Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

“PEMBUATAN INSULIN”
Dosen : Dra. Tatat Hayati Apt.

Disusun Oleh :

1. Veronica Anggelita P. 13330033


2. Rahajeng Oktaviani 13330036
3. Agung Tri Laksono 13330037
4. Nurwanda Hafsari 13330038
5. Sri Wulandari 13330039
6. Putri Dyah A. 13330050

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini. Penulis juga
berterima kasih kepada dosen pembimbing karena berkat dorongan dosen sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami
kesulitan, karena dengan berbagai referensi yang didapatkan oleh penyusun, tidak
meminimkan pengetahuan para penyusun dalam penyelesaian makalah. Selain itu,
penyusun pun mendapatkan berbagai bimbingan dari beberapa pihak yang pada akhirnya
laporan ini dapat diselesaikan. Semoga dengan adanya makalah ini pula dapat menambah
ilmu pengetahuan tentang “INSULIN”, baik bagi para pembaca pada umumnya, maupun
bagi para penyusun khususnya.
Dan pada khirnya kepada Allah jualah penyusun mohon taufik dan hidayah,
semoga usaha kami mendapat manfaat yang baik, serta mendapat ridho Allah SWT.
Amin ya rabbal alamin.

Jakarta, Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang………………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………… 1
1.3 Metodologi……………………………………………………………………. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Insulin………………………………………………………… 4
2.2. Fungsi Insulin…………………………………………………………….. 4
2.3. Pembuatan Insulin Manusia Oleh Bakteri………………………………... 6
2.4. Efek Samping Penggunaan Insulin…………………………………………… 8
BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 9
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………… 13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 14
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Insulin merupakan protein terapi yang sangat dibutuhkan oleh penderita diabetes untuk
mengontrol kadar gula darah keseharian. Sayangnya, saat ini produk sediaan insulin masih terbatas pada
injeksi subkutan harian, yang sering mengakibatkan rasa nyeri, alergi, infeksi dan hiperinsulinemia.
Terutama bagi penderita diabetes yang memerlukan terapi sulih insulin seumur hidup, metode injeksi ini
sangat tidak disukai, sulit dilakukan dan menimbulkan beban psikis tersendiri, yang berimplikasi pada
ketidakteraturan terapi. Oleh karena itu, pengembangan insulin dalam bentuk yang dapat
diformulasikan menjadi sediaan non-invasive sangatlah urgen untuk terwujudnya terapi rutin.

Bentuk sediaan insulin yang paling ideal adalah sediaan oral. Selain lebih mudah, lebih natural
dan dapat dilakukan sendiri (patient-friendly), insulin oral akan dihantarkan secara langsung menuju
liver melalui sirkulasi portal (sama dengan rute fisiologi sekresi insulin pada tubuh non-diabetes),
sehingga lebih efektif dan tidak menimbulkan efek samping peripheral hiperinsulinemia. Akan tetapi,
seperti hanya obat jenis protein yang lain, insulin sulit untuk diformulasi secara efektif dalam bentuk
sediaan oral akibat rendahnya tingkat stabilitas dan tingkat permeabilitas molekul insulin di dalam
saluran cerna. Salah satu pendekatan yang dipandang paling prospektif dalam mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan menggunakan sistem nanopartikulat, di mana insulin dienkapsulasi dalam
nanopartikel yang berfungsi ganda melindungi insulin dari degradasi dan menghantarkan insulin menuju
target-site.

Nanopartikel kitosan dipreparasi dengan metoda gelasi ionik menggunakan tripolifosfat sebagai
crosslinker. Guna mendapatkan kondisi preparasi yang dapat menghasilkan partikel berukuran di bawah
100 nm dengan tingkat dispersitas dan stabilitas yang baik, pada penelitian ini dilakukan kajian pengaruh
kondisi preparasi (konsentrasi kitosan, konsentrasi TPP, rasio volume kitosan terhadap TPP) terhadap
karakteristik partikel yang terbentuk. Pada kondisi preparasi optimal selanjutnya dilakukan proses
enkapsulasi insulin dalam nanopartikel kitosan dengan metoda inklusi. Nanopartikel kitosan-insulin
kemudian dievaluasi sifat fisika, kimia dan biologinya yang meliputi morfologi, ukuran partikel, potensial
zeta, stabilitas, profil in vitro pelepasan insulin, profil ex vivo mukoadhesifitas dan profil in vivo
bioaktifitas. Dari keseluruhan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh nanopartikel kitosan yang telah
dievaluasi fungsinya sebagai sistem penghantaran insulin secara oral.

1.2 Tujuan

Mengembangkan nanopartikel sebagai sistem penghantaran oral insulin, dengan menggunakan


kitosan sebagai bahan nanopartikel.
1.3 Metodologi

1. Preparasi Nanopartikel Kitosan

Nanopartikel kitosan dibuat menggunakan metode gelasi ionik, yakni kompleksasi polilektrolit antara
kitosan yang bermuatan positif dengan tripolifosfat yang bermuatan negatif. Ke dalam 50 ml larutan
kitosan (variasi konsentrasi 0,1 – 0,4%) ditambahkan secara perlahan-lahan larutan TPP (variasi
konsentrasi 0,1 - 0,2%) pada berbagai variasi rasio volume, sehingga terbentuk suspensi nanopartikel.

2. Karakterisasi Nanopartikel

Partikel yang terbentuk kemudian dikarakterisasi, meliputi ukuran partikel dan zeta potential. Ukuran
partikel dianalisa dengan Zetasizer Nano ZS (Malvern Instrument Ltd., UK) yang menggunakan teknik
dynamic light scattering (DLS). Parameter yang dianalisa meliputi diameter partikel rerata (ZAve) dan
indeks polidispersitas (PI). Potensial Zeta diukur dengan metoda Laser Droppler Electrophoresis (LDE)
menggunakan peralatan yang sama. Morfologi nanopartikel diperiksa menggunakan transmission
electron microscopy (TEM). Droplet suspensi nanopartikel diteteskan grid tembaga, setelah meresap
dan kering kemudian dicoating dengan karbon, kemudian dianalisa menggunakan TEM (JEM1400, JEOL).

3. Enkapsulasi Insulin

Enkapsulasi insulin dalam nanopartikel kitosan dilakukan dengan cara metoda inklusi. Mula-mula insulin
dilarutkan dalam larutan kitosan pada berbagai konsentrasi. Selanjutnya, ke dalam larutan
kitosan+insulin ditambahkan larutan TPP secara perlahan-lahan. Suspensi yang diperoleh kemudian
disentrifugasi (13000 rpm, 30 menit) dan disimpan pada 4 C.

4. Uji Stabilitas Nanopartikel Kitosan-Insulin

Nanopartikel kitosan-insulin disimpan dalam wadah tertutup kemudian diletakkan pada 3 variasi suhu
penyimpanan, yakni 4, 25 dan 40 C. Pengujian dilakukan dengan rentang waktu 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12
minggu, dengan parameter pengujian berupa pengamatan fisik dan kadar insulin.

5. Studi in vitro Pelepasan Insulin

Studi pelepasan insulin dari nanopartikel kitosan dilakukan secara in vitro menggunakan media simulasi
usus dan lambung tanpa enzim. Sebanyak 1 g nanopartikel kitosan-insulin diinkubasi dalam 20 ml dapar
asam klorida pH 1.2 atau dapar fosfat pH 6.8 pada suhu 37±0.5ºC dan kecepatan pengadukan 100 rpm.
Pada interval waktu tertentu, diambil 1 ml sampel dan diganti dengan medium fresh dalam jumlah yang
sama. Sampel disentrifuga dan kadar insulin dalam supernatan dianalisa menggunakan HPLC.

6. Studi ex vivo mukoadhesif

Studi mukoadhesif nanopartikel kitosan-insulin dilakukan secara ex vivo menggunakan jaringan usus
tikus. Nanopartikel kitosan-insulin pada jumlah tertentu disebarkan secara merata pada permukaan
mukosa usus, diinkubasi selama 20 menit, kemudian dibilas dengan dapar fosfat-salin pH 6,4. Jumlah
nanopartikel yang tersisa di permukaan mukosa kemudian dihitung dan dianalisa secara statistik.
7. Studi in vivo Bioaktifitas

Bioaktivitas insulin terenkapsulasi dalam nanopartikel kitosan diuji pada hewan coba tikus galur SD yang
telah diinduksi dengan alloxan sehingga menjadi hiperglikemik. Hewan coba dibagi dalam 3 kelompok
perlakuan, yakni normal, insulin injeksi subkutan (dosis 1 IU/kg-bb) dan insulin nanoenkapsulat oral
(dosis 40 IU/kg-bb). Pada interval waktu tertentu sampel darah diambil dan dianalisa kadar glukosanya
menggunakan glucose reagent kit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Insulin

Insulin adalah hormon utama yang mengendalikan glukosa dari darah ke dalam sebagian besar
sel (terutama sel otot dan lemak, tetapi tidak pada sel sistem saraf pusat). Oleh karena itu, kekurangan
insulin atau kekurangpekaan reseptor-reseptor memainkan peran sentral dalam segala bentuk diabetes
mellitus.

Sebagian besar karbohidrat dalam makanan akan diubah dalam waktu beberapa jam ke dalam
bentuk gula monosakarida yang merupakan karbohidrat utama yang ditemukan dalam darah dan
digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar. Insulin dilepaskan ke dalam darah oleh sel beta (β-sel) yang
berada di pankreas, sebagai respons atas kenaikan tingkat gula darah, biasanya setelah makan. Insulin
digunakan oleh sekitar dua pertiga dari sel-sel tubuh yang menyerap glukosa dari darah untuk digunakan
sel-sel sebagai bahan bakar, untuk konversi ke molekul lain yang diperlukan, atau untuk penyimpanan.

Insulin juga merupakan sinyal kontrol utama untuk konversi dari glukosa ke glycogen untuk
penyimpanan internal dalam hati dan sel otot.

Tingkatan insulin yang lebih tinggi menaikkan anabolic (rangkaian jalur metabolisme untuk
membangun molekul dari unit yang lebih kecil), seperti proses pertumbuhan sel dan duplikasi, sintesa
protein, lemak dan penyimpanan. Insulin adalah sinyal utama dalam mengkonversi banyak bidirectional
proses metabolisme dari catabolic (rangkaian jalur metabolisme untuk membongkar molekul-molekul ke
dalam bentuk unit yang lebih kecil dan melepaskan energi) ke anabolic, dan sebaliknya. Secara khusus,
tingkatan insulin yang lebih rendah berguna sebagai pemicu masuk keluarnya ketosis (fase metabolik
pembakaran lemak).

Jika jumlah insulin yang tersedia tidak cukup, jika sel buruk untuk merespon efek dari insulin
(kekurangpekaan atau perlawanan terhadap insulin), atau jika insulin cacat/defective, maka gula tidak
akan diserap dengan baik oleh orang-orang sel-sel tubuh yang memerlukannya dan tidak akan disimpan
dengan baik di hati dan otot. Efek selanjutnya adalah tingkat gula darah yang tetap tinggi , miskin
sintesis protein, dan lainnya kekacauan metabolisme lainnya, seperti acidosis yaitu meningkatnya
keasaman (konsentrasi ion hidrogen) dalam darah.

2.2 Fungsi Insulin

Insulin berperan dalam penggunaan glukosa oleh sel tubuh untuk pembentukan energi. Apabila
tidak ada insulin maka sel tidak dapat menggunakan glukosa sehingga proses metabolisme menjadi
terganggu.

Proses yang terjadi yaitu karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk menghasilkan glukosa,
glukosa tersebut selanjutnya diabsorbsi di saluran pencernaan menuju ke aliran darah untuk dioksidasi
di otot skelet sehingga menghasilkan energi.
Glukosa juga disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen kemudian diubah dalam jaringan
adiposa menjadi lemak dan trigliserida. Insulin memfasilitasi proses tersebut. Insulin akan meningkatkan
pengikatan glukosa oleh jaringan, meningkatkan level glikogen dalam hati, mengurangi pemecahan
glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan sintesis asam lemak, menurunkan pemecahan asam
lemak menjadi badan keton, dan membantu penggabungan asam amino menjadi protein.

Insulin termasuk hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari pankreas babi maupun sapi,
tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi rekombinan DNA menggunakan E.coli. Susunan asam
amino insulin manusia berbeda dengan susunan insulin hewani. Insulin rekombinan dibuat sesuai
dengan susunan insulin manusia sehingga disebut sebagai human insulin.

Insulin diproduksi oleh sel beta di dalam pankreas dan digunakan untuk mengontrol kadar
glukosa dalam darah. Sekresi insulin terdiri dari 2 komponen. Komponen pertama yaitu: sekresi insulin
basal kira-kira 1 unit/jam dan terjadi diantara waktu makan, waktu malam hari dan keadaan puasa.
Komponen kedua yaitu: sekresi insulin prandial yang menghasilkan kadar insulin 5-10 kali lebih besar
dari kadar insulin basal dan diproduksi secara pulsatif dalam waktu 0,5-1 jam sesudah makan dan
mencapai puncak dalam 30-45 menit, kemudian menurun dengan cepat mengikuti penurunan kadar
glukosa basal. Kemampuan sekresi insulin prandial berkaitan erat dengan kemampuan ambilan glukosa
oleh jaringan perifer.

Fungsi insulin:

 Membantu pembakaran dan penyerapan glukosa oleh sel badan


 Mengimbangkan paras glukosa didalam darah dan mencegah kencing manis.
 Membantu sel menyimpan tenaga dalam bentuk glukosa didalam hati
 Membantu proses penyimpanan glukosa berlebihan dalam bentuk lemak didalam hati.

Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Kerja cepat (rapid acting)

Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin) Bentuknya larutan jernih, efek
puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang
dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang.

2. Kerja menengah (intermediate acting)

Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente Dengan menambah protamin
(NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi
yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik
karena protamin bukanlah protein.
3. Kerja panjang (long acting)

Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin bentuk ini diperlukan untuk tujuan
mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat
murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi.

Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-
5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat
daripada subkutan, c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman,
konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari
insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.

Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas
normal sepanjang hari yakni 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia
diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah
makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin
lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak
lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi
paling baik dibawah kulit perut.

Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin.
Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang
diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan
homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.(netdoctor.co.uk/bun)

2.3 Pembuatan Insulin Manusia Oleh Bakteri

Pembuatan insulin secara komersial sangat bermanfaat dalam pengobatan penyakit diabetes
melitus yang disebabkan oleh gangguan produksi insulin. Proses pembuatan insulin ini memanfaatkan
teknik DNA rekombinan. Berikut tahapan dalam proses pembuatan tersebut:

1. Pengisolasian Vektor (plasmid E.coli) dan DNA Pengkode Insulin.

Kode genetik insulin terdapat dalam DNA di bagian atas lengan pendek dari kromosom ke-11
yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai A dan 90 dalam rantai B). DNA pengkode insulin dapat
diisolasi dari gen manusia yang ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium. Selain itu, dapat pula
disintesis rantai DNA yang membawa sekuens nukleotida spesifik yang sesuai karakteristik rantai
polipeptida A dan B dari insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan karena komposisi asam
amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga nukleotida yang diperlukan untuk mensintesis
rantai A dan sembilan puluh untuk rantai B, ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan
pengakhiran sintesis protein.

Vektor yang digunakan adalah plasmid E.coli yang mengandung amp-R sehingga sel inang akan resistan
terhadap amphisilin serta mengandung lac-Z yang menghasilkan β-galactosidase sehingga dapat
menghidrolisis laktosa.
2. Penyelipan DNA Insulin ke dalam Vektor (plasmid E.Coli)

Masing-masing DNA insulin dan plasmid E.Coli dipotong dengan enzim restriksi yang sama.
Kemudian DNA insulin A dan B secara terpisah diselipkan ke dalam plasmid berbeda dengan
menggunakan enzim ligase.

3. Pemasukan Plasmid Rekombinan ke dalam Sel E.Coli

Plasmid yang telah diselipkan DNA insulin (plasmid rekombinan) dicampurkan dalam kultur
bakteri E.Coli. Bakteri-bakteri tersebut akan mengambil plasmid rekombinan melalui proses
transformasi. Akan tetapi, tidak semua bakteri mengambil plasmid tersebut.

4. Pengklonan Sel yang Mengandung Plasmid Rekombinan

Sel yang mengandung plasmid rekombinan dapat diseleksi dari sel yang tidak mengandung
plasmid rekombinan. Medium nutrien bakteri yang digunakan mengandung amphisilin dan X-gal.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, plasmid yang digunakan sebagai vektor ini mengandung
amp-R dan lac-Z sehingga sel bakteri yang mengandung plasmid rekombinan akan tumbuh dalam
medium tersebut karena resisten terhadap amphisilin serta akan berwarna putih karena plasmid yang
mengandung gen asing (gen insulin manusia) dalam gen lac-Z tidak dapat memproduksi β-galactosidase
sehingga tidak dapat menghidrolisis laktosa.

5. Identifikasi Klon Sel yang Membawa Gen Insulin

Proses ini dilakukan melalui hibridisasi asam nukleat. Pada proses ini, disintesis probe asam
nukleat yang mengandung komplementer dari gen insulin, probe dilengkapi dengan isotop radioaktif
atau fluorosen.

6. Pomproduksian dalam Sekala Besar

Klon sel yang telah diidentifikasi diproduksi dalam skala besar dengan cara ditumbuhkan dalam tangki
yang mengandung medium cair. Gen insulin diekspresikan bersama dengan sel bakteri yang mengalami
mitosis. Rantai insulin A dan rantai B yang dihasilkan kemudian dicampurkan dan dihubungkan dalam
reaksi yang membentuk jembatan silang disulfida.

Pada saat ini, peneliti mulai menggunakan vektor plasmid dari sel eukariotik yaitu ragi bersel tunggal
karena ragi merupakan sel eukariotik yang memiliki plasmid, dapat tumbuh dengan cepat, serta hasil
akhir proses pembuatan insulin dengan ragi akan menghasilkan molekul insulin yang lebih lengkap
dengan struktur tiga dimensi yang sempurna sehingga lebih identik dengan insulin manusia.
2.4 Efek Samping Penggunaan Insulin
 Hipoglikemia
 Lipoatrofi
 Lipohipertrofi
 Alergi sistemik atau local
 Resistensi insulin
 Edema insulin
 Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan
insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat
atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita
muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu
pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak
ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di
tempat tersebut.
BAB III

HASIL dan PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Variabel Proses pada Karakteristik Nanopartikel

Studi ini dilakukan untuk mempelajari karakteristik nanopartikel kitosan yang dipreparasi pada
berbagai variasi konsentrasi dan rasio volume kitosan dan TPP, guna mendapatkan kondisi proses yang
optimal dalam mendapatkan nanopartikel kitosan dengan tingkat monodispersitas dan stabilitas yang
tinggi. Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat keseragaman ukuran adalah nilai indeks
polidispersitas dari distribusi ukuran partikel, sedangkan parameter untuk menentukan stabilitas adalah
nilai potensial zeta. Hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa
ukuran partikel sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan rasio volume kitosan dan TPP yang digunakan,
di mana ukuran partikel meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dan volume rasio kitosan
dan TPP. Analisa potensial zeta menujukkan hasil yang relevan dan menguatkan data pola distribusi dan
indeks polidispersitas. Nanopartikel pada ukuran sangat kecil dan indeks polidispersitas rendah
menunjukkan nila potensial zeta yang tinggi (di atas 30 mV) yang berarti cukup stabil. Sedangkan
partikel pada ukuran besar dan indeks polidispersitas tinggi, nilai potensial zeta yang ditunjukkan juga
rendah.

3.2 Enkapsulasi Insulin

Pada kondisi preparasi yang paling optimal, dilakukan enkapsulasi insulin ke dalam nanopartikel
kitosan. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan-insulin yang terbentuk memiliki
ukuran rata-rata partikel 37,4 nm dan nilai zeta potential 36,06 mV. Hasil karakterisasi menggunakan
TEM menunjukkan bahwa nanopartikel yang terbentuk bersifat relatif spheris dan seragam, di mana
insulin tersalut di dalam nanopartikel kitosan dalam bentuk matriks.

Gb 1. Foto TEM
3.3 Profil Stabilitas Nanopartikel

Hasil uji stabilitas nanopartikel kitosan-insulin pada berbagai suhu penyimpanan ditunjukkan
pada Gambar 2.

(a)

(b)

(c)

Gb 2. Profil stabilitas nanopartikel kitosan-insulin pada penyimpanan (a) 4 C; (b) 25 C dan (c) 40 C

Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa stabilitas insulin pada berbagai suhu penyimpanan
menunjukkan pola yang hampir sama, di mana kadar insulin dari hingga pada hari ke-42 menunjukkan
nilai yang sama dengan hari ke-0. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nanopartikel kitosan-insulin
yang dihasilkan memiliki tingkat stabilitas yang sangat baik.

3.4 Profil Pelepasan Insulin in vitro

Studi profil pelepasan insulin dari nanopartikel kitosan diperlukan untuk mengetahui apakah
nanopartikel kitosan dapat melindungi insulin dari kondisi asam lambung. Hasil pengujian secara in vitro
pada media simulasi asam lambung (dapar klorida pH 1,2) menunjukkan bahwa tidak terjadi adanya
pelepasan insulin pada media. Akan tetapi, pengujian lebih lanjut pada media simulasi usus (dapar fosfat
pH 6,8) juga menunjukkan terjadinya delay pelepasan insulin pada media hingga menit ke-45. Diduga,
pada proses enkapsulasi insulin secara gelasi ionik terjadi juga ikatan elektrostatis antara gugus positif
dari kitosan dengan gugus negatif dari protein insulin, sehingga memperlambat proses pelepasan.
3.5 Profil Mukoadhesif Nanopartikel

Studi mukoadhesif dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi proses penempelan/adhesi


nanopartikel kitosan-insulin pada mukosa usus. Adanya adhesi ini diharapkan akan terjadi proses
penyerapan yang lebih baik dari insulin di dalam epitel usus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nanopartikel kitosan memiliki sifat mukoadhesif, namun relatif masih rendah (5 – 15 %), di mana tingkat
mukoadhesif ini sangat dipengaruhi oleh formula preparasi insulin nanopartikel.

Gb 3. Profil mukoadhesif nanopartikel kitosan-insulin pada 3 variasi formula

3.6 Profil Bioaktifitas in vivo

Untuk mengetahui bioaktifitas dari insulin yang telah dienkapsulasi dalam nanopartikel kitosan, telah
dilakukan pengujian efek penurunan kadar gula menggunakan hewan coba tikus hiperglikemik. Hasil
pengujian ditunjukkan pada Gambar 4.

Gb 4. Hasil uji bioaktifitas

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa sediaan nanopartikel kitosan-insulin yang diberikan secara oral
pada dosis 40 IU/kg-bb mampu menurunkan kadar glukosa 4 jam setelah pemberian dan penurunan
tersebut konsisten hingga 24 jam. Pola ini berbeda sekali dengan sediaan insulin yang diberikan secara
injeksi subkutan (dosis 1 IU/kg-bb), di mana kadar glukosa menurun tajam pada menit ke-15 setelah
pemberian, kemudian kadar tersebut kembali naik dan menjadi seperti semula pada jam ke-4 setelah
pemberian. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa pemberian insulin nanopartikel secara oral dapat
mempertahankan kadar gula darah dalam jangka waktu lama, meskipun reaksinya sangat lambat dan
bertahap.
BAB IV

KESIMPULAN
Insulin adalah hormon utama yang mengendalikan glukosa dari darah ke dalam sebagian besar sel
(terutama sel otot dan lemak, tetapi tidak pada sel sistem saraf pusat).

Fungsi insulin:

o Membantu pembakaran dan penyerapan glukosa oleh sel badan


o Mengimbangkan paras glukosa didalam darah dan mencegah kencing manis.
o Membantu sel menyimpan tenaga dalam bentuk glukosa didalam hati
o Membantu proses penyimpanan glukosa berlebihan dalam bentuk lemak didalam hati.

Tahapan dalam proses pembuatan Insulin, yaitu:

a) Pengisolasian Vektor (plasmid E.coli) dan DNA Pengkode Insulin


b) Penyelipan DNA Insulin ke dalam Vektor (plasmid E.Coli)
c) Pemasukan Plasmid Rekombinan ke dalam Sel E.Coli
d) Pengklonan Sel yang Mengandung Plasmid Rekombinan
e) Identifikasi Klon Sel yang Membawa Gen Insulin
f) Pomproduksian dalam Sekala Besar

Dari keseluruhan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa nanopartikel kitosan merupakan
matriks yang sangat potensial untuk dipergunakan sebagai drug carrier pada penghantaran protein
secara oral. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efikasi dan toksisitas dari insulin
nanopartikel.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moser, EG., Moris, AA., Garg, SK., (2012), Emerging diabetes therapies and technologies,
Diabetes Research and Clinical Practice, 97, 16-26.
2. Calceti, P., Salmaso, S., Walker, G., Bernkop-Schnurch, A., (2004), Development and in vivo
evaluation of an oral insulin–PEG delivery system, European Journal of Pharmaceutical Science,
22, 315-323.
3. Sood, A., Panchagnula, R., (2001), Peroral route: an opportunity for protein and peptide drug
delivery, Chemical Reviews, 101, 3275-3303.
4. Kammona, O. and Kiparissides, C., (2012), Recent advances in nanocarrier-based mucosal
delivery of biomolecules, Journal of Controlled Release, 161, 781– 794.
5. Pan, Y, Li, Y., Zhao, H., Zheng, J., Xu, H., Wei, G., Hao, J., Cui, F., (2002), Bioadhesive
polysaccharide in protein delivery system: chitosan nanoparticles improve the intestinal
absorption of insulin in vivo, International Journal of Pharmaceutics, 249,139-147.
6. Fan, W., Yan, W., Xu, Z., Ni, H., (2012), Formation mechanism of monodisperse, low molecular
weight chitosan nanoparticles by ionic gelation technique, Colloids and Surfaces B:
Biointerfaces, 90, 21-27.
7. http://nikwii37.blogspot.co.id/2013/07/makalah-insulin-1.html (diakses pada 2 Desember 2015)
8. http://biofarmaka.ipb.ac.id/biofarmaka/2013/PIRS%202012%20-%20file-MT-TeX_04.pdf
(diakses pada 1 Desember 2015)

Anda mungkin juga menyukai