bangsa bertemu.
Untuk berkomunikasi antar
berbagai suku bangsa,
digunakan Bahasa Indonesia.

Selain itu, muncul juga bahasa


gaul yang tumbuh di kalangan
anak muda dengan kata-kata
yang kadang-kadang dicampur
dengan bahasa asing. Bahasa
Inggris merupakan bahasa
asing yang paling banyak
digunakan, terutama untuk
kepentingan diplomatik,
pendidikan, dan bisnis. Bahasa
Mandarin juga menjadi bahasa
asing yang banyak digunakan,
terutama di kalangan pebisnis
Tionghoa.

Makanan

Jakarta merupakan kota


internasional yang banyak
menyajikan makanan khas dari
seluruh dunia. Di wilayah-
wilayah yang banyak didiami
oleh para ekspatriat asing,
seperti di daerah Menteng,
Kemang, Pondok Indah, dan
daerah pusat bisnis Jakarta,
tidak sulit untuk menjumpai
makanan-makanan khas asal
Eropa, China, Jepang dan
Korea. Makanan-makanan ini
biasanya dijual dalam restoran-
restoran mewah.

Di Jakarta, dan seperti kota-


kota lainnya di Indonesia,
Rumah Makan Padang
merupakan restoran yang
paling banyak dijumpai. Hampir
di setiap sudut kota, dengan
mudahnya dijumpai rumah
makan yang manyajikan
masakan asal Minangkabau ini.
Selain Masakan Minang,
Jakarta juga memiliki makanan
khasnya. Yang paling terkenal
adalah Kerak Telor, Soto
Betawi, Kue Ape, Roti Buaya,
Combro, dan Nasi Uduk.
Sebagai tempat bermukimnya
berbagai etnis di Indonesia, di
sini juga bisa ditemukan
berbagai macam makanan
tradisional dari daerah lainnya,
seperti Rawon, Rujak Cingur,
dan Kupang Lontong. Di
Jakarta juga terdapat Warung
Tegal jumlahnya ada lebih dari
34.000 warung di
Jabodetabek.[53]

Olahraga

Stadion Gelora Bung Karno pada acara


AFC Cup 2007.

Sejak masa Presiden Soekarno


hingga saat ini, Jakarta sering
menjadi tempat
penyelenggaraan event-event
olahraga berskala
internasional, di antaranya
pernah menjadi tuan rumah
Asian Games pada tahun 1962,
serta Asian Games 2018
mendatang, bersama dengan
Palembang. Piala Asia pada
tahun 2007 dan beberapa kali
menjadi tuan rumah Pesta
Olahraga bangsa-bangsa Asia
Tenggara atau yang lebih
dikenal dengan Sea Games.
Mayoritas masyarakat Jakarta
gemar berolahraga. Sepak bola
merupakan cabang permainan
yang banyak diminati
masyarakat, di samping bulu
tangkis, bola voli, dan bola
basket. Jakarta memiliki
beberapa klub sepak bola
profesional. Diantaranya Persija
Jakarta yang saat ini
berkompetisi di Liga Super
Indonesia 2015 dan Persitara
Jakarta Utara, yang saat ini ikut
berlaga di kompetisi Liga
Nusantara 2015.

Tempat-tempat olahraga di
Jakarta antara lain: Gelora
Bung Karno Senayan di Jakarta
Pusat; Stadion Lebak Bulus,
GOR Bulungan, Lapangan Golf
Pondok Indah, Lapangan Golf
Matoa, dan GOR Soemantri
Brodjonegoro Kuningan di
Jakarta Selatan; Stadion Tugu,
Stadion Kamal, Gedung Basket
Kelapa Gading, Lapangan Golf
Ancol, dan Sports Mall Kelapa
Gading di Jakarta Utara;
Stadion Bea Cukai Rawa
Mangun, Lapangan Golf Rawa
Mangun, Pacuan Kuda Pulo
Mas, dan Gedung Senam DKI
Radin Inten di Jakarta Timur.

Media
Surat kabar

Daerah Khusus Ibukota Jakarta


memiliki beberapa surat kabar
di antara:
Nama Jenis Perusahaan Bahasa

MNC Media/Sindo
Koran Sindo
Media

Suara Pembaruan BeritaSatu Media


Investor Daily Holdings

Sinar Harapan Sinar Harapan

Republika Mahaka Media

Kompas
Kompas Gramedia
Warta Kota

Jurnalindo Aksara
Bisnis Indonesia Indonesia
Grafika

Media Indonesia Media Group

Rakyat Merdeka
Grup Jawa Pos
Indo Pos
Nasional/Ibu
Suara Karya kota Suara Rakyat

Jurnal Nasional Media Nusa Pradana

Koran Tempo Tempo Media

Pos Kota POLDA Metro Jaya

Koran Jakarta Berita Nusantara

The Jakarta Post Kompas Gramedia

BeritaSatu Media Inggris


Jakarta Globe
Holdings

Indonesia Shang Jurnalindo Aksara


Bao Grafika
Mandarin
International Daily
Grup Jawa Pos
News

Harian Jakarta Bina Komunika


Jepang
Shimbun Asiatama
Stasiun televisi

Berlangganan

Daerah Khusus Ibukota Jakarta


juga memiliki beberapa stasiun
televisi berlangganan seperti:

BiG TV
First Media
Groovia TV/UseeTV
Innovate
MNC Sky Vision (Indovision,
Top TV dan OkeVision)
K-Vision
Max3
Nexmedia
OrangeTV
Skynindo
TransVision
Topas TV
viva+

Stasiun radio

Daerah Khusus Ibukota Jakarta


juga memiliki beberapa terdiri
dari 100-stasiun radio bersiaran
ibu kota seperti:
Frekuensi Signal Nama Stasiun

Radio Vineyard
576 KHz
Indonesia

702 KHz Tona

756-KHz Radio Rodja

792 KHz Suara As Syafiyah

810 KHz Buana Komunika

828 KHz Berita Klasik

835 KHz Muslim Jakarta Radio


AM
837 KHz Garis Visi

864 KHz Suara Jakarta

882 KHz Pelangi Nusantara

900 KHz Sinda Jaya

Radio Jakarta
910 KHz
Alternative Station

999 KHz Pro 3 RRI Radio Republik Indonesia

1332 KHz Pro 4 RRI Radio Republik Indonesia

87.6 MHz Hard Rock FM MRA Media Group

88.0 MHz Mustang FM Radio Ramako Group

Media Nusantara
88.4 MHz Global Radio
Citra/MNC Networks

88.8 MHz Pro 3 RRI Radio Republik Indonesia

89.2 MHz FM Green Radio

89.6 MHz I-Radio MRA Media Group

90.0 MHz Elshinta Radio Elshinta Media

90.4 MHz Cosmopolitan FM MRA Media Group

90.8 MHz OZ Radio OZ Radio Networks

91.2 MHz Pro 1 RRI Radio Republik Indonesia


91.6 MHz Indika FM Indika Multimedia

92.0 MHz Sonora FM Kompas Gramedia

92.4 MHz PASFM

92.8 MHz Pro 4 RRI Radio Republik Indonesia

93.9 MHz Mersi FM

94.3 MHz Women Radio

94.7 MHz UFM

95.1 MHz Kis FM Radio Ramako Group

95.5 MHz RASFM Jakarta

95.9 MHz Smart FM Kompas Gramedia

96.3 MHz RPK FM

96.7 MHz Hitz FM Indika Multimedia

Radio Dangdut Media Nusantara


97.1 MHz
Indonesia Citra/MNC Networks

97.5 MHz Motion Radio Jakarta Kompas Gramedia

97.9 MHz FeMale Radio Masima Media

98.3 MHz Cakrawala FM

98.7 MHz Gen FM Mahaka Media

99.1 MHz Delta FM Masima Media

99.5 MHz Smooth MPG Media

99.9 MHz Virgin Radio MPG Media

100.6
Heartline FM Heartline Network
MHz

101.0
Jak FM Mahaka Media
MHz

101.4
Trax FM MRA Media Group
MHz

101.8 Sinar Mas Group (PT Mega


Bahana FM
MHz Media Indonesia)
102.2
Prambors
MHz

102.6
Camajaya FM
MHz

103.0
Pop FM
MHz

103.4
DFM
MHz

103.8
Brava FM MRA Media Group
MHz

104.2
MS Tri FM
MHz

Media Nusantara
104.6
Sindo Trijaya FM Citra/MNC Networks/Sindo
MHz
Media

105.0
Pro 2 RRI Radio Republik Indonesia
MHz

105.4
CBB FM
MHz

105.8
Lite FM Radio Ramako Group
MHz

106.2
Bens Radio
MHz

106.6 Media Nusantara


Radio V
MHz Citra/MNC Networks

107.5 Radio Music City


MHz (Jakarta Hits Music)

107.8 Radio Kepolisian


POLDA Metro Jaya
MHz Jakarta
Musik dan
Hiburan

Jakarta banyak melahirkan


penyanyi dan grup musik besar
di tanah air. Sejumlah grup
musik besar yang dibentuk di
Jakarta antara lain Elovii,
Vierratale, Cherrybelle,
Teenebelle, Duo Anggrek, Be5t,
Blink, JKT48 dan Gamaliel,
Audrey, Cantika. Penyanyi dari
Jakarta antara lain: Devy
Berlian, Mikha Tambayong,
Raisa Andriana, Widy Soediro
Nichlany, Angelica Martha
Pieters, Djenar Maesa Ayu, Gita
Gutawa, Agnes Monica, Anggun
Cipta Sasmi, Nikita Willy,
Shireen Sungkar, Marsha Aruan,
Maudy Ayunda, Dhea Annisa,
Kesha Ratuliu, Dhea Ananda,
Kamasean Matthews, Nia
Daniati, Rachel Amanda,
Christine Panjaitan, Ria Irawan,
Audy Item, Terryana Fatiah,
Ardina Rasti, Andania Suri,
Tasya Kamila, Amara, Novita
Dewi Marpaung, Fatin Shidqia
Lubis, Melinda, Shena Malsiana,
Ashanty, Anggie Rassly,
Michelle Meriem, Sherin Nindi
Putri dan Yunita Siregar.

Kota kembar
Asia Eropa Afrika
1. Jepang Tokyo[54] 1. 1. Mesir Kairo
Belanda Rotterdam[62][61] [61][57]
2. Republik Rakyat
Tiongkok Beijing[55][56] 2. 2.
Jerman Berlin[63][64] Maroko Casablanca
3. Republik Rakyat
[68][57]
Tiongkok Shanghai[57] 3. Perancis
Paris[61][57]
4. Seoul, Korea
Selatan[58][56][59][60] 4. Rusia Moscow[57]

5. Republik 5.
Demokratik Rakyat Hongaria Budapest[65][57]
Korea Pyongyang[61]
6. Yunani Athens[61]
6.
7. Turki Istanbul[61]
Thailand Bangkok[61]

7. Vietnam Hanoi[61]

8.
Pakistan Islamabad[61][57]

9. Arab
Saudi Jeddah[61][57]

10. Brunei Bandar


Seri Begawan
Masakan

Makanan

Asinan Betawi
Soto Betawi
Gabus pucung
Sayur babanci
Sayur godog
Sayur besan (Telubuk sayur
pemersatu)
Ayam sampyok
Sambelan lengkio
Soto tangkar
Soto mie
Pecak tembang
Bandeng pesmol
Nasi kebuli
Nasi uduk
Nasi ulam

Minuman

Es selendang mayang
Es goyang

Kue/Makanan Ringan

Kue cucur
Kue rangi
Kue talam
Kue kelen
Sengkulun
Putu mayang
Andepite
Sagon
Kue ape
Kue cente manis
Kue pepe
Kue dongkal
Rujak penganten

Oleh-Oleh

Kerak telor
Kue geplak
Roti buaya[71]
Kue kembang goyang
Dodol betawi
Bir pletok

Permasalahan

Banjir merupakan masalah


berkepanjangan yang terus melanda
Jakarta.

Sosial
Sebagaimana umumnya kota
megapolitan, kota yang
berpenduduk di atas 10 juta,
Jakarta memiliki masalah
stress, kriminalitas, dan
kemiskinan. Penyimpangan
peruntukan lahan dan
privatisasi lahan telah
menghabiskan persediaan
taman kota sehingga
menambah tingkat stress
warga Jakarta. Kemacetan lalu
lintas, menurunnya interaksi
sosial karena gaya hidup
individualistik juga menjadi
penyebab stress. Tata ruang
kota yang tidak partisipatif dan
tidak humanis menyisakan
ruang-ruang sisa yang
mengundang tindak laku
kriminal.

Jumlah pendatang di Jakarta


(2002-2005):

Tahun Eksodus Influks Perbedaan

2002 2.643.273 2.874.801 231.528

2003 2.816.384 3.021.214 204.830

2004 2.213.812 2.404.168 190.356

2005  ? 200.000-250.000*

Catatan: * perkiraan
Sumber: Dinas Kependudukan
Dan Catatan Sipil Provinsi DKI
Jakarta
Banjir

Pembangunan tanpa kendali di


wilayah hilir, penyimpangan
peruntukan lahan kota, dan
penurunan tanah akibat
eksploitasi air oleh industri,
menyebabkan turunnya
kapasitas penyaluran air sistem
sungai, yang menyebabkan
terjadinya banjir besar di
Jakarta.

Tata ruang kota yang sering


berubah-ubah, menyebabkan
polusi udara dan banjir sulit
dikendalikan. Walaupun
pemerintah telah menetapkan
wilayah selatan Jakarta
sebagai daerah resapan air,
namun ketentuan tersebut
sering dilanggar dengan terus
dibangunnya perumahan serta
pusat bisnis baru. Beberapa
wilayah yang diperuntukkan
untuk permukiman, banyak
yang beralih fungsi menjadi
tempat komersial.

Untuk memperbaiki keadaan,


Jakarta membangun dua banjir
kanal, yaitu Banjir Kanal Timur
dan Banjir Kanal Barat. Banjir
Kanal Timur mengalihkan air
dari kali Cipinang ke arah timur,
melalui daerah Pondok Bambu,
Pondok Kopi, Cakung, sampai
Cilincing. Sedangkan Banjir
Kanal Barat yang telah
dibangun sejak zaman kolonial
Belanda, mengaliri air melalui
Karet, Tanahabang, sampai
Angke. Selain itu Jakarta juga
memiliki dua drainase, yaitu
Cakung Drain dan Cengkareng
Drain.
Lihat pula
Megapolitan
Poros Medan Merdeka-
Thamrin-Sudirman
Jabotabek
Jagorawi
Pekan Raya Jakarta
Menara Jakarta
Daftar bangunan dan struktur
tertinggi di Jakarta
Daerah di Jakarta
Sunda Kelapa
Kerajaan Sunda
Referensi
1. ^ a b (Inggris) Suryodiningrat,
Meidyatama (2007-06-22).
"Jakarta: A city we learn to love
but never to like" . The Jakarta
Post. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2008-02-21.
2. ^ a b "Travel Indonesia Guide
– How to appreciate the 'Big
Durian' Jakarta" . Worldstepper-
daworldisntenough.blogspot.co
m. 8 April 2008. Diakses tanggal
27 April 2010.
3. ^ "A Day in J-Town" . Jetstar
Magazine. April 2012. Diakses
tanggal 2 January 2013.
4. ^ "GEOGRAFIS JAKARTA" .
jakarta.go.id. 1 Januari 2008.
Diakses tanggal 12 April 2016.
5. ^ a b BPS: Jakarta Dalam
Angka [1] , diakses pada 12
Agustus 2015
6. ^ a b jakarta.go.id: APBD
7. ^ Indonesia's Population:
Ethnicity and Religion in a
Changing Political Landscape.
Institute of Southeast Asian
Studies. 2003.
ISBN 9812302123.
8. ^ a b Sensus Penduduk 2010.
Biro Pusat Statistik
9. ^ (Inggris) "A Day in J-Town" .
Jetstar Magazine. April 2012.
Diakses tanggal 2 Januari 2013.
10. ^ Thee Liang Gie; Sejarah
Pemerintahan Kota Djakarta,
Jakarta: Kotapraja Djakarta Raja,
1958, hal. 83.
11. ^ ".. Xacatara por outro
nome Caravam ..", Barros, Da
Asia decada IV, liv. 1, Cap XII,
hlm. 77, dalam laman web
Rushdy Hoesein, Sejarah Hari
Lahirnya Kota Jakarta , 6 Juni
2007. Diakses 22 September
2011.
12. ^ T.B.G. jilid 19 tahun 1870,
hal. 393, dalam Slamet Muljana,
Sriwijaya , hal. 72. LKiS, 2006.
ISBN 979-8451-62-7. Diakses 22
September 2011.
13. ^ Titik Pudjiastuti, (2007),
Perang, dagang, persahabatan:
surat-surat Sultan Banten,
Yayasan Obor Indonesia, ISBN
979-461-650-8.
14. ^ Jaketra , Portal Resmi
Provinsi DKI Jakarta,
www.jakarta.go.id, © 1995 -
2011 Dinas Komunikasi,
Informatika dan Kehumasan
Pemprov DKI Jakarta, Diakses
23 September 2011.
15. ^ Rushdy Hoesein, Sejarah
Hari Lahirnya Kota Jakarta , 6
Juni 2007. Diakses 22
September 2011.
16. ^ Djulianto Susantio,
Pendirian Jakarta dan
Pangeran Jayakarta ,
hurahura.wordpress.com, 1
Maret 2010. Diakses 22
September 2011.
17. ^ Wijayakusuma, H.M.
Hembing. Pembantaian Massal
1740, Tragedi Berdarah Angke.
Pustaka Populer Obor.
18. ^ Alwi Shahab, Koran
Republika, 1 Desember 2007
19. ^ Jakarta 1960-an:
Kenangan Semasa Mahasiswa,
Firman Lubis, Masuo Jakarta,
2008 ISBN 979-3731-46-X
20. ^ Jakarta Kini
21. ^ [2]
22. ^
http://www.beritasatu.com
Lampau Target, Transaksi BEI
Naik 43%
23. ^ bps.go.id BPS Provinsi
DKI Jakarta
24. ^ kontan.co.id Pertumbuhan
Hunian Mewah Jakarta
Tertinggi Dunia
25. ^ http://www.investor.co.id
Pertumbuhan Pencakar Langit
Jakarta 87,5%
26. ^ sindonews.com Rasio
Jalan di Jakarta baru 6,2
persen
27. ^ Rumahku.com Indonesia
Hadapi Masalah Air Bersih, Apa
Solusinya?
28. ^ Data pemerintahan tidak
ikut menghitung data
kependudukan kecamatan
Pesanggrahan dan Cilandak di
Jakarta Selatan. Kedua
kecamatan ini penduduknya
adalah 300.000 jiwa atau sekitar
4 % penduduk Jakarta. Data ini
tidak mencatat para penganut
agama Kong Hu Cu
29. ^ Data Robert Cribb,
Historical Atlas of Indonesia
(2000:47-51)
30. ^ Indonesia's Population:
Ethnicity and Religion in a
Changing Political Landscape.
Institute of Southeast Asian
Studies. 2003.
31. ^ a b c Lance Castles, Profil
Etnik Jakarta, Masup Jakarta,
2007
32. ^ Kenaikan jumlah pemudik
asal Jateng tahun ini tertinggi
33. ^ 279 juta penduduk akan
melakukan mudik Lebaran
2014
34. ^ Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman, Ensiklopedi
Jakarta: Culture & Heritage:
Volume 3, Yayasan Untuk
Indonesia, Jakarta Raya
(Indonesia), 2005
35. ^ Nederlandsch Indie,
Departement van
Economischezaken, Volkstelling
1930 Vol. I, Batavia, 1935
36. ^ Sensus Penduduk Tahun
2000
37. ^ Turner, Peter (1997). Java
(Edisi ke-1st edition).
Melbourne: Lonely Planet
Publications. hlmn. p. 37.
ISBN 0-86442-314-4.
38. ^ "Jakarta: When to Go" .
Lonely Planet. Lonely Planet
Publications. 2008. Diakses
tanggal 2008-10-06.
39. ^ "INDONESIA - HALIM
PERDANAKUS" . Centro de
Investigaciones
Fitosociológicas. Diakses
tanggal 26 June 2016.
40. ^ "STATIONSNUMMER
96745" (PDF). Ministry of
Energy, Utilities and Climate.
Diarsipkan dari versi asli (PDF)
tanggal 16 Januari 2013.
Diakses tanggal 26 Juni 2016.
41. ^ "Taman Medan Merdeka
(Indonesian)" . Dartmouth
deskominfomas. Jakarta.go.id.
42. ^ "Taman Suropati
(Indonesian)" . deskominfomas.
Jakarta.go.id.
43. ^ "Taman Lapangan
Banteng (Indonesian)" .
deskominfomas. Jakarta.go.id.
44. ^ Daftar Jumlah Kabupaten
Kota di Setiap Provinsi di
Indonesia - Infopersada.
Berdasarkan data Kemendagri 6
September 2016.
45. ^ Data Wilayah - Buku XI
Provinsi DKI Jakarta -
Kemendagri 2015.
46. ^ a b Undang-undang Nomor
29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta
sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia
47. ^ [3]
48. ^ Pimpinan DPRD DKI
Jakarta dilantik
49. ^ "Ibukota Negara
Monumental (Indonesian)" .
50. ^ http://www.jakarta.go.id
Situs Resmi Pemerintah DKI
Jakarta
51. ^ Jakarta Malls and
Shopping Centers - Luxury
shopping in Indonesia
52. ^ Three Old Sundanese
Poems. KITLV Press. 2007.
53. ^ http://news.okezone.com
/read/2010/12/06/338/400401
/34-725-warteg-bertebaran-di-
jabodetabe//
54. ^ "Sister Cities (States) of
Tokyo - Tokyo Metropolitan
Government" . metro.tokyo.jp.
2016-06-11. Diakses tanggal
2016-06-11.
55. ^ "Sister Cities" . Beijing
Municipal Government. Diakses
tanggal 23 June 2009.
56. ^ a b "Weekly 5: Jakarta's
sister cities" . The Jakarta Post.
6 March 2015.
57. ^ a b c d e f g h i "KONI DKI
Jalin Kerja Sama "Sister City"
dengan 21 Kota Dunia" . Beruta
Satu. 26 June 2014.
58. ^ Seoul Metropolitan
Government. "Seoul sister cities
& MOU cities" .
59. ^ "International
Cooperation: Sister Cities" .
Seoul Metropolitan Government.
www.seoul.go.kr. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 10 December
2007. Diakses tanggal 26
January 2008.
60. ^ "Seoul -Sister Cities [via
WayBackMachine]" . Seoul
Metropolitan Government
(archived 2012-04-25).
Diarsipkan dari versi asli
tanggal 25 March 2012. Diakses
tanggal 23 August 2013.
61. ^ a b c d e f g h i j LB Ciputri
Hutabarat (12 February 2016).
"Ahok Berencana Kunjungi
Pyongyang" . MetroTV News.
62. ^ "ROTTERDAM: EEN
STERKINTERNATIONAAL
MERK" (PDF) (PDF) (dalam
bahasa dutch). Rotterdam, The
Netherlands: City of Rotterdam.
2008. hlm. 37. Diakses tanggal
20 March 2015.
63. ^ "Berlin – City
Partnerships" . Der Regierende
Bürgermeister Berlin. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 21 May
2013. Diakses tanggal 17
September 2013.
64. ^ "JAKARTA BERLIN ART
FESTIVAL 2014: BRINGING
JAKARTA’S
MULTICULTURALISM TO
BERLIN" . Indonesian Embassy
in Berlin. 14 November 2014.
65. ^ "The Jakarta Post -
Hungarian envoy builds new
links with RI" . The Jakarta Post.
66. ^ "DKI-Kairo Jalin
Kerjasama Sister City" .
Jakarta.go.id. 28 January 2016.
67. ^ Veeramalla Anjaiah (30
July 2009). "Morocco seeks to
boost business ties with RI:
Envoy" . The Jakarta Post.
Diakses tanggal 14 June 2013.
68. ^ Aulia Bintang Pratama (26
January 2016). "Ahok Kesulitan
Kunjungi 21 "Sister City"
Jakarta" . CNN Indonesia.
69. ^ "Sister Cities of Los
Angeles" . Diakses tanggal 18
December 2009.
70. ^ "Jakarta - Indonesia" . LOS
ANGELES - JAKARTA SISTER
CITY.
71. ^ "Roti Buaya" : [4]

Pranala luar

Wikimedia Commons
memiliki galeri mengenai:
Jakarta

(Indonesia) Situs web resmi


Daerah Khusus Ibukota
Jakarta
(Indonesia) Situs Dinas
Pariwisata DKI Jakarta
(Indonesia) Situs Dinas
Kependudukan dan Catatan
Sipil DKI
(Indonesia) Profil Demografi
Jakarta
(Indonesia) Profil Ekonomi
Jakarta
(Indonesia) Profil Wisata
Jakarta
(Indonesia) Ekonomi
Regional Jakarta
(Indonesia) Statistik
Regional Jakarta
(Indonesia) Informasi rute
angkutan umum di DKI
Jakarta
(Indonesia) Situs web resmi
Pariwisata Indonesia
Kota-kota be
Kota Provinsi Populasi
Daerah
Khusus
1 Jakarta 9.988.495
Ibukota
Jakarta
Jawa
2 Surabaya 2.805.906
Timur
Sumatera
3 Medan 2.465.469
Utara
Jawa
4 Bandung 2.339.463
Barat Jaka
Sulawesi
5 Makassar 1.651.146
Selatan
Jawa
6 Semarang 1.621.384
Tengah
Sumber: Kemendagri 2015 (tidak te

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org
/w/index.php?title=Daerah_Khusus_Ib
ukota_Jakarta&oldid=13532878"

Terakhir disunting 18 ja…

Konten tersedia di bawah CC BY-SA


3.0 kecuali dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai