Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan penyebab akut abdomen paling sering dengan


prevalensi sekitar 7 – 8%. Apendisitis adalah infeksi pada organ appendik yang
diawali dengan penyumbatan dari lumen appendiks oleh mucus, fekalit, atau
benda asing, yang diikuti oleh infeksi bakteri dari proses peradangan.
Appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala akut yang memerlukan
intervensi bedah dan biasanya dengan nyeri di kuadran abdomen kanan bawah
dan dengan nyeri tekan tekan dan alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan
dengan hiperestesia kulit.1,2,3

Appendicitis kronis ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung


terus menerus ) di dearah fossa illiaca dextra,tetapi tidak terlalu parah, dan bersifat
continue atau intermittent, nyeri ini terjadikarena lumen appendix mengalami
partial obstruk.1

Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara


berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari.4

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.1

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix


sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis.1,5

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa

1
komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Apendisitis adalah infeksi pada organ appendiks yang diawali dengan


penyumbatan dari lumen appendiks oleh mucus, fekalit, atau benda asing, yang
diikuti oleh infeksi bakteri dari proses peradangan. Apendisitis akut adalah
appendicitis dengan onset gejala akut yang memerlukan intervensi bedah dan
biasanya dengan nyeri di kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan
tekan dan alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan dengan hiperestesia kulit.1,5

Apendisitis kronis ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung


terus menerus ) di dearah fossa illiaca dextra,tetapi tidak terlalu parah, dan bersifat
continue atau intermittent, nyeri ini terjadikarena lumen appendix mengalami
partial obstruk.1

2.2 Anatomi Appendiks

Appendiks merupakan derivat dan evolusi dari caecum. Appendiks


merupakan organ berbentuk tabung, panjang kira-kira 10-20cm cm dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. 3,4,7. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan
itu memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens,
atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh
letak apendiks.1

3
Gambar 1. Anatomi Appendiks

Apendiks terletak pada puncak sekum, pada pertemuan ke-3 taenia koli
yaitu :6,7

 Taenia libra
 Taenia omentalis
 Taenia mesocolica

Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika : 6,7

 Mukosa
 Submukosa (banyak terdapat limfoid)
 Muskularis. Terdapat stratum sirkular (dalam) dan stratum longitudinal
(luar), stratum longitunal merupakan gabungan dari ke-3 taenia koli.

Posisi appendiks : 6,7

 Ileocaecal
 Antecaecal, di depan caecum
 Retrocaecal, intra dan retro peritoneal
 Anteileal
 Retroileal
 Pelvical

4
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilicus.1

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri


tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi
apendiks akan mengalami gangren.1

2.3 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendisitis.1

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated


lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jkumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.1

2.4 Epidemiologi

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika


Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Apendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 3:2. Bangsa Kaukasia lebih sering terkena dibandingkan dengan
kelompok ras lainnya.1,3,4

Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara


berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari.1

5
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.1,3,4

Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006, apendisitis


menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia,
gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain dengan jumlah pa sien
rawat inap sebanyak.4
2.5 Etiologi

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix


sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang
paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan
appendicitis.1,5

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan


rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora kolon biasa. Semua ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. Penyebab lain dari obstruksi
appendiks meliputi:1,5

1. Hiperplasia folikel lymphoid

2. Carcinoid atau tumor lainnya

3. Benda asing (pin, biji-bijian)

4. Kadang parasit

Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi


mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu:6

6
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

 Escherichia coli  Bacteroides fragilis

 Viridans streptococci  Peptostreptococcus micros

 Pseudomonas aeruginosa  Bilophila species

 Enterococcus  Lactobacillus species

2.6 Patogenesis dan Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.5,7

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.5

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.5

7
2.7 Gambaran Klinis

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsangan peritonium lokal.
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam,
nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini, nyeri dirasa
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
memerlukan obat pencahar. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya
pasien mengeluhkan sakit perut bila berjalan atau batuk.1

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan


bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena
apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau
nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang
di dorsal.1

Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan


gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat
dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat
rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.1

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih di regio lumbal kanan.1

8
2.8 Pemeriksaan Fisik

Pada Apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,


sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.7,8

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:

 Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ
abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan
iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.
 Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri
sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan
iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan
retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya
psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak
retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan
manuver ini.

Gambar 2. Psoas Sign

 Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian


gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara
ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu
diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi
Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi. Dasar anatomis
terjadinya obturator sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak

9
retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat
dilakukan manuver ini.

Gambar 3. Obturator Sign

 Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas


dan nyeri di RLQ)
 Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.
 Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.
 Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix.
 Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen
atau Appendix letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.
 Dunphy sign: nyeri ketika batuk.

Skor Alvarado

Skor Alvarado dibuat untuk membantu menegakkan diagnosis..


Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok
yaitu: radang akut dan bukan radang akut.8

10
Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Manifestasi Skor

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

11
2.9 Pemeriksaan Penunjang1,2,6
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah: pada pemeriksaan dilakukan untuk melihat angka
leukosit. Pada kasus appendicitis akut, biasanya didapatkan angka
leukosit yang neutrofil yang tinggi.
 Pemeriksaan urin: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya
eritrosis, leukosit dan bakteri didalam urin. Pemeriksaan ini dapat
membantu untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih dan batu ginjal yang memiliki gejala klinis yang hampir
sama dengan appendicitis.
2. Foto polos abdomen
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak. Kurang dari 5% pasien
akan terlihat adanya gambaran opak fecalith yang nampak di kuadran kanan
bawah abdomen, sehingga pemeriksaan ini jarang dilakukan.
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG
dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan
kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 – 94%,
dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan
dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut, ditemukan adanya
fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan
dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila
apendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya
apabila cukup udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi.
4. CT-Scan
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan
skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak
sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-

12
Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan
96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi
apendiks dengan abses atau flegmon.
5. Laparoscopy
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
2.10 Diagnosis
2.10.1 Apendisitis Akut

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis


klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.
Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Hal ini didasari mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda, sering
timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan ini berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit
ginekologik lain.1

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila


diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan
frekuensi setiap 1 – 2 jam.1

2.10.2 Apendisitis rekuren

Diagnosis apendisitis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat


serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini
terjadi bila serangan apendisitis pertama kali sembuh spontan. Namun apendiks
tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.1

Pada apendisitis rekurens, biasanya dilakukan apendektomi karena


penderita sering kali datang dalam serangan akut.1

13
2.10.3 Apendisitis Kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat


berikut terpenuhi: riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu,
terbukti terjadi radang kronik baik secara makroskopis maupun mikroskopis, dan
keluhan menghilang pasca apendektomi.1

Kriteria mikroskopis apendisitis kronik melipui adanya fibrosis


menyeluruh pada dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik adalah
sekitar 1 – 5%.1

2.11 Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai


diagnosis banding, seperti:1

 Gastroenteritis.
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
apendisitis akut.
 Demam Dengue.
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil
tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit
meningkat.
 Kelainan ovulasi.
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
 Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah
perut lebih difus.
 Kehamilan di luar kandungan Hampir selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus

14
kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
 Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut,
colok vaginal, atau colok rektal.
 Endometriosis ovarium eksterna Endometrium di luar rahim akan
memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah
menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
 Urolitiasis pielum/ ureter kanan Adanya riwayat kolik dari pinggang ke
perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan.
 Penyakit saluran cerna lainnya Penyakit lain yang perlu diperhatikan
adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak
duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis
kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,
karsinoid, dan mukokel apendiks. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)
2.12 Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa
komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.1

Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara


laparskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh
ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa
dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus meragukan dapat segera menentukan
akan dilakukan operasi atau tidak.1

15
2.11 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa


perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus.1

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,


obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian.1

Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan


komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur
intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka,
abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula
tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.4

16

Anda mungkin juga menyukai