Puji syukur Saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya Saya
menyelesaikan makalah saya yang berjudul Peran Audit forensik dalam Mengungkap Fraud dan
Penerapannya dalam Kasus Hambalang. Makalah ini merupakan tugas dari matakuliah teori
huku.
Makalah ini terdiri dari 4 bab yaitu pendahuluan, kajian teori, pembahasan kasus dan
penutup dalam kajian teori saya memaparkan antara lain pengertian audit forensik, Tugas
auditor forensik, Peran bpk dalam audit forensik, Pelaksanaan audit forensik,
Peran penting audit forensik, Tujuan audit forensik. Perbedaan audit forensik dan audit
konvensional, Alasan diperlukannya audit forensik, serta Audit forensik dalam membantu
mewujudkan good Governance. Dan di bagian pembahasan saya akan memaparkan penerapan
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Akuntansi
Sektor Publik. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................4
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................25
B. Saran...............................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
memprihatinkan. Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi, maka kita akan
disuguhi banyak berita tentang kasus-kasus fraud yang telah melibatkan oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab, baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. Berbagai
usaha telah dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal
dalam dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan Komisi
sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih
Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat
memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya
kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Apabila dilihat dari peran akuntan
publik, fenomena kecurangan ini menjadi masalah yang serius karena menyangkut citra akuntan
pelaku biasanya merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh
karena itu, auditor laporan keuangan harus mempunyai keahlian untuk mendeteksi kecurangan
ini. Untuk tindak lebih lanjut, auditor laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja
sedangkan untuk pengungkapannya diserahkan pada auditor forensik yang lebih berwenang.
Auditor forensik inilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi audit lain
selain audit biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk mengungkapkan
Peran audit forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke waktu
semakin terus meningkat. Audit forensik banyak diterapkan ketika Komisi Pemeberantasan
Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan untuk menagani kasus-kasus
korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Audit forensik juga digunakan oleh Badan
(BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama proses
pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi. Namun apakah audit forensik
yang telah diterapkan sudah cukup memadai? Artikel ini, melalui tinjauan secara teoritisnya,
akan mencoba untuk menjelaskan bagaimana peran audit forensik dalam mengungkap fraud di
instsansi-instansi pemerintah.
B. RUMUSAN MASALAH
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk
membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal
Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan
membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau
Menurut Charterji (2009) Audit forensik (forensic auditing) dapat didefinisikan sebagai
aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Audit
forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan investigasi secara luas. Pekerjaan
tersebut meliputi suatu investigasi atas urusan keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan
dengan investigasi terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik sering juga
Di Indonesia lembaga yang berhak untuk melakukan auditforensik adalah auditor BPK,
BPKP, dan KPK yang memiliki sertifikat Certified Fraud Examiners (CFE).
Disamping tugas auditor forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan
(litigation), ada juga peran auditorforensik dalam bidang hukum di luar pengadilan (non
pelanggaran kontrak.
Audit forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan
jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau
auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi,
mencegah dan mengendalikan penipuan. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari
seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa Audit forensik yang ditawarkan untuk memecahkan
isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Tim audit harus menjalani pelatihan
dan diberitahu tentang pentingnya prosedur Audit forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan
Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan” menjadi pulih, dengan
tentang kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung
Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan
Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah
dengan menerapkan Audit Forensik atau sebagian orang menyebutnya Audit Investigatif.
Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi
dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat,
dengan bantuan software khusus audit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar
Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap
beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan
kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasilaudit investigasi BPK
menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia,
Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam
sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi
ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut
ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat
didalamnya.
Proses pelaksanaan audit forensik, dalam banyak hal, sama dengan proses pelaksanaan
audit, tetapi dengan tambahan beberapa pertimbangan. Berikut adalah langkah-langkah audit
keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menerima pekerjaan tersebut. Investigasi
forensik bersifat khusus, dan pekerjaan tersebut memerlukan pengetahuan tentang investigasi
fraud dan pengetahuan tentang hukum secara luas dan mendalam. Para auditor juga harus
memperoleh pelatihan di dalam melakukan teknik-teknik interviu dan interogasi, dan bagaimana
menyimpan bukti-bukti yang diperoleh secara aman. Auditor sebaiknya tidak memberikan jasa
Perencanaan pekerjaan audit ini paling tidak harus mencakup hal-hal berikut:
Mengidentifikasi jenis fraud yang terjadi, seberapa lama fraud telah berlangsung, dan bagaimana
fraud telah dilakukan, siapa pelakunya dan juga termasuk mengkuantifikasi kerugian finansial
yang diderita oleh klien dan mengumpulkan bukti yang akan digunakan di pengadilan.
memahami jenis fraud dan bagaimana kecurangan tersebut telah dilakukan. Bukti-bukti yang
fraud, dan jumlah kerugian finansial yang diderita. Hal penting yang harus dipikirkan adalah
bahwa tim auditor memiliki keahlian di dalam mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam
kasus persidangan, dan menjaga rantai pengamanan bukti-bukti hingga dikemukakan dalam
persidangan. Jika ada bukti yang belum dapat disimpulkan atau ada kejanggalan dalam rantai
prosesnya, maka bukti tersebut mungkin akan dimentahkan dalam persidangan, atau bahkan bisa
menjadi bukti yang melemahkan. Auditor juga harus diperingatkan bahwa kemungkinan bukti-
kecurangan);
Menggunakan prosedur analistis (analytical procedures) untuk membandingkan tren dari waktu
ke waktu atau untuk memberikan gambaran tentang perbandingan antara satu segmen bisnis
dengan segmen bisnis lainnya dengan menggunakan teknik-teknik audit berbantuan komputer.
Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan
ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:
Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika
kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab
kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung
unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan
perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa
dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu
kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun
penugasan auditdiberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus
tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja,
prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada
Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan
(fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat. Beberapa
2) Investigasi kriminal.
5) Perselisihan pernikahan.
G. PERBEDAAN AUDIT FORENSIK DAN AUDIT KONVENSIONAL
Perbedaaan utama Audit forensik dengan Audit maupun audit konvensional lebih
terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis Audit tersebut tidak jauh berbeda.
Audit forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola
tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan dan keteledoran seperti pada audit umum.
Prosedur utama dalam Audit forensic menekankan pada analytical review dan teknik
wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan
teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya.
Audit forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran
tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau
orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off
dan ketidaksengajaan. Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang
akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar Audit dan audit yang kuat, pengenalan
perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang
opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti
Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau
opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang
lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan
lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu
Audit forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap
motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah
yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini
pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam
pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana forensik
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan: ”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang
dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga
Seperti diketahui bahwa prinsip pemerintahan yang baik atau good governancememiliki
kenyataannya itu sulit diwujudkan karena aparat pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia,
kini marak melakukan tindakan kriminal seperti korupsi dan penggelapan dana lainnya sehingga
kasus tersebut semakin meningkat tajam dan kian memprihatinkan. Kasus tersebut muncul
karena mudahnya pelaku menerapkan semacam penipuan atau fraud sehingga kejahatannya sulit
Setidaknya ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk memerangi korupsi di samping
upaya hukum antara lain preventif atau pencegahan, edukatif atau pemberdayaan, dan terakhir
investigatif atau pengungkapan kasus yang dapat dilakukan dengan cara audit forensik.
Audit forensik mampu menekan kasus kriminal yang berkaitan dengan keuangan di
Indonesia seperti korupsi, pencucian uang, transaksi ilegal dan sebagainya. Terlebih kasus
tersebut sering terjadi di lingkungan pemerintahan sehingga menghambat pemerintah baik pusat
kelebihan investigasi audit forensik dibandingkan investigasi lainnya adalah independen, jauh
dari kecurangan dan teliti karena setiap laporan keuangan yang masuk dihitung dan diperiksa
hingga detail oleh auditor yang kompeten. Sehingga apabila ditemukan indikasi fraud atau
Audit forensik adalah alat pengontrol dan investigasi setiap kegiatan keuangan pemerintah pusat
dan daerah sehingga dapat diketahui hasil bahkan pelanggarannya. Dengan itu, dapat mencegah
tindakan pidana yang mungkin terjadi serta mewujudkan pemerintah yang baik serta profesional.
Prof Dr Margareth Gfrerer juga menyebutkan bahwa audit forensik dapat dilakukan
dengan sistem pengendalian internal terutama melalui penerapan manajemen resiko. Sistem
pengendalian tersebut dapat berjalan apabila didukung kebijakan dari bawah hingga atas dengan
skema prosesauditing, evaluasi, monitoring, dan pelaporan. Dengan penerapan sistem seperti itu
akan meminimalisasi timbulnya resiko seperti, pelanggaran dan kasus korupsi yang terjadi
sehingga mewujudkan upaya good governance yang berlandaskan transparansi dan akuntabilitas.
BAB III PEMBAHASAN
1. Kasus Hambalang
Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di
Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa
proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen
Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat
Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang
representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim
Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi
pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak
untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan
Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup,
Bogor. Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua kriteria penilaian tersebut
mengajukan permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati
Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor
591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19Juli 2004. Sambil menunggu izin penetapan lokasi dari
Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga telah menunjuk pihak ketiga yaitu PT
LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan pembuatan sertifikat tanah dengan kontrak
No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004
senilai Rp4.359.521.320.
Namun, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah menengah
tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG
menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan
Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah dikuasai
sejak pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah
realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima
Sejak itulah area tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada
tanggal 18 Oktober 2005 diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara
Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi Kemenpora.
Menpora saat itu, Adhyaksa Dault mengakui bahwa untuk membangun pusat olahraga pihaknya
mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar. Karena proyek tersebut awalnya bukan untuk
awalnya, di sana hanya untuk bangun sekolah olahraga dua lantai dan saya tidak tahu bagaimana
ceritanya berubah menjadi sport center," kata Adhyaksa saat berbincang dengan VIVAnews.
Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin oleh
Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit Hambalang, bahwa pada
tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X, Menpora
tersedia Rp125 miliar. Menpora Andi Mallarangeng juga menyampaikan bahwa usulan tersebut
merupakan bagian rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara
Andi Mallarangeng pun menghormati hasil audit BPK atas proyek Hambalang tersebut.
Bahkan dirinya mendukung perlu adanya pihak yang bertanggung jawab jika memang ditemukan
adanya penyimpangan. "Sebagai menteri tentu saya menjalankan tugas sebaik-baiknya termasuk
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total kerugian
negara akibat Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu disampaikan dalam paparan
laporan hasil audit Hambalang Jilid II di ruang pimpinan DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8).
"BPK menyimpulkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp463,67 miliar akibat adanya
unsur pidana yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang,"
paparnya.
Pelanggaraan tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses pengurusan hak
atas tanah. Kedua, proses pengurusan izin pembangunan. "Ketiga, proses pelelangan. Keempat,
proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak," tambahnya. Kelima,
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan keenam, pembayaran dan aliran dana yang diikuti
rekayasa akuntansi.
Terkait proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga
yang diganti dengan PMK Nomor: 194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan
Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami
penurunan makna substantif dalam proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak. Hal ini dapat
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo memaparkan sejumlah hasil
audit terhadap kasus Hambalang ke DPR. Menurutnya laporan audit investigasi kasus
Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus Hambalang tahap I
Hasilnya telah disampaikan ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada
dalam proses persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan
dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan
263,66 miliar.
Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam LHP tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan
pihak terkait dalam pembangunan proyek hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi pada
proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses
persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
pembayaran, dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi dalam proyek Pusat
Pendidiakn Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.. Dalam LHP tahap
II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses pengajuan dan kerugian
1) Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri
sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga selayaknya permohonan
2) Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa pelelangan
untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan rekanan pelaksana proyek
3) Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi amdal maupun
studi amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada Pemkab
Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga
menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang diganti dengan
Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak
UU No 1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan penyimpangan yang telah
penyimpangan yang dimuat dalam LHP tahap I dan II mengakibatkan kerugian negara sebesar
Rp 463,67 miliar. Yaitu senilai total dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran
proyek pada 2010 dan 2011 sebesar Rp 471, 71 miliar. Dikurangi dengan nilai uang yang masih
pernah memenuhi persyaratan untuk melakukan studi amdal sebelum mengajukan izin lokasi.
Kemudian, setplant dan izin mendirikan bangunan kepada pemkab Bogor atau menyusun
Permohonan persetujuan tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas
proyek Pembangunan Hambalang, kata Hadi, tidak memenuhi persyaratan sebagai mana yang
ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sehingga sudah seharusnya permohonan tersebut
ditolak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Audit forensik dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu
keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau
mencegah berbagai jenis kecurangan. Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya
pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan Audit Forensik. Audit forensik mampu
menekan kasus kriminal yang berkaitan dengan keuangan di Indonesia seperti korupsi, pencucian
uang, transaksi ilegal dan sebagainya. Terlebih kasus tersebut sering terjadi di lingkungan
pemerintahan sehingga menghambat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mewujudkan
Dalam kasus Hambalang Audit Forensik dibutuhkan untuk mengungkap kecurangan yang
terjadi dalam kasus tersebut. Hal tersebut juga penting untuk pengembangan kasus dugaan
B. SARAN
Kepada para peneliti dapat disarankan untuk melakukan penelitian empiris yang bertujuan untuk
Kepada praktisi akademis dapat disarankan untuk merancang kurikulum pendidikan yang
Penelitian empiris juga penting dilakukan untuk menguji tipologi korupsi dan relevansi model
fraud triangle sebagai penyebab tindakan orang melakukan tindakan korupsi di Indonesia.
Dalam penanganan kasus Hambalang, kegiatan audit forensik dinilai masih sangat lamban,
sehingga perlu adanya peningkatan kinerja dan upaya dari tim auditor forensik pemerintahan
DAFTAR PUSTAKA
Hambalang. http://nasional.kompas.com/read/BAKN-Ajukan-Tiga-Rekomendasi-
Dewi, Apristia Krisna. (2011, 23 Juni). Audit Forensik Bantu Wujudkan Good Governance.
Fajar, Ajat M. (2013, 23 Agustus ). Inilah Hasil Audit Tahap II BPK Soal Hambalang.
Farahdina, Gita. (2013, 23 Agustus). BPK: Kasus Hambalang Rugikan Negara Rp463,67 Miliar.
(9780073526850):Books.
2013, 02:47.
Novita, Dyah Ratna Meta. (2013, 23 Agustus). Berikut Hasil Audit BPK Soal Hambalang.
Purjono. 2013. Peran Audit Forensik Dalam Memberantas Korupsi Di Lingkungan Instansi
Pemerintah. Suatu Tinjauan Teoritis. [pdf]. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.
Tirta, Dwi. (2013, 21 Maret). Audit Forensik Untuk Mendeteksi Risiko Fraud atau Kecurangan.
http://mediainformasi.org/audit-forensik-untuk-mendeteksi-risiko-fraud-atau-kecurangan.
Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Seri Departemen