Status Mata
Status Mata
PENDAHULUAN
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal
terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari dan daya
penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan
dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari
karena merupakan perubahan yang progresif.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KATARAK
2.1.1 Anatomi lensa
Lensa kristalina merupakan suatu struktur transparan bikonveks yang
fungsinya adalah menjaga kebersihan lensa, merefraksikan cahaya, dan
memberikan akomodasi. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi
setelah perkembangan pada masa fetus, dan lensa bergantung seluruhnya
terhadap humor aqueous untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dan
untuk menghilangkan sisa pembuangannya. Lensa terletak disebelah posterior
iris dan sebelah anterior korpus vitreus. Lensa dipertahankan pada posisinya
oleh zonulla Zinnii. Lensa tersusun atas kapsula, epithelium lentis, korteks,
dan nucleus.2
Lensa tumbuh secara terus menerus seumur hidup. Saat lahir, ukurannya
kurang lebih 6,4 mm diameter ekuatorial dan 3,5 mm diameter anteroposterior
dan beratnya kurang lebih 90 mg. Lensa orang dewasa ukuran diameter ekuatorial
9 mm dan diameter anteroposterior 5 mm dan beratnya kurang lebih 255 mg.
Ketebalan relatif korteks meningkat sesuai dengan usia. Pada saat bersamaan,
lensa mengadopsi suatu bentuk kurva yang semakin bertambah sehingga lensa
yang lebih tua memiliki kekuatan refraksi yang lebih tinggi. Indeks refraksi
menurun sesuai usia, kemungkinan sebagai hasil bertambahnya partikel-partikel
protein insolubel. Oleh karenanya, mata yang menua mungkin menjadi lebih
hiperekoik atau miopik sesuai dengan usia.2
Kapsula lentis merupakan suatu membrane basalis yang transparan dan elastic
disusun oleh kolagen tipe IV didasari oleh sel-sel epitel. Lapisan terluar kapsula
lentis, lamella zonularis, juga berfungsi sebagai tempat perlekatan serabut-serabut
zonula. Kapsula lentis paling tebal di daerah pre-ekuatorial anterior dan posterior
dan paling tipis di region kutub posterior sentral.2
Tepat dibelakang kapsul lensa anterior terdapat satu lapis sel epitel yang
disebut epithelium lensa. Sel-sel ini secara metabolit aktif dan dapat melakukan
semua aktivitas sel normal, termasuk biosintesis DNA, RNA, protein, dan lipid,
dan juga meghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel
epitel bersifat mitotis, dengan aktivitas terbesar sintesis DNA fase premitosis
terjadi dalam suatu cincin di sekeliling lensa anterior yang dikenal zona
germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi kearah ekuator, dan
berdiferensiasi menjadi serabut-serabut.2
Setelah serabut-serabut baru mulai terbentuk, mereka menambah dan
memadatkan serabut-serabut yang terbentuk sebelumnya, dengan lapisan tertua di
bagian paling tengah. Serabut-serabut yang terluar merupakan serabut yang paling
baru dibentuk dan membentuk korteks lensa. 2
Sutura lentis dibentuk oleh penyusunan interdigitasi prosessus sel apical
(sutura anterior) dan prosessus sel basalis (sutura posterior). Sutura Y terletak di
dalam nucleus lentis, zona optis multiple dapat dilihat menggunakan
biomikroskop slit-lamp. Zona perbatasan ini terjadi karena tingkatan sel-sel epitel
dengan kepadatan optis yang berbeda yang menetap seumur hidup.2
2.1.3 Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan
yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia.
Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan
akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera
1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.
Angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan Asia
Tenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %
dari total penduduk, atau setara dengan 3 juta orang. Dari total 1,5% kebutaan
di Indonesia, 0,78% terjadi karena katarak yang merupakan curable disease
melalui operasi. Yang harus kita ketahui Indonesia sebagai negara tropis
dengan paparan sinar UV menyumbang penderita katarak di usia produktif
yaitu sekitar 45 tahun, bila dibandingkan negara-negara seperti USA yang
angka kejadian katarak mulai usia 60 tahun. Jadi kejadian katarak di Indonesia
lebih cepat 10-15 tahun daripada negara lain.1
2.1.4 Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain:
- Usia lanjut dan proses penuaan
- Congenital atau bisa diturunkan.
- Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan beracun lainnya.
- Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
- Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
- Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau
diabetes melitus.
- Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
- Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
- Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik.1
2.2.2 Patofisiologi
Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
(sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous.
Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior.
Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di
dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%)
dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk
biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase
dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa
menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol
dehidrogenase. 2
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral.
Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan
densitas ini akibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat
lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral.
Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.2
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan
kehilangan kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat
dan sering terjadi pada kedua mata.2
2.2.3 Etiologi
Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada katarak:
1. Polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa,
ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi yang mengakibatkan
kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya
tidak berjalan cepat dalam nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa
tetap jernih. Katarak akibat myopia tinggi dan ablasi retina memberikan
gambaran agak berlainan.1
2. Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan
kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada
iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada
katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata
subkapsular anterior (Katarak Vogt). Penyebabnya.3
a. Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan
beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala akibatnya.
Selain itu glaukoma memberikan gambaran klinik berupa
penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandang
mata.3
b. Uveitis
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan
adanya dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala
hyperemia silier (hiperemi perikorneal atau perikorneal vascular
injection). Peningkatkan permeabilitas ini akan menyebabkan
eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan slit
lamp hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-
partikel kecil dengan gerak brown (efek tyndal). Kedua gejala
tersebut menunjukkan proses peradangan akut.2
Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam bilik mata depan yang disebut hipopion,
ataupun migrasi eritrosit ke dalam bilik mata depan yang dikenal
dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama dan
berulang, maka sel-sel radang melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak mendapatkan terapi
yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan
menimbulkan komplikasi. 2
c. Miopia Maligna
Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang
dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna
biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada
fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.4
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera
dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch berupa hiperplasi
pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan
lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia
maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat
peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.5
2.4 Galaktosemia
Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah
galaktosa menjadi glukosa yang diwariskan secara autosom
resesif. Sebagai konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada
jaringan tubuh, yang dengan metabolisme lebih lanjut
mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol (dulsitol), gula
alkohol dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya
defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat dalam metabolism
galaktosa: galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktokinase,
atau UDP-galaktosa-4-epimerase. Bentuk yang paling umum dan
paling berat, dikenal sebagai galaktosemia klasik, disebabkan
oleh defek pada enzim transferase. Enzim ini penting untuk
mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosa yang
merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung
glukosa dan galaktosa.
Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi,
hepatomegali, jaundice, dan defisiensi mental muncul pada
beberapa minggu pertama kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal
jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Diagnosis galaktosemia
klasik dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya substansi
galaktosa reduksi non glukosa di urin.
1.3 ) Trauma
a. Katarak Diinduksi Radiasi
Radiasi pengion. Lensa sangat sensitive terhadap
radiasi pengion; bagaimanapun juga diperlukan 20 tahun
setelah paparan sebelum katarak menjadi tampak secara
klinis. Periode laten ini berhubungan dengan dosis radiasi dan
usia pasien, semakin muda semakin rentan terhadap radiasi
pengion karena memiliki sel-sel lensa yangs sedang tumbuh
secara aktif. Radiasi pengion pada daerah x-ray (panjang
gelombang 0,001-10 nm) dapat menyebabkan katarak pada
beberapa individu dengan dosis 200 rad tiap fraksi. Tanda
klinis pertama katarak diinduksi radiasi seringkali berupa
kekeruhan punctata di dalam kapsul posterior dan kekeruhan
subkapsular anterior yang halus menjalar kearah ekuator
lensa. Kekeruhan ini dapat berkembang menjadi kekeruhan
lensa total.
Radiasi inframerah (katarak glassblowers). Paparan
radiasi inframerah dan panas yang terus menerus ke mata
pada waktu yang lama dapat menyebabkan lapisan terluar
kapsul lensa anterior mengelupas dan menjadi lapisan
tunggal. Eksfoliasi sesungguhnya dari kapsul lensa, dengan
lamella terluar terkelupas menggulung diatasnya, jarang
terlihat saat ini. Katarak kortikal mungkin berkaitan dengan
keadaan ini.
1.4) Mekanis
2 Pasca Bedah
Katarak sekunder menunjukkan kekeruhan kapsul posterior
akibat katarak traumatic yang terserap sebagian atau setelah
terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Hal ini terjadi
akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang
tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah dua hari EKEK.
Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak
sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering. Katarak
sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau
sesudah trauma yang memecah lensa.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh
karena daya regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin
Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke
arah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior meninggalkan
daerah yang jernih di tengah, dan membentuk gambaran cincin.
Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.
1.5) Kimia
a. Obat-obatan
- Kortikosteroid
Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat
menyebabkan katarak subkapsular posterior. Insidensinya
berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan. Pembentukan
katarak telah dilaporkan setelah pemberian kortikosteroid
melalui beberapa jalur, sistemik, topical, subkonjungtiva dan
semprot hidung.
Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan
prednisone oral dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% yang
diterapi dengan prednisone 10 mg/hari mengalami katarak, 30%
yang menerima 10-15 mg/hari dan 80% yang menerima lebih
dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari pasien-pasien
yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti
mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes
dexamethason 0,1% selama periode 10,5 bulan.
- Fenotiazin
Kelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit
pigmen di epithelium lensa anterior dalam bentuk konfigurasi
aksial. Deposit ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian
obat. Deposit lebih sering terlihat dengan penggunaan beberapa
jenis fenotiazin, terutama klorpromazin dan thloridazin, daripada
jenis yang lainnya.
- Miotikum
Antikolinesterase seperti echothiophate iodide dan
demekarium bromide dapat menyebabkan katarak. Insidensi
katarak yang telah dilaporkan sebesar 20% pada pasien-pasien
setelah 55 bulan penggunaan pilokarpin dan 60% pada pasien-
pasien setelah penggunaan posfolin iodide. Biasanya katarak ini
pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan sebelah
posterior kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak dapat
berkembang ke korteks posterior dan nucleus lensa dapat
berubah juga.
2.2.5 DIAGNOSA
Anamnesa:
- Pandangan kabur hingga hilang penglihatan, kabur terutama jarak
dekat
- Silau di siang hari
- Bila didahului uveitis, terdapat nyeri dan mata kemerahan
- Bila didahului uveitis, bisa didapatkan mata kemerahan dan nyeri
periokular
- Diplopia
- Riwayat diabetes mellitus
- Riwayat penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama
2. Adanya katarak yang disertai satu atau lebih penyakit yang mendasari
(uveitis, glaukoma akut, ablasio retina, dan seterusnya).
3. Kekeruhan lensa yang biasanya didapat di bagian cortex posterior.
4. Pada pemeriksaan slit lamp, biasanya batas katarak bersifat ireguler yang
berekstensi sampai nukleus lensa.
Melakukan Pemeriksaan Lanjutan
1. Dengan penlight: memeriksa pupil.bila terjadi kekeruhan pada lensa
pupil akan berwarna putih (leukokoria), hal ini didapatkan pada
katarak matur. Bila belum matur perlu dilakukan midriatikum untuk
melihat lensa dengan jelas. Reflek cahaya bisa masih normal.
2. Dengan oftalmoskopi: setelah sebelumnya pupil dilebarkan. Pada
stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman
dengan latar belkakang jingga, sedangkan pada stadium matur
didapatkan refleks fundus negatif.
3. Slit lamp: untuk mengetahui luas, tebal dan lokasi kekeruhan lensa.
4. USG
KESIMPULAN
1. Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus
pandang dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Kedepan berhubungan dengan
cairan bilik mata, kebelakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung pada
prosesus siliaris oleh zonula zinnia, yang melekat pada ekuator lensa. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel untuk
menyerap air dan elektrolit untuk makanannya.
2. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang,
dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma,
iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, akibat suatu trauma dan pasca bedah
mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin
(diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan
keracunan obat (steroid lokal dan sistemik, miotika antikolinesterase). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah
bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear,
rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol.
DAFTAR PUSTAKA