Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah diseluruh


dunia. Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina, akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
terganggu secara berangsur. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata lain, tetapi
katarak dapat terjadi pada kedua mata pada waktu yang tidak bersamaan. Perubahan
ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan (jenis katarak ini paling sering
dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit tertentu (diabetes mellitus). Katarak dapat
terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan), karena itu katarak dapat dijumpai pada usia
anak-anak maupun dewasa.1

Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal
terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari dan daya
penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan
dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari
karena merupakan perubahan yang progresif.1

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti


radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma,
tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu
trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh
penyakit sistemik endokrin dan keracunan obat. Katarak menyebabkan penurunan
penglihatan bahkan kebutaan. Oleh karena itu sangat penting untuk membahas
katarak komplikata lebih mendalam.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KATARAK
2.1.1 Anatomi lensa
Lensa kristalina merupakan suatu struktur transparan bikonveks yang
fungsinya adalah menjaga kebersihan lensa, merefraksikan cahaya, dan
memberikan akomodasi. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi
setelah perkembangan pada masa fetus, dan lensa bergantung seluruhnya
terhadap humor aqueous untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dan
untuk menghilangkan sisa pembuangannya. Lensa terletak disebelah posterior
iris dan sebelah anterior korpus vitreus. Lensa dipertahankan pada posisinya
oleh zonulla Zinnii. Lensa tersusun atas kapsula, epithelium lentis, korteks,
dan nucleus.2
Lensa tumbuh secara terus menerus seumur hidup. Saat lahir, ukurannya
kurang lebih 6,4 mm diameter ekuatorial dan 3,5 mm diameter anteroposterior
dan beratnya kurang lebih 90 mg. Lensa orang dewasa ukuran diameter ekuatorial
9 mm dan diameter anteroposterior 5 mm dan beratnya kurang lebih 255 mg.
Ketebalan relatif korteks meningkat sesuai dengan usia. Pada saat bersamaan,
lensa mengadopsi suatu bentuk kurva yang semakin bertambah sehingga lensa
yang lebih tua memiliki kekuatan refraksi yang lebih tinggi. Indeks refraksi
menurun sesuai usia, kemungkinan sebagai hasil bertambahnya partikel-partikel
protein insolubel. Oleh karenanya, mata yang menua mungkin menjadi lebih
hiperekoik atau miopik sesuai dengan usia.2
Kapsula lentis merupakan suatu membrane basalis yang transparan dan elastic
disusun oleh kolagen tipe IV didasari oleh sel-sel epitel. Lapisan terluar kapsula
lentis, lamella zonularis, juga berfungsi sebagai tempat perlekatan serabut-serabut
zonula. Kapsula lentis paling tebal di daerah pre-ekuatorial anterior dan posterior
dan paling tipis di region kutub posterior sentral.2
Tepat dibelakang kapsul lensa anterior terdapat satu lapis sel epitel yang
disebut epithelium lensa. Sel-sel ini secara metabolit aktif dan dapat melakukan
semua aktivitas sel normal, termasuk biosintesis DNA, RNA, protein, dan lipid,
dan juga meghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel
epitel bersifat mitotis, dengan aktivitas terbesar sintesis DNA fase premitosis
terjadi dalam suatu cincin di sekeliling lensa anterior yang dikenal zona
germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi kearah ekuator, dan
berdiferensiasi menjadi serabut-serabut.2
Setelah serabut-serabut baru mulai terbentuk, mereka menambah dan
memadatkan serabut-serabut yang terbentuk sebelumnya, dengan lapisan tertua di
bagian paling tengah. Serabut-serabut yang terluar merupakan serabut yang paling
baru dibentuk dan membentuk korteks lensa. 2
Sutura lentis dibentuk oleh penyusunan interdigitasi prosessus sel apical
(sutura anterior) dan prosessus sel basalis (sutura posterior). Sutura Y terletak di
dalam nucleus lentis, zona optis multiple dapat dilihat menggunakan
biomikroskop slit-lamp. Zona perbatasan ini terjadi karena tingkatan sel-sel epitel
dengan kepadatan optis yang berbeda yang menetap seumur hidup.2

Gambar 1. Anatomi Lensa.


2.1.2 Definisi
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi
dapat disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang
terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata.
Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak
yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma,
inflamasi atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa
yang terdapat pada usia lanjut,yaitu usia diatas 50 tahun.1
Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di
dunia pada saat ini. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat
pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya
seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah.
Katarak ini disebut sebagai katarak senilis (katarak terkait usia). Sejumlah
kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaukoma, ablasi, retinitis
pigmentosa, trauma, uveitis, miopia tinggi, pengobatan tetes mata steroid,
tumor intraokular) atau penyakit sistemik spesifik (diabetes, galaktosemia,
hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela kongenital, distrofi
miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan, radiasi sinar X).1

2.1.3 Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan
yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia.
Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan
akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera
1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.
Angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan Asia
Tenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %
dari total penduduk, atau setara dengan 3 juta orang. Dari total 1,5% kebutaan
di Indonesia, 0,78% terjadi karena katarak yang merupakan curable disease
melalui operasi. Yang harus kita ketahui Indonesia sebagai negara tropis
dengan paparan sinar UV menyumbang penderita katarak di usia produktif
yaitu sekitar 45 tahun, bila dibandingkan negara-negara seperti USA yang
angka kejadian katarak mulai usia 60 tahun. Jadi kejadian katarak di Indonesia
lebih cepat 10-15 tahun daripada negara lain.1

2.1.4 Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain:
- Usia lanjut dan proses penuaan
- Congenital atau bisa diturunkan.
- Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan beracun lainnya.
- Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
- Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
- Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau
diabetes melitus.
- Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
- Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
- Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik.1

2.1.5 Klasifikasi Katarak


1. Congenital cataract : katarak yang terjadi pada bayi baru lahir,
penyebab terbanyak adalah oleh karena infeksi virus rubella.
2. Acquired cataract :
a. Katarak senilis
b. Katarak juvenil
c. Katarak traumatika
d. Katarak komplikata

2.2 KATARAK KOMLIKATA


2.2.1 DEFINISI

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain


seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis
pigmentosa, glaukoma, tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior
segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. 1

Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik


endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia
distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid
sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata
memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah
kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun
linear.1

2.2.2 Patofisiologi
Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
(sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous.
Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior.
Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di
dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%)
dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk
biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase
dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa
menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol
dehidrogenase. 2
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral.
Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan
densitas ini akibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat
lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral.
Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.2
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan
kehilangan kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat
dan sering terjadi pada kedua mata.2

Pada katarak komplikata karena penyakit intraokular, yang paling sering


adalah karena uveitis. Katarak komplikata yang disebabkan oleh uveitis
(karena uveitis adalah penyebab terbanyak) dan mendapatkan hasil bahwa
uveitis penyebab katarak komplikata terutama adalah uveitis anterior yang
kronis. Pada uveitis anterior, misalnya iridocyclitis, terjadi beberapa
perubahan pada lensa, yaitu:
1. Penghamburan pigmen pada kapsula anterior lensa oleh karena sel
radang.
2. Dapat terjadi penumpukan eksudat di lensa.
3. Pada akhirnya akan terbentuk katarak komplikata, sebagai komplikasi
dari iridocyclitis yang menetap. Tanda-tanda yang nampak yaitu adanya
‘polychromatic luster’ dan bentukan ‘bread-crumb’.
Gambar 7. Katarak komplikata karena uveitis. Kekeruhan difus yang bermula dari posterior subscapular cataract
(PSC). Tampak presipitat inflamatorik berupa sel radang di permukaan posterior kornea (tanda panah).2

Pada katarak komplikata karena penyakit sistemik, paling sering terjadi


karena diabetes mellitus. Patofisiologinya diduga karena adanya enzim aldose
reductase yang mengkatalisa gula reduksi menjadi sorbitol. Penumpukan sorbitol
dalam sel-sel lensa mengakibatkan perubahan osmotik sehingga lensa banyak
mengandung air, indeks bias lensa berubah sehingga daya refraksi berkurang,
diikuti dengan degenerasi serat-serat protein lensa sehingga terjadi kekeruhan pada
lensa. Sebenarnya sorbitol di dalam lensa pada akhirnya akan diubah menjadi
fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase, namun karena produksi sorbitol lebih
cepat daripada konversinya menjadi fruktosa, pada akhirnya sorbitol dalam lensa
akan terakumulasi dan menyebabkan katarak.2
Kortikosteroid dapat menghambat growth factor yang terdapat pada
aqueous humor, sehingga sel epitelial lensa di bagian anterior yang harusnya
mendapat asupan growth factor dari aliran aqueous humor menjadi kekurangan
growth factor. Dalam kondisi seperti ini, sel epitelial yang harusnya tumbuh
menjadi sel fiber dan bermigrasi ke tengah lensa menjadi abnormal. Sel epitelial
akhirnya tidak tumbuh menjadi sel fiber dan akan bermigrasi ke polus posterior
lensa, kemudian akhirnya membentuk agregat protein yang merupakan awal dari
kekeruhan lensa.3

Gambar 8. Susunan lensa dan pertumbuhan lensa normal.


Faktor pertumbuhan yang terdapat pada aqueous humour merangsang proliferasi dan migrasi sel epitelial di anterior
lensa ke zona ekuator untuk kemudian berubah menjadi sel fiber. 3
Gambar 9. Susunan lensa dan pertumbuhan lensa abnormal, efek kortikosteroid.
Faktor pertumbuhan yang terdapat pada aqueous humour berkurang karena efek steroid, sehingga diferensiasi sel
epitelial lensa menjadi sel fiber menjadi abnormal. Sel epitelial tidak berubah menjadi sel fiber, tapi tetap bermigrasi
sepanjang kapsul lensa menuju zona ekuator sampai ke polus posterior, membentuk agregat protein yang
menghamburkan cahaya. 3

2.2.3 Etiologi
Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada katarak:
1. Polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa,
ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi yang mengakibatkan
kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya
tidak berjalan cepat dalam nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa
tetap jernih. Katarak akibat myopia tinggi dan ablasi retina memberikan
gambaran agak berlainan.1

2. Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan
kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada
iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada
katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata
subkapsular anterior (Katarak Vogt). Penyebabnya.3

1.1) Penyakit Lokal Mata

a. Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan
beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala akibatnya.
Selain itu glaukoma memberikan gambaran klinik berupa
penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandang
mata.3

Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan


hilangnya lapang pandang ireversibel tanpa timbulnya gejala lain
yang nyata atau dapat timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan
kebutaan dalam beberapa jam. Jika peningkatan TIO lebih besar
daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi pada sel ganglion
retina, merusak diskus optikus sehingga menyebabkan atrofi saraf
optik dan hilangnya pandangan perifer.3

Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan


gangguan keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior. Bentuk
kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga dinamakan
katarak pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat
disebut menurut penemunya katarak Vogt. Kekeruhan seperti
porselen/susu tumpah di meja pada subkapsul anterior. Katarak ini
bersifat reversible dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah
terkontrol.3

b. Uveitis
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan
adanya dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala
hyperemia silier (hiperemi perikorneal atau perikorneal vascular
injection). Peningkatkan permeabilitas ini akan menyebabkan
eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan slit
lamp hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-
partikel kecil dengan gerak brown (efek tyndal). Kedua gejala
tersebut menunjukkan proses peradangan akut.2
Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam bilik mata depan yang disebut hipopion,
ataupun migrasi eritrosit ke dalam bilik mata depan yang dikenal
dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama dan
berulang, maka sel-sel radang melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak mendapatkan terapi
yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan
menimbulkan komplikasi. 2

Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari


uveitis kronis. Biasanya muncul katarak subkapsular posterior,
dan juga dapat terjadi perubahan lensa anterior. Pembentukan
sinekia posterior sering berhubungan dengan penebalan kapsul
lensa anterior dan perkembangan fibrovaskular yang melewatinya
dan melewati pupil. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris
melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang
mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam,
dapat difus, total, atau hanya terbatas pada tempat sinekia
posterior. Perubahan lensa pada katarak sekunder karena uveitis
dapat berkembang menjadi katarak matur. Deposit kalsium dapat
diamati pada kapsul anterior atau dalam substansi lensa.2

c. Miopia Maligna
Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang
dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna
biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada
fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.4
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera
dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch berupa hiperplasi
pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan
lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia
maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat
peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.5

Katarak miopia dikarenakan terjadinya degenerasi badan kaca,


yang merupakan proses primer, yang menyebabkan nutrisi lensa
terganggu, juga karena lensa pada miopia kehilangan transparasi
sehingga menyebabkan katarak. 5
1.2) Penyakit Sistemik
2.3 Katarak Diabetes Melitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa,
indeks refraksinya, dan besaran akomodasinya. Seiring dengan
meningkatnya kadar gula darah, demikian pula kandungan
glukosa di humor aqueous. Karena glukosa dari aqueous masuk
ke lensa secara difusi, oleh karenanya glukosa yang terkandung
dalam lensa akan meningkat. Beberapa glukosa dikonversi oleh
enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol, yang tidak
dimetabolisir tetapi menetap dalam lensa.4
Kemudian, tekanan osmotic menyebabkan influks air ke
dalam lensa, yang menyebabkan edema serabut-serabut lensa.
Keadaan hidrasi lensa dapat mempengaruhi kekuatan refraksi
lensa. Pasien diabetes mungkin menunjukkan perubahan refraksi
sementara, yang paling sering adalah miopia, tetapi kadang-
kadang hipermetrop. Orang-orang diabetes menurun kekuatan
akomodasinya dibandingkan dengan kontrol pada umur yang
sesuai, dan presbiopia dapat timbul pada usia yang lebih muda
pada pasien dengan diabetes daripada pasien-pasien
nondiabetes.4
Katarak merupakan penyebab umum penurunan visual pada
pasien-pasien diabetes. Meskipun dua tipe katarak secara klasik
teramati pada pasien diabetes pola-pola lainnya juga dapat
terjadi. Katarak diabetes sejati atau katarak snowflake, memiliki
gambaran perubahan lensa subkapsular yang tersebar luas,
bilateral,beronset cepat dan akut, biasanya pada orang muda
dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan
subkapsular putih abu-abu multiple yang memiliki gambaran
snowflake (butiran salju) terlihat pertama kali di korteks lensa
anterior dan posterior superfisial. Vakuola tampak dalam kapsul,
dan bentuk celah di korteks. Katarak kortikal intumescent dan
matur terjadi segera sesudahnya.4
Katarak senillis adalah tipe kedua yang sering teramati pada
pasien diabetes. Bukti menunjukkan bahwa pasien diabetes
memiliki peningkatan risiko perubahan lensa berhubungan
dengan umur dan perubahan lensa ini cenderung terjadi pada usia
yang lebih muda daripada pasien tanpa diabetes. Pasien diabetes
memiliki risiko tinggi terjadinya katarak berhubungan dengan
umur yang mungkin merupakan hasil dari akumulasi sorbitol
dalam lensa, perubahan hidrasi yang mengikutinya, dengan
peningkatan glikolisasi protein pada lensa diabetika.2

2.4 Galaktosemia
Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah
galaktosa menjadi glukosa yang diwariskan secara autosom
resesif. Sebagai konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada
jaringan tubuh, yang dengan metabolisme lebih lanjut
mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol (dulsitol), gula
alkohol dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya
defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat dalam metabolism
galaktosa: galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktokinase,
atau UDP-galaktosa-4-epimerase. Bentuk yang paling umum dan
paling berat, dikenal sebagai galaktosemia klasik, disebabkan
oleh defek pada enzim transferase. Enzim ini penting untuk
mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosa yang
merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung
glukosa dan galaktosa.
Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi,
hepatomegali, jaundice, dan defisiensi mental muncul pada
beberapa minggu pertama kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal
jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Diagnosis galaktosemia
klasik dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya substansi
galaktosa reduksi non glukosa di urin.

Pasien-pasien dengan galaktosemia klasik, 75% akan timbul


katarak, biasanya dalam beberapa minggu pertama setelah
kelahiran. Akumulasi galaktosa dan galaktiol dalam sel-sel lensa
menyebabkan peningkatan tekanan osmotic intraselular dan
influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks bagian dalam
menjadi keruh, menyebabkan gambaran “tetesan minyak” pada
retroiluminasi. Jika penyakit ini tetap tidak diterapi, katarak
berkembang menjadi kekeruhan lensa total. Terapi galaktosemia
adalah mengeliminasi susu dan produk susu dari diit. Pada
beberapa kasus, pembentukan katarak awal dapat dibalik oleh
diagnosis yang tepat dan intervensi diit.

Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase,


juga dapat menyebabkan galaktosemia. Defisiensi ini lebih
jarang dan menyebabkan abnormalitas sistematis yang lebih
ringan. Katarak dapat juga tampak tetapi biasanya muncul pada
umur yang lebih tua daripada galaktosemia klasik.2

2.5 Hipokalsemia (Katarak Tetani)

Katarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap


keadaan yang menyebabkan hipokalsemia. Hipokalsemia dapat
idiopatik, atau dapat timbul sebagai hasil dari perusakan yang
tidak disengaja glandula paratiroidea selama operasi tiroid.
Biasanya bilateral, katarak hipokalsemia adalah kekeruhan
iridescent punctata di korteks anterior dan posterior yang terletak
diantara kapsul lensa dan biasanya dipisahkan dari kapsul lensa
oleh suatu daerah lensa yang jernih. Kekeruhan ini mungkin
tetap stabil atau matur menjadi katarak kortikal total. Pada
pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun.

1.3 ) Trauma
a. Katarak Diinduksi Radiasi
Radiasi pengion. Lensa sangat sensitive terhadap
radiasi pengion; bagaimanapun juga diperlukan 20 tahun
setelah paparan sebelum katarak menjadi tampak secara
klinis. Periode laten ini berhubungan dengan dosis radiasi dan
usia pasien, semakin muda semakin rentan terhadap radiasi
pengion karena memiliki sel-sel lensa yangs sedang tumbuh
secara aktif. Radiasi pengion pada daerah x-ray (panjang
gelombang 0,001-10 nm) dapat menyebabkan katarak pada
beberapa individu dengan dosis 200 rad tiap fraksi. Tanda
klinis pertama katarak diinduksi radiasi seringkali berupa
kekeruhan punctata di dalam kapsul posterior dan kekeruhan
subkapsular anterior yang halus menjalar kearah ekuator
lensa. Kekeruhan ini dapat berkembang menjadi kekeruhan
lensa total.
Radiasi inframerah (katarak glassblowers). Paparan
radiasi inframerah dan panas yang terus menerus ke mata
pada waktu yang lama dapat menyebabkan lapisan terluar
kapsul lensa anterior mengelupas dan menjadi lapisan
tunggal. Eksfoliasi sesungguhnya dari kapsul lensa, dengan
lamella terluar terkelupas menggulung diatasnya, jarang
terlihat saat ini. Katarak kortikal mungkin berkaitan dengan
keadaan ini.

Radiasi ultraviolet. Bukti eksperimental menunjukkan


bahwa lensa rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
radiasi ultraviolet pada daerah UVB 290-320 nm. Bukti
epidemiologis dan penelitian berbasiskan populasi
mengindikasikan bahwa paparan jangka lama terhadap UVB
dari paparan sinar matahari berhubungan dengan peningkatan
risiko katarak kortikal dan subkapsular posterior.2

1.4) Mekanis

Trauma Tembus dan Trauma Tak Tembus


Trauma pada umumnya menyebabkan katarak monookuler.
Trauma fisik baik tembus maupun tidak tembus dapat merusak
kapsul lensa, cairan COA masuk ke dalam lensa dan timbul katarak.
Trauma tak tembus (tumpul) dapat menimbulkan katarak dengan
berbagai bentuk :
- Vossious ring
Cetakan pupil pada lensa akibat trauma tumpul yang
berbentuk vossious ring yaitu lingkaran yang terbentuk oleh
granula coklat kemerah-merahan dari pigmen iris dengan
garis tengah kurang lebih 1 mm. Secara normal menjadi padat
sesudah trauma. Cincin vossious cenderung untuk menghilang
sedikit demi sedikit. Kekeruhan kapsul yang kecil-kecil dan
tersebar dapat ditemui sesudah menghilangnya pigmen.
- Roset (bintang)
Katarak berbentuk roset; bentuk ini dapat terjadi segera
sesudah trauma tetapi dapat juga beberapa minggu
sesudahnya. Trauma tumpul mengakibatkan perubahan
susunan serat-serat lensa dan susunan sisten suture (tempat
pertemuan serat lensa) sehingga terjadi bentuk roset. Bentuk
ini dapat sementara dan dapat juga menetap.
- Katarak zonuler atau lamellar
Bentuk ini sering ditemukan pada orang muda sesudah
trauma. Penyebabnya karena adanya perubahan permeabilitas
kapsul lensa yang mengakibatkan degenerasi lapisan korteks
superfisial. Trauma tumpul akibat tinju atau bola dapat
menyebabkan robekan kapsul, walaupun tanpa trauma tembus
mata. Bahan-bahan lensa dapat keluar melalui robekan kapsul
ini dan bila diabsorbsi maka mata akan menjadi afakia.

Trauma penetrasi atau perforasi lensa sering mengakibatkan


kekeruhan korteks pada sisi yang rupture, biasanya berkembang
secara cepat menjadi kekeruhan total. Kadang-kadang trauma
perforasi kecil pada kapsul lensa dapat sembuh, sehingga
menimbulkan katarak kortikal fokal yang stasioner.5

2 Pasca Bedah
Katarak sekunder menunjukkan kekeruhan kapsul posterior
akibat katarak traumatic yang terserap sebagian atau setelah
terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Hal ini terjadi
akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang
tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah dua hari EKEK.
Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak
sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering. Katarak
sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau
sesudah trauma yang memecah lensa.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh
karena daya regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin
Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke
arah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior meninggalkan
daerah yang jernih di tengah, dan membentuk gambaran cincin.
Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.

Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan


membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok.
Mutiara elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa
tahun oleh karena pecah dindingnya. 1

1.5) Kimia

a. Obat-obatan
- Kortikosteroid
Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat
menyebabkan katarak subkapsular posterior. Insidensinya
berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan. Pembentukan
katarak telah dilaporkan setelah pemberian kortikosteroid
melalui beberapa jalur, sistemik, topical, subkonjungtiva dan
semprot hidung.
Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan
prednisone oral dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% yang
diterapi dengan prednisone 10 mg/hari mengalami katarak, 30%
yang menerima 10-15 mg/hari dan 80% yang menerima lebih
dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari pasien-pasien
yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti
mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes
dexamethason 0,1% selama periode 10,5 bulan.
- Fenotiazin
Kelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit
pigmen di epithelium lensa anterior dalam bentuk konfigurasi
aksial. Deposit ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian
obat. Deposit lebih sering terlihat dengan penggunaan beberapa
jenis fenotiazin, terutama klorpromazin dan thloridazin, daripada
jenis yang lainnya.
- Miotikum
Antikolinesterase seperti echothiophate iodide dan
demekarium bromide dapat menyebabkan katarak. Insidensi
katarak yang telah dilaporkan sebesar 20% pada pasien-pasien
setelah 55 bulan penggunaan pilokarpin dan 60% pada pasien-
pasien setelah penggunaan posfolin iodide. Biasanya katarak ini
pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan sebelah
posterior kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak dapat
berkembang ke korteks posterior dan nucleus lensa dapat
berubah juga.

2.2.4 MANIFESTASI KLINIS


Gejala utama adalah berkurang hingga hilangnya kemampuan
penglihatan. Transparansi lensa yang berkurang mengakibatkan pandangan
kabur, namun tanpa nyeri. Pandangan kabur baik jarak jauh dan dekat. Pada
lensa terdapat agregat protein yang menghamburkan cahaya, dan mengurangi
transparansi lensa. Adanya gangguan pada protein lensa menyebabkan lensa
berubah warna menjadi kekuningan atau kecoklatan.4
Pada umumnya katarak komplikata bermula sebagai katarak kortikal
posterior, dimana perubahan pada lensa biasanya nampak pada kapsula
posterior. Tipe katarak komplikata yang paling sering didapat adalah tipe
subskapsular posterior.4
Kekeruhan kataraknya biasanya ireguler pada bagian terluarnya, dan
densitasnya tidak sama. Bila diamati dengan slit lamp, kekeruhan lensa akan
nampak seperti bentukan ‘breadcrumb’ (remah roti). Tanda khas lainnya ialah
adanya partikel berwarna yang ‘iridescent’ (berbeda warna bila dilihat dari
sudut lain) yang disebut ‘polichromatic lustre’ dengan warna merah, hijau,
dan biru. Di bagian lain dari korteks lensa dapat nampak bayangan
kekuningan yang difus, kemudian kekeruhan perlahan-lahan akan menyebar
ke bagian korteks lain dan akhirnya seluruh korteks menjadi keruh. Gambaran
akhirnya berupa kekeruhan yg putih seperti kapur, dengan deposisi kalsium.4

2.2.5 DIAGNOSA

Untuk mencari diagnosis katarak komplikata, diperlukan mencari


tanda-tanda katarak komplikata, yaitu :

1. Gejala klinis dari katarak komplikata, yang didapat dari anamnesa.

Anamnesa:
- Pandangan kabur hingga hilang penglihatan, kabur terutama jarak
dekat
- Silau di siang hari
- Bila didahului uveitis, terdapat nyeri dan mata kemerahan
- Bila didahului uveitis, bisa didapatkan mata kemerahan dan nyeri
periokular
- Diplopia
- Riwayat diabetes mellitus
- Riwayat penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama
2. Adanya katarak yang disertai satu atau lebih penyakit yang mendasari
(uveitis, glaukoma akut, ablasio retina, dan seterusnya).
3. Kekeruhan lensa yang biasanya didapat di bagian cortex posterior.
4. Pada pemeriksaan slit lamp, biasanya batas katarak bersifat ireguler yang
berekstensi sampai nukleus lensa.
Melakukan Pemeriksaan Lanjutan
1. Dengan penlight: memeriksa pupil.bila terjadi kekeruhan pada lensa
pupil akan berwarna putih (leukokoria), hal ini didapatkan pada
katarak matur. Bila belum matur perlu dilakukan midriatikum untuk
melihat lensa dengan jelas. Reflek cahaya bisa masih normal.
2. Dengan oftalmoskopi: setelah sebelumnya pupil dilebarkan. Pada
stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman
dengan latar belkakang jingga, sedangkan pada stadium matur
didapatkan refleks fundus negatif.
3. Slit lamp: untuk mengetahui luas, tebal dan lokasi kekeruhan lensa.
4. USG

2.2.6 PENATALAKSANAAN KATARAK KOMPLIKATA

Penatalaksanaan katarak komplikata adalah mengikuti penatalaksanaan


katarak pada umumnya, disertai penatalaksanaan pada penyakit yang
mendasari katarak komplikata tersebut. Penyakit intraokuler yang sering
menyebabkan kekeruhan pada lensa ialah iridosiklitis, glaukoma, dan ablasio
retina. Dimana penatalaksanaannya adalah sebagai berikut :

1. Uveitis : Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior akibat


gangguan metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan juga dapat
terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa, yang dapat berkembang
mengenai seluruh lensa. Katarak yang disebabkan oleh uveitis bersifat
reversibel.
2. Glaukoma : Pada serangan glaukoma akut dapat mengakibatkan
gangguan keseimbanan cairan lensa sehingga menyebabkan gangguan
metablisme lensa subkapsular anterior. Katarak oleh karena glaukoma
bersifat reversibel juga, dan dapat hilang apabila tekanan bola mata sudah
terkontrol.
3. Ablasio : Dilakukan tindakan bedah apabila kekeruhannya sudah
mengenai seluruh bagian lensa (lihat indikasi dilakukannya bedah).
4. Katarak diabetes: karena faktor utama dari terbentuknya katarak pada
pasien diabetes adalah adanya gula reduksi yang kemudian diubah
menjadi sorbitol pada lensa, maka penting bagi pasien untuk mengontrol
gula darahnya sebelum hingga sesudah tindakan pada kataraknya.
5. Katarak karena steroid: katarak karena steroid merupakan suatu hasil dari
proses yang lama, dan tergantung dosis. Semakin lama penggunaan dan
semakin besar dosis, kataraknya akan semakin parah. Bila akan diterapi
kataraknya, pasien perlu konsultasi dengan dokter untuk mengontrol /
menghentikan penggunaan steroidnya terlebih dahulu.

Secara umum penatalaksanaan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu non-


bedah dan bedah.

1. Penatalaksanaan Katarak Non-Bedah :

Bila pada katarak yang imatur, penatalaksanaan hanya dilakukan


pengkoreksian visus. Bisa memakai kacamata ataupun kontak. Hal ini
biasanya dapat dilakukan pada fase-fase awal saja, dengan tetap
mengedukasi pasien tentang sifat progresif dari penyakit kataraknya. 5

2. Penatalaksanaan Katarak secara Bedah :

a. Indikasi dilakukannya bedah, adalah :


- Meningkatkan atau mengembalikan visus : hal ini biasanya
adalah indikasi tersering untuk dilakukannya operasi pada mata
katarak. Dikatakan sangat mengganggu visus apabila sampai
pada tahap dimana melakukan aktifitas sehari-hari menjadi
sangat sulit bagi penderita. Namun, apabila penderita
menghendaki dilakukannya operasi untuk memperbaiki
visusnya (kebutuhan bekerja, atau lain-lain) operasi bisa
dilakukan atas permintaan pasien.5
- Indikasi medis : pada indikasi medis, biasanya katarak tersebut
menyebabkan penurunan dari kesehatan mata. Sebagai
contohnya, pada phacolytic glaucoma, atau phacomorphic
glaucoma.5
- Indikasi kosmetik
Persiapan
1) Persiapan pre-operasi :
- Menjelaskan pasien mengenai prosedur pembedahan, serta
informed consent.
- Memeriksa visus mata kanan dan visus mata kiri
- Pemeriksaan kelenjar adnexa : untuk mengobati terlebih dahulu
apabila ada dakriosistisis, ekteropion, conjunctivitis, dan lain
sebagainya.
- Segmen anterior mata : bila pada pemeriksaan bilik mata depan
ditemukan dangkal, hal ini akan menyulitkan pada saat operasi.
Bila hal ini terjadi dapat diberikan mydriaticum secara intensif.
- Lensa : untuk mengetahui kekuatan lensa, serta persiapan pengganti
lensa IOL dengan pemeriksaan biometri.5
2) Penatalaksanaan post-operasi :
- Edukasi : Pasien disarankan untuk bergerak secara hati-hati, dan
menghindari mengangkat beban berat atau berolahraga selama 1
bulan.
- Proteksi : menggunakan patch atau metal shield untuk melindungi
mata.
- Koreksi visus : Targetnya adalah pasien bisa melihat secara
emetrop. Koreksi visus bisa dilakukan dengan kacamata maupun
lensa kontak. Bila emetrop tidak bisa dicapai, biasanya dipilih atau
ditargetkan menjadi myopia derajad ringan. Jarang ditargetkan
menjadi hipermetrop karena pasien akan kesulitan melihat jarak
jauh maupun dekat.5
b. Teknik pembedahan :
- ICCE (Intracapsular Cataract Extraction) : Prosedur ini
mengeluarkan massa lensa serta kapsul. Namun cara ini mulai
ditinggalkan karena mempunyai komplikasi yang relatif tinggi
oleh karena lebar insisi yang dibutuhkan cukup lebar.
- ECCE (Extracapsular Cataract Extraction) : Pada prosedur ini,
massa lensa dikeluarkan dengan merobek kapsul bagian anterior
dan meninggalkan kapsul bagian posterior. Kapsul bagian
posterior memungkinkan menjadi tempat implantasi lensa buatan.
Gambar 10. Teknik extracapsular cataract extraction

c. MSICS (Manual Small Incision Cataract Surgery): Teknik ini


adalah lanjutan dari ECCE, dimana seluruh lensa dikeluarkan dari
mata melalui scleral tunnel. Keuntungan dari teknik ini adalah
tidak dibutuhkannya penjahitan.
d. Phacoemulsification (Phaco) : Adalah teknik paling sering
digunakan di negara berkembang. Dimana membutuhkan alat
khusus untuk mengemulsifikasi lensa. Setelah di emulsifikasi,
lensa akan mudah di aspirasi. Keuntungannya tentu lebar insisi
lebih pendek.5

Gambar 11. Teknik pembedahan katarak phacoemulsification

3) Tipe lensa intraokuler (IOL) :


- Rigid : Penempatan lensa tipe ini membutuhkan insisi yang lebih
besar daripada diameter lensa (3mm). Keuntungan adalah tersedia
secara banyak dan relatif lebih murah.
- Flexible : Lensa tipe ini bisa dilipat dengan forceps atau injector,
sehingga insisi yang dilakukan lebih kecil. Terbuat dari silikon,
atau akrilik, atau hidrogel.5

2.2.7 KOMPLIKASI OPERASI


- Ruptur dari kapsul posterior : komplikasi ini bersifat serius karena dapat
terjadi resiko kehilangan vitreous body, yang bisa menyebabkan
perdarahan dan lepasnya retina.
- Suprachoroidal Haemorrhage
- Endophtalmitis.1

2.2.8 Prognosis pembedahan


Baik, pada 90% pasien yang menjalani pembedahan menunjukkan
peningkatan visus secara signifikan.1
BAB III

KESIMPULAN

1. Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus
pandang dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Kedepan berhubungan dengan
cairan bilik mata, kebelakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung pada
prosesus siliaris oleh zonula zinnia, yang melekat pada ekuator lensa. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel untuk
menyerap air dan elektrolit untuk makanannya.
2. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang,
dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma,
iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, akibat suatu trauma dan pasca bedah
mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin
(diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan
keracunan obat (steroid lokal dan sistemik, miotika antikolinesterase). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah
bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear,
rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007

2. Leo. Lens and Cataract. Ed 11. Jakarta : 2004

3. Khurna A.K.2007. Community Ophthalmology in Comprehensive


Ophthalmology, fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited
publisher : 443-446.

4. Vaughan Daniel, Asbury Taylor : Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya


Medika. Jakarta : 2000
5. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal. Jakarta : 1993

Anda mungkin juga menyukai