Sebagai kota pantai perkembangan kota Makassar berawal dari masa kolonial
dengan berdirinya Benteng Rotterdam. Benteng tua yang pada saat ini dikelilingi oleh
bangunan-bangunan, pada mulanya berdiri dibibir pantai. Benteng Rotterdam dibangun
dalam usaha untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda setelah
Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 antara Sultan Hasanuddin dan Admiral Spelman.
Pola tataruang kota Makassar mengadopsi pola spasial dana bentuk bangunan kota-kota
Belanda yang ada. Benteng Rotterdam, kota dimana Spelmann berasal, menjadi pusat
pemerintaahan kota kolonial di wilayah Timur Hindia Belanda. Kegiatan ekonomi kota
yang bersala dari perdagngan rempah memberi dampak yang signifikan bagi
perkembangan kota. Secara inkremental kota Makassar berkembang kearah wilayah di
sekitarnya dengan membentuk pola tata ruang yang berdasarkan aspek kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial.
Proses perkembangan tata ruang mengikuti tiga tahapan. Tahap pertama bermula
dari perkembangan di bagian dinding benteng (intramuros). Perkembangan ini dapat
diamati dengan berdirinya bangunan administrasi pemerintahan, hunian para pegawai,
serta bangunan sosial untuk melayani para pegawai. Perkembangan tahap dua, tiga dan
selanjutnya berada di luar dinding benteng (extramuros) karena luasnya. Makassar
berkembang sebagai kota pantai pusat perdagangan kolonial pada masanya. Keberadaan
berbagai etnis dalam menglangsungkan hidupnya dalam berbagai bidang pekerjaan
menjadikan Makassar suatu kota kosmopolitan. Keanekaragaman kehidupan yanga
dilakukan masyarakat mengisi ruang spasial dan aspasial. Berbagai fungsi bangunan dan
bentuknya serta suasana kehidupan yang dilakukan masyarakat pada masa kolonial
berkembang mengisi ruang kota Makassar dengan lanskap yang dilanjutkan pada masa
pasca kolonial memberikan lanskap karateristik pada ruang kota khusunya di kawasan
kota tua warna karakteristik masing-masing.
Laju pembangunan yang tumbuh dan berkembang selama dekade terakhir ini
menyajikan perubahan drastis pada tata ruang dan laskapa kota Makassar, khusunya di
kawasan kota lama atau kawasan tua. Tata ruang dan lingkungan fisik kawasan kota tua
berubah dengan adanya bangunan baru yang menggantikan bangunan lama. Struktur-
struktur baru secara perlahan-lahan mengganti keberadaan rumah tinggal dengan fungsi
barunya. Dengan perubahan lanskap kota kolonial menjadi kawasan kota kontemporer,
lembaran sejarah kota Makassar sebagian hilang dari perjalanan perkembangannya.
Kawasan-kawasan kota tua yang berisi bangunan tua yang diisi oleh kehidupan politik,
ekonomi, sosial, budaya dan religi satu demi satu berubah atau hilang dari lanskap kota.
Artefak-artefak kota tersebut merupakan pusaka kota hasil perjalanan hidup dari
masyarakat dari masa kolonial sampai dengan awal pasca kolonial.
Kawasan kota tua manjadi magnet bagi industri wisata baik sebagai objek wistaa
karena karakteristik bangunan serta lingkungannya maupun karena letaknya dipusat kota
yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana kota. Disatu sisi, keberadaan sarana pelayanan
wisata untuk mendukung kegiatan pariwisata kota serta memberi suasana baru pada
lingkungan yang ada. Disisi lain, keberadaan bangunan-bangunan baru menjadi
penyumbang utama transformasi suatu tempat menjadi suasana baru dan mempertipis
maknanya. Perubahan fisik lingkungan yang ada menjadikan suatu suasana baru, yang
selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan masayrakat sehari-hari. Suasana baru
menurut Altman dan Low (1999), akan mempengaruhi keterikatan masyarakat yang ada
terhadap lingkungan secara inkremental akan menipis. Dan pada akhirnya, masyarakat
tidak mempunyai perasaan terhadap tempat tinggal mereka.
MODERNISASI/KONSERVASI?
Keberadaan sarana pariwisata kota disatu sisi memberikan kehidupan baru kepada
masyarakat disekitarnya dengan adanya sarana-sarana baru. Disisi lain, keberadaan hotel
restoran, rumah kopi, mini-market, spa dan sarana pariwisata kota lainnya memberi
dampak terhadap kondisi lingkungan fisik, seperti kemacetan lalu lintas, perpakiran, jalur
pejalan kaki, keamaman, kebersihan dan masalah-masalah kota lainnya. Disamping
masalah fisik dan sosial, masalah visual juga timbul dengan adanya bangunan tinggi,
bentuk bangunan yang tidak kontekstual dengan lingkungan yang ada. Keadaan ini
tentunya dapat dihindari dalam upaya melanjutkan kehidupan kawasan kota tua pada
iklim dan suasana di masa kini dan di masa datang dengan konsep perancangan yang
tepat, parsipatif, adaptif, kreatif, dan inovatif. di masa kini dan di masa datang dengan
konsep perancangan yang tepat, parsipatif, adaptif, kreatif, dan inovatif.