Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini kecerdasan intelektual tidak lagi dipandang sebagai satu-

satunya kecerdasan yang menjadi tolok ukur kecerdasan dalam berbagai

bidang kehidupan. Selain kecerdasan intelektual, kecerdasan tiap-tiap individu

ditunjang oleh berbagai kecerdasan lain yang ada pada dirinya, yaitu dengan

kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Kedua kecerdasan tersebut

merupakan penemuan terbaru yang mencengangkan publik, dikarenakan

kedua kecerdasan tersebut memiliki andil lebih besar dalam keberhasilan dan

kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan intelektual saja.

Kecerdasan emosi menjadi salah satu pembahasan yang paling menarik bagi

para ilmuwan, karena emosi yang dikenal masyarakat luas hanya sekedar

pengungkapan perasaan, ternyata sangat berpengaruh pada kehidupan

manusia, bahkan dapat menentukan kesuksesan seseorang.

Kecerdasan emosi akan berkembang ketika seseorang menginjak usia

belasan tahun dan akan mengalami puncak perkembangannya pada usia 40

tahun. Stein dan Book (2000:37) mengungkapkan bahwa semakin dewasa usia

seseorang maka akan semakin bijak perilaku orang tersebut, dan memiliki

kematangan emosi yang lebih stabil, karena usia yang semakin dewasa akan

dapat menyeimbangkan serta menyelaraskan emosi dengan akal sesuai dengan

pelajaran hidup yang telah diterima. Usia yang semakin matang dan dewasa

1
2

membantu proses perkembangan kecerdasan emosi menjadi optimal, sehingga

masa remaja awal yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa mengalami kelabilan dan dikenal sebagai masa “storm and

stress” ( Stanley Hall, dalam Santrock, 1999 ), sehingga pada masa tersebut

tersebutlah yang membuat para remaja mengalami pergolakan dan pencarian

jati diri yang sebenarnya. Penyesuaian dengan lingkungan sosial merupakan

cara yang dianggap paling tepat untuk dapat menemukan jati diri remaja,

sehingga tidak jarang perasaan frustasi, menderita karena terisolir, serta

munculnya beberapa konflik terjadi ketika penyesuaian diri dengan

lingkungan sosial tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Remaja awal yang ingin terlepas dari belenggu aturan yang

ditanamkan oleh orangtuanya, akan memberontak dan mencari kenyamanan

yang dapat ditemukan di luar lingkungan keluarga, salah satunya pada teman

sebaya. Hal tersebut ditunjukkan pada sikap para remaja yang cenderung lebih

banyak menentang, tidak menghargai orang lain, tidak dapat memahami

perasaan orang lain, serta lebih mementingkan kepentingan sendiri. Suharsono

(2002:105) mengungkapkan bahwa permasalahan emosi yang diwujudkan

para remaja dengan adanya ketidak matangan emosi yang dialami berdampak

luas pada hubungan sosial mereka baik di lingkungan keluarga maupun di

lingkungan sekolah. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa ketidak

matangan emosi yang terjadi pada remaja awal menimbulkan perilaku

menyimpang yang sering dilakukan, antara lain perkelahian antar pelajar,

kenakalan, kriminalitas, dan tawuran. Perkelahian sering terjadi di antara


3

pelajar. Perkelahian di era sekarang ini bisa dikatakan sebagai hal yang wajar.

Mereka tidak lagi memikirkan tentang norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat.

Fenomena tersebut dialami juga oleh siswa di SMP Gajah Mungkur 1

Manyaran. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru

bimbingan konseling pada tanggal 29 Oktober 2016 mengemukakan bahwa,

sering kali siswa menunjukan ketidakstabilan emosi di dalam maupun di luar

kelas. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya pengekspresian rasa senang

yang terlalu berlebihan di dalam kelas, sehingga menimbulkan suasana gaduh

dan ribut di dalam kelas, penggunaan tata bahasa yang kurang pas dengan

guru ataupun orang yang lebih tua di sekitarnya dan terdapat pula siswa yang

mulai mencoba mengakses situs dan gambar porno melalui telfon genggam.

Peristiwa yang terjadi di SMP Gajah Mungkur 1 Manyaran apabila

dibiarkan berlangsung berturut-turut, maka akan mengganggu perkembangan

siswa dalam proses belajar mengajar, mengganggu kestabilan emosi siswa

yang lain serta mengganggu hubungan sosial yang terjadi di sekolah tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk membantu siswa

yang memiliki pengelolaan emosi yang kurang terhadap diri sendiri dan orang

lain yang disebut dengan kecerdasan emosi rendah. Penanganan peristiwa

tersebut dapat menggunakan layanan Bimbingan Kelompok dengan teknik

Role Playing.

Hamzah (2009:26) menjelaskan, teknik role playing sebagai suatu

model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa untuk menemukan


4

makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan

kelompok. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa dengan teknik bermain peran

diharapkan para siswa mampu belajar dan memecahkan suatu permasalahan

yang terjadi dengan cara mempelajari suatu konsep peran selain dirinya

sendiri. Bermain peran akan membantu para siswa untuk dapat memahami

peran-peran yang berbeda di lingkungannya, serta dapat menyesuaikannya

berdasarkan karakter yang berbeda yang dimiliki oleh orang-orang

disekitarnya, dengan kata lain bermain peran mengajarkan siswa untuk

mampu mengelola emosi secara tepat.

Hal tersebut relevan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Nurnaningsih (2011:101) yang berjudul, Bimbingan kelompok Untuk

Meningkatkan Kecerdasan Emosi Pada Siswa SMP Negeri 2 Cicalengka.

Hasil penelitian tersebut yaitu, pengujian hipotesis di uji dengan uji t pada

masing-masing kelompok. Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan

T.hitung sebesar 30.366, dengan df sebesar 60, maka pada taraf signifikansi

5% didapatkan T.tabel sebesar 1,658, dan pada taraf signifikansi1% didapatkan

T.tabel sebesar 1,289. Oleh karena T.hitung lebih besar dari T.tabel maka Ho ditolak

dan Ha diterima, sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa bimbingan

kelompok efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosi siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Cicalengka.

Hal tersebut dapat dimaknai bahwa dengan teknik role playing

diharapkan para siswa mampu belajar dan memecahkan suatu permasalahan

yang terjadi dengan cara mempelajari suatu konsep peran selain dirinya
5

sendiri. Bermain peran akan membantu para siswa untuk dapat memahami

peran-peran yang berbeda di lingkungannya, serta dapat menyesuaikannya

berdasarkan karakter yang berbeda yang dimiliki oleh orang-orang

disekitarnya, dengan kata lain bermain peran mengajarkan siswa untuk

mampu mengelola emosi secara tepat. Berkenaan dengan uraian di atas, dalam

rangka meningkatkan kecerdasan emosi siswa, maka perlu diadakan penelitian

dengan judul “Pengaruh Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Role Playing

terhadap Kecerdasan Emosional Pada Siswa Kelas VIII SMP Gajah Mungkur

I Manyaran Kabupaten Wonogiri”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai

berikut: "Adakah pengaruh bimbingan kelompok dengan teknik role playing

terhadap kecerdasan emosional pada siswa kelas VIII SMP Gajah Mungkur I

Manyaran Kabupaten Wonogiri?"

C. Penegasan Judul

Agar tidak menimbulkan gambaran yang keliru dan kesalahan

penafsiran pada judul dan isi skripsi, perlu kiranya diberikan penegasan istilah

sebagai berikut :

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur

kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with
6

intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the

appropriateness of emotional and its expression) melalui keterampilan

kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan

sosial (Goleman, 2016:41)

2. Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok merupakan kegiatan yang diikuti oleh

sejumlah siswa untuk membahas permasalahan tertentu yang berguna bagi

siswa-siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Hal ini dapat dijelaskan

bahwa dalam kegiatan bimbingan kelompok siswa diajak berdiskusi

tentang permasalahan yang terjadi dalam kaitannya dengan kelompok dan

belajar untuk memecahkan permasalahan tersebut secara kelompok (Tijan

dalam Winarno, 2009 : 14).

3. Teknik Role Playing

a. Secara umum

Model pembelajaran Role Playing adalah suatu cara

penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi

dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan

dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau

benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu

orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.

b. Menurut para ahli

1) Menurut Van Fleet (dalam Hayu Widoretno, 2012 : 21)

menyatakan bermain peran (role playing) merupakan intervensi


7

yang dikembangkan yang berkaitan dengan penggunaan

sistematis dari metode bermain oleh seorang konselor untuk

membawa peningkatan dalam kemampuan siswa sampai

penampilan yang optimal di sekolah.

2) Hamzah (2009:26) menjelaskan,teknik role playing sebagai suatu

model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa untuk

menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan

dilema dengan bantuan kelompok.

D. Alasan Pemilihan Judul

Berdasarkan penegasan istilah judul diatas, maka penulis dapat

memberikan alasan pemilihan judul sebagai berikut :

1. Sebagai suatu syarat untuk penulisan skripsi pada program Psikologi

Pendidikan dan Bimbingan.

2. Penulis berkeinginan untuk berperan dalam usaha meningkatkan kualitas

pendidikan dengan mencari solusi atau metode untuk membangkitkan

kecerdasan emosional siswa agar kegiatan proses belajar mengajar dapat

berjalan dengan baik dan lancar sehingga tujuan Pendidikan Nasional

dapat tercapai dengan baik pula

3. Pemilihan lokasi di SMP Gajah Mungkur 1 Manyaran, didasarkan pada

pertimbangan kemampuan, waktu dan biaya dari penulis disamping

kemudahan memperoleh data penelitian yang sesuai dengan judul

penelitian.
8

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian tindakan dalam bimbingan kelompok ini

adalah : Untuk mengetahui pengaruh bimbingan kelompok dengan teknik role

playing terhadap kecerdasan emosional pada siswa kelas VIII SMP Gajah

Mungkur I Manyaran Kabupaten Wonogiri.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis yang dapat diambil antara lain:

a. Memperkaya serta mengembangkan ilmu dalam bidang Bimbingan

dan Konseling terutama tentang kecerdasan emosional (EQ).

b. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai tambahan

pengetahuan dan pertimbangan dalam pemberian layanan bimbingan

dan konseling di SMP yang berkaitan dengan kecerdasan emosional.

2. Sedangkan manfaat praktis yang dapat diambil antara lain:

a. Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk memperbaiki kinerja pihak

sekolah agar lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kecerdasan

emosional sehingga siswa lulusan sekolah ini mempunyai perilaku

yang cerdas.

b. Dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi siswa tentang arti

dan pentingnya kecerdasan emosional dalam membentuk perilaku

yang baik sehingga diharapkan peserta didik mampu meningkatkan

prestasi belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai