Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

KEHAMILAN DENGAN TOKSOPLASMOSIS

Disusun Oleh:
Sandra Aulia Rahman, S.Ked
(J510155039)

Pembimbing :
dr. Arief Prijatna, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO/
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2016
REFERAT
KEHAMILAN DENGAN TOKSOPLASMOSIS

Disusun Oleh:
Sandra Aulia Rahman, S.Ked
(J510155039)

Pembimbing :
dr. Arief Prijatna, Sp.OG

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing
dr. Arief Prijatna, Sp.OG ( ..........................................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Arief Prijatna, Sp.OG ( ..........................................)

Disahkan Ka. Program Pendidikan Profesi FK UMS


dr. Dona Dewi Nirlawati ( ...........................................)

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung, bisa didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat
kehamilan. Besarnya pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi agennya,
umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung. Dampak
terhadap janin bisa berbeda bila kuman penyakit masuk ditrimester yang berbeda
pula. Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan
penyakit menular.
Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat
menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan
janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Kebanyakan
penyakit infeksi diperparah dengan terjadinya kehamilan. Dan ada pula Penyakit yang
nampaknya tidak terlalu mengancam jiwa ibu hamil bahkan tidak nampak gejala
tetapi bisa membahayakan terhadap janin. Penyakit-penyakit intrauterin yang sering
menyebabkan dampak yang berbahaya pada janin yaitu Penyakit TORCH ;
merupakan singkatan dari T = Toksoplasmosis ; R = Rubela; C = Cytomegalovirus;
H = Herpes simpleks.
Selain itu juga perlu vaksinasi untuk mencegah tertular penyakit ini. Bila
infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin
terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, bila ibu terinfeksi pada trimester ke tiga
65% janin akan terinfeksi. Ibu hamil yang terinfeksi virus rubela pada tiga bulan
pertama, berisiko mengalami gangguan pembentukan dan perkembangan janin,
sebesar 50-85% ,dan juga menyebabkan abortus spontan 20%.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TOKSOPLASMOSIS
A. Definisi
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma Gondii.
Yang merupakan parasit penyebab penyakit pada manusia dan binatang. Pada
manusia khususnya bayi dan anak-anak, dapat menimbulkan beberapa masalah
kesehatan. Kucing domestik merupakan pejamu definitif dari Toxoplasma gondii.

B. Epidemiologi
Angka kejadian Toxoplasmosis di berbagai negara berbeda-beda dan lebih sering
ditemukan didaerah dataran rendah dengan kelembapan udara yang tinggi.
Di Amerika Serikat dilaporkan 5-30% penderita berumur 10-19 tahun dan 10-67%
pada kelompok umur diatas 50 tahun. Di Inggris dilaporkan angka prevalensi 30%,
sedangkan di Paris 87% dan hal ini erat hubungannya dengan kebiasaan makan
daging setengah matang.
Data yang diperoleh dari National Collaborative Perinatal Project (NCPP)
menunjukkan angka prevalensi toxoplasma 38,7% dari 22.000 wanita di Amerika
Serikat, dan insidensi infeksi akut pada ibu selama kehamilan diperkirakan 1,1/1000.
Menurut penelitian terakhir, insidensi dari infeksi toxoplasma kongenital di
Amerika Serikat mencapai 1-8/1000 kelahiran. Transmisi vertikal T.gondii dari ibu
ke bayi berkisar antara 30-40%, namun angka tersebut sangat bervariasi menurut usia
hehamilan dimana infeksi akut tersebut muncul. Angka transmisi rata-rata pada
trimester pertama sekitar 15%, namun meningkat hingga mencapai 60% pada
trimester ketiga.

4
Kejadian pertama infeksi pada ibu atau matemal selama kehamilan ditaksir 6 per
1000 kehamilan di USA. Pada studi perspektif diperkirakan 44 infeksi per 1000
kehamilan selama 40 minggu. Lebih kurang 45% wanita hamil dengan infeksi
akuisita tanpa pengobatan akan melahirkan bayi dengan infeksi kongenital.
Di Indonesia, survey prevalensi zat antitoxoplasma dengan hemaglutination test
indirect dibeberapa daerah menunjukkan bahwa seropositifvitas berkisar antara 2-
53%. Di Jakarta ditemukkan prevalensi 10-12,5%. Cross (1975) dan Beaver (1986)
mengatakan bahwa zat antitoxoplasma meningkat sesuai umur dant tidak ada
perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Sedang di Indonesia sesuai
dengan penelitian Srissi (1980) tidak ditemukkan adanya hubungan tersebut.
Penelitian Sayogo (1978) melaporkan bahwa dari 288 wanita hamil yang
berkunjung ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian
seropositif terhadap Toxoplasma adealah 14,25%. Pada penelusuran selanjutnya
terdapat 4 persalinan premature dan 1 kasus dengan kelainan congenital.
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa anjing dan kucing merupakan hospes
yang sangat potensial, hal ini disebabkan oleh hewan-hewan ini umumnya hidup
secara bebas dan makan daging mentah yang mengandung tropozoit.
Prevalensi pada laki-laki lebih besar daripada wanita, seperti di Irian Jaya laki-laki
31,6% dan di Palu 13%. Hal ini disebabkan kehidupan sosio-budaya di daerah
tersebut, laki-laki sering berada di luar, sering berburu dan lebih dekat berhubungan
dengan ternak, selain kebiasaan memakan daging setengah matang.

5
C. Etiologi
Toxoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler obligat. Takizoitnya oval atau
seperti bulan sabit, bermultiplikasi hanya dalam sel hidup, dan berukuran 2-4 x 4-7
µm. Kista jaringan, yang berdiameter 10-100 µm, dapat mengandung beribu-ribu
parasit dan menetap dalam jaringan, terutama SSS dan otot skelet serta otot jantung,
sepanjang umur hospes tersebut.

6
Cara penularan dapat terjadi melalui beberapa jalur :
1. Transmisi Kongenital
Infeksi pada pada plasenta dipengaruhi boleh saat terjadinya infeksi pada
neonatus. Namun hanya 30% infeksi terjadi pada bayi dari ibu yang terinfeksi saat
kehamilan. Transmisi infeksi kongenital sebagian besar (65%) terjadi pada trismester
ketiga dan makin muda usia kehamilan makin besar resiko terjadi kelainan yang berat
bahkan kadang-kadang berakhir dengan abortus. Seorang ibu sering kali tidak
mengetahui mendapat infeksi toxoplasma pada saat kehamilan, walaupun kadang-
kadang masih dapat ditemukan pembesaran kelenjar servikal pada saat melahirkan.
2. Transmisi Melalui Makanan
Transmisi kemungkinan besar melalui daging yang mengandung kista.
Transmisi melalui daging yang tidak atau kurang matang bukan merupakan jalur
penularan yang penting dibandingkan dengan penularan melalui makanan yang
tercemar kista dari tinja kucing.
3. Transmisi Melalui Transfusi Darah
Toxoplasma dapat ditemukan dalam darah donor yang asimtomatik dan
parasit ini dapat hidup dalam darah lengkap dengan sitrat pada suhu 30º C selama 50
hari. Penularan lain juga dapat terjadi melalui petugas laboratorium yang bertgas
memelihara binatang, dan alat suntik yang terkontaminasi.

Perkembangan abnormal secara embriologis akibat toxoplasmosis


- Trimester I :
Kematian fetus dan abortus terjadi karena pada sel yang terinfeksi toxoplasma akan
dihasilkan interferon γ yang berfungsi untuk mengontrol multiplikasi parasit. Di lain
pihak, terlalu banyak interferon γ dapat menyebabkan kematian fetus yang
diakibatkan reaksi imunopatologis. Hal ini terjadi pada saat pembentukan fetus.
Biasanya terjadi pada masa awal gestasi.
- Trimester II :

7
Dapat terjadi kelainan neurologis seperti : hidrosefalus, mikrosefali, kejang dan
retardasi mental, di mana pada minggu ke 5 – 10 kehamilan adalah proses
terbentuknya bagian-bagian otak dan wajah. Di mana pada bulan 2 – 5 masa
kehamilan terjadi proses migrasi neuron dari germinal ke korteks. Gangguan pada
migrasi termasuk heterotopia, agyria – pakegiria, polimikrogiria dan gangguan
histogenesis. Di mana berhubungan dengan pembentukan gray matter di otak.
Retardasi mental dapat disebabkan gangguan perkembangan akibat mutasi DNA.
Trisomi 21, Trisomi 18, Trisomi 9, 13, 15, namun perlu diingat bahwa kelainan
kromosom ini meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu.
- Trimester III :
Dapat terjadi retinokoroiditis ( okuler toxoplasmosis ), namun biasanya
bermanifestasi setelah beberapa tahun kemudian tergantung dari terapi. Secara
patologis terjadi lesi inflamasi fundus yang terdiri dari sel-sel mononuclear, limfosit
makrofag, epiteloid dan sel-sel plasma. Hal ini mengakibatkan retinal vaskulitis yang
menyebabkan rupturnya barrier pembuluh darah retina sehingga fungsi retina
menurun dimana terjadi destruksi dan penipisan selaput retina. Mikroftalmia juga
dapat terjadi pada ibu dengan toxoplasmosis dimana ukuran mata terlalu kecil dan
volume bola mata berkurang sampai dengan ⅔ dari normal dan biasanya disertai
cacat mata lainnya.

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis toksoplasmosis dibagi menjadi 2 bentuk:
1. Toksoplasmosis Kongenital
Diagnosis dapat dicurigai bila ditemukan gambaran klinis berupa,
hidrosefalus, korioretinitis dan kalsifikasi serebral (sindrom sabin). Namun,
diagnosis sering sukar ditegakkan karena 60% bayi lahir tidak menunjukkan gejala
dan tanda klinis sehingga ada yang membagi toxoplasmosis kongenital menjadi 4
bentuk:
a) Bayi lahir dengan gejala

8
b) Gejala timbul dalam bulan-bulan pertama
c) Gejala sisa atau relaps penyakit yang tidak terdiagnosis selama masa kanak-
kanak
d) infeksi subklinis
Sekitar 50% wanita yang tidak di obati yang mendapat infeksi selama
kehamilan menularkan parasit pada janinnya; insiden penularan paling sedikit pada
awal kehamilan dan paling besar pada kehamilan akhir, dan makin awal infeksi yang
didapat oleh janin pada kehamilan, makin lebih mungkin menimbulkan manifestasi
janin yang berat. Tanda-tanda dan gejala-gejala yang terkait dengan infeksi
Toxoplasma didapat akut pada wanita hamil adalah sama seperti tanda-tanda dan
gejala-gejala yang ditemukan pada anak yang secara imunologis normal, paling
sering adalah limfadenopati. Infeksi kongenital dapat juga ditularkan oleh wanita
asimtomatik dengan imunosupresi (misalnya, mereka yang diobati dengan
kortikoseroid dan mereka yang dengan infeksi HIV).
2. Toxoplasmosis Akuisita
Hanya 10-20% dari infeksi akut toxoplasmosis memberikan gejala klinik.
Limfadenopati merupakan gejala klinis yang paling sering dijumpai, yaitu 90% kasus
dan biasanya tanpa disertai febris. Limfadenopati yang paling sering terdapat di
daerah servikalis. Pembesaran kelenjar dapat tunggal atau ganda serta dapat
simtomatik atau asimtomatik.
Pembesaran kelenjar disertai demam terjadi pada 40% kasus, hepatomegali
33%, dan nyeri tenggorokan 20%. Penulis lain mengatakan bahwa gejala utama
adalah demam 40%, mialgia 40%, dan rash makulopapular 10%. Gejala lain yang
dapat ditemukan adalah malaise, kelelahan, splenomegali, limfosit atipikal serta
peningkatan enzim hati.
Toxoplasmosis serebrospinal lebih banyak terjadi pada anak daripada orang
dewasa. Gambaran klinis yang bisa ditemukan ialah korioretinitis, pneumonitis,
miokarditis, pericardial effusion, hepatitis dan polioneuritis.

9
Spectrum klinis dan riwayat kelainan alamiah toksoplasmosis congenital yang
tidak di obati, yang secara klinis tampak pada tahun pertama, 80% dari anak ini
mempunyai IQ kurang dari 70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta
penglihatan yang terganggu berat.
a. Kulit
Manifestasi kulit pada bayi dengan toksoplasmosis congenital meliputi
petekie, ekimosis, atau pendarahan luas akibat trombositopenia, dan ruam. Ruam
mungkin merupakan bintik-bintik halus ; makulopapular difus ; lentikuler, macula
merah-kebiruan tua, berbatas tegas ; dan papula biru difus.
Ruam makuler mengakibatkan seluruh tubuh, termasuk telapak tangan dan
telapak kaki. Ikterus karena keterlibatan hati dengan T. gondii dan/atau hemolisis,
sianosis karena pneumonitis interstisial akibat infeksi kogenital ini, dan edema akibat
miokarditis atau sindrom nefrotik mungkin ditemui. Ikterus dan hiperbilirubinemia
terkonjugasi dapat menetap selam berbulan-bulan.
b. Tanda-tanda sistemik
Dua puluh lima hingga lebih dari 50% bayi dengan penyakit yang tampak
secara klinis pada saat lahir, dilahirkan secara premature. Skor apgar rendah juga
biasa. Retardasi pertumbuhan intrauterine dan ketidakstabilan pengaturan suhu dapat
terjadi. Manifestasi sistemik lain meliputi limfadenopati ; hepatosplenomegali ;
tanda-tanda miokarditis, pneumonitis, dan sindrom nefrotik ; muntah ; diare ; dan
masalah makan.
c. Kelainan endokrin
Kelainan endokrin dapat terjadi akibat keterlibatan hypothalamus atau
pituitary atau keterlibatan organ akhir (end-organ). Yang berikut ini telah dilaporkan.
Miksedema, hipernatremia persisten dengan diabetes insipidus vasopressin-sensitif
tanpa poliuria dan polidipsia, seksual prekoks, dan hipopituitarisme anterior sebagian.
d. Sistem saraf sentral
Manifestasi neurologis toksoplasmosis congenital bervariasi dari ensefalopati
akut ke sindrom neurologis yang tidak kentara. Toxoplasmosis harus dipikirkan

10
sebagai penyebab setiap penyakit neurologis yang tidak terdiagnosis pada anak
dibawah umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina.
Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi neurologist klinis
toksoplasmosis congenital dan mungkin terkompensasi atau memerlukan koreksi
dengan pemasangan shunt. Hidrosefalus mungkin muncul pada masa perinatal,
berkembang sesudah masa perinatal, atau jarang, muncul dikemudian hari. Pola
kejang-kejang berubah-ubah (protean) dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-
kejang petit mal dan grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching), opistotonus dan
hipsaritmia (yang dapat sembuh dengan terapi hormon adrenokortikotropik
{ACTH}). Keterlibatan spinal mungkin dimanifestasikan oleh paralysis tungkai,
kesukaran dalam menelan, dan distress pernapasan. Mikrosefali biasanya
menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali
karena toksoplamisis congenital yang telah diobati tampak berfungsi secara normal
pada umur tahun-tahun pertama toksoplamisis congenital yang tidak diobati yang
bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan pengurangan yang banyak pada
fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi
pada beberapa anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan
primentamin dan sulfonamid selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat motorik fokal
dapat menjadi nyata setelah masa neonatus, walaupun infeksi pada saat lahir
subklinis.
Kelainan cairan serebrospinal (CSS) terjadi pada sekurang-kurangnya
sepertiga bayi dengan toksoplamisis congenital. Produksi local antibody spesifik T.
gondii dapat ditunjukan pada cairan CSS individu dengan infeksi congenital. CT scan
otak yang diperkuat dengan kontras berguna untuk mendeteksi kalsifikasi,
menentukan ukuran ventrikel, mencitra lesi radang aktif, dan menggambarkan
struktur kistik porensefalik (Gb. 244-3). Kalsifikasi terjadi diseluruh otak, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan khusus perkembangan lesi demikian pada nucleus
kaudatus (yaitu, terutama area ganglia basalis), pleksus koroid dan subependim.
Ultrasonografi mungkin berguna untuk memantau ukuran vertikel pada bayi dengan

11
infeksi congenital. Pencitraan resonansi magnetk (MRI), CT dengan penguatan
kontras, dan skenradionukleotid otak dapat berguna untuk mendeteksi lesi radang
aktif.
e. Mata
Hampir pada semua individu dengan infeksi congenital yang tidak di obati
akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita
gangguan penglihatan berat. T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat
pada individu dengan infeksi congenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan
retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk macula.
Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur
visual dalam otak atau korteks visual juga menyebabkan gangguan penglihatan.
Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang,
menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan okuler lain meliputi sel dan protein
dalam ruangan anterior (kamera okuli anterior), endapan keratin luas, sinekia
posterior, nodulus pada irisdan pembentukan neovaskuler pada permukaan iris,
kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan
glaucoma. Otot-otot ekstraokuler dapat juga terlihat secara langsung, bermanifetasi
sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro – oftalmia.
f. Telinga
Kehilangan pendengaran sensorineural, baik ringan maupun berat, dapat
terjadi. Belum diketahui apakah keadaan ini merupakan gangguan statis atau
progresif.

E. Diagnosis
Toxoplasmosis congenital harus dicurigai pada bayi baru lahir dengan
hidrosefalus atau mikrosefalus, korioretinitis dan adanya focus kalsifikasi intra
serebral pada gambaran radiology. Pada anak yang lebih besar, gangguan penglihatan
atau kebutaan karena korioretinitis, retardasi mental dengan atau tanpa hidrosefalus
juga harus dicurigai.

12
Untuk mendapatkan diagnosis pasti dapat digunakan beberapa cara sebagai berikut :
a) Pemeriksaan langsung tropozoit atau kista
b) isolasi parasit
c) Biopsi kelenjar
d) Pemeriksaan serologis
e) Pemeriksaan radiologist
Diagnosis infeksi Toxoplasma akut dapat dibuat dengan isolasi T. gondii
dari darah atau cairan tubuh dan juga dengan gambaran takizoit pada potongan atau
preparat jaringan dan cairan tubuh, kista pada plasenta atau jaringan janin atau
neonatus, dan histologi limfonodi yang khas. Uji serologis juga amat berguna untuk
diagnosis. CSS sering abnormal pada bayi dengan Toxoplasmasmosis kongenital.
T. gondii dapat juga diisolasikan dengan biakan jaringan. Pada pemeriksaan
mikroskopis, plak pada preparat ini ditemukan berisi sel nekrosis, terinfeksi berat
dengan banyak takizoit straseluler. Isolasi T. gondii dari darah atau dari cairan tubuh
menggambarkan infeksi akut, kecuali pada janin atau neonatus, biasanya tidak
mungkin memperagakan infeksi akut dengan isolasi T. gondii dari jaringan seperti
otot rangka, paruh-paruh, otak, atau mata yang diperoleh melalui biopsi atau pada
saat autopsi.

Pemeriksaan Serologis
1. Uji pewarnaan Sabin – Feldman adalah sensitive dan spesifik. Uji ini terutama
mengukur antibody IgG. Hasilnya harus dinyatakan dalam Unit Internasional (UI /
mL), hal ini didasarkan pada rujukan standar internasional serum dari Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO). Tidak dipakai lagi karena pelaksanaannya sulit.
2. Uji antibody fluoresens IgG (IgG – IFA) mengukur antibody yang sama seperti
pada uji pewarnaan, dan titernya cenderung parallel. Anti body ini biasanya tampak
1-2 minggu sesudah infeksi, mencapai titer tinggi (>1:1000) sesudah 6-8 minggu, dan
kemudian menurun dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Titer rendah
(1:4 sampai 1:64) biasanya menetap seumur hidup. Titer antibody tidak berkorelasi

13
dengan keparahan penyakit. Kira-kira setengah dari kit IFA (yang telah di uji) yang
ada dipasaran ditemukan telah distandarisasi secara tidak tepat dan dapat
menghasilkan angka-angka hasil positif – palsu & negative – palsu.
3. Uji aglutinasi ( Bio – Merieux, Lyon, Prancis ) tersedia di pasaran Eropa
(misalnya, formalin, preserved whole parasite digunakan untuk mendeteksi IgG). Uji
ini tepat, sederhana untuk dilakukan, dan tidak mahal.
4. Uji antibody fluoresens IgM ( IgM – IFA ) berguna untuk diagnosis infeksi T.
gondii akut pada anak yang lebih tua karena antibody IgM tampak lebih awal ( sering
pada 5 hari sesudah infeksi) dan menghilang lebih cepat dari pada antibody IgG. Pada
kebnyakan keadaan, uji antibody IgM – IFA naik dengan cepat ( sampai ke kadar
1:50 sampai >1:1000) dan turun sampai titer rendah (1:10 atau 1:20) atau menghilang
dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Namun pada beberapa
penderita, antibody IgM tetap positif pada titer rendah selama beberapa tahun. Uji
IgM – IFA mendeteksi IgM spesifik Toxoplasma kurang lebih hanya pada 25% bayi
yang terinfeksi secara congenital pada saat lahir. Antibody IgM juga sering tidak
ditemui dalam serum penderita imunodefisiensi dengan toksoplasmosis akut atau
pada kebanyakan penderita dengan toksoplasmosis aktif yang hanya ada dimata. Baik
uji IgG – IFA maupun IgM – IFA dapat menunjukan hasil positif – palsu yang
disebabkan oleh factor rheumatoid.
5. Double – sandwich enzyme – linked immunosorbent assay (ELISA – IgM) lebih
sensitive dan spesifik dari pada uji IgM – IFA untuk deteksi antibody IgM
Toxoplasma. Pada anak yang lebih tua, kadar antibody IgM terhadap Toxoplasma
dalam serum 1,7 atau lebih besar ( nilai dari salah satu labolatorium rujukan ; setiap
labolatorium harus menegakan nilainya sendiri) menunjukan bahwa kemungkinan
orang itu baru saja mendapat infeksi toxoplasma. ELISA – IgM mendeteksi sekitar
75% bayi dengan infeksi congenital. ELISA – IgM menghindarkan terjadinya, baik
hasil positif – palsu karena factor rematuid yang dihasilkan oleh bayi yang tidak
terinfeksidalam rahim maupun hasil negative – palsu karma tingginya kadar antibody

14
IgG ibu yang dipindahkan secara pasif pada serum janin, seperti yang terjadi pada uji
IgM – IFA.
6. Reaksi rantai polymerase (PCR) digunakan untuk memperbesar DNA T. gondii,
yang kemudian dapat di deteksi dengan menggunakan probe DNA. Deteksi gen T.
gondii repetitif, yaitu gen B1, pada cairan amnion terutama berguna untuk menegakan
diagnosis infeksi Toxoplasma congenital pada janin. Sensitivitas dan spesifitas uji ini
dengan menggunakan cairan amnion yang diambil pada kehamilan > 18 minggu
mendeteksi 100%. Pada pemeriksaan ini penderita korioretinitis akibat toxoplasmosis
biasanya terdapat titer IgG yang rendah dan IgM yang negative. Dengan pemeriksaan
ini PCR, titer antibody rendahpun dapat dideteksi.

Pemeriksaan Radiologis
Kalsifikasi serebral merupakan salah satu tanda toxoplasmosis congenital.
Gambaran ini dapat noduler atau linier. Pemeriksaan CT scan akan lebih jelas
menunjukkan tingkat beratnya kerusakan terjadi

F. Tatalaksana
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine
dengan trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan
menghambat siklus p-amino asam benzoat dan siklus asam folat.
Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25 – 50 mg per hari selama
sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000 – 6.000 mg sehari selama sebulan.
Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka
dianjurkan untuk menambahkan asam folat selama pengobatan.
Trimetoprinm juga ternyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi
bila dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine,
ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek
sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya.

15
Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah 2 – 4 gram sehari yang di bagi dalam
2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti mengajurkan pengobatan wanita hamil
trimester pertama dengan spiramycin 2 – 3 gram sehari selama seminggu atau 3
minggu kemudian disusl 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai
sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan
terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.

G. Pencegahan
Pencegahan terutama untuk ibu hamil, yaitu dengan cara :
• Mencegah terjadinya infeksi primer pada ibu-ibu hamil
 Memasak daging sampai 60º C
 Jangan menyentuh mukosa mulut bila sedang memegang daging mentah
 Mencuci buah atau sayur sebelum dimakan
 Kebersihan dapur
 Cegah kontak dengan kotoran kucing
 Siram bekas piring makanan kucing dengan air panas
• Mencegah infeksi terhadap janin dengan jalan :
 Seleksi wanita hamil dengan tes serologis
 Pengobatan adekuat bila ada infeksi selama hamil
 Vaksinasi pada kucing dengan tujuan untuk mencegah sporulasi dan
pelepasan ookista ke lingkungan, dapat menurunkan secara drastis angka
infeksi toxoplasma pada binatang dan manusia.
Penyuluhan wanita tentang metode ini menghindari penularan T.gondii
selama kehamilan dapat sangat mengurangi kasus infeksi akuisita selama kehamilan.
Wanita yang tidak mempunyai antibody spesifik terhadap T. gondii sebelum
kehamilannya hanya boleh makan daging matang selama hamil dan menghindari
kontak dengan ooksita yang di ekskresikan oleh kucing. Kucing yang dipelihara di
dalam rumah, dipertahankan pada diet yang disiapkan, dan dengan tidak memberi
makan daging segar yang tidak dimasak tidak akan berkontak dengan kista T. gondii

16
dan melepaskan ooksita. Skrining serologis, pemantauan ultrasonografi, dan
pengobatan wanita hamil selama kehamilan dapat juga mengurangi insidens dan
mungkin manifestasi Toxoplasmosis kongenital.

17
BAB III
KESIMPULAN

Infeksi dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi saat kehamilan


berlangsung, bisa didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat
kehamilan. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi
dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus,
pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma Gondii.
Yang merupakan parasit penyebab penyakit pada manusia dan binatang. Pada
manusia khususnya bayi dan anak-anak, dapat menimbulkan beberapa masalah
kesehatan. Kucing domestik merupakan pejamu definitif dari Toxoplasma gondii.
Angka kejadian Toxoplasmosis di berbagai negara berbeda-beda dan lebih sering
ditemukan didaerah dataran rendah dengan kelembapan udara yang tinggi.
Toxoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler obligat. Takizoitnya oval atau
seperti bulan sabit, bermultiplikasi hanya dalam sel hidup, dan berukuran 2-4 x 4-7
µm. Kista jaringan, yang berdiameter 10-100 µm, dapat mengandung beribu-ribu
parasit dan menetap dalam jaringan, terutama SSS dan otot skelet serta otot jantung,
sepanjang umur hospes tersebut. Cara penularan dibagi menjadi 3 yaitu transmisi
melalui makanan, transmisi kongenital dan transmisi melalui transfuse darah.
Pada trimester pertama kematian fetus dan abortus terjadi karena pada sel
yang terinfeksi toxoplasma akan dihasilkan interferon γ yang berfungsi untuk
mengontrol multiplikasi parasit. Pada trimester kedua dapat terjadi kelainan
neurologis seperti : hidrosefalus, mikrosefali, kejang dan retardasi mental, di mana
pada minggu ke 5 – 10 kehamilan adalah proses terbentuknya bagian-bagian otak dan
wajah. Dan pada trimester ketiga dapat terjadi retinokoroiditis (okuler
toxoplasmosis), namun biasanya bermanifestasi setelah beberapa tahun kemudian
tergantung dari terapi.

18
Diagnosis toksoplasmosis bisa ditegakkan dari peneriksaan penunjang seperti
tes serologis dan radiologi. Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah
kombinasi pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine. Dosis yang dianjurkan untuk
pyrimethamine ialah 25 – 50 mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine
dengan dosis 2.000 – 6.000 mg sehari selama sebulan. Karena efek samping obat tadi
ialah leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan untuk menambahkan asam
folat selama pengobatan. Pencegahan toksoplasmosis pada ibu hamil adalah
mencegah kontak dengan kotoran kucing, hanya memakan daging yang sudah
matang, mencuci bersih buah dan sayur sebelum dimakan dan melakukan tes
serologis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohadjo, Ilmu Kebidanan edisi 3 cetakan 6. 2002. Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal 572 – 574
2. Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al.
2010. Viral Infections and Pregnancy.
3. Wiknojosastro H. , Saifudin B. A. dan Rachimhadhi T., Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Edisi 3 cetakan Kesembilan.
Jakarta 2007.
4. Ambroise Pierre, Thomas ( 2000 ). Congenital Toxoplasmosis scientific
Background, Clinical Management and Control.Springer, p 153-177
5. Boyer KM, Holfels E, Roizen N, et al. Risk factors for Toxoplasma gondii
infection in mothers of infants with congenital toxoplasmosis: implications for
prenatal management and screening. Am J Obstet Gynecol 2005; 192:564–71

20

Anda mungkin juga menyukai