cholelitiasis
OLEH :
SYAFIQ KOBRI
121001456
Ilmu Bedah
FAKULTAS KEDOKTERAN
2015
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb .
Adapun paper ini dibuat sebagai tugas dari stase BEDAH di RS HAJI
MEDAN.
Semoga paper ini bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi
saya khususnya. Masukan dan tanggapan sangat diherapkan oleh penulis demi
lebih sempurnanya paper ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di
dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Lesmana dkk,divisi hepatology
FKUI 2009). Kejadian batu empedu di negara – negara industri antara 10 –
15 %. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang,
dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya
terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut “Healthy
Lifestyle” Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada pasien
pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada
27% pasien ( menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM
Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis.
Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu
empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk),
Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko
mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita
dan usia 40 th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti
bahwa wanita di bawah 40 th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita
diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami
komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun
bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.
BAB II
2.1 EPIDEMIOLOGI
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat
untuk menderita batu empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen
tidak terlalu banyak berbeda.4
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5
2.3 FISIOLOGI
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
- Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini
yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
- Neurogen :
- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu.
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan
sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan
pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu.4
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada
malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4
2.6 PATOGENESIS
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar
yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki
tahun 1995 sebagai berikut :
1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa
sebagai :
- Batu Kombinasi
- Batu Kolesterol
-
Batu Pigmen.3
· Batu Kolesterol
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak
larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle
yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi
lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol
terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai
1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini
bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin
jauh lebih banyak.
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu
heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang
lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol
sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.1
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung
empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk
akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu
lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti
batu tersebut.1
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada
pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,
karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi
mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal
kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit
yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan
infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi
unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b
glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan
empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.1
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 %
batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.
Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing
tambang. 1
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat
karena adanya komplikasi.3
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral
ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu.
Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu
tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara
30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri
dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri
dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala
dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain
kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis,
sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena
perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal.1
Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan
ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ
tersebut. 7
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan
penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit
lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus
sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di
dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit
koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa
gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. 8
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri
sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran
empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.8
2.8 DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila
terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar
bilirubin darah dan fosfatase alkali.
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga
terlihat pada foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan
kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral
dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar
bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat
kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.
1. Ultra Sonografi
1. Tomografi Komputer
A. TINDAKAN OPERATIF
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan
tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain
mengingat “silent stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan
komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang
paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu
kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
1. Kolesistostomi
o
Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
o
Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang
menyertai, kesulitan teknik operasi dan
o
Tersangka adanya pankreatitis.
1. Terapi Disolusi
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu
pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15
mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan
CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.
- Wanita hamil
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan
waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 1
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih
kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam
asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus
dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. 1
1. Kriteria Munich :
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.
2. Kriteria Dublin :
- Batu radiolusen
- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila
multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.
-
Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik. 1
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya
rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan
subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4
B. DIETETIK
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi
istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk
memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk
memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan
cairan tubuh. 1
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3
-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.
-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
3. Lesmana, L.A, 1995, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I ed 3, hal 380 – 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta.
4. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
6. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266, Penerbit
EGC, Jakarta.
8. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London
: Blackwell Scientific Publication, 1993.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ratna
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tembung
ANAMNESA
a. Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 170/80 mmHg
- HR : 80x/ menit
- RR : 24x/ menit
- Temperatur : 36,80 c
Berat Badan : 69 Kg
Tinggi Badan : 160 cm
a. Kepala
- Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
- T/H/M : dalam batas normal
b. Leher
- KGB : Pembesaran KGB (-)
- TVJ : tidak meningkat
- Kelenjar tiroid : dalam batas normal
c. Thorak-cardiovaskular
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus kordis teraba di SIC VLMC sinistra
P : batas Jantung
- Kanan atas : SIC III LPS dextra
- Kanan bawah : SIC IV LPS dextra
- Kiri atas : SIC III LMC sinistra
- Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
A : Suara jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
I : Simetris kanan kiri, retraksi (-), fraktur (-), ketinggalan gerak (-)
d. Abdomen
I : Simetris, benjolan (-), venektasi (-), tanda radang (-), distensi (-)
P :
- Nyeri tekan (+) regio hipochondrica dextra, lien tidak teraba, hepar tidak
teraba, Murphy sign (+), defans muskular (-) ballotemen test (-)
- Teraba massa (+) regio hiponchondriaca dextra, konsisten keras padat,
permukaan rata, tidak berbenjol- benjol, ukuran ± 10x10 cm, berbatas
tegas.
P : timpani (+), pekak hepar (-), dullnes regio hipochondriaca dextra
A : peristaltik usus normalEksteremitas atas dan bawah.
Superior : deformitas (-), oedem (-), akral hangat, nyeri otot (-), nyeri
sendi (-)
Inferior : deformitas (-),oedem (-), akral hangat, nyeri otot (-), nyeri
sendi (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
a. Thorak
Sinus Kostofrenikus normal, diafragma normal
- Jantung : besar dan bentuk dalam bats normal
-Paru : besar dan bentuk dalam batas normal
Kesan Cor/ Pulmo dalam batas normal
b. USG
Hepar : besar dan bentuk normal, permukaan normal, tidak terihat
SOL, CBD dan vaskular baik.
GB : terlihat batu ukuran 8,8 mm dinding baik
Kesan : Cholelitiasis
Diagnosa Banding
Cholelitiasis
Tumor colon ascenden
Diagnosis
Cholelitiasis
PENATALAKSANAAN