Tugas
Tugas
1. Angiodema : pembengkakan di bawah permukaan kulit yang merupakan reaksi dari alergi.
2. Ketorolac : suatu obat NSAID yang digunakan intravena, Intramuskular atau oral yang
digunakan untuk pengobatan nyeri jangka pendek.
3. Inotropin :Obat untuk memperkuat kontraksi miokardium.
STEP 2
1. Mengapa setelah mendapatkan suntikan ketorolac pasien menjadi sesak nafas hebat dan
pusing (farmakodinamik dan efek samping lainnya)?
2. Apakah semua obat NSAID memiliki efek samping seperti soal diatas?
3. Mengapa oleh perawat jaga pasien dibaringkan dan dielevasikan kedua tungkainya?
4. Kenapa pada kedua kelopak mata terdapat angiodema dan urtikaria di seluruh tubuh?
5. Mengapa pada kondisi yang buruk pasien diberikan inotropin dan vasopresor serta injeksi
kortikosteroid dan anti histamin, injeksi adrenalin,oksigenasi dan loading cairan melalui infus
(penatalaksanaan syok)?
6. Apa kemungkinan dari hasil ECG?
7. Bagaimana tanda-tanda syok anafilatik (didapatkan nafas cuping hidung, retraksi subcostal,
wheezing, fase ekspirasi memanjang dan muka kebiruan)?
8. Stadium-stadium syok anafilaktik?
9. Etiopatologi dari syok anafilaktik?
10. Macam-macam syok?
11. Patofisiologi syok?
STEP 3
1. Mengapa setelah mendapatkan suntikan ketorolac pasien menjadi sesak nafas hebat dan
pusing (farmakodinamik dan efek samping lainnya)?
Jadi ketorolac memiliki reaksi hipersensitivitas mengakibatkan spasme bronkus sampai
syok anafilaktik jadi ketorolac diberikan pada dosis rendah
Efek lain pada GIT mengakibatkan ulserasi peptic juga dapat pada ginjal(kegagalan depresi
pada volume ginjal), resiko perdarahan (ketorolac menghambat fungsi trombosit)
Merupakan salah satu NSAID menghambat sikloksigenase sehingga asam arakidonat akan
terkonsentrasi pada jalur lipooksigenase akan terjadi leukotrien menyebabkan
Vasodilatasimenyebabkan ekstravasasi cairanedem laringsesak nafas.
Obat lewat injeksi lewat aliran darah tidak lewat hepar sehingga langsung ke seluruh
tubuh jadi cepat sesak.
DILENGKAPI!!!
Ketorolac Tromethamine adalah suatu NSAID. Ia memiliki aktifitas anti-inflamasi, analgetik dan
antipiretik. Cara kerjanya diperkirakan dengan menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan
melalui penghambatan siklooksigenase, enzim yang mengkatalisis pembentukan
prekursorprostaglandin (endoperoksida) dari asam arakhidonat.
http://www.obatinfo.com/2010/01/xevolac-injeksi.html
Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20
dosis dalam 5 hari.
2. Apakah semua obat NSAID memiliki efek samping seperti soal diatas?
Tergantung alergi atau tidak ( jika dikulit ada steven johnson syndrome dan pada tubuh
anafilatik)
Rx.hipersensitivitas tipe 1
Sistem imun merupakan contoh aktivitas biologi yang sangat kompleks. Pengenalan, memori, serta
kespesifikkan terhadap benda asing merupakan inti imunologi. Reaksi hipersensitivitas merupakan
suatu keadaan dimana terjadi perubahan pada peningkatan reaktivitas respon imunitas tubuh
terhadap suatu substan atau antigen tertentu.2 Tahun 1963, Gell dan Coombs mengklasifikasikan
hipersensitivitas menjadi empat tipe reaksi (tipe I, II, III, dan IV), yang dibedakan tergantung pada
tingkat keparahan dan latensi (lama atau periode waktu) dari setiap reaksi.1,2,3
Hipersensitivitas tipe I, merupakan suatu reaksi tipe cepat (immediate immune reaction) terhadap
suatu antigen tertentu. Sel mast dan basopil sangat berperan pada reaksi tipe ini. Setelah terekspose
antigen, sel mast dan basopil melakukan proses degranulasi, kemudian mengeluarkan substan
tertentu yang akan memicu terjadinya inflamasi (Gambar 1A). Antigen akan berinteraksi dengan
molekul IgE yang terikat dengan afinitas tinggi dengan suatu reseptor pada permukaan sel mast,
disebut sebagai crystallizable reseptor (Fc). Hal inilah yang akan memicu terjadinya degranulasi. Sel
mast yang tergranulasi akan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi diantaranya histamine,
proteoglycans, protease serine, dan leukotrine. Pelepasan mediator inflamasi secara cepat akan
bermanifestasi klinis berupa urtikaria, kemerahan, hay fever, dan angioedema (bengkak pada bibir,
kelopak mata, tenggorokan, dan lidah). Semua manifestasi tersebut sering dikenal dengan istilah
reaksi anaphilaksis atau alergi. Pada beberapa kasus, reaksi alergi atau anaphilaksis ini,
bermanifestasi berat, sehingga dapat menghalangi jalan nafas (airway) atau menyebabkan
terjadinya aritmia jantung.
http://www.idijembrana.or.id/index.php?module=artikel&kode=15
3. Mengapa oleh perawat jaga pasien dibaringkan dan dielevasikan kedua tungkainya?
Mengelevasikan kedua tungkai disebut TRENDELENBURG meningkatkan venous return
meneaikan tekanan darah.
POSISI TRENDELENBURG
Friedrich Trendelenburg mempopulerkan posisi operasi dengan head down 45o sekitar tahun
1870an dengan tujuan meningkatkan akses menuju pelvis disebabkan isi abdomen akan
bergeser ke arah cephal mengikuti gravitasi. Istilah “ Trendelenburg ”sekarang ini mencakup
setiap derajat head down, tanpa memperhitungkan apakah pasien berbaring supine, lateral
atau prone. Semua posisi head down sekarang dikenal, meskipun , secara potensial berbahaya
pada penyakit jantung, paru, okular, dan penyakit susunan saraf pusat, dan secara esensial
tidak berguna untuk resusitasi volume vaskuler.
Regurgutasi atau muntah, dan aspirasi isi lambung, merupakan penyebab morbiditas
dan mortalitas yang penting pada anestesi. Secara umum dapat diterima bahwa
sfingter bawah esofagus merupakan mekanisme proteksi utama dalam pencegahan
regurgitasi. Kecenderungan untuk mengalami regurgitasi dilawan oleh barier tekanan
antara esofagus bagian bawah dan tekanan lambung. Efek head-down 15o dan 30o
pada pasien sehat yang berada di bawah pengaruh anestesi umum menunjukkan
peningkatan tekanan lambung dan esofagus bagian bawah sehingga barier tekanan
tidak mengalami perubahan yang berarti. Penggunaan posisi Trendelenburg tidak
menpredisposisi untuk terjadi regurgitasi gastroesofageal. Meskipun demikian, pasien
dengan riwayar refluks gastroesofageal memiliki resiko tinggi untuk regurgitasi ketika
diposisikan Trendelenburg. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa babi dengan
tekanan sfingter esofagus bawah yang rendah sebelum induksi anestesi mengalami
regurgitasi jika diposisikan head-down dengan pneumopeitoneum 15 mmHg.
Trauma pleksus brakhialis ( tingkat insidens 0,16% ) dilaporkan terjadi pada
penggunaan penyanggah bahu ketika lengan pasien diekstensikan 90o. Peregangan
atau kompresi bundle neurovaskuler retrolavikular dipercaya bertanggungjawab
terhadap terjadinya defist neurologis. Sanggahan oleh kaki selama posisi head-down
ditambah posisi litotomi dibuat seadekuat mungkin untuk mencegah penekanan pada
nervus peroneal komunis.
Jika posisi ini akan diakhiri, posisi ETT sebaiknya dikonfirmasi untuk menghindari
intubasi bronkhial yang disebabkan oleh pergeseran mediastinum kearah cephal dan
pergeseran carina. Resiko malposisi trakea pada pasien pediatrik biasanya lebih tinggi
karena jarak antara korda vokalis dan carina lebih pendek. Bahkan fleksi dan ekstensi
leher sederhana dapat menyebabkan pergeseran ETT yang berarti, yang dapat menuju
ke intubasi bronkhial atau ekstubasi yang tidak disengaja.
Peningkatan tekanan vena serebral dan tekanan intraokular dan intrakranial dapat
dipresipitasi oleh posisi Trendelenburg.
Posisi Pasien
Pasien dengan masalah Airway dan Breathing diposisikan duduk tegak (sit up) sehingga akan membuat
pernafasan lebih mudah. Berbaring lurus (lying flat) dengan atau tanpa menaikkan kaki (leg elevation),
digunakan untuk pasien dengan tekanan darah rendah (masalah sirkulasi). Jangan posisikan pasien duduk atau
berdiri jika mereka merasa seperti mau pingsan, dapat mengakibatkan henti jantung (cardiac arrest). Pasien
yang masih bernafas tetapi tidak sadar, diposisikan miring satu sisi (on their side) untuk recovery. Pasien hamil
diposisikan miring ke kiri untuk mencegah terjadinya kompresi caval (vena cava).
http://www.idijembrana.or.id/index.php?module=artikel&kode=15
4. Kenapa pada kedua kelopak mata terdapat angiodema dan urtikaria di seluruh tubuh?
Reaksi alerg : alergen masuk diikat oleh IgE diikat oleh basofil membentuk granula
degranulasi muncul mediator (histamin,serotonin,bradikinin)terjadi spasme bronkus
dan peningkatan premeabilitas pada saluran nafas dan sekresi mukus pada saluran nafas
serta jika pada kulit terjadi reaksi inflamasi.
Angiodema : peningkatan vaskuler pada jaringan pada lapisan dermis yang dalam pada
subkutan tidak gatal karena sedikit saraf
Urtikaria : peningkatan vaskuler pada jaringan pada lapisan dermis yang supervisial pada dan
berbatas tegas gatal karena banyak saraf
MANIFESTASI KLINIS
Tiga bentuk yang paling umum dari angioedema adalah edema subkutan, serangan
edema abdominal, dan edema laring.
1. Edema Subkutan
Angioedema sub-cutan pada Hae jarang terjadi, tidak gatal, dan terjadi pembengkakan
non-erythematous kulit, tidak disertai dengan urtikaria, dan dialami oleh hampir 100% dari
pasien bergejala selama hidup mereka. Hal ini paling sering dilihat pada ekstremitas (45%
dari serangan melibatkan edema extremital) tetapi juga dapat melibatkan pada wajah, leher,
alat kelamin, dan tubuh (edema kulit terjadi pada 50% dari semua serangan HAE) .
Angioedema sub cutan sembuh secara spontan, biasanya dalam waktu 2 sampai 4 hari.
Mekanikal trauma dan infeksi saluran nafas umum faktor curah pada anak-anak.
2. Serangan Abdominal
Serangan abdominal mirip suatu gangguan perut akut dan menyebabkan operasi tidak
berdasar. Manifestasi klinis termasuk rasa sakit perut menyebar, muntah, diare, dan ileus dan
bisa mengakibatkan shock hipovolemik. Tidak adanya demam adalah perbedaan penting
petunjuk diagnostik. Hemokonsentrasi dapat mengakibatkan peningkatan jumlah sel darah
putih, namun berbeda dengan gangguan inflamasi, hal ini terkait dengan tingginya sel darah
merah dan jumlah platelet, hemoglobin dan hematokrit tinggi meningkat, dan memperpendek
waktu koagulasi. Abdomen adalah lokalisasi paling sering kedua pada serangan akut HAE,
48% dari berhubungan dengan abdomen dan / atau usus. Sembilan puluh tujuh persen pasien
mengalami manifestasi gejala yang sugestif dari perut menyerang selama masa hidup mereka.
Pentingnya mengenali serangan abdominal HAE pada pasien pediatrik tidak dapat ditekankan
cukup. Pada sebagian kecil kasus, nyeri perut mungkin mencerminkan awal dari serangan
akut abdomen HAE, yang dapat menjadi yang pertama dan satu-satunya manifestasi dari
penyakit ini. Sering kali, juga disertai oleh edema subkutan.
3. Edema laring
Meskipun angioneurotic edema laring jarang (0,9% dari semua serangan HAE), ini
adalah manifestasi yang mengancam nyawa dari defisiensi C1-inhibitor karena risiko yang
akan datang mati lemas. Biasanya, itu terjadi untuk pertama kalinya pada pasien yang berusia
20-an hingga pertengahan, menimpa sekitar setengah dari pasien dengan HAE selama hidup
mereka, dan telah dilaporkan sejak usia 3 tahun. Pada anak-anak, formasi edema memiliki
kecenderungan untuk wajah dan leher, dan dapat berkembang melibatkan uvula, soft palate,
atau laring. Karena diameter kecil saluran-saluran udara atas pada anak-anak, yang relatif
sedikit bengkak mukosanya, menyebabkan obstruksi substansial, sehingga mati lemas dapat
terjadi segera. Manifestasi klinis termasuk suara serak, stridor, dyspnea, sensasi globus,
disfagia, dan perubahan suara. Membangun definitif diagnosis biasanya memerlukan
konsultasi dengan seorang Dokter Ahli THT (Telinga, hidung, dan tenggorokan). Karena
laringoskopi tidak langsung biasanya sulit dilakukan pada bayi, adanya gejala-gejala yang
tercantum di atas harus dianggap sebagai bukti edema laring.
http://www.idijembrana.or.id/index.php?module=artikel&kode=15
5. Mengapa pada kondisi yang buruk pasien diberikan inotropin dan vasopresor serta injeksi
kortikosteroid dan anti histamin, injeksi adrenalin,oksigenasi dan loading cairan melalui infus
(penatalaksanaan syok)?
ES vasodilatasi vasopreson(meningkatkan vasokontriksi pembuluh darah) dan inotropin
(meningkatkan CO) meningkatkan TD
Terapi suportif
a. Oksigenase
b. Tredelenburg
c. Infus
d. Resusitasi jantung
Menghentikan kontak alergen perhatikan jalan nafasnya diberikan epinefrin 0,5 mg-
1mg dan diulangselama 5-10 menit diberikan anti histamin 10-20 mg Iv
Jawab :
Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk
mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan
tekanan darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan
meningkatkan aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat
pelepasan histamin dan mediator lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin
adalah meningkatkan cAMP dalam sel mast dan basofil sehingga
menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan histamine dan mediator
lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuan memperbaiki
kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot polos
bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan
tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun
sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada
penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat
setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi
intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan.
Berikan 0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01
ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15
menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.
Tabel 2.1. Dosis Adrenalin Intramuskular untuk Anak-anak
Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon keradangan, kortikosteroid tidak
banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi
sedang hingga berat untuk memperpendek episode anafilaksis atau mencegah anafilaksis
berulang. Glukokortikoid intravena baru diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam
pemberian. Metilprednisolon 125 mg intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi
pasien stabil (yang biasanya tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10
mg/Kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB.
Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin intravena 4-7 mg/Kg BB
selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6 mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6 mg/Kg
BB yang diencerkan dalam 20 cc dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan
sekitar 15 menit. Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol).
Larutan salbutamol atau agonis β2 yang lain sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl
0,99% diberikan melalui nebulisasi.
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan vasopresor
melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250 ml dextrosa
(konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit
(dengan infus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikan sampai dosis maksimum 10
mg/ml, atau aramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter
dengan dekstrosa 5% dengan kecepatan 2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam
secara infus dengan dextrosa 5%.
Antihistamin
Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses vasodilatasi dan
peningkatan peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pelepasan
mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan
bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya penyakit,
antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat
antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau
ranitidin (150 mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam
waktu 5 menit. Bila penderita mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus
dihindari sebagai gantinya dipakai ranitidin. Anti histamin yang juga dapat diberikan
adalah dipenhidramin intravena 50 mg secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap
6 jam selama 48 jam.
7. Bagaimana tanda-tanda syok anafilatik (didapatkan nafas cuping hidung, retraksi subcostal,
wheezing, fase ekspirasi memanjang dan muka kebiruan)?
Sistem pernafasan :
a. Bersin
b. Hidung tersumbat
c. Batuk
d. Udem laring
Sistem Sirkulasi
Syok normovolemik :
Syok
Syok merupakan suatu kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan tidak adekuatnya
perfusi jaringan, yang secara klinis ditandai dengan penurunan tekanan darah
sistolik (< 80 mmHg), perubahan status mental, oliguria dan akral yang dingin.
A. Syok hipovolomik
B. Syok cardiogenik
Yaitu syok akibat gangguan fungsi jantung (aritmia, gangguan fungsi katup, infark
miokard akut dengan komplikasi)
C. Syok Obsruktif
D. Syok distributive
Syok adalah gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi
dan oksigenasi jaringan atau suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan
dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis
Angiodema : peningkatan vaskuler pada jaringan pada lapisan dermis yang dalam pada
subkutan tidak gatal karena sedikit saraf
Urtikaria : peningkatan vaskuler pada jaringan pada lapisan dermis yang supervisial pada dan
berbatas tegas gatal karena banyak saraf
II. ETIOLOGI
A. Syok Kardiogenik
1. Bradidisritmia
2. Takidisritmia
2. Lesi obstruktif
Obstruksi saluran keluar ventrikel kiri, seperti stenosis katup aorta congenital atau di dapat,
dan kardiomiopati hipertrofi obstruktif
Obstruksi saluran masuk ventrikel kiri, seperti stenosis mitralis, miksoma atrium kiri,
thrombus atrium.
3) . Miopati
Gangguan kontraktilitas ventrikel kiri, seperti pada infark miokardium akut atau
kardiomiopati kongestif
Gangguan kontraktilitas ventrikel kanan yang disebabkan oleh infark ventrikel kanan
Gangguan relaksasi atau kelenturan ventrikel kiri, seperti pada kardiomiopati restriktif atau
hipertrofik
B. Syok Obstruktif*
1. Tamponade pericardium
2. Koarktasio aorta
3. Emboli paru
C. Syok Oligemik
1. Perdarahan
2. Kekurangan cairan akibat muntah, diare, dehidrasi, diabetes mellitus, diabetes insipidus,
kerusakan korteks adrenal, peritonitis, pancreatitis, luka bakar, adenoma vilosa, ascites, atau
feokromositoma
D. Syok Distributif
1. Septicemia
Endotoksik
Gagal ginjal
Gagal hati
Overdosis obat
Hipertermia maligna
3. Endokrinologik
Hipotiroidisme
Diabetes insipidus
Hipoglikemia akibat kelebihan insulin eksogen atau akibat tumor sel beta
4. Mikrosirkulasi, akibat berubahnya viskositas darah
Polisitemia vera
Emboli lemak
5. Neurogenik
Seebral
Spinal
otonom
6. Anafilaktik
III. KLASIFIKASI
1. Syok kardiogenik
2. Syok obtruktif
3. Syok oligemik
4. Syok distributive
1. Syok hipovolemik, yaitu kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan
cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang
tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
2. Syok kardiogenik
3. Syok neurogenik
4. Syok septic
5. Syok anafilatik
1. System Kardiovaskuler
Manifestasi klinik berupa:
Gangguan sirkulasi perifer berupa pucat dan ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena
perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
CVP rendah
2. System Respirasi
Manifestasi klinik berupa pernapasan cepat dan dangkal.
V. PATOFISIOLOGI
Keadaan ini dikompensasi oleh tubuh dengan berbagai cara. Diantaranya dengan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer sehingga ekstremitas tampak pucat dan
dingin, jantung berusaha berkontraksi lebih cepat untuk menghasilkan curah jantung
lebih banyak sehingga nadi menjadi cepat walaupun halus. Kondisi ini juga
menyebabkan kebutuhan akan oksigen semakin meningkat, sehingga pasien
bernafas denga cepat dan dangkal.
Selain itu, kompensasi tubuh juga dapat berupa retensi cairan di ginjal, sehingga
produksi urin pasien menjadi berkurang dari normal.
VI. PENATALAKSANAAN
ALERGI
STEP 4
SYOK ANAFILAKTIK
PEMERIKSAAN
ABCDE
SUPORTIF FARMAKOLOGI