PENDAHULUAN
1
dibandingkan daerah non-tropis, dengan prevalensi untuk orang dewasa > 40
tahun adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan perempuan 17,6%. Hasil survei
morbiditas oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, angka kejadian
pterigium sebesar 13,9% dan menempati urutan kedua penyakit mata.3
Etiologi dari pterigium sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Namun terdapat berbagai teori yang telah diajukan yang didasarkan pada
observasi insidensi, distribusi, geografi, dan histopatologi. Faktor iritasi eksternal
yang paling mendekati sebagai bukti penyebab yaitu paparan sinar ultraviolet atau
inframerah, disamping debu, angin, asap dan udara panas. Hal ini didukung oleh
banyaknya kasus pterigium yang ditemui didaerah tropis dan sub tropis dibanding
daerah lainnya.4,5 Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala
apapun (asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah,
sensasi benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari
stadiumnnya.6
ANATOMI
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,7
2
Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal
dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan konjungtiva forniks berhubungan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya, sehingga bola mata mudah bergerak.
3
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah
alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem
sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi
dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan
angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi
elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea
menunjukkan destruksi membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan
fibrovaskuler.
4
Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :
Stasioner : relatif tidak berkembang lagi (tipis, pucat, atrofi)
Progresif : berkembang lebih besar dalam waktu singkat
GEJALA KLINIS
Mata sering berair dan tampak merah
Merasa seperti ada benda asing
Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium
tersebut, biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme
irreguler sehingga mengganggu penglihatan
Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan
aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun
PENATALAKSANAAN
Karena munculnya pterigium akibat paparan lingkungan, penatalaksanaan
kasus dengan tanpa gejala atau iritatif yang sedang dengan kacamata anti UV dan
pemberian air mata buatan/topical lubricating drops. Pasien disarankan untuk
menghindari daerah yang berasap atau berdebu. Pterigium dengan inflamasi atau
iritasi diobati dengan kombinasi dekongestan/antihistamin (seperti Naphcon-A)
dan/atau kortikosteroid topikal potensi sedang 4 kali sehari pada mata yang
terkena.7,10
Indikasi operasi eksisi pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau
adanya gangguan penglihatan, pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4
mm), pergerakan bola mata yang terganggu/terbatas, dan bersifat progresif dari
pusat kornea/aksis visual.6,7,10
5
Operasi mikro eksisi pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis,
secara topografi membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum
dilakukan adalah menghilangkan pterigium menggunakan pisau tipis dengan
diseksi yang rata menuju limbus. Meskipun teknik ini lebih disukai dilakukan
diseksi ke bawah bare sclera pada limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi eksesif
jaringan Tenon, karena kadang menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap
jaringan otot. Setelah eksisi, biasanya dilakukan kauter untuk hemostasis sclera.
Beberapa teknik operasi antara lain :
Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable
untuk melekatkan konjungtiva pada sklera superfisial di depan insersi
tendon rektus, meninggalkan area sklera yang terbuka. (teknik ini
menghasilkan tingkat rekurensi 40% - 50%).
Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek
konjungtiva sangat kecil)
Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap
konjungtiva langsung menutup luka tersebut.
Rotational flap : insisi U-shaped dibuat membuat ujung konjungtiva
berotasi pada luka.
Conjunctival graft : graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior
dieksisi sesuai ukuran luka dan dipindahkan kemudian dijahit.
Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren
pterigium, mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata dan
6
pada penelitian, mengungkapkan penekanan TGF–β pada konjungtiva dan
fibroblast pterigium.
Lamellar keratoplasty, excimer phototerapeutic keratectomy dan
menggunakan gabungan angiostatic steroid.
DIAGNOSIS BANDING
Pinguekula
Merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva
Pseudopterigium
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea
PROGNOSIS
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik.
Prosedur yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari
post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca
operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Bagaimanapun juga, pada beberapa
kasus terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena pasien yang terus terpapar
radiasi sinar matahari, juga beratnya atau derajat pterigium. Pasien dengan
pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting.7,10
KOMPLIKASI
Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:
Gangguan penglihatan
Kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata
7
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : DD
Umur : 60 tahun
Alamat : Wanea
Pekerjaan : Pesiunan
Suku : Minahasa
Bangsa : Indonesia
B. Anamnesis
Keluhan Utama: Penglihatan kabur pada mata kanan
Penglihatan kabur pada mata kanan dialami penderita sejak ± 4 bulan yang lalu,
awalnya terdapat bintik putih kecil pada bola mata kanan sejak ± 3 tahun yang
lalu yang semakin membesar menutupi bagian mata yang berwarna hitam
sehingga mengganggu penglihatan. Penderita juga mengeluh rasa gatal pada mata
kanan, disertai mata berair dan rasa perih serta mata merah yang menganggu
aktivitas sehari-hari. Sakit kepala (-), mual (-), muntah (-). Riwayat trauma pada
mata disangkal oleh penderita.Penderita mengaku belum pernah mengalami
penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penggunaan kacamata selama ± 2 tahun.
Riwayat peyakit keluarga, hanya penerita yang sakit seperti ini. Riwayat penyakit
dahulu, hipertensi ± 10 tahun terkontrol.
8
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36oC
Status psikiatri
Penderita bersikap kooperatif, selama dilakukan pemeriksaan ekspresi
wajah dan sikap yang ditunjukkan baik.
Status Oftalmikus
a. Pemeriksaan Subjektif
VOD 2/60 dikoreksi dengan lensa sferis 𝑆- 3.00 menjadi 6/9, PH (-)
Add 𝑆 +3.00
9
VOS 6/9 dikoreksi dengan lensa sferis 𝑆 c- 0.50 x 90 menjadi 6/6
Add 𝑆 +3.00
Form sense:
Near Vision : N 14 – N 18
b. Pemeriksaan Objektif
Segmen Anterior
- Inspeksi ODS : Benjolan dikonjungtiva bulbi bagian nasal (+) berwarna
putih kelabu bentuk segitiga dengan puncak melewati limbus tapi
belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil. Permukaan
kornea tidak rata, bilik mata depan cukup dalam, iris normal, pupil
bulat, refleks cahaya (+) normal, lensa jernih.
- Palpasi OD : Nyei tekan (-), tumor (-), tekanan intra okular 14,6 mmHg
- Palpasi OS : Nyei tekan (-), tumor (-), tekanan intra okular 12,2 mmHg
Segmen Posterior : Refleks fundus mata kiri dan kanan (+) uniform
Pemeriksaan Slit lamp OD
Pada okulus dextra, kornea ditutupi oleh jaringan fibrovaskular
berbentuk segitiga yang puncaknya sudah melewati limbus kornea tapi
tidak lebih dari 2mm, COA dalam, lensa jernih. Pada oculus dextar
jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang puncaknya hanya berbatas
pada limbus kornea, COA dalam, lensa jernih.
10
JENIS PEMERIKSAAN
1. Obliqus Ilumiation
OD
Kornea : Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga, berwarna merah
COA : Dalam
Iris : Normal
Lensa (kekeruhan) : Jernih
2. Direct Opthalmoscope
OD
Kornea : Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga, berwarna merah
COA : Dalam
Lensa (kekeruhan) : Jernih
Badan Kaca : Jernih
Refleks Fundus : (+) uniform
P. darah : Normal
Makula lutea : Refleks fovea (+) Normal
3. Slit lamp
OD
Konjungtiva bulbi : Jaringan fibrovaskular bagian nasal (+)
Kornea : Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga, berwarna merah
COA : Dalam
Iris : Normal
Lensa (kekeruhan) : Jernih
RESUME
Seorang laki-laki, 60 tahun, datang ke poli mata RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandow, dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dialami penderita
sejak ± 4 bulan yang lalu, awalnya terdapat bintik putih kecil pada bola mata
11
kanan sejak ± 3 tahun yang lalu yang semakin membesar menutupi bagian mata
yang berwarna hitam sehingga mengganggu penglihatan. Penderita juga mengeluh
rasa gatal pada mata kanan, disertai mata berair dan rasa perih serta mata merah
yang menganggu aktivitas sehari-hari. Sakit kepala (-), mual (-), muntah (-).
Riwayat trauma pada mata disangkal oleh penderita. Pendeita mengaku belum
pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penggunaan
kacamata selama ± 2 tahun. Riwayat peyakit keluarga, hanya penerita yang sakit
seperti ini. Riwayat penyakit dahulu, hipertensi ±10 tahun terkontrol.
Pada pemeriksaan oftalmologi, snellen chart didapatkan VOD 2/60 dan
VOS 6/9. Pemeriksaan slit lamp didapatkan kornea OD murni ditutupi oleh
membran berbentuk segitiga yang puncaknya sudah melewati limbus kornea tetapi
tidak melewati 2mm.
DIAGNOSIS
OD : Pterigium St II + Miopia + Presbiopia
OS : Astigmatisma Miopia Simplex + Presbiopia
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan bersifat non bedah yaitu diberikan edukasi untuk
mengurangi iritasi atau paparan terhadap siar ultraviolet, debu, dan angina. Jika
pterigium mengami infalmasi dapat berobat dan diberikan kombinasi antibiotik
dan steroid 3 kali tetes per hari pada hari pada kedua mata selama 5-7 hari.
Lubricant Eyedrops 3 kali tetes per hari pada kedua mata.
Resep Kacamata
12
PROGNOSIS
Prognosis ad vitam : bonam
Prognosis ad fungsiovarum : dubia
Prognosis ad canatiovarum : dubia
ANJURAN PEMERIKSAAN
Menggunakan kacamata saat beraktivitas di luar rumah dan mengendarai
sepeda motor
Pakai obat teratur
13
BAB III
DISKUSI
14
ditemukan mengalami buta warna total maupun parsial. Sedangkan pada
pemeriksaan objektif, ditemukan adanya benjolan pada konjungtiva bulbi mata
kanan. Benjolan berupa jaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan dasar
pada konjungtiva bulbi dan puncak telah melewati limbus ±1mm. Temuan ini
sesuai kepustakaan mengarah pada pterigium derajat II.
Menyatukan semua data, penderita di diagnosis dengan pterigium grade II
occulus dekstra, karena terdapat pada mata kanan dengan puncak sudah melewati
limbus ±2mm.
Prinsip penanganan pterigium dapat hanya dengan observasi dan
pemberian obat – obatan jika pterigium masih derajat I atau II. Lebih lanjut,
tindakan pembedahan berupa mikro eksisi dilakukan bertujuan untuk mencapai
keadaan anatomis, secara topografi membuat permukaan okuler rata. Teknik
operasi yang dilakukan adalah menghilangkan pterigium menggunakan pisau tipis
dengan diseksi rata menuju limbus.
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Tertunjang dari
kepustakaan yang menyatakan bahwa pada umumnya pterigium bertumbuh secara
perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna, terkecuali
bila penderita telah berada pada stadium IV, dimana tindakan pembedahan
sekalipun tetap tidak bisa mengembalikan penglihatan penderita kembali akibat
besarnya kemungkinan pembentukan scar yang mengganggu penglihatan. Karena
itu prognosis pasien ini adalah baik.
Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung
atau topi pelindung bila keluar rumah. Terutama jika sedang bekerja dianjurkan
menggunakan proteksi terhadap matanya.
Diharapkan agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus
timbulnya pterigium seperti sinar matahari, polutan, zat asam, angin kencang dan
debu serta rajin merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal ini sesuai
kepustakaan bahwa untuk mencegah pterigium terutama bagi mereka yang sering
beraktivitas di luar rumah dapat menggunakan kacamata atau topi pelindung
untuk menghindari kontak dengan sinar matahari, debu, udara panas dan angin.
BAB IV
15
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Demartini DR, DW Vastine. Pterygium. In : Abbott RL, editor. Surgical
interventions Corneal and External diseases . Pterigium:. Pada Abbott RL,
editor penyakit Bedah. Intervensi Kornea dan Eksternal. Grune and Straton:
Orlando, USA; 1987. Grune dan Straton: Orlando, USA; 1987.
2. Fong KS, Balakrishnan V, Chee SP, Tan DT. KS Fong, V Balakrishnan, SP
Chee, DT Tan. Refractive change following pterygium surgery. CLAO J
1998;24:115-7. Bias perubahan setelah operasi pterigium;. CLAO J 1998.
3. Maheshwari S. Effect of pterygium excision on pterygium-induced astigmatism.
Indian J Ophthalmol 2003;51:187-8. Maheshwari S. Pengaruh eksisi
pterygium pada pterygium-Silindris diinduksi;. India J Ophthalmol 2003.
4. Hansen A, Norn M. Astigmatism and surface phenomena in pterygium. Acta
Ophthalmol (Copenh) 1980;58:174-81. Hansen A, Norn M. astigmatisma dan
fenomena permukaan di pterigium.. Acta Ophthalmol (Copenh) 1980.
5. Lin A, Stern G. Correlation between pterygium size and induced corneal
astigmatism. Cornea 1998;17:28-30. Lin A, Stern G. Korelasi antara ukuran
pterygium dan astigmatisme kornea diinduksi; Kornea.998.
6. Stern G, Lin A. Effect of pterygium excision on induced corneal topographic
abnormalities. Cornea 1998;17:23-7. Stern G, Lin A. Pengaruh eksisi
pterygium pada kelainan yang disebabkan topografi kornea;. Cornea 1998.
7. Tomidokoro A, Miyata K, Sakaguchi Y, Samejima T, Tokunaga T, Oshika T.
Effects of pterygium on corneal spherical power and astigmatism . Tomidokoro
A, Miyata K, Sakaguchi Y, T Samejima, Tokunaga T, Oshika T. Pengaruh
pterygium daya bola kornea dan astigmatisme. Ophthalmology
2000;107:1568-71. Ophthalmology 2000.
8. Cinal A, Yasar T, Demirok A, Topuz H. The effect of pterygium surgery on
corneal topography. Ophthalmic Surg Lasers 2001;32:35-40. Cinal A, T Yasar,
Demirok A, Topuz H. Pengaruh operasi pterygium pada topografi kornea;.
Kedokteran Laser 2001 Surg 40.
9. Yagmar M, Altan A, Ozcan MD, Sari S, Ersoz RT. Yagmar M, Altan A,
Ozcan MD, S Sari, RT Ersoz. Visual acuity and corneal topographic changes
related with pterygium surgery. J Refract Surg 2005;21:166-70. Visual
17
ketajaman dan perubahan topografi kornea terkait dengan operasi
pterigium;. Membiaskan J Surg 2005.
10. Oldenburg JB, Garbus J, McDonnell JM, McDonnell PJ. JB Oldenburg, Garbus
J, JM McDonnell, McDonnell PJ. Conjunctival pterygia. Konjungtiva
pterygia. Mechanism of corneal topographic changes. Cornea 1990;9:200-4.
Mekanisme perubahan topografi kornea;. Cornea 1990 9:200-4
18