Pengelolaan Kehamilan Postterm
Pengelolaan Kehamilan Postterm
KEHAMILAN POSTTERM
Di susun oleh :
1..Ngadirah (P1337424417080)
TAHUN 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada setiap kehamilan diperlukan pengetahuan yang tepat mengenai batas usia
gestasional janin. Pengetahuan ini menjadi sangat penting jika kehamilan mengalami
komplikasi. Sayangnya dengan berbagai alasan usia gestasional sering tidak diketahui,
bahkan mungkin keliru. Ini dapat terjadi bila ibu hamil tidak mengikuti perawatan
antenatal yang cukup lama sehingga semua kejadian yang penting untuk mengenali usia
gestasional tersebut sudah berlalu atau terlupakan.
Dengan tidak diketahuinya usia gestasional yang akurat, ketepatan pertumbuhan
janin tidak dapat ditentukan dan akan menyebabkan kekeliruan yang serius dalam
penatalaksanaan pasien :kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan post term adalah
meningkatnya resiko kesakitan dan kematian perinatal. Resiko kematian perinatal
meningkat 3 kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Di samping itu ada pula
komplikasi yang sering menyertai seperti : letak defleksi, posisi oksiput posterior,
distosia bahu dan perdarahan post partum. Untuk itulah kita sebagai bidan perlu untuk
mempelajari tentang kehamilan postterm agar kita bisa mendeteksi dini resiko-resiko
tinggi pada kehamilan agar dapat meningkatkan kesejahteraan ibu maternal.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian kehamilan postterm?
2. Apakah penyebab kehamilan postterm?
3. Bagaimana cara penegakkan diagnose kehamilan postterm?
4. Apa sajakah permasalahan dalam kehamilan postterm?
5. Bagaimana pengelolaan kehamilan postterm?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian kehamilan postterm.
2. Untuk mengetahui penyebab kehamilan postterm.
3. Untuk mengetahui cara penegakkan diagnose kehamilan postterm.
4. Untuk mengetahui apa saja permasalahan dalam kehamilan postterm.
5. Untuk mengetahui pengelolaan kehamilan postterm.
D. MANFAAT
TINJAUAN TEORI
d) Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadinya aspirasi mekonium pada janin
3) Cacat bawaan: terutama akibat hipoplasia adrenal dan anesefalus.
3. Pengaruh pada Ibu
a. Mordibitas/mortilitas ibu
Mordibitas/mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tulang
tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate
uterine action, partus lama, meningkatakan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/
perdarahan postpartum akibat bayi besar.
b. Aspek emosi
Ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati tanksiran
persalinan. Komentar tetangga atau orang sekitar akan membuat ibu semakin frustasi.
E. Pengelolaan Kehamilan Postterm
Kehamilan posterm merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat ini
pengelolaannya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. Perlu
ditetapkan lebih dahulu bahwa pada setiap kehamlan postterm dengan komplikasi spesifik seperti
diabetes mellitus, kelainan factor Rhesus atau iso imunisasi, preeclampsia/eklampsia, dan
hipertensi kronis yang meningkatkan resiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan
berlangsung lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan dengan factor resiko lain seperti
primitua, infertilitas, riwayat obstetric yang jelek. Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan
perlu dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan posterm.
Beberapa maslah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara lain
baik dan tumbuh terus sesuai dengan sebagai berikut :
Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan tepat,
sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.
Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau mengalami mortbiditas
serius apabila tetap dalam Rahim.
Sebagian janin akan tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai dengan tambahnya
umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita didapatkan sekitar 70%
serviks belum matang (unfavourable) dengan nilai Bishop rendah sehingga induksi tidak sellu
berhasil.
Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu (8% pada
kehamilan genap bulan, 14 % pada posterm).
narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar (resiko bedah sesar 0,7% pada genap bulan
dan 1,3% pada postterm).
Pemecahan selaput ketuban harus dipertimbangkan dengan matang. Pada oligohidramnion
pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan resiko kompresi tali pusat tetapi sebaliknya
dengan pemecahan selaput ketuban akan dapat diketahui adanya meconium dalam cairan
amnion2,3.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan postterm, antara lain adalah :
Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah
ditegakkan diagnose postterm ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara
ekspektatif/menunggu.
Bila dilakukan pengelolaan aktif , apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia 41 atau 42
minggu2
Pengelolaan aktif : yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau
42 minggu.
minggu untuk memperkecil resiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran
yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai resiko/komplikasi cukup besar
terutama resiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-
menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan
berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
kehamilan postterm adalah sebagai berikut :
Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (postterm) atau bukan.
Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini.
Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
- Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contaction stress test. dapat
mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus.
Bila hasil reaktif, maka nilai spesifitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan
pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan
amnion) dan kualitas air ketuban.
- Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar Estriol.
- Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau
secara objektif dengan tokografi (normal 10 kali/20 menit).
- Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin
lebih baik.Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung meconium akan mengalami
resiko 33% asfiksia12.
Periksa kematangan serviks dengan Bishop skor. Kematangan serviks ini memegang peranan
penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa
induksi persalinan dapat segera dilaksanakan, baik pada usia 41 minggu atau 42 minggu
bilamana serviks telah matang 1,2,7.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan 41 minggu dengan
melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan, maka dapat
terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh semakin besar aatu
sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion2,5,8,9.Kematian janain
neonatus meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih.
Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop skor >5) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin. Induksi
pada serviks yang telah matang akan menurunkan resiko kegagalan ataupun persalinan
tindakan9.
Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak
diakhiri :
- NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dlanjutkan seminggu dua kali.
- Bila ditemukan oligohidramnion (<2 cm pada kantong yang vertical atau indeks cairan
amnion <5) atau dijumpai deselaerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi
persalinan.
- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi (CST) harus
dilakukan. Bila hasil CST positif , terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal
(<5/20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin segera
dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negative
kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan 3 hari kemudian.
- Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan
dapat diakhiri bila serviks matang1,2.
Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan berakhir.
Pengelolaan selama persalinan
Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin. Pmakaian
continuous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat.
Hindari obat penenang atau analgetika selama persalinan
Awasi jalannya persalinan.
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin.
Cegah terjadinya aspirasi meconium dengan segera mengusap wajah neonatus dan dilanjutkan
resusitasi sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur meconium.
Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemi,
hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas.
Hati-hati kemungkinan terjadi distosia bahu2,4,8.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan pada
janin terdapat tanda postmaturitas.
Sebab terjadinya kehamilan postterm : pengaruh turunnya hormone progesteron, teori
oksitosin,teori kortisol/ACTH janin, tak ada tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus
Frankenhauser,heriditer.
Diagnosis ditegakkan dengan anamneses riwayat haid, Gerak Janin, Denyut Jantung
Janin (DJJ). Pemeriksaan Ultrasonografi (USG), Pemeriksaan Laboratorium.
Permasalahan kehamilan postterm : perubahan pada plasenta ( penimbunan kalsium.
terjadi proses degenerasi jaringan plasenta,perubahan biokimia), .pengaruh pada janin berat
janin dapat terus bertambah sesuai bertambahnya umur atau malah menurun, gawat janin atau
kematian perinatal
Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan
42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum Mordibitas/mortalitas ibu dapat
meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tulang. Sedangkan aspek emosi
ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati tanksiran
persalinan. Komentar tetangga atau orang sekitar akan membuat ibu semakin frustasi.
Untuk pengelolaan kehamilan posterm dapat dilakukan secara aktif/induksi ataupun
ekspektatif/menunggu didasarkan pada kondisi janin dan ibu (Prawirohardjo, 2010).
B. SARAN
1. Sebaiknya persalinan postterm dilakukan di rumah sakit atas kolaborasi dengan dokter
2. Kehamilan postmatur harus secepatnya dideteksi untuk menghindari komplikasi
terutama pada janin
3. Bidan sebaiknya dapat mendeteksi kehamilan postmatur untuk menghindari
komplikasi dan mengambil tindakan tepat untuk menanganinya.
DAFTAR PUSTAKA