Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEHAMILAN POSTTERM

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Obstetri

Dosen Pengampu : dr. Muhamad Taufiqy Setyabudi, Sp. OG (K)

Di susun oleh :

1..Ngadirah (P1337424417080)

2. Ni Made Ary K. D. (P1337424417081)

PRODI D IV KEBIDANAN ALIH JENJANG SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada setiap kehamilan diperlukan pengetahuan yang tepat mengenai batas usia
gestasional janin. Pengetahuan ini menjadi sangat penting jika kehamilan mengalami
komplikasi. Sayangnya dengan berbagai alasan usia gestasional sering tidak diketahui,
bahkan mungkin keliru. Ini dapat terjadi bila ibu hamil tidak mengikuti perawatan
antenatal yang cukup lama sehingga semua kejadian yang penting untuk mengenali usia
gestasional tersebut sudah berlalu atau terlupakan.
Dengan tidak diketahuinya usia gestasional yang akurat, ketepatan pertumbuhan
janin tidak dapat ditentukan dan akan menyebabkan kekeliruan yang serius dalam
penatalaksanaan pasien :kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan post term adalah
meningkatnya resiko kesakitan dan kematian perinatal. Resiko kematian perinatal
meningkat 3 kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Di samping itu ada pula
komplikasi yang sering menyertai seperti : letak defleksi, posisi oksiput posterior,
distosia bahu dan perdarahan post partum. Untuk itulah kita sebagai bidan perlu untuk
mempelajari tentang kehamilan postterm agar kita bisa mendeteksi dini resiko-resiko
tinggi pada kehamilan agar dapat meningkatkan kesejahteraan ibu maternal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian kehamilan postterm?
2. Apakah penyebab kehamilan postterm?
3. Bagaimana cara penegakkan diagnose kehamilan postterm?
4. Apa sajakah permasalahan dalam kehamilan postterm?
5. Bagaimana pengelolaan kehamilan postterm?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian kehamilan postterm.
2. Untuk mengetahui penyebab kehamilan postterm.
3. Untuk mengetahui cara penegakkan diagnose kehamilan postterm.
4. Untuk mengetahui apa saja permasalahan dalam kehamilan postterm.
5. Untuk mengetahui pengelolaan kehamilan postterm.

D. MANFAAT

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian kehamilan postterm.

2. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab kehamilan postterm.

3. Mahasiswa dapat mengetahui cara penegakkan diagnose kehamilan postterm.


4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja permasalahan dalam kehamilan postterm.

5. Mahasiswa dapat mengetahui pengelolaan kehamilan postterm.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kehamilan Postterm


Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,kehamilan
lewat bulan, prolonged pregnancy, extendeed pregnancy, postdate/post datisme atau
pascaprematuritas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari (Prawirohardjo, 2010).
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan pada janin
terdapat tanda postmaturitas (Manuaba, 2007). Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan
lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah
ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung
pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin ( Varney, 2007).
B. Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm
Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008) faktor
penyebab kehamilan postterm adalah :
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga terjadinya kehamilan dan
persalinan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan
atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan
adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis
pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
kehamilan postterm.
5. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren
(1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya mengalami kehamilan postterm.
C. Diagnosis
Tidak jarang seorang bidan mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis karena
diagnosis ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan.
Diagnosis dapat ditentukan melalui (Prawirohardjo, 2010):
1. Riwayat Haid
Diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan apabila hari pertama haid terakhir (HPHT)
diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria
antara lain,
a. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
b. Siklus 28 hari dan teratur
c. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seseorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan dan persalinan
postterm kemungkinan adalah sebagai berikut:
a. Terjadi kesalahan dalam menetukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
abnormal.
b. Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjad kelambatan ovulasi.
c. Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat
bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm).
2. Riwayat Pemerikasaan Antenatal
a. Tes Kehamilan
Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan
kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
b. Gerak Janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu.
Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida
pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22
minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multigravida.
c. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laenec DJJ dapat didengar mulai umur 18-20 minggu, sedangkan dengan
Doppler dapat terdengar pada umur kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria
hasil pemeriksaan sebagai berikut:
a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerakan janin pertama kali.
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec.
3. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi
fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama,hamper
dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging
(crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
5. Pemeriksaan Radiologi
Dapat dilakukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifiisis femur bagian distal paling
dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur
kehamilan 36 minggu dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.
6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar lesitin/spinngomielin
Bila lesitin/spinngomielin dalam cairan amniom kadarnya sama, maka umur kehamilan sekitar
22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada kehamilan genap bulan
rasio menjadi 2:1 . Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm,
tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan
yang berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
b. Aktivitas tromboplastin cairan amniom
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.
Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42
minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan
bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
c. Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang
mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50%
atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
d. Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai sensitivitas 75 %. Perlu
diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat, dipakai untuk menentukan usia gestasi.
D. Permasalahan Kehamilan Postterm
1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan postterm
dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan
penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadinya pada plasenta sebagai
berikut:
a. Penimbunan kalsium.
Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat
menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterin yang dapat meningkat sampai
2-4 kali lipat.
b. Selaput vaskulosinisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini
dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.
c. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis,
trombosis invertili dan infark vili.
d. Perubahan biokimia.
Adanya insufiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA di bawah normal,
sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium,
kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam
amino, lemak dan gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intrauterin.
2. Pengaruh pada Janin
a. Berat janin
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka akan terjadi penurunan berat
janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata
pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun sering
kali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai
dengan bertambahnya umur kehamilan.
b. Sindroma postmaturitas
Tanda postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo, 2010) :
1) Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan
mudah mengelupas.
2) Stadium II
Keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum
yang bercampur air ketuban.
3) Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.
c. Gawat janin atau kematian perinatal
Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan 42
minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh:
1) Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya menyebabkan terjadinya distosia pada
persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene sampai kematian bayi.
2) Insufiensi palsenta yang berakibat:
a) Pertumbuhan janin terhambat
b) Oligohidramnion
c) Hipoksia janin

d) Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadinya aspirasi mekonium pada janin
3) Cacat bawaan: terutama akibat hipoplasia adrenal dan anesefalus.
3. Pengaruh pada Ibu
a. Mordibitas/mortilitas ibu
Mordibitas/mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tulang
tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate
uterine action, partus lama, meningkatakan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/
perdarahan postpartum akibat bayi besar.
b. Aspek emosi
Ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati tanksiran
persalinan. Komentar tetangga atau orang sekitar akan membuat ibu semakin frustasi.
E. Pengelolaan Kehamilan Postterm
Kehamilan posterm merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat ini
pengelolaannya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. Perlu
ditetapkan lebih dahulu bahwa pada setiap kehamlan postterm dengan komplikasi spesifik seperti
diabetes mellitus, kelainan factor Rhesus atau iso imunisasi, preeclampsia/eklampsia, dan
hipertensi kronis yang meningkatkan resiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan
berlangsung lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan dengan factor resiko lain seperti
primitua, infertilitas, riwayat obstetric yang jelek. Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan
perlu dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan posterm.
Beberapa maslah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara lain
baik dan tumbuh terus sesuai dengan sebagai berikut :
 Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan tepat,
sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.
 Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau mengalami mortbiditas
serius apabila tetap dalam Rahim.
 Sebagian janin akan tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai dengan tambahnya
umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
 Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita didapatkan sekitar 70%
serviks belum matang (unfavourable) dengan nilai Bishop rendah sehingga induksi tidak sellu
berhasil.
 Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
 Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu (8% pada
kehamilan genap bulan, 14 % pada posterm).
narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar (resiko bedah sesar 0,7% pada genap bulan
dan 1,3% pada postterm).
 Pemecahan selaput ketuban harus dipertimbangkan dengan matang. Pada oligohidramnion
pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan resiko kompresi tali pusat tetapi sebaliknya
dengan pemecahan selaput ketuban akan dapat diketahui adanya meconium dalam cairan
amnion2,3.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan postterm, antara lain adalah :
 Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah
ditegakkan diagnose postterm ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara
ekspektatif/menunggu.
 Bila dilakukan pengelolaan aktif , apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia 41 atau 42
minggu2
Pengelolaan aktif : yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau
42 minggu.
minggu untuk memperkecil resiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran
yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai resiko/komplikasi cukup besar
terutama resiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-
menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan
berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
kehamilan postterm adalah sebagai berikut :
 Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm) atau bukan.
Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini.
 Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
- Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contaction stress test. dapat
mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus.
Bila hasil reaktif, maka nilai spesifitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan
pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan
amnion) dan kualitas air ketuban.
- Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol.
- Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau
secara objektif dengan tokografi (normal 10 kali/20 menit).
- Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin
lebih baik.Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung meconium akan mengalami
resiko 33% asfiksia12.
 Periksa kematangan serviks dengan Bishop skor. Kematangan serviks ini memegang peranan
penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa
induksi persalinan dapat segera dilaksanakan, baik pada usia 41 minggu atau 42 minggu
bilamana serviks telah matang 1,2,7.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan 41 minggu dengan
melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan, maka dapat
terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh semakin besar aatu
sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion2,5,8,9.Kematian janain
neonatus meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih.
 Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop skor >5) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin. Induksi
pada serviks yang telah matang akan menurunkan resiko kegagalan ataupun persalinan
tindakan9.
 Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak
diakhiri :
- NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dlanjutkan seminggu dua kali.
- Bila ditemukan oligohidramnion (<2 cm pada kantong yang vertical atau indeks cairan
amnion <5) atau dijumpai deselaerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi
persalinan.
- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi (CST) harus
dilakukan. Bila hasil CST positif , terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal
(<5/20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin segera
dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negative
kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan 3 hari kemudian.
- Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan
dapat diakhiri bila serviks matang1,2.
 Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan berakhir.
Pengelolaan selama persalinan
 Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin. Pmakaian
continuous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat.
 Hindari obat penenang atau analgetika selama persalinan
 Awasi jalannya persalinan.
 Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin.
 Cegah terjadinya aspirasi meconium dengan segera mengusap wajah neonatus dan dilanjutkan
resusitasi sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur meconium.
 Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemi,
hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
 Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas.
 Hati-hati kemungkinan terjadi distosia bahu2,4,8.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan pada
janin terdapat tanda postmaturitas.
Sebab terjadinya kehamilan postterm : pengaruh turunnya hormone progesteron, teori
oksitosin,teori kortisol/ACTH janin, tak ada tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus
Frankenhauser,heriditer.
Diagnosis ditegakkan dengan anamneses riwayat haid, Gerak Janin, Denyut Jantung
Janin (DJJ). Pemeriksaan Ultrasonografi (USG), Pemeriksaan Laboratorium.
Permasalahan kehamilan postterm : perubahan pada plasenta ( penimbunan kalsium.
terjadi proses degenerasi jaringan plasenta,perubahan biokimia), .pengaruh pada janin berat
janin dapat terus bertambah sesuai bertambahnya umur atau malah menurun, gawat janin atau
kematian perinatal
Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan
42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum Mordibitas/mortalitas ibu dapat
meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tulang. Sedangkan aspek emosi
ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati tanksiran
persalinan. Komentar tetangga atau orang sekitar akan membuat ibu semakin frustasi.
Untuk pengelolaan kehamilan posterm dapat dilakukan secara aktif/induksi ataupun
ekspektatif/menunggu didasarkan pada kondisi janin dan ibu (Prawirohardjo, 2010).

B. SARAN
1. Sebaiknya persalinan postterm dilakukan di rumah sakit atas kolaborasi dengan dokter
2. Kehamilan postmatur harus secepatnya dideteksi untuk menghindari komplikasi
terutama pada janin
3. Bidan sebaiknya dapat mendeteksi kehamilan postmatur untuk menghindari
komplikasi dan mengambil tindakan tepat untuk menanganinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawiroharjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.
2. Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC
3. Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai