Satuan Acara Penyuluhan Difteri
Satuan Acara Penyuluhan Difteri
Disusun Oleh :
Oleh :
Mahasiswa Stikes Genggong
Mahasiswa Stikes Kepanjen
Mengetahui,
Kepala Ruang 25
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
DIFTERI
Waktu : 30 menit.
A. LATAR BELAKANG
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae yang dapat menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar
bengkak, dan lemas. Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan kerusakan
pada jantung, ginjal dan sistem saraf yang berakibat fatal dan berujung pada
kematian. Penyakit difteri sangat rentan menyerang bayi mulai umur 2 bulan.
Kasus difteri telah menjangkiti 34 kota/kabupaten, dan hanya empat
daerah yang belum terjangkit seperti Ngawi, Pacitan, Trenggalek, dan
Magetan. Kasus difteri yang paling parah menyerang Surabaya, Bangkalan,
dan Mojokerto. Penularan penyakit difteri sudah mulai meningkat sejak 2008.
Pada tahun 2010, di wilayah Jatim memang tinggi angka kesakitan akibat
penyakit difteri sebanyak 304 kasus pada 32 daerah dan mengakibatkan 21
anak meninggal. Sedangkan tahun 2009, terdapat 140 kasus pada 24 daerah di
Jatim dengan korban 8 orang meninggal dunia. Peristiwa KLB difteri yang
terjadi di Jatim memberikan gambaran bahwa program imunisasi harus
mendapat perhatian khusus.
Sejak Januari hingga Oktober 2011, korban penyakit difteri mencapai
328 orang. Pemprov Jatim-pun melakukan vaksinasi massal yang dimulai
serentak (10/10/2011) pada 11 kabupaten/kota yaitu Kota Surabaya, Sidoarjo,
Pasuruan, Mojokerto, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pamekasan, Blitar,
Gresik, dan Banyuwangi dengan anggaran Rp10 miliar dari Rp13 miliar yang
disediakan. Kesebelas daerah itu merupakan daerah dengan jumlah
persebaran difteri terbesar. Dari 651 desa, 483 desa tanggungjawab Pemprov
Jatim, 168 desa tanggungjawab kabupaten kota. Pemprov menambahkan dana
sebanyak Rp10 miliar yang disalurkan melalui Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Jatim (beritajatim.com).
Kondisi di Kota Surabaya sendiri sebagai daerah dengan tingkat migrasi
yang tinggi memiliki tingkat risiko penularan yang tinggi pula. Surabaya
masuk dalam wilayah yang mendapat perhatian dalam kasus penularan
penyakit difteri. Penelitian di lapangan, penularan penyakit ini lebih banyak
ditemukan pada bayi dan anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi.
Imunisasi menjadi langkah penting dalam mencegah penularan penyakit ini.
Temuan dilapangan, penyakit difteri yang menyerang anak-anak di
Jatim baik yang ditemukan tanpa gejala maupun sampai fatal. Kondisi yang
sangat fatal, penderita mengalami sesak nafas dan tidak bisa bernafas.
Penderita yang ditemukan kebanyakan anak-anak, dari usia 4 tahun sampai 12
tahun. Hal ini disebabkan sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk
sempurna. Penderita juga bisa terserang dengan gejala mata berdarah dan
menyerang kulit. Untuk menangani kasus difteri ini, Pemprov Jatim telah
menyediakan sebanyak 40 ribu vaksin dan telah disalurkan kepada seluruh
puskesmas dan posyandu yang ada di Jawa Timur.
Penyakit difteri bisa dicegah sejak dini. Upaya pencegahan bagi
serangan Difteri ini dilakukan secara dini kepada anak-anak atau balita
dengan mendapatkan imunisasi DPT pada usia 2 bulan ke atas. Biasanya
vaksin DPT diberikan pada kegiatan bulan imunisasi di sekolah kepada anak
SD kelas 1. Pencegahan penyebaran penyakit Difteri juga dilakukan dengan
menerapkan pola hidup bersih dan sehat atau PHBS yang harus terus
dilakukan seperti mencuci tangan sebelum makan. Tujuan PHBS salah
satunya agar penyebaran penyakit menular itu bisa ditangkal. Lain lainnya
adalah memperhatikan asupan makanan yang bergizi dan seimbang juga
harus terus dijaga.
B. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )
Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan para keluarga pasien
mendapat pengetahuan tambahan mengenai difteri lebih dalam dan
mengetahui cara menangani dan mencegah penyakit difteri.
D. SASARAN
Keluarga pasien yang menunggu di R.25
E. MATERI (TERLAMPIR)
F. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
G. MEDIA
Leaflet, LCD dan Leptop
H. KRITERIA EVALUASI
1. Kriteria Struktur :
a. Peserta hadir minimal 15 orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di Ruang Tunggu R.25
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum
dan saat penyuluhan
2. Kriteria Proses :
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengarkan penyuluhan
c. Paserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
lengkap dan benar
3. Kriteria Hasil :
a. Menyebutkan pengertian difteri dengan benar.
b. Menyebutkan tanda dan gejala difteri dengan benar .
c. Menyebutkan cara penularan difteri dengan benar.
d. Menyebutkan faktor-faktor resiko difteri dengan benar.
e. Menyebutkan komplikasi difteri dengan benar.
f. Menyebutkan penanganan difteri dengan tepat.
g. Menyebutkan pencegahan difteri dengan benar.
h. Menyebutkan tentang imunisasi difteri
I. KEGIATAN PENYULUHAN
No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan Audience
Pembukaan
1. Penyuluh memulai penyuluhan 1. Menjawab salam
dengan mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan
1 5 Menit 3. Menjelaskan tujuan penyuluhan 3. Memperhatikan
4. Menyebutkan materi yang akan 4. Memperhatikan
diberikan
5. Membagikan leaflet 5. Menerima dan
membaca
Pelaksanaan
1. Menjelaskan pengertian difteri
2. Menyebutkan tanda dan gejala
difteri
3. Menjelaskan cara penularan
difteri
4. Menjelaskan faktor-faktor
2 10 Menit Memperhatikan, bertanya
resiko difteri
dan mendengarkan jawaban
5. Menyebutkan komplikasi difteri
6. Menjelaskan penanganan difteri
7. Menjelaskan cara pencegahan
difteri
8. Menjelaskan imunisasi difteri
9. Memberi kesempatan bertanya
Evaluasi :
1. Meminta Audience menjelaskan 1. Menjelaskan
pengertian dari difteri pengertian dari difteri
2. Meminta audience 2. Menyebutkan tentang
menyebutkan tentang tanda dan tanda dan gejala
3 10 Menit
gejalan difteri difteri
3. Meminta audience 3. Menyebutkan tentang
menyebutkan cara-cara cara penularan difteri
penularan difteri
4. meminta audience menjelaskan 4. menyebutkan cara
cara penanganan dan penanganan dan
pencegahan difteri pencegahan difteri
5. Meminta audience menjelaskan 5. menyebutkan jadwal
kapan jadwal pemberian pemberian imunisasi
imunisasi difteri difteri
Terminasi
1. Mengucapkan terima kasih atas Memperhatikan dan
4 5 Menit
perhatian yang diberikan membalas salam
2. Mengucapkan salam penutup
J. SETTING TEMPAT
Setting Tempat
Keterangan:
Moderator
Penyaji
Fasilitator
Observer
Audiens
MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian Difteri
Difteri adalah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium
diphtheriae, yang biasanya mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan.
Difteri umumnya menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar tonsil
(amandel) bengkak, dan lemas. Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan
kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada
akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian. karena
bakteri mengeluarkan racun yang mengganggu fungsi organ-organ yang
mengalami kerusakan tersebut. manusia yang kurang memilki sistem
kekebalan tubuh terutama yang tidak mendapatkan suntikan imunisasi
lengkap saat masih kecil atau kanak-kanak mudah terserang bakteri ini.
D. Faktor risiko
Orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi:
1. Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru
2. Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak
sehat
3. Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan.
4. Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri
Difteri jarang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat
dan Eropa, karena telah mewajibkan imunisasi pada anak-anak selama
beberapa dekade. Namun, difteri masih sering ditemukan pada negara-negara
berkembang di mana tingkat imunisasinya masih rendah seperti halnya yang
saat ini terjadi di Jawa timur.
E. Komplikasi
Jika tidak diobati, difteri dapat menyebabkan:
1) Gangguan pernapasan
C. Diphtheriae dapat menghasilkan racun yang menginfeksi
jaringan di daerah hidung dan tenggorokan. Infeksi tersebut menghasilkan
membaran putih keabu-abuan (psedomembrane) terdiri dari membran sel-
sel mati, bakteri dan zat lainnya. Membran ini dapat menghambat
pernapasan.
2) Kerusakan jantung
Toksin (racun) difteri dapat menyebar melalui aliran darah dan
merusak jaringan lain dalam tubuh Anda, seperti otot jantung, sehingga
menyebabkan komplikasi seperti radang pada otot jantung (miokarditis).
Kerusakan jantung akibat miokarditis muncul sebagai kelainan ringan
pada elektrokardiogram yang menyebabkan gagal jantung kongestif dan
kematian mendadak.
3) Kerusakan saraf
Toksin juga dapat menyebabkan kerusakan saraf khususnya pada
tenggorokan, di mana konduksi saraf yang buruk dapat menyebabkan
kesulitan menelan. Bahkan saraf pada lengan dan kaki juga bisa meradang
yang menyebabkan otot menjadi lemah. Jika racun ini merusak otot-otot
kontrol yang digunakan untuk bernapas, maka otot-otot ini dapat menjadi
lumpuh. Kalau sudah seperti itu, maka diperlukan alat bantu napas.
Dengan pengobatan, kebanyakan orang dengan difteri dapat
bertahan dari komplikasi ini, namun pemulihannya akan berjalan lama.
F. Penanganan
Difteri adalah penyakit yang serius. Para ahli di Mayo Clinic,
memaparkan, ada beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan
diantaranya:
1. Pemberian antitoksin: Setelah dokter memastikan diagnosa awal difteri,
anak yang terinfeksi atau orang dewasa harus menerima suatu antitoksin.
Antitoksin itu disuntikkan ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan
toksin difteri yang sudah terkontaminasi dalam tubuh.
2. Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi
kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi
terhadap antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari
antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.
3. Antibiotik: Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin
atau eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh
dan membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah
terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit
untuk perawatan.
4. Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri
dapat menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak
mendapatkan imunisasi penyakit ini.
G. Pencegahan
Jika Anda telah terpapar orang yang terinfeksi difteri, segeralah pergi
ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan. Dokter mungkin
akan memberi Anda resep antibiotik untuk mencegah infeksi penyakit itu.
Di samping juga pemberian vaksin difteri dengan dosis yang lebih
banyak. Pemberian antibiotik juga diperlukan bagi mereka yang diketahui
sebagai carrier (pembawa) difteri.
Difteri adalah penyakit yang umum pada anak-anak. Penyakit ini tidak
hanya dapat diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin difteri
biasanya dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan pertusis, yang
dikenal sebagai vaksin difteri, tetanus dan pertusis (DTP).Versi terbaru dari
vaksin ini dikenal sebagai vaksin DTP untuk anak-anak dan vaksin Tdap
untuk remaja dan dewasa. Pemberian vaksinasi sudah dapat dilakukan saat
masih bayi dengan lima tahapan yakni, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12-18 bulan
dan 4-6 tahun.
Vaksin difteri sangat efektif untuk mencegah difteri. Tapi pada
beberapa anak mungkin akan mengalami efek samping seperti demam, rewel,
mengantuk atau nyeri pasca pemberian vaksin. Pemberian vaksin DTP pada
anak jarang menyebabkan komplikasi serius, seperti reaksi alergi (gatal-gatal
atau ruam berkembang hanya dalam beberapa menit pasca injeksi), kejang
atau shock. Untuk beberapa anak dengan gangguan otak progresif - tidak
dapat menerima vaksin DTP.
Imunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit Diferi, Pertusis, Tetanus dengan cara memasukkan kuman difteri,
pertusis, tetanus yang telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh
sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya nanti
digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit ketiga penyakit tersebut.
Cooper, Robert B. 1996. Segala Sesuatu yang Perlu Anda Ketahui “Penyakit”.
Jakarta: Gramedia
Arvin, Behrman Klirgman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Suharjo, J.B dan B. Cahyono. 2010. Vaksinasi. Jakarta: Kanisius.
Suryana. 1996. Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta: EGC.
Maksum, Radji dan Harmita. 2008. Analisis Hayati. Jakarta: Gramedia.