PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah imunologi
2. Untuk mengetahui pengertian imunologi
3. Untuk mengetahui fungsi sistem imun
4. Untuk mengetahui bagaimana respon imun
5. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis imun
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan antigen dan antibody
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud sistem komplemen
8. Untuk mengetahui apa saja sel-sel sistem imun
9. Untuk mengetahui bagaimana reaksi hipersensitivitas
BAB II
ISI
1. Edwar Jenner
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari
infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terpajan sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox).
Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar walaupun pada waktu itu belum diketahui
bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi. Memang imunologi tidak akan maju bila tidak
diiringi dengan kemajuan dalam bidang teknologi, terutama teknologi kedokteran. Dengan
ditemukannya mikroskop maka kemajuan dalam bidang mikrobiologi meningkat dan mulai
dapat ditelusuri penyebab penyakit infeksi. Penelitian ilmiah mengenai imunologi baru dimulai
setelah Louis Pasteur pada tahun 1880 menemukan penyebab penyakit infeksi dan dapat
membiak mikroorganisme serta menetapkan teori kuman (germ theory) penyakit. Penemuan
ini kemudian dilanjutkan dengan diperolehnya vaksin rabies pada manusia tahun 1885. Hasil
karya Pasteur ini kemudian merupakan dasar perkembangan vaksin selanjutnya yang
merupakan pencapaian gemilang di bidang imunologi yang memberi dampak positif pada
penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak.
2. Robert Koch
2
Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit tuberkulosis.
Dalam rangka mencari vaksin terhadap tuberkulosis ini, ia mengamati adanya reaksi tuberkulin
(1891) yang merupakan reaksi hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman tuberkulosis.
Reaksi tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908) dipakai untuk mendiagnosis penyakit
tuberkulosis pada anak. Imunologi mulai dipakai untuk menegakkan diagnosis penyakit pada
anak. Vaksin terhadap tuberkulosis ditemukan pada tahun 1921 oleh Calmette dan Guerin yang
dikenal dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Kemudian diketahui bahwa tidak
hanya mikroorganisme hidup yang dapat menimbulkan kekebalan, bahan yang tidak hidup pun
dapat menginduksi kekebalan.
3
mekanisme yang sekarang dianut adalah berdasarkan pembentukan antibodi penghambat
(blocking antibody).
Dengan penemuan reaksi tuberkulin, Schloss (1912) dan von Pirquet (1915) melakukan
uji gores (scratch test) pada kulit untuk diagnosis penyakit alergi pada anak. Talbot (1914),
seorang dokter anak, dengan uji gores melihat adanya hu- bungan antara asma anak dengan
telur. Cooke (1915) memodifikasi uji gores dengan uji intrakutan, dan melaporkan juga bahwa
faktor keturunan memegang peranan pada penyakit alergi. Pada tahun 1913, Shick juga
memperkenalkan uji kulit untuk menentukan kepekaan seseorang terhadap kuman difteri,
sehingga makin banyak fenomena imun diterapkan dalam uji diagnostik penyakit anak.
Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease) terhadap
sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay fever,
asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Mulailah ilmu alergi-imunologi
diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis. Rackemann (1918) melihat
bahwa sebagian besar asma pada anak mempunyai dasar alergi dan dinamakan asma tipe
ekstrinsik. Prausnitz dan Kustner (1921) menyatakan bahwa zat yang menimbulkan sensitisasi
kulit pada uji kulit dapat ditransfer melalui serum penderita. Memang pada waktu itu
mekanisme alergi yang tepat belum diketahui. Kini berkat penelitian yang telah dilakukan,
proses selular dan molekular yang terjadi pada penyakit alergi dapat dijabarkan. Berbagai
macam bentuk kelainan klinis berdasarkan reaksi alergi-imunologi makin banyak ditemukan,
terutama dengan bertambah banyaknya obat yang dipakai untuk pengobatan dan diagnosis
penyakit.
Dengan ditemukannya komplemen oleh Bordet (1894), uji diagnostik yang memakai
fenomena imun berkembang lagi dengan uji fiksasi komplemen (1901), seperti pada penyakit
sifilis. Pada tahun 1896, Widal secara in vitro mendemonstrasikan bahwa serum penderita
demam tifoid dapat mengaglutinasi basil tifoid.
Setelah Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan
golongan darah rhesus oleh Levine dan Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan
reaksi imun semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan
dengan istilah imunologi saja. Baru pada tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan Jenner,
Tiselius dan Kabat menemukan secara elektroforesis bahwa antibodi terletak dalam spektrum
globulin gama yang kemudian dinamakan imunoglobulin (Ig). Dengan cara
imunoelektroforesis diketahui bahwa imunoglobulin terdiri atas 5 kelas yang diberi nama IgA,
IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO, 1964), dan kemudian diketahui bahwa masing-masing kelas
tersebut mempunyai subkelas. Pada tahun 1959 Porter dan Edelman menemukan struktur
imunoglobulin, dan tahun 1969 Edelman pertama kali melaporkan urutan asam amino molekul
imunoglobulin yang lengkap. Reagin, yaitu faktor yang dianggap berperan pada penyakit
alergi, baru ditemukan strukturnya oleh Kimishige dan Teneko Ishizaka pada tahun 1967 dan
merupakan kelas imunoglobulin E (IgE). Sekarang banyak penelitian dilakukan mengenai
4
regulasi sintesis IgE, dengan harapan dapat menerapkannya dalam mengendalikan penyakit
atopi.
5. Metchnikoff
Pada tahun 1883, Metchnikoff sebenarnya telah mengatakan bahwa pertahanan tubuh
tidak saja diperankan oleh faktor humoral, tetapi leukosit juga berperan dalam pertahanan
tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada waktu itu peran leukosit baru dikenal fungsi
fagositosisnya. Beliaulah yang menemukan sel makrofag. Sekarang kita mengetahui bahwa sel
makrofag aktif berperan pada imunitas selular untuk eliminasi antigen. Baru pada tahun 1964,
Cooper dan Good dari penelitiannya pada ayam menyatakan bahwa sistem limfosit terdiri atas
2 populasi, yaitu populasi yang perkembangannya bergantung pada timus dan dinamakan
limfosit T, serta populasi yang perkembangannya bergantung pada bursa fabricius dan
dinamakan limfosit B. Tetapi pada waktu itu belum dapat dibedakan antara limfosit T dan
limfosit B. Limfosit T berperan dalam hipersensitivitas lambat pada kulit dan penolakan
jaringan, sedangkan limfosit B dalam produksi antibodi.
2.2 PENGERTIAN
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel
dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem
ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker
dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan
demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
5
2.5. JENIS-JENIS SISTEM IMUN
1. Sistem imun non spesifik ,natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan )
Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam melawan mikroorganisme. Disebut
nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Terdiri dari:
a) Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan mencegah masuknya
berbagai kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput
lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.
b) Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit, telinga,
spermin dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara
biokimiawi. asam HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat, ludah , air mata dan
air susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dengan
menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam neuraminik
yang mempunyai sifat antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dan hal
tersebut diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zan
besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas.
c) Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara humoral.
Bahan-bahan tersebut adalah:
Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan parasit karena:
Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri
Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri
Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri
memudahkan makrofag untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).
Interferon
Adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang mengandung
nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus. Interveron mempunyai sifat anti
virus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi
resisten terhadap virus. Disamping itu, interveron juga dapat mengaktifkan Natural Killer
cell (sel NK). Sel yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada
permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian membunuhnya.
Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.
6
C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. CRP
dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat
(100 x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca++ dapat
mengikat berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
d) Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik seluller.
Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel utama yang
berperaan dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta
sel polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun
spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut:
Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), membunuh dan mencerna.
Kemotaksis adalah gerakan fagosit ketempat infekis sebagai respon terhadap berbagai factor
sperti produk bakteri dan factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibody
seperti pada halnya dengan komplemen C3b dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi).
Antigen yang diikat antibody akan lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian
dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari
immunoglobulin pada permukaan fagosit.
7
Sistem imun spesifik ada 2 yaitu;
Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui pemberian toksoid
tetanus, antigen mikro organism baik yang mati maupun yang hidup.
8
Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit
pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi,
protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing
seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis
antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling
melengkapi (Baratawidjaja 1991: 13; Campbell,dkk 2000: 77).
b) Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem
kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen
merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi.
Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya.
Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat antigen,
sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.
c) Karakteristik
Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah sebagai
berikut:
Asing (berbeda dari self )
Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat imunogenik, jadi untuk
menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself.
Ukuran molekul
Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran besar. Molekul
dengan berat molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran
sangat kecil seperti asam amino tidak bersifat imunogenik.
Kompleksitas kimiawi dan struktural
Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam
amino kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua
atau tiga asam amino yang berbeda.
Determinan antigenic (epitop)
Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibody disebut dengan determinan
antigenic atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan. Suatu determinan
mempunyai ukuran lima asam amino atau gula.
Tatanan genetic penjamu
Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap
antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.
Dosis, cara dan waktu pemberian antigen
9
Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka respon imun
tersebut dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk
jumlah dosis), cara pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang
diberikan)
d) Pembagian Antigen
Secara fungsional
Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).
Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.
10
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun
terutama pembentukan antibodi. Respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO,
mempunyai sifat antigen dan spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan
sel darah merah.
Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh
protein carrier. Lipid dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.
Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh
protein carrier. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respon imun
terhadap DNA terjadi pada penderita dengan SLE.
Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan
univalent.(Baratawidjaja 1991: 15)
11
Netralisasi
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect
yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat
kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.
Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok
berikatan bersama-sama membentuk gumpalan
Presipitasi
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak
dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.
Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor
fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen
tersebut.
Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen
oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K
mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses
lisis membran plasmanya.
Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-
antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.
2. Antibodi
a) Pengertian
Antibodi adalah protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang teraktifasi oleh
antigen. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan
sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok
prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh
penyerbu.
b) Fungsi
Untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.
Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.
c) Sifat Antibodi
Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk membuat antibodi
spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas dicermati.
Proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Dan,
12
di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan.
Sulit bagi seseorang untuk mengingat pola kunci, walau cuma satu, Akan tetapi, satu sel B
yang sedemikian kecil untuk dapat dilihat oleh mata, menyimpan jutaan bit informasi dalam
memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam kombinasi yang tepat.
e) Klasifikasi Antibodi
IgG (Imuno globulin G)
IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa
hari, ia memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG
beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka
mengikuti aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi.
Mereka mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh
terhadap bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun.
Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh
mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya
yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi. Jika antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan
mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan terlindungi
melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu, antibodi
sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir.
13
daerah tersebut berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih
menyukai media lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka
mendiami bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga daerah itu
dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi daerah
kritis.
Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah
kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap
bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam
organisme bayi yang baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan
melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan
hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur beberapa
minggu.
IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat
organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang
dihasilkan tubuh untuk melawan musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada
umur kehamilan enam bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman
penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi
atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah.
IgD (Imuno globulin D): IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada
permukaan sel B. Mereka tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan
dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T menangkap antigen.
14
aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut
selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan
mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi
komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-
menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh
sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat di
sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit
mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi. Sebagian dari
komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6,
C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan unit tersebut, bukan menurut cara
kerjanya
1. Aktivasi Komplemen
a) Aktivasi komplemen jalur klasik
Aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau disebut pula jalur intrinsik, dibagi
menjadi 3 tahap.
Regulasi jalur klasik, terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan
penghambatan C3 konvertase.
Aktivitas C1 inhibitor
Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1 INH). Sebagian besar C1 dalam
peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan
melepaskan C1 dari hambatan C1 INH.
15
dapat dilarutkan dalam plasma (lihat Gambar 5-3 ) . Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau
zat yang dapat mengikat dan melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya
menjadi banyak, maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan
terjadilah aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa
mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi komplemen
melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi
jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur
alternatif. Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel sasaran.
Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka aktivasi jalur alternatif
dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya akan
mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah
yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut beraksi
menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur properdin.
Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H dan
faktor I. Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah lingkaran aktivasi C3.
C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan membran sel.
Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel dan
selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi
selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks serangan membran).
16
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacu sel mast dan sel
basofil untuk melepaskan mediator kimia yang dapat meningkatkan permeabilitas dan
kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a dan C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel
basofil, otot polos dan limfosit. Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil,
netrofil, monosit, makrofag, dan sel endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot polos menyebabkan kontraksi
otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah yang paling poten dan C4a adalah yang
paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena C5a juga
mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik
sel-sel fagosit tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang
rusak; proses ini disebut kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat merangsang metabolisme
oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya untuk memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing tersebut
Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan terkumpulnya sel-sel
dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses dalam rangka memusnahkan
mikroorganisme atau benda asing tersebut; proses ini disebut peradangan.
3. Regulasi
17
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu
a) komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang tidak stabil
sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan rusak,
b) adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I dan faktor
H,
c) pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen komplemen
yang melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu melalui
aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
18
merupakan sel-sel fagositik terbesar, adalah fagosit yang sangat efektif dan berumur panjang.
Sel-sel ini menjulurkan kaki semu (psedopodia) yang panjang yang dapat menempel ke
polisakarida pada permukaan mikroba dan menelan mikroba itu, sebelum kemudian dirusak
oleh enzim-enzim di dalam lisosom makrofaga itu.
Beberapa makrofaga bermigrasi ke seluruh tubuh, sementara yang lain tetap tinggal
secara permanen dalam jaringan tertentu: dalam paru-paru (makrofaga alveoli), hati (sel-sel
Kupffer), ginjal (sel-sel mesangial), otak (sel-sel mikroglia), jaringan ikat (histiosit), dan pada
limpa, nodus limfa, serta jaringan limfatik. Mikroorganisme, fragmen mikroba, dan molekul
asing yang memasuki darah menghadapi makrofaga ketika mereka terjerat dalam bangun limpa
yang mirip dengan jarring, sementara yang berada dalam cairan jaringan mengalir ke dalam
limfa dan disaring melalui nodus limfa.
Namun, beberapa mikroba telah mengevolusikan mekanisme untuk menghindari
perusakan oleh sel fagositik. Beberapa bakteri mempunyai kapsul bagian luar yang tidak dapat
ditempeli makrofaga. Contoh bakteri tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, yang
bersifat resisten terhadap perusakan oleh lisosom dan bahkan dapat bereproduksi di dalam
makrofaga.
Sel Neutrofil
Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal myeloid dalam sumsum
tulang. Jumlahnya sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit). Neutrofil adalah
fagosit pertama yang tiba, diikuti oleh monosit darah, yang berkembang menjadi makrofaga
besar dan aktif. Sel-sel yang dirusak oleh mikroba yang menyerang membebaskan sinyal
kimiawi yang menarik neutrofil dari darah untuk datang. Neutrofil itu akan memasuki jaringan
yang terinfeksi, lalu menelan dan merusak mikroba yang ada disana. (Migrasi menuju sumber
zat kimia yang mengundang ini disebut kemotaksis). Di dalam neutrofil terdapat enzim lisozim
dan laktoferin untuk menghancurkan bakteri atau benda asing lainnya yang telah difagositosis.
Setelah memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil mati dengan melepaskan zat-zat limfokin yang
mengaktifasi makrofag. Biasanya, neutrofil hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 48 jam
karena neutrofil cenderung merusak diri sendiri ketika mereka merusak penyerang asing.
Sel Eusinofil
Sama seperti sel fagosit lainnya, sel eosinofil berasal dari sel bakal myeloid. Ukuran sel
ini sedikit lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi juga sebagai fagosit. Eosinofil berjumlah
2-5% dari sel darah putih. Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan dengan keadaan-
keadaan alergi dan infeksi parasit internal (contoh, cacing darah atau Schistosoma mansoni).
Walaupun kebanyakan parasit terlalu besar untuk dapat difagositosis oleh eosinofil atau oleh
sel fagositik lain, namun eosinofil dapat melekatkan diri pada parasit melalui molekul
permukaan khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh banyak parasit. Selain
19
itu, eosinofil juga memiliki kecenderungan khusus untuk berkumpul dalam jaringan yang
memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini disebabkan oleh faktor kemotaktik yang dilepaskan
oleh sel mast dan basofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah jaringan yang
meradang. Sel fagosit terutama makrofag dan neutrofil; memiliki peran besar dalam proses
peradangan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut sel fagosit juga berinteraksi dengan
komplemen dan sistem imun spesifik lainnya.
b) Sel Nol
Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak mengandung
petanda seperti pada permukaan sel B dan sel T. Oleh karena itu disebut sel nol. Sel ini beredar
dalam pembuluh darah sebagai limfosit besar yang khusus, memiliki granular spesifik yang
memiliki kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal, seperi sel tumor dan sel yang
terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen
intraseluler. Sel jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi di dalam sumsum tulang ini juga
tersedia di limpa, nodus limfa, dan timus dan merupakan 10 % – 20 % bagian dari limfosit
perifer. Bentuknya lebih besar dari limfosit B dan limfosit T.
c) Sel Mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel mast, dan trombosit. Sel tersebut
disebut sebagai mediator dikarenakan melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam
sistem imun.
20
Bahan-bahan inilah yang menyebabkan manifestasi alergi. Selain itu keduanya pun dapat
membentuk dan menyimpan heparin dan histamin.
Trombosit
Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar di sumsum tulang
belakang. Trombosit berperan dalam pembatasan daerah yang meradang, dimana apabila
terpajan ke tromboplastin jaringan di jaringan yang cedera maka fibrinogen, yang telah
diaktifkan melalui proses berjenjang yang melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor
pembekuan, diubah menjadi fibrin. Fibrin inilah yang membentuk bekuan cairan interstitiumdi
ruang-ruang di sekitar bakteri dan sel yang rusak.
Subpopulasi sel T
Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T
komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan
sejumlah besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler.
Terdapat tiga subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.
21
Sel Tc (cytotocic)
Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel
tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.
Sel Th (helper)
Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T
sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.
Sel Ts (supperssor)
Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan penolong.
Sebagian besar dati milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi penolong dan
penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara imunologik.
Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka memodulasi aktivitas sel
B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan aktivitas makrofag.
Sel Tdh (delayed hypersensitivity)
Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya
ketempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Dalam fungsinya, sel Tdh sebenarnya
menyerupai sel Th.
Limfokin
Dalam biakan sel limfosit T dapat ditemukan berbagai bahan yang mempunyai efek
biologic. Bahan-bahan tersebut disebut limfokin dan dilepas sel T yang disensitisasi. Beberapa
jenis limfokin yaitu: interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong , dan sebagainya.
b) Sel B
Sel B merupakan 5-15 % dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi. Fungsi utamanya
ialah memproduksi antibodi. Sel B ditandai dengan adanya immunoglobulin yang dibentuk
didalam sel dan kemudian dilepas, tetapi sebagian menempel pada permukaan sel yang
selanjutnya berfungsi sebagai reseptor antigen. Kebanyakan sel perifer mengandung IgM dan
IgD dan hanya beberapa sel yang mengandung IgG, IgA, dan IgE, pada permukaannya. Sel B
dengan IgA banyak ditemukan dalam usus. Antibody permukaan tersebut dapat ditemukan
dengan teknik imunofluoresen.
22
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu
tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III
hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-
mediated (hipersensitif tipe lambat). Selain itu masih ada satu tipe lagi yang disebut sentivitas
tipe V atau stimulatory hipersensitivity. Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan
Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam
keadaan sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu
mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya.
23
stimulasi dari suatu alat misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah
merah akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan
pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
a) Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
b) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc
c) Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan
organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini
akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan
zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh
juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko
terkena beberapa jenis kanker.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://zahra-sanjaya.blogspot.co.id/2012/06/makalah-dasar-dasar-imunologi.html
file:///G:/Dasar_dasar_imunologi.htm
file:///G:/Tabel-2-sistem_imunologi.htm
file:///G:/imunologi.htm
file:///G:/Fungsi%20 imunologi _dasar.htm
26