Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBIMBING :
Prof. dr. Soepomo Soekardono, Sp. THT-KL (K)
OLEH :
Michael Carrey (2012-061-040)
0
BAB 1 STATUS PASIEN
1.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 06 Desember 2014.
Keluhan utama : Nyeri menelan sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan tambahan : Demam, tenggorokan gatal, nyeri kepala dan
badan terasa lemas sejak 2 hari yang lalu.
1
• Riwayat penyakit yang sama sekitar 7 tahun yang lalu. Dahulu sudah
disarankan oleh spesialis THT untuk operasi amandel, namun pasien
menolak.
• Riwayat alergi disangkal (baik obat, makanan, maupun lainnya).
• Riwayat asma disangkal.
• Riwayat sakit gigi disangkal.
• Riwayat nyeri ulu hati disangkal.
• Riwayat operasi sebelumnya disangkal.
Riwayat pengobatan :
Pasien telah berobat ke dokter umum di RS Panti Rapih dua hari yang lalu,
dan mendapat obat starcef 2 x 1, lemocin 5 x 1, dan ultracet 3 x 1/2. Akan
tetapi gejala yang dirasakan tidak kunjung membaik.
Riwayat kebiasaan :
Pasien suka mengkonsumsi es/air dingin dan gorengan.
2
Pasien telah berobat ke dokter umum dan mendapat pengobatan,
namun tidak kunjung membaik. Pasien juga memiliki kebiasaan
mengkonsumsi es/air dingin dan gorengan.
Telinga dekstra :
Inspeksi : Deformitas –, laserasi –, sekret –, serumen –.
Palpasi : Tragus pain –.
3
Otoskopi : Kanalis akustikus eksternus kedua telinga
tidak hiperemis, sekret –, serumen –, membran
timpani kedua telinga terlihat mengkilap dan
intak, cone of light +, hiperemis –,
retraksi/bulging –.
Telinga sinistra :
Inspeksi : Deformitas –, laserasi –, sekret –, serumen –.
Palpasi : Tragus pain –.
Otoskopi : Kanalis akustikus eksternus kedua telinga
tidak hiperemis, sekret –, serumen –, membran
timpani kedua telinga terlihat mengkilap dan
intak, cone of light +, hiperemis –,
retraksi/bulging –.
4
Leher :
Teraba pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tekan KGB – dan tidak
ditemukan adanya massa.
Stridor + + - -
inspiratoar
Stridor - + - -
ekspiratoar
Distress nafas + + + -
Semakin
berat saat
menangis
Sulit minum + - - -
Gangguan + - - -
tumbuh
kembang
Afoni - + - -
5
Whispery - + - -
Suara serak - + - -
Serak - - + -
intermiten
Sinus - - + -
menggembung
saat inspirasi
dan ekspirasi
1.4.2 Inflamasi
Tanda dan Faringitis Laringitis Esofagitis Tonsilitis Kasus
gejala erosif
Demam + + - + +
Gatal di + + - + +
tenggorokan
Lesu + + - + +
Nyeri sendi + + - - -
Nyeri + + - + +
menelan
Tidak nafsu + + - + +
makan
Nyeri + + - + -
telinga
Serak - + - + -
(suara
berat)
Malaise - + - + +
Batuk kering - + - - -
dengan
dahak kental
6
Sukar - - + + +
menelan (jarang)
Obstruksi - - + + -
jalan nafas (kondisi
berat)
Gangguan - - + - -
asam basa
Trismus - - - + -
Lidah kotor - - - + +
Nyeri kepala - - - + +
Halitosis - - - + -
Pembesaran - - - + +
KGB
regional
Rasa panas - - - + +
dan sakit di
orofaring
1.4.3 Infeksi
Tanda dan Ludwig Tonsilitis Peritonsiler Kasus
gejala angina difteri abses
Demam + + + +
Nyeri + + + +
tenggorokan
Nyeri leher + - - -
Pembengkakan + - + -
submandibular Dan nyeri
tekan
Dasar mulut + - - -
bengkak
7
Lidah + - - -
terdorong
ke
atas
Sesak nafas + - - -
Nyeri kepala - + - +
Tidak nafsu - + - +
makan
Badan lemah - + - +
Mual muntah - + + -
Membran yang - + - -
mudah
berdarah
Otalgia - - + -
Trismus - - + -
Serak + + - + -
Batuk kering + - - - -
Nyeri telinga + - - - -
Nyeri menelan + + + - +
Afoni + - - + -
Dyspnea + + - + -
Demam - + + - +
Kaku leher - + - - -
Posisi kepala - + - - -
miring kearah
sehat
Leukositosis - - + - -
Trismus - - + - -
8
Pembengkakan - - + - -
sekitar angulus
mandibularis
1.4.4 Trauma
Tanda Granuloma Hematoma Ulkus Kasus
dan Singer’s kontak
node
Gejala
Serak + + + + -
(intermiten (setelah (serak (persisten)
atau trauma) mendadak
persisten) setelah
suara
keras)
Afoni + - - - -
Nada + - - - -
tinggi
sulit
Nyeri - - - + -
lokal
Referred - - - + -
pain
Disfonia + - - - -
Stridor + - - - -
Retraksi + - - - -
suprasternal,
epigastrik,
sela iga,
klavikula
Sianosis + - - - -
9
Batuk - + + - -
Nafas berbunyi - + + - -
Sesak nafas - + + - -
Palpatory - + - - -
thud/audible
snap
Check/ball valve - - + - -
→ emfisema
Stop valve → - - + - -
atelektasis
pulmo
Nyeri menelan - - - + +
Sulit menelan - - - + -
Regurgitasi - - - + -
Hipersalivasi - - - + -
Hematemesis - - - + -
Nyeri - - - + -
dada/epigastrium
1.4.6 Keganasan
Tanda dan Ca Angiofibroma Tumor Tumor Kasus
gejala nasofaring nasofaring ganas ganas
belia laring esofagus
Epistaksis + + - - -
Berulang dan
masif
Pilek + + - - -
Hidung + + - - -
tersumbat Progresif
Tinitus + - - - -
Nyeri + + - - -
telinga
10
Diplopia + - - - -
Parestesia + - - - -
pipi
Neuralgia + - - - -
trigeminal
Parese + - - - -
arkus faring
Sering + - - - -
tersedak
Benjolan di + - - - +
leher (pembesaran
KGB)
Gangguan - + - - -
penghidu
Tuli - + - - -
Nyeri - + - - -
kepala hebat
Deformitas - + - - -
wajah
Serak - - + + (suara -
parau)
Batuk - - + + -
sampai (batuk
distress sampai
nafas sesak
nafas)
Hemoptisis - - + - -
Nyeri - - - + +
menelan
11
Sulit - + - + -
menelan
Regurgitasi - - - + -
disertai
bercak
darah
Penurunan - - - + -
berat
badan
Nyeri - - - + -
retrosternal
Stridor - - - + -
ekspirasi
Obstruksi nasal + + -
Sulit makan + - +
Stridor + + -
Mendengkur + + -
Adenoid face + - -
Pembesaran + - -
limfonodus
submandibular
Rhinolalia clausa + - -
Obstruksi isthmus - + +
fauction (sulit
makan, sulit
menelan)
12
1.5 Diagnosa Kerja
Tonsilofaringitis folikularis kronis eksaserbasi akut.
1.7 Tatalaksana
1.7.1 Preventif
Menghindari makan gorengan, air dingin, soda, es dan makanan
manis (permen dan coklat).
1.7.2 Konservatif
• Kumur air garam hangat sehabis makan.
• Menjaga kebersihan rongga mulut.
• Banyak minum air putih minimal 8 gelas sehari.
• Istirahat (bed rest).
1.7.3 Medikamentosa
• Claneksi (Amoxicillin + Clavulanic acid) 2 dd 625mg.
• Kotrimoksazole (Trimethoprim + sulfamethoxazole) 2 dd
480mg.
• Cataflam (K – Diclofenac) 2 dd 25mg.
• Sanmol (Paracetamol) 2 dd 500mg.
1.7.4 Tindakan
• Pro – tonsilektomi (indikasi relatif).
1.8 Prognosis
• Quo ad vitam : bonam. Quo ad
functionam : bonam.
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam (bila
tidak dilakukan
13
tonsilektomi).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Tonsil1
Gabungan antara tonsil lingual anterior, tonsil palatina lateral, dan tonsil
faringeal (adenoid) posterosuperior membentuk cincin limfoid atau jaringan
adenoid disekitar ujung sisi atas dari faring, yang dikenal sebagai cincin
Waldeyer. Semua struktur cincin Waldeyer memiliki gambaran histologis
yang sama dan fungsi yang sama.
Gambar 2.1 Penampang dorsal lidah, tonsil lingual dan tonsil palatina
merupakan bagian dari cincin Waldeyer2
14
Gambar 2.3 Cincin Waldeyer3
15
Gambar 2.4 Aliran darah tonsil palatina2
2.1.2 Faring4
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,
yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari
dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikalis
ke – 6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring,
sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan ke
bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding
faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar)
selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Unsur – unsur faring meliputi mukosa, palut lender (mucous blanket) dan otot.
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring
karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang
epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet.
16
Dibagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya
untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang
terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah
pertahanan tubuh terdepan.
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung.
Dibagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia
dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini
berfungsi untuk mengangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang
diisap. Palut lendir ini mengandung enzim lisozim yang penting untuk
proteksi.
Otot – otot faring tersusun dalam lapisan melingkar dan memanjang. Otot –
otot yang sirkuler terdiri dari muskulus konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot – otot ini terletak di sebelah luar. Otot – otot ini berbentuk kipas
dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Disebelah depan, otot – otot ini bertemu satu sama lain dan di
belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut raphe faring. Kerja otot
konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot – otot ini dipersarafi oleh
nervus vagus.
Otot – otot longitudinal adalah muskulus stilofaring dan muskulus
palatofaring. Letak otot – otot ini disebelah dalam. Muskulus stilofaring
gunanya untuk melebarkan faring dan menarik faring, sedangkan muskulus
palatofaring mempertemukan isthmus orofaring dan menaikkan bagian
bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja
kedua otot itu penting pada waktu menelan. Muskulus stilofaring dipersarafi
oleh N. IX dan muskulus palatofaring dipersarafi oleh N. X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu
dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu muskulus levator veli palatine
muskulus tensor veli palatine, muskulus palatoglosus,
muskulus palatofaring, dan muskulus azigos uvula.
17
Muskulus levator veli palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan
kerjanya untuk menyempitkan isthmus faring dan memperlebar ostium tuba
eustachius, Otot ini dipersarafi oleh N. X.
Muskulus tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya
untuk mengecangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba
eustachius. Otot ini dipersarafi oleh N. X.
Muskulus palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya
menyempitkan isthmus faring, Otot ini dipersarafi oleh N. X.
Muskulus azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek
dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh N. X.
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang – kadang tidak
beraturan Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna serta dari
cabang arteri maksila interna yakni cabang palatina superior.
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring
yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari nervus vagus,
cabang dari nervus glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari
nervus vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini
keluar cabang – cabang untuk otot – otot faring kecuali muskulus stilofaring
yang dipersarafi langsung oleh cabang nervus glosofaringeus. Aliran limfe
dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yaitu superior, media, dan
inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring
dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir
ke kelenjar getah bening jugulo – digastrik dan kelenjar servikal dalam atas,
sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal
dalam bawah.
2.2 Definisi5
Tonsilitis merupakan peradangan/infeksi pada jaringan tonsil dan faringitis
merupakan peradangan pada mukosa faring.
2.3 Etiologi5
• Tonsilitis
o Infeksi berdiri sendiri.
18
o Bakteri: Streptococcus β-hemolyticus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli.
19
• Faringitis:
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear.
20
sampai dengan kekuningan, folikel soliter merah tua,
pembesaran limfonodus regional dan nyeri tekan.
o Pemeriksaan penunjang: kultur dan uji resistensi bila perlu.
Pemeriksaan foto x – ray posisi lateral hanya dilakukan pada pasien dengan
pasien yang memiliki hipertrofi tonsil yang jelas dan gejala obstruktif,
kebanyakan diantaranya memerlukan intervensi pembedahan. Endoskopi
nasofaringoskop fleksibel membantu untuk menilai derajat hipertrofi tonsil
21
pada anak – anak. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu
polisomnografi, untuk menilai beratnya gangguan tidur.1
Obstruksi Nasofaring
Orofaring
Nasofaring dan orofaring
Neoplasma Jinak
Limfoproliferatif
Limfoid hyperplasia
Keganasan
2.8 Tatalaksana5
• Tonsilitis akut: bed rest, diet, kompres es, analgetik (cuci mulut),
menjaga kebersihan mulut dan gigi, penisilin dosis tinggi (10 hari).
Tonsilitis kronis: operatif → tonsilektomi.
• Faringitis: antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5
hari, antipiretik, obat kumur dan obat hisap dengan disinfektan.
22
• Pencegahan dengan menjaga kondisi imunitas
tubuh dan kebersihan serta kesehatan rongga mulut dan
hidung.
Indikasi Tonsilektomi8
Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronis dan berulang,
saat ini diindikasikan terutama pada obstruksi saluran nafas dan hipertrofi
tonsil. Untuk keadaan gawat darurat seperti adanya obstruksi saluran nafas,
indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut).
Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan tidak gawat darurat dan
perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah
kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya
dilakukan tonsilektomi.
Indikasi absolut: Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran
nafas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner, abses
peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase,
tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
terutama untuk hipertrofi tonsil unilateral, tonsilitis kronik atau berulang
sebagai fokal infeksi untuk penyakit – penyakit lain.
Indikasi relatif: terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun
sebelumnya, atau 5 episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun
sebelumnya atau 3 episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun
sebelumnya dengan terapi antibiotik adekuat, kejang demam berulang yang
disertai tonsilitis, halitosis akibat tonsilitis kronis yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis, tonsilitis kronis atau berulang pada karier
Streptococcus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik
βlaktamase/resisten.
23
Frekuensi minimum 7 atau lebih episode dalam tahun sebelumnya, ATAU 5
episode radang atau lebih episode disetiap tahun dalam 2 tahun
tenggorokan sebelumnya, ATAU
3 atau lebih episode disetiap tahun dalam 3 tahun
sebelumnya
24
3 Tonsilektomi dipertimbangkan pada anak – anak yang tidak
memenuhi kriteria pernyataan 2 – anak – anak dengan:
• Intoleransi antibiotik multipel/alergi
• PFAPA
• Riwayat PTA
Pembedahan Tonsil8
• Guillotine
Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad
ke – 19, dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk
mengangkat tonsil. Tonsilektomi pertama dilakukan oleh Celcus
pada abad ke – 1. Pada akhir abad ke – 19 dan awal abad ke – 20
Greenfield Sluder merupakan seorang ahli yang sangat
merekomendasikan teknik Guillotine dalam tonsilektomi. Beliau
mempopulerkan alat Sluder yang merupakan modifikasi alat
Guillotine. Hingga kini, di UK tonsilektomi cara guillotine masih
25
banyak digunakan. Teknik ini merupakan teknik tertua dan masih
aman untuk digunakan. Kepustakaan lama menyebutkan beberapa
keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi kecil, biaya
kecil.
• Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi.
Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis
tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat
dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati –
hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektrokauter atau ikatan.
Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan saline.
Berbagai teknik diseksi baru telah ditemukan dan
dikembangkan selain teknik diseksi standar, yaitu:
o Electrosurgery (bedah listrik)
Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi
elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan.
Teknik bedah listrik merupakan satu – satunya teknik yang
dapat melakukan tindakan pemotongan dan hemostase
dalam satu prosedur.
o Coblation
Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk
menghasilkan listrik radiofrekuensi baru melalui larutan
natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan aliran ion
sodium yang dapat merusak jaringan sekitar. National
Institute for clinical excellence menyatakan bahwa efikasi
teknik coblation sama dengan teknik tonsilektomi standar
tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi
komplikasi utama adalah perdarahan.
o Intracapsular partial tonsillectomy
Tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan
mikrodebrider endoskopi. Meskipun mikrodebrider
endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan
tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat
26
menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam
membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.
Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil disisakan
untuk menghindari terlukanya otot – otot faring akibat
tindakan operasi dan memberikan lapisan “pelindung
biologis” bagi otot dari sekret. Hal ini akan mencegah
terjadinya perlukaan jaringan dan mencegah terjadinya
peradangan lokal yang menimbulkan nyeri, sehingga
mengurangi nyeri pasca operasi dan mempercepat waktu
pemulihan. Jaringan tonsil yang tersisa akan meningkatkan
insiden tonsillar regrowth.
Keuntungan teknik ini angka kejadian nyeri dan
perdarahan pasca operasi lebih rendah
dibanding tonsilektomi standar.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Flint PW, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. Ed ke–
5. USA: Mosby Elsevier; 2010.
2. Snow JB, Ballenger JJ. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. Ed ke–16. USA: BC Decker; 2003.
3. Graham JM, Scadding GK, Bull PD, editor. Pediatric ENT. Jerman: Springer
Berlin Heidelberg New York; 2007.
4. Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: FKUI; 2010.
5. Soekardono S. Buku Ajar Ringkas Ilmu Kesehatan THT-KL. Jogjakarta: FK
UGM; 2013.
6. Baugh RF, et al. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children.
Otolaryngology Head and Neck Surgery 2011; 144: S1.
7. Johnson JT, Rosen CA. Bailey’s Head and Neck Surgery – Otolarnygology.
Ed ke–5. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
8. Hermani B, dkk. Tonsilektomi pada anak dan dewasa. HTA Indonesia 2004:
1-25.
28
29