Anda di halaman 1dari 15

REFLEKSI KASUS November 2017

DERMATITIS ATOPIK

OLEH :

Gita Dewi

N 111 17 013

PEMBIMBING KLINIK:

dr. Nur Hidayat, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA DAN UNIVERSITAS TADULAKO

2017
STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Pengau
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 26 Oktober 2017
Ruangan : Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Undata
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan utama: gatal-gatal pada bagian kelopak mata, leher, dan
kedua tangan.
Riwayat penyakit sekarang:
Seorang laki - laki umur 62 tahun umur datang ke polik kesehatan
kulit dan kelamin RSUD Undata, dengan keluhan gatal-gatal pada kelopak
mata, leher, lipatan siku, dan siku yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir.
Pasien mengaku sudah pernah mengalami keluhan yang serupa 5 bulan
yang lalu, sudah sembuh namun kembali lagi. Awalnya gatal dirasakan di
kelopak mata dan dilipatan siku. Gatal kemudian dirasakan timbul disiku
dan dileher. Lalu selang beberapa hari timbul bintik-bintik merah yang
kemudian menjadi bentol-bentol yang berisi cairan. Semakin hari gatalnya
semakin meningkat apa lagi ketika malam hari atau sedang berkeringat,
dan pasienpun terus menggaruk hingga bentol yang berisi cairan tersebut
pecah yang kemudian mengering, tetapi gatalnya tidak menghilang sampai
saat ini. Pasien juga mengaku semenjak gatal-gatal itu muncul, kulitnya
juga ikut kering bukan hanya pada daerah bintik-bintik merah tersebut.
Pasien mengaku sudah pernah minum obat sebelumnya yang dibeli di
apotik, namun gatalnya masih di rasakan oleh pasien.

Riwayat Penyakit dahulu:


Riwayat menderita hal yang sama 5 bulan yang lalu. Hipertensi (-),
Diabetes Melitus (-), penyakit jantung (+) riwayat atopi (+) : Riwayat
penyakit asma, riwayat alergi makanan (+).

Riwayat Keluarga:
Tidak ada keluarga dengan riwayat yang sama dengan pasien. Hanya saja
Ibu pasien ada riwayat asma.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalisata
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Status gizi : gizi cukup
b. Tanda-tanda Vital
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Status Dermatologis
Ujud Kelainan Kulit :
1. Kepala :Terdapat ujud kelainan kulit berupa
makula hiperpigmentasi di regio palpebra dextra et sinistra
2. Leher : Terdapat ujud kelainan kulit berupa
plak hiperpigmentasi, likenifikasi disertai skuama
3. Dada : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit
4. Ketiak : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit
5. Perut : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit
6. Genitalia : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit
7. Ekstremitas atas : Terdapat ujud kelainan kulit berupa
plak hiperpigmentasi, likenifikasi disertai skuama simetris di
regio extensor dan ujud kelainan kulit berupa papul eritem
disertai skuama halus simetris di regio flexor.
8. Punggung : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit
9. Bokong : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit
10. Ekstremitasbawah : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit
IV. GAMBAR

Gambar 1. Terdapat ujud kelainan kulit berupa Likenifikasi yang


hiperpigmentasi di regio palpebra dextra et sinistra

Gambar 2. Terdapat ujud kelainan kulit berupa plak hiperpigmentasi, likenifikasi


disertai skuama simetris di regio extensor.
Gambar 3. Terdapat ujud kelainan kulit berupa papul eritem disertai
skuama halus simetris di regio flexor

V. RESUME
Seorang laki - laki umur 62 tahun datang ke polik kesehatan kulit
dan kelamin RSUD Undata, dengan keluhan pruritus pada palpebra,
leher, flexor dan ekstensor ektremitas superior yang simetris. Pruritus
dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Pasien sudah pernah mengalami
keluhan yang serupa 5 bulan yang lalu, sudah sembuh namun kembali lagi.
Semenjak gatal-gatal itu muncul, kulitnya juga ikut kering bukan hanya
pada daerah bintik-bintik merah tersebut. Pasien sudah pernah minum obat
sebelumnya yang dibeli di apotik namun keluhan gatal masih dirasakan.
Pasien datang dengan keadaan umum sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, status gizi baik, TD 140/90 mmHg, nadi 84 kali/menit, respirasi 20
kali/menit. Riwayat menderita hal yang sama 5 bulan yang lalu. Penyakit
jantung (+). Riwayat atopi (+) : riwayat penyakit asma. Riwayat alergi
makanan (+).
Pada pemeriksaan fisik terdapat ujud kelainan kulit berupa
Likenifikasi yang hiperpigmentasi di regio palpebra dextra et sinistra,
pada leher Terdapat ujud kelainan kulit berupa plak hiperpigmentasi,
likenifikasi disertai skuama, dan pada ektremitas atas Terdapat ujud
kelainan kulit berupa plak hiperpigmentasi likenifikasi disertai skuama
simetris di regio extensor dan Terdapat ujud kelainan kulit berupa papul
eritem disertai skuama halus simetris di regio flexor.

VI. DIAGNOSIS BANDING


a. Neurodermatitis
b. dermatitis kontak alergi

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN


a. skin prick test
b. pemeriksaan serum IgE

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Dermatitis Atopik

IX. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Karena kulit penderita DA cenderung lebih rentan terhadap iritan,
oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian
menghindari faktor yang memperberat atau memicu kekambuhan
b. Memakai pakaian yang bersih dengan bahan yang mudah
menyerap keringat.
c. Jangan menggaruk area yang luka
d. Memakai pelembab kulit
2. Medikamentosa
a. pengobatan topikal
- desoxymethason 0,25%
b. pengobatan sistemik
- cetirizin 10 mg 1x1
- methylprednisolon 4 mg 2x1
X. PROGNOSIS
a. Qua ad vitam : ad bonam
b. Qua at fungtionam : dubia ad bonam
c. Qua at sanationam : dubia ad bonam
d. Qua at cosmetikam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN

Seorang laki - laki umur 62 tahun datang ke polik kesehatan kulit dan
kelamin RSUD Undata, dengan keluhan pruritus pada palpebral, leher, flexor dan
ekstensor simetris yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir Pasien sudah pernah
mengalami keluhan yang serupa 5 bulan yang lalu, sudah sembuh namun kembali
lagi. Semenjak gatal-gatal itu muncul, kulitnya juga ikut kering bukan hanya pada
daerah bintik-bintik merah tersebut. Pasien sudah pernah minum obat sebelumnya
yang dibeli di apotik namun keluhan gatal masih dirasakan. Pasien datang dengan
keadaan umum sakit sedang, kesadaran kompos mentis, status gizi baik, TD
140/90 mmHg, nadi 84 kali/menit, respirasi 20 kali/menit. Riwayat menderita hal
yang sama 5 bulan yang lalu. Penyakit jantung (+). Riwayat atopi (+). Riwayat
alergi makanan (+).
Pada pemeriksaan fisik terdapat ujud kelainan kulit berupa Likenifikasi
yang hiperpigmentasi di regio palpebra dextra et sinistra, pada leher Terdapat
ujud kelainan kulit berupa plak hiperpigmentasi, likenifikasi disertai skuama, dan
pada ektremitas atas Terdapat ujud kelainan kulit berupa plak hiperpigmentasi
likenifikasi disertai skuama simetris di regio extensor dan Terdapat ujud kelainan
kulit berupa papul eritem disertai skuama halus simetris di regio flexor.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan
Dermatitis Atopik. Dermatitis Atopik (DA) adalah Dermatitis atopik (DA) adalah
peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama
masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum dan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya, Istilah lain adalah
ekzema atopik, ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermatitis
diseminata, prurigo Besnier1. Meskipun patogenesis gangguan ini tidak
sepenuhnya dipahami, tampaknya hasil dari interaksi yang kompleks antara
kerusakan pada fungsi sawar kulit, lingkungan dan agen infeksius, maupun
kelainan kekebalan tubuh. Tidak ada tes diagnostik khusus untuk AD oleh karena
itu, diagnosis didasarkan pada kriteria klinis tertentu yang mempertimbangkan
riwayat pasien dan manifestasi klinis2, berikut merupakan sebuah refleksi kasus
yang ditemukan saat di polik kesehatan kulit dan kelamin mengenai dermatitis
atopik.1
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam
keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian
besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan
eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat akan
berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic march),
dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit
atopi.3
Belakangan ini prevalensi DA makin meningkat dan hal ini merupakan
masalah besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan penderita tetapi juga
melibatkan keluarganya. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan
Negara-negara industri lainnya, prevalensi DA pada anak mencapai 10 – 20
persen, sedangkan pada dewasa 1 – 3 persen. Di Negara agraris, prevalensi ini
lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria adalah 1,3:1. DA cenderung
diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari seperempat anaknya
akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita
atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila
kedua orang tua menderita atopi, angka ini meningkat sampai 75 persen.1
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah
melalui reaksi imunologik1. Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena
kebanyakan penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan
mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di
kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah
dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh
interaksi antigen dengan antibodi.3
Patogenesis DA tidak sepenuhnya dipahami, Namun, gangguan tersebut
muncul akibat dari kompleks interaksi antara imunologik dan nonimunologik.
Multifaktor DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor genetik,
emosi, trauma, keringat, imunologik 1,3. Sampai saat ini etiologi maupun
mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui, demikian pula pruritus
pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal dan
rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan
lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan
ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan,
superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang
dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri.3
Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik
alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-
13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.3
Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah
CD45RO+. Sel T ini menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk
mengenali dan menyeberangi endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah
perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan
petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+, CD40L+, HLADR+).
Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang menjadi
penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena
mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T
tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes
dan menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis
keratinocyte diinduksi oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T
atau yang berada di microenvironment.3
Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang
diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti
mensekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi
ini lifespan dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi
akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi
oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan
eosinofil.3
Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33,
kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang
independen dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan
HLA-A9. Pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma
dan rhinitis. Resiko seorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya
menderita DA adalah 86%.3
Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan – 2 tahun), DA anak (2 – 10
tahun) dan DA pada remaja dan dewasa. DA infantil (2 bulan – 2 tahun) DA
paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan kedua.1,4
Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-
vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya
terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan
tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa ditemukan didaerah ekstensor
ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi
berlanjut ke fase anak.2
DA pada anak (2 – 10 tahun). Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil
ataupun timbul sendiri (de novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi,
sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat
yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.1
DA pada remaja dan dewasa. Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan
siku/lutut, samping leher, dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang
karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula
berlokasi setempat misalnya pada bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting
susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar cenderung
berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama. Bisa didapati
ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi hiperpigmentasi.1
Diagnosis DA dibuat secara klinis dan berdasarkan riwayat, morfologi dan
distribusi lesi kulit, yang terkait manifestasi klinis. Set formal kriteria telah
dikembangkan oleh berbagai kelompok untuk membantu dalam klasifikasi. Salah
satu yang paling awal dan paling diakui set kriteria diagnostik adalah pada
tahun1.980 kriteria Hanifin dan Rajka, yang mengharuskan 3 dari 4 kriteria utama
dan 3 dari 23 kriteria minor harus dipenuhi. Beberapa kriteria minor didapatkan
tidak spesifik dan tak dapat didefinisikan secara jelas, seperti pitiriasis alba,
sementara yang lain, seperti bibir atas dan cheilitis bibir atas dan eksim pada
puting, cukup spesifik untuk DA tapi. Beberapa kelompok internasional
uncommon, memiliki modifikasi yang diusulkan untuk mengatasi keterbatasan ini
(Misalnya, Kang dan Tian kriteria, Studi Internasional Asma dan Alergi in
Childhood [ISAAC] Kriteria) 0,13-16 The United Kingdom (UK), khususnya,
sistematis suling Hanifin dan Rajka kriteria ke satu set inti yang cocok untuk studi
epidemiologi / berbasis populasi dan yang dapat digunakan oleh
nondermatologists. Ini terdiri dari 1 wajib dan 5 kriteria utama dan tidak
memerlukan pengujian laboratorium. Kedua Hanifin skema diagnostik dan Rajka
dan UKWorking Partai telah divalidasi dalam studi dan diuji di beberapa populasi
yang berbeda.2
Sebuah konferensi pada tahun 2003 konsensus ini dipelopori oleh American
Academy of Dermatology menyarankan kriteria Hanifin dan Rajka kriteria merevisi dan
tambahan yang berlaku penuh untuk semua usia. Sementara set ini belum dinilai dalam
studi validasi2. Kriteria diagnostik D.A. sekurang-kurangnya harus memiliki 3
kriteria mayor dan 3 atau lebihkriteria minor:
1. Kriteria Mayor
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
c. Dermatitis fleksura pada dewasa
d. Dermatitis kronis atau residif (Menahun dan kambuhan)
e. Riwayat atopic pada penderita atau keluarga
2. Kriteria Minor
a. Xerosis (kulit kering)
b. Infeksi kulit (S. aureus dan virus herpes simplek)
c. Dermatitis non sfesifik pada tangan dan kaki
d. Iktiosis
e. Ptiriasis alba
f. Keratosis pilaris (bintil keras di siku/ lutut)
g. Hiperliniar palmar (garis telapak tangan lebih jelas)
h. Dermatitis di papilla mamae
i. White dermografisme dan delayed blanch respon
j. Gatal bila berkeringat
k. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
l. Tes kulit alergi tipe dadakan positif
m. Kadar IgE di dalam serum meingkat
n. Hipersensitif terhadap makanan
o. Intoleran terhadap wol dan pelarut lemak
p. Konjuntivitis berulang
q. Muka pucat atau eritem
r. Orbita menjadi gelap
s. Aksentuasi perifolikular
t. Kelitis
u. Keratokonus
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan
penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain
krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah
mandi.1,4
Kortikosteroid topikal. Walau steroid topikal sering diberi pada
pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup
banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan
daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan
dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. kortikosteroid diaplikasikan
intermiten, umumnya dua kali seminggu.4
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka
pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada
area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.1
Pengobatan sistemik, Kortikosteroid, hanya dipakai untuk mengendalikan
DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan
menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound
phenomen.1
Antihistamin, diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti
histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik,
aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak
diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir). Pada kasus
sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai
efek anti depresan dan blokade reseptor histamin H1 dan H2. Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.
aureus pada kulit penderita DA.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Chairiyah tanjung. 2011. Dermatitis Atopik. program studi Department


Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
2. Watson wade & kapuur sandeep. 2011. Atopic Dermatitis. Watson and
Kapur Allergy, Asthma & Clinical Immunology 2011.
http://www.aacijournal.com/content/7/S1/S4
3. Chair co, et.al,. 2013. Guidelines of care for the management of atopic
dermatitis Section 1. Diagnosis and assessment of atopic dermatitis .
Hospitals NHS Trust, Nottingham; Department of Dermatology,
University of Alabama at Birmingham; National Eczema Association,p
San Rafael; American Academy of Dermatology,q Schaumburg; and the
Department of Dermatology,r Seattle Children’s Hospital. American
Academy of Dermatology, Inc.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jaad.2013.10.010
4. Djuanda, Adhi, at al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Keenam.
Jakarta: badan Penerbit FKUI; 2011.

Anda mungkin juga menyukai