Anda di halaman 1dari 27

Lapkas

cholelitiasis

OLEH :

SYAFIQ KOBRI

121001456

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

Ilmu Bedah

RS. HAJI MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

2015
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb .

Bismillahirrahmannirrahim, segala puji bagi Allah yang telah


memberikan karunia dan rahmat-nya kepada kita, sehingga penulis dapat
menyelasaikan lapkas tentang “Cholelitiasis” hingga selesai. Tak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada dr. yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk membuat tugas paper ini, sehingga menambah pengetahuan tentang
Ilmu-ilmu kedokteran.

Adapun paper ini dibuat sebagai tugas dari stase BEDAH di RS HAJI
MEDAN.

Semoga paper ini bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi
saya khususnya. Masukan dan tanggapan sangat diherapkan oleh penulis demi
lebih sempurnanya paper ini.

Atas perhatiannya, saya ucapkan banyak terima kasih.

Medan, AGUSTUS 2015

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di
dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Lesmana dkk,divisi hepatology
FKUI 2009). Kejadian batu empedu di negara – negara industri antara 10 –
15 %. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang,
dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya
terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut “Healthy
Lifestyle” Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada pasien
pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada
27% pasien ( menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM
Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis.
Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu
empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk),
Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko
mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita
dan usia 40 th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti
bahwa wanita di bawah 40 th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita
diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami
komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun
bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.
BAB II

2.1 EPIDEMIOLOGI

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat
untuk menderita batu empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen
tidak terlalu banyak berbeda.4

Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan


batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal
ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang
dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang
dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan
dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita
penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.4
2.2 ANATOMI

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear


yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus,
corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.5

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.


cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.5

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5
2.3 FISIOLOGI

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar


50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang
satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang
tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.5

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian


disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.
Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus
sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan
ke duodenum.6

2.4 PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial


kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak
kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin
dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada
ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan
membantu pencernaan dan absorbsi lemak.5

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

- Hormonal :

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini
yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

- Neurogen :

- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu.

- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan


mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu
lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal


memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 1
2.5 KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU

Komposisi Cairan Empedu4

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu


Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -

1. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah :

- Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam


makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

- Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang


larut dalam lemak.4

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan
sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan
pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu.4

2. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada
malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

2.6 PATOGENESIS

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar
yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki
tahun 1995 sebagai berikut :

1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa
sebagai :

- Batu Kolesterol Murni

- Batu Kombinasi

- Batu Campuran (Mixed Stone)

2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar


kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :

- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium

- Batu pigmen murni

3. Batu empedu lain yang jarang


Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :

- Batu Kolesterol

- Batu Campuran (Mixed Stone)

-
Batu Pigmen.3

· Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak
larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle
yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi
lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol
terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai
1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini
bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin
jauh lebih banyak.

- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi


supersaturasi.

- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.


- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan
ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi
enterohepatik).

- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar


chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu
kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa
tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.4

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu
heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang
lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol
sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.1

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung
empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk
akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu
lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti
batu tersebut.1

Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada
pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,
karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi
mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal
kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1

· Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :


a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit
yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan
infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi
unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b
glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan
empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.1

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 %
batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.
Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing
tambang. 1

2.7 MANIFESTASI KLINIS

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat
karena adanya komplikasi.3

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik


bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai
di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba
pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul
ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <
4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu ekstra hepatic.1

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral
ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu.
Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu
tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara
30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri
dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri
dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala
dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis.

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain
kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis,
sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena
perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal.1

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan
ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ
tersebut. 7

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan
penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit
lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus
sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di
dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit
koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa
gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. 8

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri
sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran
empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.8
2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila
terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar
bilirubin darah dan fosfatase alkali.

2. Foto Polos Abdomen

Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga
terlihat pada foto polos abdomen.

3. Kolesistografi

Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan
kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral
dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar
bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat
kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.
1. Ultra Sonografi

Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya


sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini
adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan
khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit
berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.
Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar
pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan
pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang
akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran
CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

1. Tomografi Komputer

Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek


gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena
mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

2.9 PENGELOLAAN KOLELITIASIS

A. TINDAKAN OPERATIF

1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan
tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.

Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain
mengingat “silent stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan
komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang
paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu
kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.

Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :

- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.

- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya


Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan
sebagainya.

1. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang


saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan
resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah

o
Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan

o
Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang
menyertai, kesulitan teknik operasi dan

o
Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar


dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti
dengan kolesistektomi.

A. TINDAKAN NON OPERATIF

1. Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang


mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973
di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan
terjadinya kekambuhan. 1

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu
pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15
mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan
CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.

Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

- Wanita hamil

- Penyakit hati yang kronis

- Kolik empedu berat atau berulang-ulang


-
Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1

Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan


jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam
Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak
mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal.
Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-
masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada
sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya
pada malam hari. 1

Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan
waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 1

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih
kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam
asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus
dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. 1

Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk


membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik
harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.

1. Kriteria Munich :

- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).

- Penderita tidak sedang hamil.


- Batu radiolusen

- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu

- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.

2. Kriteria Dublin :

- Riwayat keluhan batu empedu

- Batu radiolusen

- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila
multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.

-
Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik. 1

Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita


karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas
penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan
yang umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua
penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif.
Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama
dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah
pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat
bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan
pemberian asam empedu dalam jangka panjang.

ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya
rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan
subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4
B. DIETETIK

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi
istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk
memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk
memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan
cairan tubuh. 1

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi,


maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak
mengeluarkan gas akan sangat membantu.

Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :

-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.

-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

Makanan yang tidak merangsang.


DAFTAR PUSTAKA

1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.

2. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel


DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B.
Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 – 84.

3. Lesmana, L.A, 1995, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I ed 3, hal 380 – 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta.

4. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

5. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan


Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 – 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

6. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266, Penerbit
EGC, Jakarta.

7. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 1997. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed


Revisi, hal. 767 – 733, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

8. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London
: Blackwell Scientific Publication, 1993.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ratna
 Umur : 56 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : Tembung

ANAMNESA

a. Keluhan Utama : Sakit Perut bagian kanan atas


b. Keluhan Tambahan : Mual, tidak bisa BAB
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rs Haji medan atas rujukan dari penyakit dalam dengan
keluhan sakit perut bagian atas sejak 5 hari yang lalu, sebelumnya pasien
sudah sering merasakan nyeri perut tersebut. Perut dirasakan nyeri dan
terasa panas, nyeri terkadang berkurang lalu timbul kembali. Belum BAB
3 hari ini, riwayat BAB sebelumnya berwarna kuning kecokletan, BAB
warna abu-abu disangkal, BAK tidak ada keluhan, mual (+), muntah (-),
flatus (+).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku nyeri sebelumnya ada dan berulang beberapa kali,
Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM (-), Riwayat Jantung (-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala yang
serupa dengan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 170/80 mmHg
- HR : 80x/ menit
- RR : 24x/ menit
- Temperatur : 36,80 c

Berat Badan : 69 Kg
Tinggi Badan : 160 cm

PEMERIKSAAN FISIK UMUM

a. Kepala
- Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
- T/H/M : dalam batas normal
b. Leher
- KGB : Pembesaran KGB (-)
- TVJ : tidak meningkat
- Kelenjar tiroid : dalam batas normal
c. Thorak-cardiovaskular
 Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus kordis teraba di SIC VLMC sinistra
P : batas Jantung
- Kanan atas : SIC III LPS dextra
- Kanan bawah : SIC IV LPS dextra
- Kiri atas : SIC III LMC sinistra
- Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
A : Suara jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

 Paru

I : Simetris kanan kiri, retraksi (-), fraktur (-), ketinggalan gerak (-)

P : Vocal Fremitus kanan = kiri

P : Sonor pada lapangan paru kiri dan kanan

A : Suara pernafasan : vesikuler kanan = kiri, suara tambahan (-)

d. Abdomen

 I : Simetris, benjolan (-), venektasi (-), tanda radang (-), distensi (-)
 P :
- Nyeri tekan (+) regio hipochondrica dextra, lien tidak teraba, hepar tidak
teraba, Murphy sign (+), defans muskular (-) ballotemen test (-)
- Teraba massa (+) regio hiponchondriaca dextra, konsisten keras padat,
permukaan rata, tidak berbenjol- benjol, ukuran ± 10x10 cm, berbatas
tegas.
 P : timpani (+), pekak hepar (-), dullnes regio hipochondriaca dextra
 A : peristaltik usus normalEksteremitas atas dan bawah.

e. Ekstremitas atsa dan bawah

 Superior : deformitas (-), oedem (-), akral hangat, nyeri otot (-), nyeri
sendi (-)
 Inferior : deformitas (-),oedem (-), akral hangat, nyeri otot (-), nyeri
sendi (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 15,0 g/dl 12-16
Hitung eritrosit 4,9x 10/µL 3,9 – 5,6
Hitung leukosit 9800 / µL 4000- 11000
Hematokrit 44,1 % 36-47
Hitung trombosit 208,000/ µL 150.000-450.000
Index Eritrosit
MCV 89,7 Fl 80-96
MCH 30,4 pg 27-31
MCHC 34,0% 30-34
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah sewaktu 154 mg/dl <140
Fungsi Hati
Bilirubin total 0,69 mg/dl 0.3-1
Bilirubin direk 0,50 mg/dl <0,25
AST (SGOT) 25 U/ I <40
ALT (SGPT) 44 U/ I <40
Fungsi Ginjal
Ureum 20 mg/dl 20-40
Kreatinin 0,42 mg/dl 0,6-1,1
Radiologi

a. Thorak
 Sinus Kostofrenikus normal, diafragma normal
 - Jantung : besar dan bentuk dalam bats normal
 -Paru : besar dan bentuk dalam batas normal
 Kesan Cor/ Pulmo dalam batas normal

b. USG
 Hepar : besar dan bentuk normal, permukaan normal, tidak terihat
SOL, CBD dan vaskular baik.
 GB : terlihat batu ukuran 8,8 mm dinding baik
 Kesan : Cholelitiasis

Diagnosa Banding

 Cholelitiasis
 Tumor colon ascenden

Diagnosis

 Cholelitiasis

PENATALAKSANAAN

 Operatif : Kolesistektomi open


Terapi :
 IVFD RL 20 gtt/menit
 Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Metronidazole

Anda mungkin juga menyukai