Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar tetrbilang cukup tinggi.
Dimana kecelakaan tersebut dapat menimbulkan kerugian yang cukup tinggi bagi
korban kecelakaan lalu lintas tersebut. Akibat yang ditimbulkan bagi korban itu
sendiri dapt berupa efek fisik dan psikis. Dari segi fisik tentunya kecelakaan
dapat menyebabkan timbulnya luka pada setiap jaringan tubuh yang terkena
trauma dari kecelakaan lalu lintas baik secara langsung maupun tidak langsung.
Efek langsung dari trauma tersebut dapat berupa adanya fraktur, luka terbuka
ataupun kerusakan pada organ dalam tubuh yang dapat juga menyebabkan
kematian. Sedangkan efek psikis dari kecelakaan lalu lintas dapat berupa trauma
ataupun rasa takut.
Fraktur sebagai akibat dari trauma langsung dapat terjadi pada setiap
tulang pembentuk tubuh tergantung dari penyebab dan mekanisme terjadinya
trauma. Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang
yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis.
Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat
mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan
beberapa macam masalah.
Pada laporan kasus ini yang terjadi adalah Post ROI (removele Of
Inplate)fraktur femur dextra 1/3 distal, fraktur cruris 1/3 tengah dan post riliase
knee dextra, dimana merupakan suatu tindakan operasi untuk melepas kembali
implan yang sudah terpasang ditulang yang berfungsi sebagai fiksasi waktu
fraktur dan dilakukan riliase guna untuk membebaskan perlengketan jaringan
yang ada pada lutut. Adapun masalah-masalah
1 yang ditimbulkan dari post operasi
adalah adanya nyeri, oedema, spasme, keterbatasan gerak, kelemahan otot,
deformitas, dan gangguan fungsional dari anggota gerak serta kemungkinan
terjadinya komplikasi sekunder berupa miositis ossifikan, avaskuler nekrosis dan
lain sebagainya.
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
kepada individu serta masyarakat untuk mengembangkan, memelihara, dan
memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik,
mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.
Beberapa latar belakang masalah tersebut, maka kami tertarik untuk
mencoba mengkaji dan memahami mengenai penatalaksanaan terapi latihan pada
kondisi post ROI fraktur femur dextra 1/3 distal, fraktur cruris 1/3 tengah dextra
dan post riliase knee dextra. Adapun jenis dari terapi latihan tersebut yaitu : 1)
Static kontraksi, 2) Rilex pasive movement, 3) Force pasive movement, 4) free
aktive movement, 5) Assisted aktive movement, 6) Resisted aktive movement, 7)
Streching, 8) Latihan jalan.

B. Identifikasi Masalah
Penanganan yang dilakukan pada kondisi post ROI fraktur femur dekstra
1/3 distal, fraktur cruris 1/3 tengah dextra dan post riliase knee dextra. dimana
pada post operasi pelepasan plate and srew dan post riliase akan ditemui
permasalahan yaitu adanya nyeri, oedema, spasme, keterbatasan gerak,
kelemahan otot, deformitas, dan gangguan fungsional dari anggota gerak yang
terkena fraktur.

C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah dan keterbatasan waktu yang ada, maka kami
hanya membatasi permasalahan pada penatalaksanaan terapi latihan pada kondisi
post ROI fraktur femur dekstra 1/3 distal, fraktur cruris 1/3 tengah dextra dan
post riliase knee dextra
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut diatas, maka kami merumuskan
masalah sebagai berikut :
1) Apakah static contraction dapat mengurangi odem sehingga nyeri bisa
berkkurang ? 2) Apakah rilex pasive movement dapat meningkatkan LGS ? 3)
Apakah Free aktive movement bisa memelihara luas gerak sendi dan meningkatkan
kekuatan otot? 4) Apakah assisted aktive movement dapat meningkatkan kekuatan
otot dan menjaga elastisitas otot? 5) Apakah resisted active movemet dapat
meningkatkan kekuatan otot? 6) Apakah latihan jalan mampu mengembalikan
kemampuan fungsional berjalan?

E. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1) Untuk
mengetahui mafaat static contraction dalam mengurangimodem sehingga nyeri dapat
berkurang, 2) Untuk mengetahui manfaat rilex pasive movement terhadap
peningkatan luas gerak sendi, 3) Untuk mengetahui manfaat assisted aktive
movement terhadaap peningkatkan kekuatan otot dan menjaga elastisitas otot? 5)
Untuk mengetahui manfaat resisted active movemet terhadap peningkatkan kekuatan
otot? 6) Untuk mengetahui manfaat latihan jalan dalam mengembalikan kemampuan
fungsional berjalan?

BAB II
LANDASAN TEORI

Dimana landasan teori ini antara lain: (1) anatomi, fisiologi, histologi, dan
biomekanik, (2) patologi, (3) permasalahan yang dibahas, (4) modalitas fisioterapi
yang digunakan yaitu terapi latihan.
A. Anatomi, Fisiologi dan Histologi
1. Anatomi, fisiologi dan histologi
Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1)
sistem tulang, (2) sistem sendi, (3) sistem otot, (4) sistem saraf.
a. Sistem tulang
1) Os. Femur
Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas
Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang
ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul
dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut (Syaifudin, B.AC
1995). Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan
terbesar pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang
tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis,
diaphysis, dan epiphysis distalis.
- Epiphysis Proksimalis
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang
punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum
ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput
melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah
lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga
membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua
bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut
linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica.
Dilihat dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor major
terdapat cekungan disebut fossa trochanterica.
- Diaphysis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang
melintang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan.
Mempunyai dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, facies
anterior. Batas antara facies medialis dan lateralis nampak di bagian
belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian
proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas
glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan
labium laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea
intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga
disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis
disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen
nutricium, labium medial lateral disebut juga supracondylaris
lateralis/medialis.
- Epiphysis distalis
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan
condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi
masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan
linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi
yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan os.
patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis
disebut linea intercondyloidea.
2) Os. Patella
Terjadi secara desmal. Berbentuk segitiga dengan basis menghadap
proximal dan apex menghadap ke arah distal. Dataran muka berbentuk
convex. Dataran belakang punya dataran sendi yang terbagi dua oleh
crista sehingga ada 2 dataran sendi yaitu facies articularis lateralis
yang lebar dan facies articularis medialis yang sempit.

3) Os. Tibia
Terdiri 3 bagian yaitu epipysis proximalis, dialysis dan epiphysis
distalis:
Epiphysis proximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylus medialis
dan condylus lateralis. Disebelah atas terdapat dataran sendi disebut
facies articularis superior, medial dan lateral. Tepi atas epiphysis
melingkar yang disebut infra articularis medialis dan lateralis oleh
suatu peninggian disebut eminentia intercondyloidea, yang disebelah
lateral dan medial terdapat penonjolan disebut tuberculum
intercondyloideum terdapat cekungan disebut fossa intericondyloidea
anterior dan posterior. Tepi lateral margo infra glenoidalis terdapat
dataran disebut facies articularis fibularis untukbersendi dengan os
fibulae.
4) Os. Fibula
Tulang fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia,
terletak disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis,
diaphysis dan epiphysis distalis, epiphysis proximalis membulat
disebut capitullum fibula yang proximal meruncing menjadi apex
capitis fibula pada capitullum terdapat dua dataran yang disebut facies
articularis, capitullum fibula untuk bersendi dengan tibia.

b. Arthrologi/sistem sendi
Sendi adalah hubungan antara dua tulang atau lebih dari sistem sendi,
disini meliputi sistem sendi panggul dan sendi lutut.
1) Sendi panggul
Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caput
femoris. Facies lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan
cekungan bentuk simetris terbentang melampaui equator labium
acetabuli, labium acetabuli mengandung zat rawan fibrosa. Facies
lunata dan labium menjadi dua pertiga caput femoris lekuk tulang
tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh lig trasuersum,
acetabuli, dimana terdapat bantalan lemak menuju caput femoris.
Kapsul sendi melekat pada tulang panggul sebelah luar labium
acetabuli sehingga labium aetabuli dengan bebas masuk ke rongga
kapsul. Sendi panggul diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang
diantaranya:
a) Ligamentum Iliofemorale
Berbentuk Y, dasarnya melekat pada spinailiaca anterium dan
interior berfungsi mencegah gerakan extensi dan exirotasi tungkai
atas yang berlebihan pada sendi pangkal paha.
b) Ligamentum pubofemorale
Berbentuk segitiga, dasarnya ligamen pada ramus superior pubis,
berfungsi mencegah gerakan abduksi tungkai atas yang berlebihan.
c) Ligamentum ischiofemorale
Berbentuk spiral, melekat pada corpus ischium dekat tepi
aetabulum.
d) Ligamentum transferum acetabuli
Dibentuk oleh labium acetabulare. Berfungsi mencegah keluarnya
caput femoris dari acetabuli.
e) Ligamentum cepitis femoris
Berbentuk gepeng dan segitiga melekat pada caput femoris.
Berfungsi sebagai tempat berjalan vasa dan saraf, meratakan
sinovial pada permukaan sendi.
2) Sendi Lutut
Senddi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh
kapsul sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella
yang mana pada facet sendi terdiri dari tiga permukaan pada bagian
lateral, yang mana pada satu permukaan bagian medial otot vastus
lateralis menarik patella ke arah proximal sedangkan otot vastus
medialis menarik patela ke arah medial, sehingga patella stabil. Pada
posisi 30o, 40o dari ekstansi, patellah tertarik oleh mekanisme gaya
kerja otot sangat kuat.

Keterangan gambar 2.4


1. Lig. Pubofemorale
2. Canalis obturatorius
3. Membrana obturatoria
4. Trochanter minor
5. Trochanter major
6. Pars transversa
Lig. iliofemorale
7. Pars descendens
8. M. rectum femoris, Tendo
Keterangan gambar 2.5:
1. Caput reflexum
2. Caput rectum
3. Lig. Iliofemorale
4. collum femoris
5. trochanter major
6. Tuberositas glutea
7. Trochanter minor
8. Lig. Ischio femorale
9. Lig. Sacrotuberale
10. Lig. sacrospinale
c. Sistem Otot
Otot yang akan dibahas hanya berhubungan dengan kondisi pasien post
operasi fraktur femur 1/3 medial dextra dengan pemasangan plate and
screw adalah otot yang berfungsi ke segala arah seperti regio hip untuk
gerakan fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi dan eksternal rotasi-internal
rotasi.
Untuk lebih terperincinya penulis menyertakan otot-otot yang
berhubungan dengan kondisi tersebut, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Otot Tungkai Atas Bagian Anterior (Richard, S. 1986)
No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi
1 Sartorius Spina iliace Permukaan Fleksi N.
anterior medial tibia abduis, femoralis
superior rotasi, lateral
(SIAS) arc coxae
2 Iliacus Fossa illiaca Throcantor Flexi N.
di dalam femur femoralis
abdomen
3 Quadricep
Femoralis SIAS Tendon m. Flexi arc N.
a. Rectu quadriceps coxae femoralis
s femoris pada patela,
vialigamentum
patellae ke
dalam
Ujung atas tuberositas Extansi lutut
b. Vatus dan batang tibia N.
lateralis femur, septum femoralis
facialis lat ke Extensi lutut,
dalam menstabilkan
c. Vatus Ujung atas patela N.
medialis dan batang Extensi lutut femoralis
femur
d. Vatus Permukaan N.
intermediu anterior dan femoralis
s lateral batang
femur

Tabel 2.2
Otot Tungkai Atas Bagian Posterior (Ricard, S. 1986)
No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi
1 Biceps Caput Permukaan Flexi Ramus tibialis
femoralis longum medial abduksi, N.
(tuber tibia rotasi ischiadicum
isciadoleum) lateral
caput breve arc.Co
(linea xae
Semi aspera)
tendonisosis crista supra Medial Ramus tibialis
condilair tibia N.ischiadicum
lateral Flexi,
batang rotasi,
femur) medial
Tuber sendi
ischiadikum lutut
serta
Arc.
Coxae
2 Semi Tuber Condylus Flex Ramus tibialis
membranosus ischiadikum medialis dan N.
tibia rotasi, ischiadicum
medial
sendi
lutut
serta
extensi
serta
extensi
Arc.
Coxae
3 Adduktor Tuber Tiberculum Extensi Ramus tibialis
magnus ischiadicum adduktor Arc N.
femur Coxae Ischiadicum

Tabel 2.3
Otot tungkai atas Regio Glutealis (Richar, S. 1986)
No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi
1 Gluteus Permukaan Tractus Extensi N.
maximus luar ilium, illiotibialis dan gluteus
sacrum, dan rotasi interior
ligamen duterositas laterale
sacrotuberale gluteo Arc.
femoris Coxae
2 Gluteus Permukana Lateral Extensi N.
Medius luar ilium throchantor dan gluteus
mayor rotasi superior
femoris
3 Gluteus Permukaan Anterior Abduksi N.
minimus luar ilium throchantor Arc. gluteus
mayor Coxae superior
femoris
4 Piriformis Permukaan Throchantor Rotasi N.
anterior mayor lateral Sacralis I
sacrum femoris dan II
5 Obturatorius Permukaan Tepian atas Rotasi Plexus
internus dalam throchantor lateral sacralis
membrana mayor
abturatoria femoris

Tabel 2.4
Otot Tuang Medial Paha
No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi
1 M. Gracilis Ramus Tuberositas Adduktor Ramus
interior ossis tibia flexor, hip anterior N.
pubis dan dibelakang flexor dan obturatoria
ossis ischi internal L2-4
rotator
tungkai
bawah
2 M. adduktor Dataran M. sartorius Ramus Adduktor,
langus anterior labium anterior N. flexor hip
ramus medial linea Abtoratorium
superior aspera 1/3 L2-3
ossis pubis medial
3 M. adduktor Lateral Labium Adduktor Ramus
brevis ramus medial linea flexor, anterior
interior ossis aspera internal dan
pubis rotasi hip posterior
N.
abturatoria
L2-4
4 M. adduktor Dataran Labium Adduktor Ramus
magnus anterior medial linea dan extensor posterior
ramus aspera hip dan N.
interfior ossi tibialis dan
ischii dan L2-5 dan
tuber S1
ischiadicum
5 M. Datarna Fossa External Ramus
Obturatorius anterior throhantorica rotator hip muscularis
externus membrana femoris membantu plexus
abturatoria, extensor hip sacralis
foramen S1-3
abturatroium
d. Sistem Persyarafan
Sistem persyarafan pada tungkai atas (paha) dibagi menjadi 4 yaitu:
1) Nervus femoralis
Merupakan cabang terbesar dari pleksus lumbalis. Nervus ini berisi
dari tiga bagian pleksus anterior yang berasal dari nervus lumbalis (L2,
L3 dan L4). Nervus ini muncul dari tepi lateral psoas di dalam
abdomen dan berjalan ke bawah melewati m. psoas dan m.iliacus ia
terletak di sebelah fasia illiaca dan memasuki paha lateral terhadap
anterior femoralis dan selubung femoral di belakang ligament inguinal
dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior nervus femoralis
mensyarafi semua otot anterior paha.
2) Nervus obturatorius
Berasal dari plexus lumbalis (L2, L3 dan L4) dan muncul pada bagian
tepi m. psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah dan
depan pada lateral pelvis untuk mencapai bagian atas foramen
abturatorium, yang mana tempat ini pecah menjadi devisi anterior dan
posterior. Devisi anterior memberi cabang-cabang muscular pada m.
gracilis, m. adduktor brevis dan longus. Sedangkan devisi posterior
mensyarafi articularis guna memberi cabang-cabang muscular kepada
m.obturatorius esternus, dan adduktor magnus.
3) Nervus gluteus superior dan inferior
Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas, dan
bawah foramen ischiadicus majus di atas m. piriformis dan mensyarafi
m.gluteus medius dan minimus serta maximus.
e. Sistem peredaran darah
Sistem peredaran darah tungkai atas (paha)
Di sini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai atas
atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.
1) Pembuluh darah arteri
Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri
ini selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri
pulmonale yang membawa darah kotor yang memerlukan oksigenisasi.
Pembuluh darah arteri pada tungkai antara lain yaitu:
a) Arteri femoralis
Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang ligament
inguinale dan merupakan lanjutan arteria illiace externa, yang
terletak dipertengahan antara SIAS (spina illiaca anterior
superior) dan sympiphis pubis. Arteria femoralis merupakan
pemasok darah utama bagian tungkai, berjalan menurun hampir
bertemu ke tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada
lubang otot magnus dengan memasuki spatica poplitea sebagai
arteria poplitea.

b) Arteria profunda femoralis


Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis
dari trigonum femorale. Ia keluar dari anterior paha melalui bagian
belakang otot adductor, ia berjalan turun diantara otot adductor
brevis dan kemudian teletak pada otot adduktor magnus.
c) Arteria obturatoria
Merupakan cabang arteri illiaca interna, ia berjalan ke bawah dan
ke depan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus
obturatoria melalui canalis obturatorius, yaitu bagian atas
foramen obturatum.
d) Arteri poplitea
Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke
fossa bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam
fossa poplitea dari fossa lateral ke medial adalah nervus tibialis,
vena poplitea, arteri poplitea.
2) Pembuluh darah vena
Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain:
a) Vena femoralis
Vena femoralis memasuki paha melalui lubang pada otot adduktor
magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, ia menaiki paha mula-
mula pada sisi lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya, dan
akhirnya pada sisi medialnya. Ia meninggalkan paha dalam ruang
medial dari selubung femoral dan berjalan dibelakang ligamentum
inguinale menjadi vena iliaca externa.
b) Vena profunda femoralis
Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat disamakan
dengan cabang-cabang arterinya, ia mengalir ke dalam vena
femoralis.
c) Vena obturatoria
Vena obturatoria menampung cabang-cabang yang dapat
disamakan dengan cabang-cabang arterinya, dimana mencurahkan
isinya ke dalam vena illiaca internal.
d) Vena saphena magna
Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum
dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus medialis,
venosum dorsalin vena ini berjalan di belakang lutut, melengkung
ke depan melalui sisi medial paha. Ia bejalan melalui bagian bawah
n. saphensus pada fascia profunda dan bergabung dengan vena
femoralis.
B. PATOLOGI
Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma
tunggal, 2) tekanan yang berulang ulang, 3) kelemahan abnormal pada tulang,
dalam kasus fraktur femur sepertiga dextra kemungkinan mekanisme terjadinya
fraktur ada dua cara, yaitu karena trauma maupun kecelakaan langsung yang
mengenai tungkai atas pada batang femur, sehingga mengakibatkan perubahan
posisi pada fragmen tulang (Bloch, 1986).
1. Insiden
Dimana kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya trauma rata-rata setiap penduduk 60 juga penduduk Amerika
Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis, 3,6 juta
(12%) membutuhkan perawatan di rumah sakit didapatkan 300 juta orang
diantaranya menderita kecacatan yang menetap (1%) dan 8,7 juta orang
menderita kecacatan sementara (30%). Sedang di Indonesia tercatat kurang
lebih lebih 12 ribu orang pertahunnya mengalami kecelakaan lalu lintas,
dilihat dari banyaknya kecelakaan sebagai akibatnya selain kematian adalah
kondisi patah tulang atau fraktur (Rasjad, 1998).
2. Perubahan Patologi atau Patofisiologi
Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
daya tahan pegas untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur,
biasanya diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan
yang kompleks karena pada fraktur tersebut tidak dilukai luka terbuka,
sehingga dalam mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi
yang baik agar tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunaan fiksasi
yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan
operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah
ke normal atau posisi tulang sudah dalam keadaan sejajar sehingga akan
terjadi proses penyambungan tulang, yang menurut (Appley, Ronald, 1995).
Stadium penyembuhan fraktur melalui beberapa tahap antara lain dapat dilihat
pada tabel:
Tabel 2.5 Tahap-tahap atau proses penyembuhan tulang
Hematoma Proliferasi Kalsifikasi Konsolidasi Remodeling
Tulang Tulang patah Sel-sel Jaringan Callus yang Tulang
mengenai periosteum seluler yang belum menyambung
pembuluh dan keluar dari masak akan atau
darah endosteum masing- membentuk membentuk
paling masing callus baik dari luar
Terbentuk menonjol fragmen maupun dari
hematoma di pada tahap yang sudah Berlangsung dalam canalis
sekitar proliferasi matang bertahap medularis.
pepatahan dan
Proliferasi Sel-sel berubah- Osteoblast
Hematoma dari sel-sel memberi ubah mengabsorbsi
dibentuk dalam perlengkapan pembentukan
jaringan periosteum untuk Adanya tulang yang
lunak di yang osteoblast. aktivitas lebih.
sekitarnya menutupi osteoblast
fraktur, sel- Condoblast menjadi Berlangsung
Permukaan sel ini membentuk tulang lebih selama 24
tulang yang merupakan callus yang kuat dan minggu
patah tidak tumbuhnya belum masak masa sampai 1
mendapatkan osteoblast dan strukturnya tahun
supplay membentuk berlapis-
Akan jendolan. lapis
Berlangsung melepaskan
selama24 unsur-unsur Adanya Berlangsung
jam setelah intraseluler rigiditas setelah 12-
terjadi dan pada fraktur 14 minggu
perpatahan kemudian
menjadi Berlangsung
fragmen selama 6-12
lain minggu
Berlangsung
selama 3-4
hari
Tabel 2.6 Tahap-tahap atau proses penyembuhan otot
Peradangan Proliferasi Remodeling
Otot Radang adalah Terjadinya perbaikan jaringan Terjadi
mekanisme epitelium dan jaringan pembentukan
pertahanan diri penghubung (connectifity). matrik jaringan
pada otot yang Epitelium adalah lapisan yang connective dan
terluka. membentuk epidemis kulit sebagai fase
Reaksi radang dan lapisan permukan penguatan
menyebabkan mukosa. jaringan parut,
musnahnya agen Jaringan penghubung adalah jaringan kolagen
yang jaringan yang terdapat pada dilepaskan oleh
membahayakan jaringan ekstra selular. fibriosis serta
dan mencegah Fibriobrasi akan berguna pada jaringan
penyebaran yang daerah yang mengalami connective
luas. peradangan dengan masih bersifat
Radang juga membentuk fibrin, lalu akan lunak.
menyebabkan membentuk jaringan parut Organisasi
jaringan yang yang akan menyokong tensil sejajar masih
cidera diperbaiki strength untuk perbaikan. terbentuk pada
atau diganti yang Disaat yang bersamaan sel permukaan luka
baru. endotel baru berkembang. sehingga akan
Tanda-tanda Setelah berlangsung selama 7 memelihara
radang: Bengkak hari degenerasi protein tensil strength.
(tumor), berwarna miofibril akan berlangsung Namun kekuatan
kemerahan secara perlahan-lahan yang maximum dari
(rubon), panas diikuti dengan serangan jaringan parut
(kalor), gangguan phagocytic. hanya 70% dari
gerak (fungsiolesi) Sel-sel otot yang mati akan jaringan normal.
berpindah.

Tabel 2.7 Tahap-tahap atau proses penyembuhan kulit


Radang Poliferasi Cicatrik
Kulit Pada 24 jam pertama Setelah 3-9 hari epitel Merupakan
akan mengalami reaksi akan menutup kembali fase
radang yang mendadak. keratin dan meluasnya pembentukan
Hal-hal di bawah permukaan luka yang jaringan parut
merupakan kejadian berkembang. permanen
hislogik yang terjadi 48 Epidermis yang jaringan parut
jam pertama berhubungan dengan tersebut akan
penyembuhan luka. selokan berkurang berkonstruksi
8 jam, meluasnya area karena mutasi atau dan pembuluh
jaringan yang perpindahan, dari darah yang
mengalami nekrosis fibrobast dan terisi oleh terdapat
pada kedua sisi sayatan. jaringan granulasi, didalamnya
16 jam epitelium yang jaringan granulasi akan
terletak antara jaringan tersusun dari dilenyapkan,
yang masih hidup epitelialossel. sehingga
dengan jaringan Fibroblast yang jaringan parut
nekrotik mengalami melepaskan collagen berubah putih,
penebalan 24 jam ke 2, yang digunakan untuk colagen
epitel yang berasal dari pembentukan bekas menjadi kuat,
jaringan epitel yang luka dan kapiler bekas luka
masih hidup dan membantu terbentuknya tidak bisa
berinvasi mendekatkan jaringan parut yang dihilangkan.
ke 2 ujungnya. kemerahan. Berlangsung
40 sampai 48 jam Jarinan garnulasi akan beberapa
kedua, epitel tersebut terbentuk berdasarkan minggu
akan bertemu dan terjadinya luka. sampai
membuang nekrotik Sebelum permukaan beberapa
dari lapisan jaringan epitel tersebut bulan
yang keraktiosa, lalu terbentuk, jaringan
keduanya bergabung granulasi yang baru
dan menyatu di bawah bergabung dengan
luka dengan fibroblast dan kapiler
memutuskan hubungan akan berangsur pulih.
pada luka yang Lalu secara berangsur-
bertujuan mengeluarkan angsur akan terjadi
perompeng. konstruksi pada luka
dipermukaan epitelium.

Tabel 2.8 Tahap-tahap atau proses penyembuhan jaringan lunak


Jaringan lunak
Peradangan Siklus perlukaan menyebabkan reaksi dari jaringan
mengakibatkan merusak sel karena trauma, infeksi,
ischemia, sekunder atau agen fisik.

Reaksi radang untuk memulai proses healing, tetapi proses


healing tidak terjadi sampai reaksi peradangan reda.
Dengan dimulainya respon peradangan maka siklus
perlukaan telah terlihat

Dalam persendian dan struktur peri artikuler reaksi


jaringan mengarah kepada reaksi yang berlebihan,
synovial menjadi hipertensi, kadang hematrosis dan
akhirnya proses ini tidak terlewati akan terjadi degenerasi.

Jaringan lunak lainnya reaksi salah satunya adalah oedem


dan kadang disertai hemorage.

Perubahan ini membuat peradangan mengarah pada nyeri


dan protektif spastik

Pembekuan Dengan adanya luka yang diikuti pendarahan dan


vasokontriksi pada pembuluh darah.
Mekanisme pembekuan, biasanya selesai selama 5 menit
tetapi dapat memakan 24 sampai 38 jam

Tromboplastin, tromboplastin (plasma protein) menjadi


trombin dibantu enzim trombo plastin dan lonca trombin
serta fibrinogen bergabung membentuk fibrin yang
akhirnya fibrin bersama platelest menjadi bekuan darah.

Reconstitution Dengan istirahat dan terapi yang adekuat akan


of communty mempercepat penanganan sehingga respon penyembuhan
dapat terjadi.
Berpengaruh terhadap perbaikan, regenerasi, hypertrophy,
pengurangan nyeri, pengembalian ROM, menjadikan
jaringan normal, perbaikan kekuatan, perbaikan pola
gerakan normal

Tabel 2.9 Tahap-tahap atau proses penyembuhan syaraf


Syaraf Jaringan lunak
Proses penyembuhan neufibril bagian proksimal cidera
menuju distal.
Pembentukan selubung myelin dari selubung chutan terus
berkembang, neurofibril tumbuh di sekeliling protoplasma.
Pertumbuhan ini terjadi 1 mm/hari.
Bila selubung myelin sembuh sempurna maka fungsi syaraf
akan pulih.
Tanda awalnya bila disentuh akan terasa nyeri pada syaraf.
Proses perbaikan syaraf tergantung dari:
Panjang luas yang mengalami cidera, teknik pembedahan,
lama waktu penyembuhan

3. Gejala dan Tanda Klinik


Pada kondisi post operasi fraktur femur sepertiga medial dextra maka akan
timbul gejala-gejala sebagai berikut, yaitu:
a. Permasalahan pada saluran pernafasan
Anastesi yang digunakan saat operasi bersifat sebagai zat iritan sebagai
reflek batuk tertekan dan karenanya pengeluaran sekresi menjadi sulit.
Karena lemahnya reflek batuk dan sistem sekresi karena tindakan
pembiusan menyebabkan pasien mengantuk dan lemah sehingga proses
pembuangan sekresi terganggu.
b. Nyeri, ditimbulkan oleh rangsangan respon sensorik tubuh oleh karena
kerusakan jaringan (sekitar bekas operasi tungkai kanan) dapat disebabkan
juga karena adanya oedema.
c. Bengkak, timbul oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri yang
menyertai pelaksanaan operasi sehingga aliran darah menuju jantung tidak
lancar, maka timbul bengkak di sekitar incisi.
d. Eritema, adanya warna kemerahan pada kulit di daerah yang terinfeksi
disebabkan adanya pembengkakan. Jumlah cairan darah di bawah secara
berlebihan akibat rusaknya pembuluh darah.
e. Peningkatan suhu lokal, peningkatan suhu atau panas yang terjadi
bersamaan dengan kemerahan, dalam keadaan normal suhu kira-kira 37 oC
kaki pada daerah yang ada fiksasi atau bekas operasi menjadi lebih panas.
Komplikasi
Ronald (1994) mengemukakan bahwa komplikasi fraktur yang berkenaan dengan
kasus ini, antara lain : 1) Non union, yaitu ketidaksambungan tulang, 2) Mal
union, adalah penyambungan tulang yang tidak sempurna, 3) Delayed Union,
adalah keterlambatan penyambungan tulang, 4) Sepsis atau ikut teralirnya suatu
baksil pada sirkulasi darah sehinga menyebabkan infeksi, 5) Stiff Joint atau
kekuatan pada sendi.

Bagaimana fraktur terjadi?


Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma tunggal,
2) Tekanan yang berulang-ulang, atau 3) kelemahan abnormal pada tulang
(fraktur patologik).

Fraktur akibat peristiwa trauma


Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, pemuntiran atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena,
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukuan (pukuran sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya;
penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas (Appley, 1995).
Bila terkena kekuatan yang tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat tang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak
di tempat fraktur mungkin tidak ada (Appley, 1995).
Kekuatan dapat berup: 1) pemuntiran, yang menyebabkan fraktur spinal; 2)
penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang; 3) penekukan dan penekanan,
yang mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen
kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah; (4) kombinasi dari pemuntiran,
penekukan dan penekanan, yang menyebabkan fraktur oblik pendek, atau 5)
penarikan, dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang sampai
terpisah (Appley, 1995).

Jenis-jenis Fraktur
1) Berdasarkan dengan dunia luar
a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, sehingga fraktur terbuka potensial
terjadi infeksi osteomielitis.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:
Grade 1: terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan
Grade 2: seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot
Grade 3: luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf,
otot dan kulit.
2) Berdasarkan bentuk patah tulang
a. Fraktur complete yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen
b. Fraktur incomplete yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya
pemisahan.
c. Fraktur comminate yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen tulang
patah menjadi beberapa bagian.
d. Impacted fraktur yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang
didekatnya
3) Berdasarkan garis patahnya
a. Green stick yaitu retak pada sebelah sisi tulang, sering terjadi pada anak-
anak dengan tulang lembek.
b. Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang.
c. Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang
d. Oblique yaitu garis patah miring
e. Spiral yaitu garis patah melingkar tulang

Anda mungkin juga menyukai