Anda di halaman 1dari 7

1. Apasaja obat anastesi yang dapat digunakan dalam scenario dan kontraindikasinya?

Indikasi

Lidokain 2% dengan 1: 100.000 epinephrine

Mepivakain 3% tanpa vasokonstriktor  karena mepivakain memberi efek vasodilatasi

yang sangat kecil jadi tidak diperlukan vasokonstriktor dan memberikan efek anastesi lebih

lama 20% dibandingkan dengan lidocaine

Prilokain 4% dengan 1: 200.000 adrenaline

Xylokain 2% dengan 1: 100.000 adrenaline

Kontraindikasi

Norepinephrine dan levonordefrin  karena menstimulasi alpha 1 yang berlebihan

(Dosis Aman Adrenalin Dalam Larutan Anestesi Lokal Unluk Penderita Hipertensi.Jurnal Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia 2000: 7 edisi khusus: 500-505.) (Dental Management of the Medically Compromised

Patient. Seventh Edition: 106)

- Fisiologi hemostasis
Proses hemostasis ada empat mekanisme utama, yaitu:

1.konstriksi pembuluh darah

2.pembentukan sumbatan platelet/trombosit

3.pembekuan darah

4.pembentukan jaringan fibrosa

Konstriksi pembuluh darah terjadi seketika apabila pembuluh darah mengalami

cedera akibat trauma. Prosesnya itu terjadi akibat spasme miogenik lokal pembuluh darah,

faktor autakoid lokal yang berasal dari jaringan yang mengalami trauma, kemudian akibat

refleks saraf terutama saraf-saraf nyeri di sekitar area trauma. Selain itu konstriksi juga

terjadi karena trombosit yang pecah melepaskan vasokonstriktor bernama tromboksan A2

pada sekitar area trauma tsb, sehingga pembluh darahnya berkonstriksi.


Setelah pembuluh darah mulai berkonstriksi, secara bersamaan sebenarnya

trombosit di sekitar area yang cedera tersebut akan segera melekat menutupi lubang pada

pembuluh darah yang robek tsb. Hal ini bisa terjadi karena di membran trombosit itu

terdapat senyawa glikoprotein yang hanya akan melekat pada pembuluh yang mengalami

cedera. Ketika trombosit ini bersinggungan dengan epitel pembuluh darah yang cedera tadi,

ia kemudian menjadi lengket pada protein yang disebut faktor von Willebrand yang bocor

dari plasma menuju jaringan yang cedera tadi. Seketika itu morfologinya berubah drastis.

Trombosit yang tadinya berbentuk cakram, tiba-tiba menjadi ireguler dan bengkak.

Tonjolan-tonjolan akan mencuat keluar permukaannya dan akhirnya protein kontraktil di

membrannya akan berkontraksi dengan kuat sehingga lepaslah granula-granula yang

mengandung faktor pembekuan aktif, diantaranya ADP dan tromboksan A2 tadi. Secara

umum, proses ini disebut dengan adhesi trombosit.

Ketika trombosit melepas ADP dan tromboksan A2, zat-zat ini akan mengaktifkan

trombosit lain yang berdekatan. Ia seolah-olah menarik perhatian trombosit lainnya untuk

mendekat. Karena itu, kerumunan trombosit akan seketika memenuhi area tersebut dan

melengket satu sama lain. Semakin lama semakin banyak hingga terbentuklah sumbat

trombosit hingga seluruh lobang luka tertutup olehnya. Peristiwa ini disebut agregasi

trombosit.

:: Pembentukan aktivator protrombin ::

Pembentukan aktivator protrombin berasal dari dua mekanisme kompleks yang melibatkan

berbagai faktor pembekuan, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur instrinsik.

:: Pembentukan Benang-Benang Fibrin ::


Setelah aktivator protrombin terbentuk, langkah selanjutnya adalah aktivator

protrombin ini akan mengaktifkan protrombin. Protrombin akan aktif menjadi trombin.

Prosesnya membutuhkan peranan ion kalsium (Ca2+). Nantinya, trombin ini akan

menyebabkan polimerisasi dari molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin

dalam waktu 10 – 15 detik. Prosesnya, trombin ini akan melepas 4 molekul peptida kecil

dari setiap molekul fibrinogen, sehingga membentuk satu fibrin monomer, selanjutnya

fibrin monomer ini secara otomatis mampu berpolimerisasi dengan sesamanya membentuk

benang fibrin. Setelah beberapa detik, akan muncul banyak benang-benang fibrin yang

panjang. Tapi benang-benang ini ikatannya masih lemah, karena hanya berikatan secara

ikatan hidrogen. Untuk itu, trombin akan mengaktivasi suatu zat yang disebut faktor

stabilisasi fibrin. Faktor inilah yang nantinya akan memperkuat ikatan benang-benang

fibrin tadi menjadi lebih kuat, yakni dengan cara menimbulkan ikatan kovalen pada

benang-benang tersebut.

Setelah terbentuk benang-benang fibrin tersebut secara sempurna, dan darah juga

membentuk bekuan, bekuan itu akan diinvasi oleh fibroblas yang kemudian membentuk

jaringan ikat pada seluruh bekuan tersebut, atau dapat juga bekuan itu dihancurkan. Proses

ini didukung oleh faktor pertumbuhan yang disekresikan oleh trombosit, dan akan

berlangsung berkelanjutan hingga bekuan tersebut akan menjadi jaringan fibrosa dalam

waktu sekitar 1 sampai 2 minggu. Struktur jaringan sekitar trauma akan bekerja sedemikian

rupa untuk memperbaiki kondisinya seperti semula.

(guyton and hall 12th.Medical Physiology.Elsavier Saunders.2011)

2. Bagaimana teknik pencabutan pada gigi 27? (gambar armamentarium)


Persiapan Jaringan Lunak Pra-Eksodonsia
Sebelum melakukan ekstraksi gigi, jaringan lunak di sekitar gigi harus dilepas

perlekatannya dengan gigi yang akan diekstraksi. Cara. (a). Bersihkan gigi-gigi danjanngan

sekitar gigi dengan larutan antiseptika (misalnya dengan tingtura yodida 3%); (b).

Bersihkan gigi-gigi dan kalkulus terutama dan gigi yang akan diekstraksi sebab gerakan

forsep dapat melepas kalkulus dan akan jatuh ke soket gigi; (c). jaringan gingiva diinsisi,

lakukan dengan menggunakan eksplorer untuk menghindari kerusakan jaringan lunak oleh

forsep.

a). Memilih forsep yang tepat dan baik dalam hal macam maupun ukuran. Forsep yang

terlalu kecil bagi lebar gigi yang akan diekstraksi atau forsep yang berengsel rusak dapat

berakibat fraktur mahkota atau akar gigi. b). Memegang pegangan forsep jangan terlalu

dekat engselnya yang benar adalah hampir seluruh ujung pegangan forsep tergenggam di

tangan. c). Poros panjang paruh forsep sejajar dengan poros panjang gigi yang akan

diekstraksi. d). Paruh forsep harus memegang sebagian akar yang masih dalam keadaan

utuh, jangan sekali-sekali memegang gigi pada mahkotanya. f). Gigi tetangga jangan

sampai terganggu oleh gerakan forsep g). Gigi Molar Kedua. Tekanan ke arah bukal, lalu

ke arah lingual dan gigi ditarik ke luar dan soket gigi ke arah bukal. Kadang-kadang

diperlukan tekanan rotasi ke arah mesio-distal.

(Teknik Eksodonsia. Universitas Gadjah Mada)

3. Berapa tinggi tekanan darah yang dapat dilakukan pencabutan?


Tekanan darah yang tidak terkontrol yaitu lebih dari 180/110 mm Hg
(Dental Management of the Medically Compromised Patient. Seventh Edition: 106)

4. Penatalaksanaan yang dilakukan jika terjadi komplikasi?


1.Perdarahan

Perdarahan yang lebih parah dapat diatasi dengan pemberian tampon yang diberi larutan

adrenalin : aqua bidest 1 : 1000 dan dibiarkan selama 2 menit dalam soket. Perdarahan
yang disebabkan pembuluh darah besar jarang terjadi dan bila ini terjadi maka pembuluh

darah tersebut harus ditarik dan dijepit dengan arteri klem kemudian dijahit/cauter.

Perdarahan pasca operasi dapat terjadi karena pasien tidak mematuhi instruksi atau sebab

lain yang harus segera ditemukan. Cara penanggulangan komplikasi seperti pada

kebanyakan kasus disarankan untuk melakukan penjahitan pada muko periosteal, jahitan

horizontal terputus paling cocok dan untuk tujuan ini harus diletakkan pada soket sesegera

mungkin

2. Fraktur tulang alveolar

Penanggulangannya dengan cara membuang fragmen alveolar yang telah kehilangan

sebagian besar perlekatan periosteal dengan menjepitnya dengan arteri klem dan 5

melepaskannya dari jaringan lunak. Selanjutnya bagian yang tajam bisa dihaluskan dengan

bone file dan dapat dipertimbangkan apakah diperlukan penjahitan untuk mencegah

perdarahan.

3. Infeksi

Bila terdapat pus dan fluktuasi 13 positif harus harus dilakukan insisi dan drainase serta

pemberian antibiotika yang adekuat. Sedang jika infeksi cukup parah atau telah meluas ke

submaxilla dan sublingual sebaiknya segera dirujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai

fasilitas Bedah Mulut.

4. Dry Socket

Dilakukan pembersihan dan diirigasi menggunakan Nacl 0.9% dan apabila ada jaringan

nekrotik maka dilakukan necrotomi. Setelah dilakukan pembersihan socket ditutup atau

dressing dan diberikan obat antibiotic dan analgesic. Pasien diminta kembali setelah 24-48
jam. Apabila pasien masih merasa nyeri maka perlu dilakukan irigasi dan penggantian

dressing kembali.

(Lucky Riawan, drg., Sp. BM.2002. Penanggulangan Komplikasi Pencabutan Gigi. Bandung. Bagian
Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran)

5. Apa saja intruksi yang diberikan pada pasien setelah dilakukan pencabutan?
 Gigit kapas yang dipasang di atas lubang bekas gigi kuat-kuat selama 1 jam. Hal ini
dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Untuk membantu proses penghentian
perdarahan, dapat dilakukan kompres pada pipi di daerah gigi yang dicabut dengan
menggunakan es batu.

 Bila masih ada perdarahan setelah kapas dibuang, masukkan air teh pahit dingin ke dalam
mulut dan diamkan selama 2-3 menit.

 Bila dalam waktu 2 jam sesudah pencabutan tidak ada tanda-tanda perdarahan berhenti,
kembalilah ke dokter gigi anda. Mungkin diperlukan penjahitan pada luka atau pemberian
obat anti perdarahan

 Rasa sakit yang muncul setelah efek obat bius habis adalah hal lumrah. Hal ini dapat diatasi
dengan obat analgesik yang dijual bebas di pasaran, seperti jenis parasetamol, asam asetil
salisilat atau asam mefenamat. Gunakan hanya jika perlu saja.

 Selama 24 jam tidak boleh berkumur, meludah dan menghisap-hisap daerah bekas
pencabutan. Tindakan-tindakan tersebut dapat mengakibatkan beku darah yang sudah
menutupi lubang bekas pencabutan akan terlepas sehingga akan terjadi perdarahan lagi.

 Hindari makanan dan minuman panas, beralkohol, rokok selama 24 jam setelah
pencabutan, karena semuanya memperlambat proses penyembuhan luka

 Setelah 24 jam bila luka sudah tidak mengeluarkan darah sama sekali, dapat berkumur
dengan air garam yang hangat untuk mencegah terjadinya infeksi pada bekas luka.

 Bila terjadi pembengkakan pada hari berikutnya, kompres dengan air hangat dari luar
maupun di dalam mulut.
6. Bagaimana indicator keberhasilan dilakukan pencabutan?
Menurut Howe (1995), pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan gigi yang utuh tanpa
menimbulkan rasa sakit dan trauma yang sekecil mungkin pada jaringan pendukungnya,
sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan
problem pasca bedah.

(Lucky Riawan, drg., Sp. BM.2002. Penanggulangan Komplikasi Pencabutan Gigi. Bandung. Bagian
Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran)

Anda mungkin juga menyukai