Disusun Oleh
ARI ANGGARA FAJAR NUGROHO
J 410 080 009
ABSTRAK
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi menimbulkan potensi bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan
menurut standar kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ada dan
tidaknya pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan kerja pada pekerja bagian peleburan
logam. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survai yang menggunakan
pendekatan Cross Sectional. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian
menggunakan Uji Mann-Whitney dengan SPSS versi 16. Hasil penelitian ini menunjukkan
signifikan pada pos-test 0,000 < 0,005. Hal ini berarti ada perbedaan tingkat kelelahan yang
signifikan antara bagian peleburan dan bagian produksi sesudah bekerja. Tingkat kelelahan di
bagian peleburan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian produksi. Berdasarkan hasil uji
Mann-Whitney tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh iklim kerja panas
terhadap kelelahan tenaga kerja (p=0,000).
A working-climate is one of the physical factors that potentially causes a danger potential which
can cause health disorders to the workers when they are in the extremely hot or cold situation
with the over degree of the threshold permitted according to the health standard. This research
was aimed to find out whether there was a differentiation or not the influence of hot work climate
to the workers’ fatigue in the metal smelting section. This research was a quantitative one with a
survey method by using Cross Sectional Approach. The statistic test used to analyze the research
data was Mann-Whitney Test with SPSS version 21. The result showed significantly at the post-
test 0.000<0.005. It means that there was a significant fatigue level between the melting section
and the producing section after work. The fatigue level in the melting section was higher than the
fatigue level in producing section. Based on the Mann-Whitney test, it could be concluded that
there was the influence of hot work climate toward the workers’ fatigue (p=0.000)
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi menimbulkan potensi
bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada pada
kondisi yang ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas
(NAB), yang diperkenankan menurut standar kesehatan (Tarwaka, 2008). Kondisi temperatur
lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin yang berada di luar batas standar
kesehatan dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran cairan tubuh melalui keringat
sehingga bisa terjadi dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat. Persoalan
tentang bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah ekstrim
menjadi penting, mengingat kemampuan manusia untuk beradaptasi sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian secara umum kita dapat menentukan batas
kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang
ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan (Suma’mur,
2009).
Dilihat dari kondisi lain adalah, masih kurangnya kesadaran dari sebagian besar
masyarakat perusahaan, baik pengusaha maupun tenaga kerja akan arti pentingnya
Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hambatan yang sering dihadapi dalam
perusahaan. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) 2003, ditemuakan
bahwa di Indonesia tingkat pencapaian penerapan kinerja K3 di perusahaan masih sangat
rendah. Dari data tersebut ternyata hanya sekitar 2% (sekitar 317 buah) perusahaan yang
telah menerapakan K3. Sedangkan sisanya sekitar 98% (sekitar 14.700 buah) perusahaan
belum menerapakan K3 secara baik dalam Tarwaka (2008). Berdasarkan data Jamsostek,
bahwa pengawasan K3 secara nasional masih belum berjalan secara optimal. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah kecelakaan yang terjadi, dimana pada tahun 2008 terjadi kecelakaan
sebanyak 58.600 kasus, tahun 2009 sebanyak 94.398 kasus, tahun 2010 terjadi sebanyak
98.000 kasus, 1.200 kasus diantaranya mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan tahun
2011 kecelakaan kerja mencapai 99.491 kasus, namum umumnya, kecelakaan kerja yang
terjadi didominasi oleh kecelakaan lalulintas sebanyak 40% kasus (Rudy, 2012).
Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2010), menjelaskan bahwa faktor penyebab
terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara dan
mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan
(cancel out the tress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode
istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran penyebab
kelelahan itu sendiri dapat mengakibatkan produktivitas menurun, target produksi tidak
tercapai semestinya dan prilaku psikologis dalam bekerja tidak terkontrol.
Berdasarkan survei pendahuluan yang di lakukan di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten
terhadap 40 karyawan, dijumpai banyak pekerja yang bekerja dilingkungan kerja panas yang
tidak memenuhi (NAB). Berdasarkan hasil pengukuran iklim kerja diperoleh Indeks Suhu
Basah dan Bola (ISBB) sebesar 31,76 C pada bagian pengecoran dan 29,76 C pada
bagian produksi. Dari penelitian awal dengan menggunakan observasi dan kuesioner
karyawan di tempat kerja: 1 orang jarang mengalami kelelahan kerja, 3 orang sering
mengalami kelelahan kerja dan 8 orang sangat sering mengalami kelelahan kerja. Jika
dibandingkan dengan standar iklim kerja di Indonesia yang ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-13/MEN/2011 dengan pengaturan waktu
kerja 75% kerja dan 25% istirahat untuk 8 jam kerja dengan beban kerja berat yang
didasarkan pada iklim kerja tersebut mempunyai (ISBB) yang telah melebihi (NAB). Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang:
Pengaruh Iklim Kerja Panas Terhadap Kelelahan Tenaga Kerja Di Bagian Peleburan
Logam Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten.
METODE
Batur Jaya adalah sebuah koperasi yang bergerak dibidang peleburan logam,
berlokasi di Desa Batur, Tegalrejo, Kecamatan ceper, Kabupaten Klaten Jawa Tengah berdiri
pada tanggal 23 Juli 1976 yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian Indonesia Bapak M.
Yusuf. Dalam rangka membangun perekonomian bangsa Indonesia, Koperasi Batur Jaya
mempunyai tugas dan peran yang sama pentingnya dengan BUMN dan sektor swasta lainnya
yang melakukan usaha demi terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa
Kerja pada Bagian Peleburan dan Produksi
Masa Kerja Persentase
(tahun) Frekuensi (%)
<5 9 30
6-10 15 50
11-15 6 20
Jumlah 30 100
Jumlah masa kerja di koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten paling banyak pada masa
kerja 6-10 tahun dengan frekuensi 15 orang pekerja (50%), sedangkan frekuensi masa
kerja karyawan paling sedikit antara 11-15 tahun dengan frekuensi 6 orang pekerja
(20%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
pada Karyawan Bagian Peleburan dan Produksi
Umur Persentase
(tahun) Frekuensi (%)
<25 2 6,7
25-35 8 26,7
>35 20 66,7
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang berumur kurang dari 25
tahun ada 2 responden (6,7%), sedangkan 8 responden (26,7%) berumur 25-35 tahun, dan
20 responden (66,7%) berumur > 35 tahun.
Berdasarkan tabel diatas bahwa hasil pengukuran iklim kerja panas di ruang produksi
di dapatkan rata-rata iklim kerja panas sebesar 26,40C dan masih sesuai standar di bawah
NAB dengan standar iklim kerja panas (30,60C) termasuk kategori beban kerja ringan,
sedangkan pada ruang peleburan di dapatkan rata-rata iklim kerja panas sebesar 28,90C yang
tidak sesuai standar karena melebihi NAB dengan standar iklim kerja panas 28,00C dan
termasuk kategori beban kerja berat.
Berdasakan tabel 13 data tingkat keleahan sebelum dan sesudah bekerja di bagian
peleburan dan bagian produksi dengan uji man Whitney yaitu:
a. Diketahui nilai signifikan pada bagian peleburan 0,000 < 0,050. Hal ini berarti ada
perbedaan yang signifikan tingkat kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada
bagian peleburan.
b. Diketahui nilai signifikan pada bagian produksi 0,000 < 0,050 hal ini berarti ada
perbedaan yang signifikan tingkat kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada
bagian produksi.
Tabel 4.8 Uji Statistik Tingkat Kelelahan pada
Bagian Peleburan dan Bagian Produksi
Standart
Variabel Ruangan N Rata-rata Deviasi Sig
Kelelahan sebelum
kerja Peleburan 15 247,43 12,293
(pre-test) Produksi 15 246,83 10,284
Total 30 0,902
Kelelahan setelah
bekerja Peleburan 15 330,90 28,092
(post-test) Produksi 15 296,54 21,516
Total 30 0,000
Berdasakan tabel 14 data tingkat kelelahan sebelum kerja (pre-test) dan kelelahan
setelah bekerja (pos-test) di bagian peleburan dan bagian produksi dengan Uji mann-
Whitney Test yaitu:
a. Diketahui tidak signifikan pada pre-test 0,050 > 0,902. Hal ini berarti tidak ada
perbedaan yang signifikan antara bagian peleburan dan bagian produksi sebelum
bekerja
b. Diketahui signifikan pada pos-test 0,000 < 0,050. Hal ini berarti ada perbedaan
tingkat kelelahan yang signifikan antara bagian peleburan dan bagian produksi
Sesudah bekerja. Tingkat kelelahan pada bagian peleburan lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian produksi. Berdasarkan hasil uji penelitian Mann-Whitney tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh iklim kerja panas terhadap
kelelahan tenaga kerja (p = 0,000).
PEMBAHASAN
Masa Kerja
Dalam penelitian ini masa kerja subjek penelitian berkisar antara >3 bulan – 15
tahun dengan rata-rata 8 tahun dengan rata-rata sebagian besar sudah bekerja antara 6-10
tahun sebanyak 15 orang (50%) dari 30 tenaga kerja.
Umur
Dalam penelitian ini didapat bahwa sebagian besar umur tenaga kerja > 35
tahun sebanyak 20 orang (66,7%) dari 30 responden dan yang berumur < 25 tahun ada 2
orang (6,7%) sedangkan yang berumur antara 25-35 tahun ada 8 orang (26,%). Penelitian
ini dilakukan pada karyawan di Koperasi Industri Batur Jaya Ceper Klaten sebanyak 30
responden dengan 15 responden pada karyawan bagian pegecoran dan 15 lainnya
karyawan pada bagian produksi. Karakteristik responden pada penelitian ini adalah
bahwa semua karyawan berjenis kelamin laki-laki dan masa kerja > 3 bulan dan memiliki
umur kebanyakan adalah lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 66,7% dari keseluruhan
responden.
Beban Kerja
Dari hasil pengukuran di dapat nilai rata-rata denyut nadi tenaga kerja di bagian
peleburan di dapat 130,2/menit termasuk beban kerja sedang dan hasil pengukuran pada
bagian produksi di dapat nilai rata-rata denyut nadi tenaga kerja di dapat 90,13/menit
termasuk beban kerja ringan.
Iklim Kerja Panas
Hasil pengukuran iklim kerja panas di Koperasi Batur Jaya Ceper-Klaten pada
bagian peleburan didapat hasil rata-rata ISBB 28,9 0C dengan kondisi cuaca saat itu turun
hujan. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indek Suhu Basah dan Suhu Bola (ISBB) yang
diperkenankan berdasarkan Permenakertrans RI Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja maka diketahui bahwa iklim kerja
dibagian peleburan melebihi NAB yaitu 28,0 0C. Sedangkan hasil pengukuran iklim kerja
panas di ruang produksi di dapatkan rata-rata iklim kerja panas sebesar 26,40C dan masih
sesuai standar di bawah NAB dengan standar iklim kerja panas (30,60C) termasuk
kategori beban kerja ringan dengan lama kerja 8 jam perhari istirahat 1 jam. Menurut
Suma’mur (2009), sumber panas radiasi adalah berasal dari permukaan matahari yang
panas dan memancarkan sinar dari permukaan itu sendiri. Suhu udara (iklim kerja panas)
selalu dipengaruhi oleh cuaca lingkungan.
Kelelahan Kerja
1. Perbandingan Tingkat Kelelahan Sebelum dan Sesudah Bekerja.
Hasil pengukuran uji Mann-Whitney didapat nilai signifikasi pada bagian
peleburan (sig= 0,000 < 0,050), maka hal ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan tingkat kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada bagian peleburan.
Pada bagian produksi didapat nilai signifikansi pada bagian produksi (sig= 0,000 <
0,050), maka hal ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat
kelelahan sebelum dan sesudah bekerja pada bagian produksi . Berdasarkan dari hasil
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa iklim kerja panas dibagian peleburan maupun di
bagian produksi dapat mempengaruhi tingkat kelelahan tenaga kerja.
2. Perbandingan Tingkat kelelahan pada bagian peleburan dan bagian produksi
Dari hasil uji didapat nilai signifikasi tidak signifikan pada pre-test 0,050 > 0,902,
maka hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada bagian
peleburan dan bagian produksi sebelum bekerja. Sedangkan hasil uji didapat nilai
signifikasi setelah bekerja diketahui signifikan pada pos-test 0,000 < 0,050, maka hal ini
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada bagian peleburan dan
bagian produksi Sesudah bekerja. Berdasarkan hasil uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan antara tingkat kelelahan pre-test dan post-test dibagian peleburan
dan produksi. Menurut Suma’mur (2009) menuliskan bahwa iklim kerja adalah
kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan udara dan panas radiasi.
Kombinasi keempat faktor tersebut yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh
sendiri disebut tekanan panas heat stress. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan Anggrayani Rosita Sari (2011) dengan judul pengaruh tekanan panas
terhadap kelelahan kerja pada pekerja di industri pembuatan batu bata, yang mengatakan
bahwa iklim kerja panas yang tinggi (area outdoor) lebih melelahkan dari pada iklim
kerja panas yang lebih rendah (area indoor) di Industri Pembuatan Batu Bata Ds.
Sukorejo Sragen.
Tingkat kelelahan kerja pada bagian peleburan lebih tinggi dibandingkan tingkat
kelelahan kerja pada bagian produksi, hal ini disebabkan karena sumber panas berada
pada bagian peleburan yaitu tungku atau kuali besar yang digunakan untuk meleburkan
logam, jadi semakin tinggi tingkat iklim kerja panas semakin tinggi juga tingkat
kelelahan kerjanya. Beban kerja juga mempengaruhi kelelahan kerja dari hasil
pengukuran denyut nadi untuk menentukan beban kerja didapatkan hasil rata-rata denyut
nadi/menit untuk bagian peleburan 130,2 denyut nadi/menit masuk dalam kategori beban
kerja sedang, pada bagian produksi 90,13 denyut nadi/menit masuk dalam kategori
beban kerja ringan, jadi semakin besar beban kerja yang diterima tenaga kerja maka
semakin besar pula tingkat kelelahan kerjanya.
Diketahui bahwa Sum of ranks di bagian peleburan 345 dan di bagian produksi
306. Jadi tingkat kelelahan di bagian peleburan lebih tinggi dari pada tempat produksi
dengan suhu dibagian produksi 26,40C dan bagian peleburan 28,90C dengan kondisi saat
penelitian turun hujan, jadi semakin panas tempat bekerja semakin tinggi pula tingkat
kelelahan.
Simpulan
1. Ada perbedaan antara kondisi iklim kerja panas di bagian produksi sebelum dan
sesudah bekerja terhadap kelelahan tenaga kerja.
2. Ada perbedaan antara kondisi iklim kerja panas di bagian peleburan sebelum dan
sesudah bekerja terhadap kelelahan tenaga kerja.
3. Ada pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan tenaga kerja setelah bekerja di
bagian peleburan logam.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Sebaiknya Koperasi Batur Jaya menyediakan tempat minum untuk para pekerja
diusahakan tidak jauh dari tenaga kerja dan air minumnya harus mengandung garam
yang nyaman, letaknya terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan tenaga para
pekerja.
3. Sebaiknya pada bagian peleburan yang memilki iklim kerja panas > NAB dilakukan
perbaikan ventilasi dan pemasang blower agar sirkulasi udara di dalam ruangan
menjadi lancar dan baik, hal itu berguna untuk mengurangi paparan panas, sehingga
tinggi, pemilik Koperasi Batur Jaya hendaknya mengatur lamanya waktu kerja dan
istirahat pekerja, yang harus disesuaikan dengan tingkat iklim kerja panas yang
dihadapi oleh pekerja secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB yaitu, 75%
Budiono S, dkk, 2003. Bunga Rampai Hyperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Djati, A. 2010.Perbedaan Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja antara shift siang dan Shift Malam
Di Bagian CPA JOB Pertamina-Petrochia Eats Java Di Kabupaten Tuban jawa Timur
(Skripsi). Surakarta : UNS.
Direktur Jendral Bina Marga, 1999. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusahaan.
Surabaya : Yudistira
Habsari, D. 2003. Bunga rampai hiperkes dan KK. Semarang: Badan penerbit UNDIP.
Heru Gustaf, Haryono, 2008. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.
I Dewa Nyoman Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Kepmenaker dan Transmigrasi Nomor KEP. 13/MEN/X/2011 Standar Pajanan Bahaya Fisik di
Tempat Kerja.
Kurniawan, 2007. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta
: EGC
Nurmianto., 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.
Ramandhani,S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Rosita Anggrayani S, 2011. Pengaruh Tekanan Panas Terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja
di Industri Pembuatan Batu Bata Desa Sukorejo Sragen. http/digilib.uns.ac.id.
Oentoro, 2004. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Suma’mur P. K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung
Agung.
Tarwaka, Bakri, S., dan Sudiajen, L., 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.l.
Tarwaka. 2008. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan Press.