Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al Qur’an yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara lisan & berangsur-angsur antara
tahun 610 & 632 atau selama kira-kira 22 tahun, dimana pada masa itu umat
manusia khususnya penduduk Mekkah & Madinah masih dalam kegelapan & buta
huruf, telah membuktikan kebenaran wahyuNya melalui konsistensinya &
kesesuainnya dengan ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS) yang
ditemukan manusia pada masa yang jauh setelah kematian Muhammad SAW.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam Al Qur’an & As sunnah sangat ideal & agung.

Anugerah terbesar yang sangat berharga bagi umat Islam adalah Al Qur’an.
Keluarbiasaan Al Qur’an itu terletak pada aspek-aspek di dalamnya antara lain
bahasa dan gaya bahasanya, substansinya, jangkauannya yang tiada terbatas, dan
multifungsinya bagi umat manusia. Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari Al
Qur’an. Ayat 27 surat Al Fath, misalnya memberi kabar gembira kepada kaum
muslimin bahwa mereka akan menaklukkan Mekkah, yang saat itu dikuasai kaum
penyembah berhala.

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran


mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan
memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dgn mencukur
rambut kepala & mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah
mengetahui apa yang tiada kamu ketahui & Dia memberikan sebelum itu
kemenangan yg dekat.” (Al Qur’an Q.S. 48: 27).

Ketika kita lebih dekat lagi, ayat tersebut mengumumkan adanya kemenangan
lain yang akan terjadi sebelum kemenangan di Mekkah. Sebagaimana
dikemukakan ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan benteng
Khaibar, yang berada di bawah kekuasaan Yahudi, dan kemudian memasuki
Mekkah dengan aman. Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi
masa depan hanyalah salah satu diantara sekian banyak hikmah yang terkandung
dalam al Qur’an. Al Qur’an mempunyai peran yang sangat penting dalam
kehidupan umat Islam di dunia, baik pada peradaban Islam dahulu maupun
peradaban modern seperti sekarang ini.

Dewasa ini, ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) sudah semakin berkembang.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, manusia memang perlu mengenbangkan
IPTEK dalam kehidupan yang semakin modern. Perkembangan IPTEK dapat
memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai saran modern industi, komuikasi
& transportasi, misalnya terbukti sangat bermanfaat. Namun, di sisi lain IPTEKS
tidak jarang berdampak negatif karena merugikan & membahayakan kehidupan
dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu orang di
Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II tahun 1945. Selain itu tidak sedikit
yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan
dunia maya (cyber crime), pornografi, kekerasan, & perjudian.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PARADIGMA PENGEMBANGAN IPTEKS

1. Potensi manusia (jasmani dan rohani) dalam pengembangan IPTEKS

Sebelum membahas potensi manusia dalam pengembangan IPTEKS terlebih


dahulu kita akan kaji apa sebenarnya IPTEKS itu? IPTEKS adalah singkatan dari
Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah
diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan
kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah.
Di dalam Al-Qur’an kata “ilmu” dalam berbagai bentuk terdapat 854 kali
disebutkan (Quraish Shihab, 1996). Sedangkan ilmu pengetahuan atau Sains
adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses
pengkajian dan dapat dinalar atau dapat diterima oleh akal. Dengan kata lain,
sains dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang sudah sistematis (science is
systematic knowledge). Dalam pemikiran sekuler, sains mempunyai tiga
karakteristik, yaitu obyektif, netral dan bebas nilai, sedangkan dalam pemikiran
Islam, sain tidak boleh bebas nilai, baik nilai lokal maupun nilai universal.

Adapun sumber ilmu pengetahuan dalam pemikiran Islam ada dua sumber
ilmu, yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Ilmu yang
bersumber dari wahyu Allah bersifat abadi (perennial knowledge) dan tingkat
kebenaran mutlak (absolute). Sedangkan Ilmu yang bersumber dari akal pikiran
manusia bersifat perolehan (acquired knowledge), tingkat kebenaran nisbi
(relative), oleh karenanya tidak ada istilah final dalam suatu produk ilmu
pengetahuan, sehingga setiap saat selalu terbuka kesempatan untuk melakukan
kajian ulang atau perbaikan kembali.
Al-qur’an menganggap “anfus” (ego) dan “afak” (dunia) sebagai sumber
pengetahuan. Tuhan menampakkan tanda-tanda-Nya dalam pengalaman batin dan
juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki kapasitas yang sangat luas
karena ditimbang dari berbagai sisi pengalaman ini. Pengalaman batin merupakan
pengembaraan manusia terhadap seluruh potensi jiwa dan inteleknya yang
atmosfernya telah dipenuhi dengan nuansa wahyu Ilahi. Sedangkan Al-qur’an
membimbing pengalaman lahir manusia kearah obyek alam dan sejarah.

Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi karena


sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi kemanusiaan itu
sendiri. Manusia adalah makhluk satu-satunya yang secara potensial diberi
kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan. Penghargaan ini dapat dilihat dari
beberapa aspek.

a. Turunnya wahyu pertama ( Al-Alaq : 1-5), ayat yang dimulai dengan


perintah untuk membaca, ini mencerminkan betapa pentingnya aktivitas
membaca bagi kehidupan manusia terutama dalam menangkap hakikat
dirinya dan lingkungan alam sekitarnya. Membaca dalam arti luas adalah
kerja jiwa dalam menangkap dan menghayati berbagai fenomena di dalam
dan di sekitar diri hingga terpahami betul makna dan hakikatnya.
b. Banyaknya ayat Al-qur’an yang memerintahkan manusia untuk
menggunakan akal, pikiran dan pemahaman (Al-Baqarah 2 : 44, Yaa siin
36 : 68, Al-An’aam 6 : 50). Ini menandakan bahwa manusia yang tidak
memfungsikan kemampuan terbesar pada dirinya itu adalah manusia yang
tidak berharga.
c. Allah memandang rendah orang-orang yang tidak mau menggunakan
potensi akalnya sehingga mereka disederajatkan dengan binatang, bahkan
lebih rendah dari itu (al-A’raf 7 : 179).
d. Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu dibandingkan
orang-orang yang tidak berilmu (Az-Zumar 39 : 9).
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna
(melebihi malaikat) apabila dapat memerankan tugas kekhalifahannya. Namun
jika manusia tidak dapat bertanggungjawab sebagai khalifatullah dengan baik dan
benar, maka kedudukan manusia lebih rendah dari binatang. Allah berfirman
dalam kitabnya Q.S Ar Ra’du: 2 memilih kata ”sakhkhara” yang berarti
”menundukkan” atau ”merendahkan”, hal tersebut menunjukkan bahwa alam
dengan segala manfaat yang dapat diperoleh darinya harus tunduk dan dianggap
sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.

‫س َّخ َر‬ َ ‫علَى ا ْل َع ْر ِش َو‬ َ ‫ستَ َوى‬ ْ ‫ع َم ٍد ت َ َر ْونَ َها ث ُ َّم ا‬


َ ‫ت ِبغَ ْي ِر‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ َّ ‫ّللاُ الَّذِي َرفَ َع ال‬
‫ه‬
‫ت َل َعلَّكُم ِب ِل َقاء َر ِبه ُك ْم‬
ِ ‫ص ُل اآل َيا‬‫س ًّمى يُ َد ِبه ُر األ َ ْم َر يُ َف ِ ه‬
َ ‫س َوا ْل َق َم َر ُك ٌّل يَجْ ِري أل َ َج ٍل ُّم‬
َ ‫الش َّْم‬
َ ُ‫تُوقِن‬
‫ون‬
Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang
kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan
matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah
mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya),
supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan Tuhanmu

Allah menciptakan manusia memiliki potensi akal dan pikiran sebagai bekal
untuk hidup di dunia. Melalui akal dan pikiran tersebut, manusia dapat memahami
dan menyelidiki elemen-elemen yang terdapat di alam serta memanfaatkannya
untuk kesejahteraan mereka. Akal dan pikiran tersebut merupakan kelebihan dan
keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. Al Isra 70:

َّ ‫ت َو َف‬
‫ض ْلنَا ُه ْم‬ َّ ‫َولَقَ ْد ك ََّر ْمنَا َب ِني آ َد َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم ِفي ا ْل َب ِ هر َوا ْلبَحْ ِر َو َر َز ْقنَا ُهم ِ هم َن ال‬
ِ ‫ط ِيه َبا‬
‫ير ِ هم َّم ْن َخ َل ْقنَا ت َ ْف ِضيال‬
ٍ ِ‫علَى َكث‬ َ
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan..

Dengan demikian, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


dengan memanfaatkan alam yang ”ditundukkan” oleh Allah untuk manusia,
manusia hendaknya memahami konsep dan tugasnya sebagai khalifah di Bumi.
Manusia jangan sampai “ditundukkan” oleh alam melalui nilai-nilai materialistik
dan keserakahan karena sesungguhnya hal tersebut melanggar kodrat manusia
yang diberikan oleh Allah. Untuk itu, Tuhan menganugerahkan kepada manusia
potensi-potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Ada
beberapa pendapat yang membahas tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh
manusia, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Menurut Jalaluddin, ada tiga potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu
potensi ruh, jasmani (fisik), dan rohaniah.
1) Ruh; berisikan potensi manusia untuk bertauhid, yang merupakan
kecenderungan untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta.
2) Jasmani; mencakup konstitusi biokimia yang secara materi teramu dalam
tubuh.
3) Rohani; berupa konstitusi non-materi yang terintegrasi dalam jiwa,
termasuk ke dalam naluri penginderaan, intuisi, bakat, kepribadian,
intelek, perasaan, akal, dan unsur jiwa yang lainnya.
b. Imam al-Ghazali menyatakan manusia mempunyai empat kekuatan
(potensi), yaitu :
1) Qalb; merupakan suatu unsur yang halus, berasal dari alam ketuhanan,
berfungsi untuk merasa, mengetahui, mengenal, diberi beban, disiksa,
dicaci, dan sebagainya yang pada hakikatnya tidak bisa diketahui;
2) Ruh; yaitu sesuatu yang halus yang berfungsi untuk mengetahui tentang
sesuatu dan merasa, ruh juga memiliki kekuatan yang pada hakikatnya
tidak bisa diketahui;
3) Nafs; yaitu kekuatan yang menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia;
4) Aql; yaitu pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal ibarat
sifat-sifat ilmu yang tempatnya di hati.
c. Jalaluddin dan Usman Said, secara garis besar manusia memiliki empat
potensi dasar, yaitu :
1) Hidayah al-ghariziyyah (naluri), yaitu kecenderungan manusia untuk
memenuhi kebutuhan biologisnya, seperti, makan, minum, seks, dan lain-
lain;
2) Hidayah al-hisiyyah (indrawi), yaitu kemuliaan manusia sebagai
makhluk Allah SWT (ahsan at-taqwim);
3) Hidayah al-aqliyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang
dapat dididik dan mendidik;
4) Hidayah diniyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang
mempunyai potensi dasar untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT.
Apabila dikaitkan dengan konteks pengembangannya, potensi ruh diarahkan
kepada ibadah mahdhah (khusus) secara rutin dan kontinu. Oleh karena dengan
melalui program ini diharapkan tercipta tingkah laku lahiriah-batiniah sebagai
suatu pola hidup makhluk yang bertuhan.

Potensi jasmaniah diprogramkan lebih dini agar manusia makan dan minum
dari yang manfaat, baik dan benar (halalan thayyiban). Hal ini dianggap penting
karena benih (nuthfah) berasal dari makanan dan minuman, yang pada akhirnya
akan menjadi bahan baku pengembangan sumberdaya insani.

Potensi rohaniah, seperti naluri mempertahankan diri dan naluri untuk


berkembang biak harus disalurkan dengan jalan yang diridhai Allah SWT.
Sementara itu, dengan potensi fithrah dan gharizah menuntut manusia untuk
senantiasa belajar dari lingkungannya.

Salah satu aspek potensial dari fitrah adalah kemampuan berpikir manusia,
di mana rasio menjadi pusat perkembangannya. Adapun potensi akal merupakan
ciri khas manusia sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk memilih
(baik dan buruk) dan manusia berpotensi untuk menentukan jalan hidupnya.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa Allah telah menganugerahkan
beberapa potensi kepada manusia yang dapat dikembangkan dengan seoptimal
mungkin dalam rangka melaksanakan tugas kekhalifahannya di dunia. Dari
potensi-potensi dasar tersebut, menunjukkan pada kita akan pentingnya
pendidikan untuk mengembangkan dan mengolah sampai di mana titik optimal itu
dapat dicapai. Apalagi kita saksikan kondisi manusia pada waktu dilahirkan di
dunia ini, mereka dalam keadaan yang sangat lemah, yang secara tidak langsung
membutuhkan pertolongan dari kedua orangtuanya. Tanpa adanya pertolongan
dan bimbingan kedua orangtuanya, maka bayi yang lahir dengan bentuk tubuh
yang sempurna itu akan mengalami pertumbuhan secara tidak sempurna.
Sebagaimana dialami oleh Mr. Singh, ketika menemukan dua orang anak manusia
dalam sarang serigala. Kedua anak tersebut diasuh dan dibesarkan oleh serigala
sehingga segala gerak gerik, kemampuan, dan tingkah lakunya sangat menyerupai
serigala. Demikian halnya anak yang diasuh oleh monyet, maka ia juga akan
menyerupai monyet. Dengan demikian, pendidikan merupakan faktor yang sangat
menentukan kepribadian anak, potensi jasmaniah dan rohaniah tidak secara
otomatis tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, tetapi membutuhkan adanya
bimbingan, arahan, dan pendidikan.

2. Rambu-rambu Pengembangan IPTEK dalam Al-qur’an.

Iptek dan segala hasilnya dapat diterima oleh masyarakat Islam manakala
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jika penggunaan hasil ipteks akan
melalaikan seseorang dari dzikir dan tafakkur, serta mengantarkan pada rusaknya
nilai-nilai kemanusiaan, maka bukan hasil teknologinya yang ditolak, melainkan
manusianya yang harus diperingatkan dan diarahkan dalam menggunakan
teknologi.

Adapun tentang seni, dalam teori ekspresi disebutkan bahwa Art is an


expression of human feeling adalah suatu pengungkapan perasaan manusia. Seni
merupakan ekspresi jiwa seseorang dan hasil ekspresi jiwa tersebut berkembang
menjadi bagian dan budaya manusia. Seni identik dengan keindahan, keindahan
yang hakiki identik dengan kebenaran, dan keduanya memiliki nilai yang sama,
yaitu keabadian. Dan seni yang lepas dari nilai-nilai ketuhanan tidak akan abadi
karena ukurannya adalah hawa nafsu, bukan akal budi.
Islam sebagai agama yang mengandung ajaran aqidah, akhlak dan syariah,
senantiasa mengukur segala sesuatu (benda-benda, karya seni, aktivitas) dengan
pertimbangan-pertimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh karenanya, seni yang
bertentangan atau merusak akidah, syariat, dan akhlak tidak akan diakui sebagai
sesuatu yang bernilai seni.

Dalam prespektif Islam, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni, merupakan


pengembangan potensi manusia yang telah diberikan oleh Allah berupa akal dan
budi. Prestasi gemilang dalam pengembangan ipteks, pada hakikatnya tidak lebih
dan sekedar menemukan bagaimana proses sunnatullah itu terjadi di alam semesta
ini, bukan merancang atau menciptakan hukum baru di luar sunnatullah (hukum
alam hukum Allah).

Seharusnya temuan-temuan baru di bidang ipteks membuat manusia semakin


mendekatkan diri pada Allah, bukan semakin angkuh dan menyombongkan diri.
Sumber pengembangan ipteks dalam Islam adalah wahyu Allah. Ipteks yang
Islami selalu mengutamakan dan mengedepankan kepentingan orang banyak dan
kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia. Untuk itu ipteks dalam pandangan
Islam tidak bebas nilai.

Adapun integrasi antara Iman, IPTEKS, dan Amal adalah sangat erat
kaitannya. Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Kesempurnaannya
dapat tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Ada tiga inti ajaran Islam, yaitu
Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga inti ajaran itu terintegrasi di dalam sebuah sistem
ajaran yang disebut Dienul Islam.

Dalam Al-Qur’an surat Ibrahim: 24-25, Allah telah memberikan ilustrasi


indah tentang integrasi antara iman, ilmu dan amal. Ayat tersebut menggambarkan
keutuhan antara iman, ilmu, dan amal atau akidah, syariah dan akhlak dengan
menganalogkan bangunan Dinul Islam bagaikan sebatang pohon yang baik. Iman
diidentikan dengan akar sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam.
Ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan-dahan dan cabang-cabang
ilmu pengetahuan, sedangkan amal ibarat buah dan pohon identik dengan
teknologi dan seni.

Iptek yang dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan ilmu akan


menghasilkan amal saleh. Selanjutnya perbuatan baik, tidak akan bernilai amal
saleh apabila perbuatan baik tersebut tidak dibangun di atas nilai iman dan ilmu
yang benar. Iptek yang lepas dan keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai
ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat manusia dan alam
lingkungannya bahkan akan menjadi malapetaka bagi kehidupan manusia.

3. Interrelasi Kebenaran Al-Qur’an dan Iptek

Interrelasi berasal dari dua kata yaitu inter dan relasi. Inter adalah bentuk
terikat diantara dua sedangkan relasi adalah hubungan atau berhubungan. Jadi
interrelasi merupakan hubungan antara dua masalah yang saling terikat. Dalam
pembahasan ini berkenaan dengan “hubungan kebenaran Al-Qur’an dan ipteks.
Al-Quran adalah kitab petunjuk, demikian hasil yang kita peroleh dari
mempelajari sejarah turunnya. Ini sesuai pula dengan penegasan Al-
Quran: Petunjuk bagi manusia, keterangan mengenai petunjuk serta pemisah
antara yang hak dan batil. (QS 2:185).

a. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

Al-Quran demikian menghormati kedudukan ilmu dengan Penghormatan


Yang tidak ditemukan bandingannya dalam Kitab-kitab Suci yang lain sebagai
bukti, Al-Quran menyifati masa Arab pra-Islam dengan jahiliah (kebodohan).
Di dalam Al-Quran terdapat beratus-ratus ayat yang menyebut tentang ilmu
dan pengetahuan.Di dalam sebagian besar ayat itu disebutkan kemuliaan dan
ketinggian derajat ilmu.

Dalam rangka mengingatkan tentang anugerah yang telah diberikan kepada


manusia, Allah berfirman:
"Allah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak mereka ketahui." (QS
96:5)

"Allah meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman dan


mempunyai ilmu." (QS 58:11)

"Apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak


mengetahui?" (QS 39:9)

Di samping itu masih banyak ayat lain yang menyatakan tentang kemuliaan
ilmu. Dan dalam hadis-hadis Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait yang
kedudukannya mengiringi Al-Quran terdapat dalil-dalil yang tidak terhitung
banyaknya tentang anjuran untuk mencari ilmu, arti penting dan
kemuliaannya.Ayat-ayat Al-Qur'an merupakan petunjuk manusia tidak saja
untuk kehidupan akherat namun juga untuk kebaikan kehidupan di dunia.

Ilmu pengetahuan dan Teknologi adalah salah satu sarana manusia untuk
menuju kehidupan di dunia lebih baik.Oleh sebab itu, dalam Al-qur'an pun tak
luput memberikan petunjuk tentang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
kehidupan manusia.

Membuka dan membaca mushaf Al-Qur'an, kita akan menemukan ratusan


ayat yang membicarakan tentang petunjuk untuk memperhatikan bagaimana
cara kerja Alam dunia ini. Tidak kurang dari 700 ayat dari 6000-an ayat Al-
Qur'an memberikan gambaran kepada manusia untuk memperhatikan alam
sekitarnya. Selain itu, biasanya ayat-ayat yang membahasnya diawali maupun
diakhiri dengan sindiran-sindiran seperti; "apakah kamu tidak
memperhatikan?", "Apakah kamu tidak berpikir?", "Apakah kamu tidak
mendengar?", "Apakah kamu tidak melihat?".Sering pula di akhiri dengan
kalimat seperti "Sebagai tanda-tanda bagi kaum yang berpikir", "Tidak
dipahami kecuali oleh Ulul Albaab".Demikianlah Mukjizat terakhir Rasul,
yang selalu mengingatkan manusia untuk mendengar, melihat, berpikir,
merenung, serta memperhatikan segala hal yang diciptakan Allah di dunia ini.
Berkat dorongan ayat-ayat tersebutlah, ulama-ulama pada abad ke 8-10
Masehi di Timur Tengah mampu mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan
yang berlandaskan pada riset (dengan cara mendengar, melihat,
memperhatikan, merenungkan, dan memikirkan) dan
mengimplementasikannya dalam bentuk alat-alat maupun metode yang
berguna bagi kehidupan manusia.

Membuka kembali lembaran sejarah masa kejayaan Islam, kita akan


mendapati begitu banyak sumbangsih umat Islam bagi dunia Ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pada masa itu, dunia di luar Islam diselubungi
kegelapan Ilmu.Perdukunan, mantra dan jampi-jampi menjadi jalan untuk
pengobatan. Namun berbeda di dunia Islam, seorang Ibnu Sina telah
mengembangkan berbagai metode pembedahan manusia, dialah sang bapak
kedokteran modern. Karya monumentalnya,Alqanun fi At Tib (yang
diterjemahkan ke Eropa menjadi CANON), menjadi rujukan utama dunia
kedoktekan sampai abad ke 19.

Kita juga harus berterima kasih kepada Al-Khawarizmi, yang telah


mengembangkan metode Al-goritma. Kenapa disebut Al-goritma? Al-goritma
merupakan aksen eropa dari nama al-khawrizmi. Seperti ilmuwan lainnya, Ibnu
Sina menjadi Avecina, Ibnu Rusyd menjadi Averoes. Dan masih banyak lagi
penemuan-penemuan di dunia Islam pada masa itu seperti, metode fotografi
paling awal yang disebut ruang gelap, jam air, piston.

Namun alangkah ruginya, umat Islam saat ini yang kurang sekali
mengapresiasi kandungan Al-Qur’an, akibat banyaknya muslim yang tidak
paham bahasa Al-Qur’an (Bahasa Arab), meskipun hanya sebatas pemahaman
tingkat dasar. Akibat tidak paham bahasa Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an
hanya sebatas ritual saja (meskipun begitu dasyatnya Al-Qur’an, sehingga
orang yang tidak paham maksudnya pun dapat menjadi tenang hatinya).
Bahkan banyak generasi muda yang enggan untuk sekedar menyentuhnya,
apalagi untuk membacanya. Hal ini tidak lain disebabkan oleh minimnya
pengetahuan generasi muda Islam tehadap bahasa Al-Qur’an.

Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai


dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat : adakah Al qur’an atau
jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena
kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di
berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang
dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan
social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative)
terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.

Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan


ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari
masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas
dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban
penemuannya sendiri.

Dalam Al qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” dalam berbagai


bentuknyayang terulang sebanyak 854 kali. Disamping itu, banyak pula ayat-
ayat Al qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran,
penalaran, dan sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat-ayat yang
menjelaskan hambatan kemajuan ilmu pengetahuan, antara lain :

1) Subjektivitas, Suka dan tidak suka (baca antara lain, QS 43:78 ; 7:79); taqlid
atau mengikuti tanpa alasan (baca antara lain, QS 33:67 ; 2:170).
2) Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (baca antara lain, QS 10:36).
3) Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (baca antara
lain QS 21:37).
4) Sikap angkuh (enggan untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca
antara lain QS 7:146).
Di samping itu, terdapat tuntutan-tuntutan antara lain :

1) Jangan bersikap terhadap sesuatu tanpa dasar pengetahuan (QS 17:36),


dalam arti tidak menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui
dulu persoalan (baca antara lain QS 36:17), atau menolaknya sebelum ada
pengetahuan (baca antara lain, QS 10:39).
2) Jangan menilai sesuatu karena factor ekstern apa pun walaupun dalam
dalam pribadi tokoh yang paling diagungkan.Ayat- ayat semacam inilah
yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan dan yang telah melahirkan
pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
“tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama)
menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir, serta tidak
menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk
menggunakan akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama
dan dimana saja ia kehendaki. Dan inilah korelasi pertama dan utama
antara Al qur’an dan ilmu pengetahuan. Sedangkan Korelasi kedua dapat
ditemukan pada isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak
ayat Al qur’an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-
isyarat tersebut sebagian nya telah diketahui oleh masyarakat arab ketika
itu. Namun apa yang mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam
perinciannya.

4. Bukti-bukti Ilmiah kebenaran Al-Qur’an dalam bidang sesuai dengan disiplin


ilmunya

Islam mengajarkan bahwa keberadaan seorang manusia hendaklah


memperbanyak orang yang memberikan pertolongan bukan orang yang
mengharap pertolongan sesuai dengan sabda Rasul yadu al ‘ulya khairun min
yadu al sufla, artinya tangan di atas yaitu yang memberikan pertolongan lebih
baik dari tangan yang di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pandangan
Islam seseorang sebaiknya menjadi pribadi yang mandiri yaitu yang dapat
menolong orang lain karena perbuatan itu pada hakikatnya adalah menolong
dirinya sendiri. Berikut ini adalah bukti-bukti ilmiah kebenaran Al Qur’an dan
IPTEKS.

a. Fakta tentang menyusui bayi selama 2 tahun (Ilmu kesehatan)

Air susu ibu atau ASI sangat bermanfaat bagi bayi. ASI adalah sumber
makanan terbaik bagi bayi dan mengandung zat yang dapat meningkatkan
kekebalan tubuh. Tidak ada susu buatan manusia yang mampu menandingi
kualitas ASI. Alquran surah Al- Luqman ayat 14 menganjurkan manusia untuk
berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandung dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Surah ini
menjelaskan bahwa waktu yang terbaik untuk memberikan ASI bagi seorang
bayi adalah 2 tahun karena memberikan banyak manfaat.

‫ير‬ ْ ‫علَى َو ْه ٍن َوفِصَالُهُ فِي عَا َمي ِْن أَ ِن ا‬


ُ ‫شك ُْر ِلي َو ِل َوا ِل َد ْيكَ ِإلَ َّي ا ْل َم ِص‬ َ ‫سانَ ِب َوا ِل َد ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا‬
َ ‫ص ْينَا اإل ْن‬
َّ ‫َو َو‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

b. Fakta tentang penciptaan manusia dalam 3 tahap

Dalam Alquran surah Az-Zumar ayat 6 dijelaskan, manusia diciptakan


dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan.

‫ون أ ُ َّمهَاتِ ُك ْم‬


ِ ‫ط‬ُ ُ‫اح َد ٍة ث ُ َّم َجعَ َل ِم ْنهَا َز ْو َجهَا َوأ َ ْن َز َل لَ ُك ْم ِمنَ األ ْنعَ ِام ث َ َمانِيَةَ أَ ْز َواجٍ يَ ْخلُقُ ُك ْم فِي ب‬
ِ ‫َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو‬
َ‫ّللاُ َربُّ ُك ْم لَهُ ا ْل ُم ْلكُ ال إِلَهَ إِال ه َُو فَأَنَّى تُص َْرفُون‬
َّ ‫ث ذَ ِل ُك ُم‬
ٍ ‫ت ثَال‬ ٍ ‫ق فِي ُظلُ َما‬ ٍ ‫َخ ْل ًقا ِم ْن بَ ْع ِد َخ ْل‬
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya
isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari
binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi
kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan
kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”

Perkembangan ilmu Biologi modern telah berhasil mengungkap petunjuk


dari ayat itu. Pertumbuhan bayi di dalam rahim melewati tiga tahap (tiga
kegelapan). Alquran menggunakan istilah ‘kegelapan’ karena memang proses
penciptaan manusia dalam perut ibu terjadi di dalam rahim yang gelap.
Tahap-tahapnya yaitu :
pertama, tahap Pre-embrionik, zigot tumbuh membesar melalui
pembelahan sel kemudian menjadi segumpalan sel yang membenamkan diri
pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot, sel-sel penyusunnya
mengatur diri mereka sendiri untuk membentuk tiga lapisan.
Kedua, tahap Embrionik yang berlangsung lima setengah minggu. Bayi
pada tahap ini disebut “embrio”. Organ dan sistem tubuh bayi juga mulai
terbentuk.
Ketiga tahap fetus yang dimulai sejak kehamilan bulan 8 hingga lahir.
Pada tahap ini bayi telah menyerupai manusia dengan wajah, kedua tangan
dan kakinya.

c. Fakta tentang jenis kelamin bayi

Hasil penemuan ilmu genetika abad 20 menjelaskan bahwa jenis kelamin


seorang bayi ditentukan oleh air mani dari pria. Dalam air mani pria terdapat
kromosom x yang berisi sifat-sifat kewanitaan dan kromosom y berisi sifat
kelaki-lakian. Sedangkan dalam sel telur wanita hanya mengandung kromosom
x yang mengandung sifat-sifat kewanitaan. Jenis kelamin seorang bayi
tergantung pada sperma yang membuahi, apakah mengandung kromosom x
atau y. Alquran telah menjelaskan fakta itu dalam surat An Najm ayat 45-46,

‫الز ْو َجي ِْن الذَّك ََر َواأل ْنثَى‬


َّ ‫ق‬َ َ‫َوأَنَّهُ َخل‬
‫ِم ْن نُ ْطفَ ٍة ِإذَا ت ُْمنَى‬
“Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita, dari air
mani, apabila dipancarkan.”
Sebelum penemuan itu diperoleh, masyarakat menganggap bahwa penentu
jenis kelamin berasal dari wanita.

d. Obat dalam Al Qur’an dan Al hadist

1) “Rasulullah SAW berbuka puasa dengan beberapa biji buah kurma


sebelum salat. Sekiranya tidak terdapat kurma, maka Rasulullah saw
akan berbuka dengan beberapa anggur. Sekiranya tiada anggur, maka
Baginda meminum beberapa teguk air”(H.R Ahmad).
2) Habbatus saudah, Rasulullah SAW bersabda:”hendaklah kamu
menggunakan habbatussaudah karena sesungguhnya padanya terdapat
penyembuhan bagi segala penyakit kecuali mati” (H.R Salamah dari Abu
Hurairah).
3) Madu, Allah berfirman:

ِ ‫ف أ َ ْل َوانُهُ فِي ِه‬


‫شفَا ٌء‬ ٌ ‫اب ُم ْختَ ِل‬
ٌ ‫طو ِنهَا ش ََر‬ ُ ‫سبُ َل َربِه ِك ذُلُال يَ ْخ ُر‬
ُ ُ‫ج ِم ْن ب‬ ْ ‫ت فَا‬
ُ ‫سلُ ِكي‬ ِ ‫ث ُ َّم ُك ِلي ِم ْن ُك ِهل الث َّ َم َرا‬
َ‫اس إِنَّ فِي ذَ ِلكَ آليَةً ِلقَ ْو ٍم يَتَفَك َُّرون‬ِ َّ‫ِللن‬
“dari perut lebah ini keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir” (QS. An
Nahl:69)

4) Zaitun , Rasulullah SAW bersabda : “makanlah minyak zaitun dan


lumurilah minyaknya karena ia berasal dari pohon yang penuh berkah”
(H.R. At Tirmizi dan Ibnu Majah).
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Baiquni. 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.


Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Prima Yasa,.h. 17.
Arifin, M, H. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara
Al Faruqi, Ismail R. 2001. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah
peradaban. Bandung: Cet. III Gemilang Mizan.
Deedat, Ahmad. 2003. Al Qur’an Mu’jizat Yang Tak Tertandingi. Jakarta:
Pustaka.
H.G. Sarwar. 1994. Filsafat Al-Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
h. 125.
Nasution, Harun. 1986. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Shihab, M, Quraish. 1996. Mermbumikan Al-Qur’an. Bandung: Cetakan ke
12. Mizan.
Wahyuddin, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai