Oleh:
Arfan Gifari 1210313058
Atika Nurul Ilmi 1740312265
Audra Lovita Vianny 1310312127
Cariver Lenim 1010314010
Crisdina Suseno 1310312115
Preseptor :
dr. Hauda El Rasyid, SpJP(K)
BAGIAN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Case yang berjudul “STEMI” ini dapat di selesaikan pada
STEMI, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Hauda El Rasyid, SpJP(K)
bimbingan. Terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang
turut berpartisipasi.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 3 DISKUSI...................................................................................................11
BAB 4 KESIMPULAN........................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
tahun 2012, sekitar 25-40% dari kejadian SKA merupakan STEMI.2 Prevalensi
umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 % dan 3,6 %, menurun sedikit pada kelompok umur ≥
menjalar ke lengan kiri, rahang, punggung, ulu hati; lama > 20 menit; disertai
keringat dingin) dan bila ditanyakan kepada pasien dapat ditemukan salah satu
yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, dan member
elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2013 dan ESC tahun 2012, tetapi perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
mengenai STEMI.
Metode penulisan dari CRS ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam
ILUSTRASI KASUS
Padang tanggal 15 Desember 2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 12 jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pertama kali dirasakan saat pasien sedang
hingga pasien masuk ke IGD M.Djamil. Nyeri dirasakan berat di bagian tengah
dada seperti tebakar dan terhimpit serta menjalar ke lengan kiri. Durasi nyeri dada
1 jam. Keluhan tidak terpengaruh dengan perubahan posisi dan tidak membaik
dengan istirahat.
dingin yang membasahi seluruh pakaian pasien. Pasien merupakan rujukan dari
atrial fibrilasi dan telah mendapat terapi ISDN 5 mg sublingual, clopidogrel 300
Tidak ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Pada pasien ini tidak
orthopneu. Pasien tidak memiliki riwayat gastritis, asma dan stroke. Riwayat
sebelumnya. Pasien bekerja sebagai seorang buruh angkut. Pasien adalah seorang
perokok dan merokok sebanyak 2 bungkus per hari. Tidak ada riwayat penyakit
80x /menit, frekuensi nafas 20x / menit, suhu 36,3ºC, tidak ditemukan udem pada
kedua tungkai, turgor kulit baik, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
Pada pemeriksaan fisik jantung, iktus kordis tidak terlihat saat inspeksi,
pada palpasi iktus kordis teraba di satu jari medial linea midklavikula sinistra RIC
5. Perkusi tidak dilakukan dikarenakan pasien sedang dalam keadaan nyeri dada.
Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung 1 dan 2 regular, tidak ada murmur
maupun gallop. Pemeriksaan fisik paru didapatkan dada simetris kiri dan kanan
pada saat statis dan dinamis, palpasi fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi
tidak dilakukan, auskultasi didapatkan suara nafas vesikular, tidak ada ronkhi dan
perabaan supel, hepar dan lien tidak teraba, perkusi tidak dilakukan, auskultasi
mm3 (normal), gula darah sewaktu 310 mg/dl (meningkat) terjadi karna
hiperglikemia reaktif dd DM tipe II, ureum 14mg/dl (normal), kreatinin darah 0,9
mg/dl (normal), kalsium 9,4 mg/dl (normal), natrium 139 mmol/l (normal),
kalium 3,9 mmol/l (normal), klorida serum 105 mmol/l (normal), CK-MB 272 u/l
didapatkan irama sinus rythm, reguler, QRS rate 60x/menit, aksis normal, PR
interval 0,20 , gelombang P normal, QRS durasi 0,08 detik, ST elevasi di sadapan
V1-V4, LVH (-), RVH (-) PVC (+). Didapatkan kesimpulan Acute STEMI
anterior.
sinus, QRS rate 72x/menit, axis normal, P wave normal, QRS durasi 0,09”
Pada pasien ini didapatkan skor TIMI 4/14 sehingga memiliki angka
Angina/DM/Hipertensi 0
HR < 100 0
KILLIP I 0
Berat 60 Kg 0
ST Elevasi 1
keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit
frekuensi nadi 73 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,
tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem.
keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit
frekuensi nadi 71 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,
tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem.
keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit
frekuensi nadi 64 x/menit, frekuensi nafas 18 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,
tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem.
keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit
frekuensi nadi 66 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,
tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem. Telah
dilakukan PTCA 1 stent DES di mid LAD pada CAD IVD (komplit
keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit
frekuensi nadi 70 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,
tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem. Pasien
pulang.
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien, laki-laki, 47 th, datang ke IGD RSUP M.Djamil, Padang
tanggal 15 Desember 2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 12 jam sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tiba-tiba di bagian tengah dada seperti
sindroma koroner akut, jenis nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri khas infark,
yakni nyeri yang bercirikan oleh : (1) nyeri dirasakan di tengah dada, (2) nyeri
dirasakan saat istirahat, dan (3) durasi nyeri lebih dari 20 menit. Nyeri yang
terjadi pada pasien ini disebabkan adanya pelepasan mediator seperti adenosin
dan laktat daripada proses sel iskemik miokardial keujung saraf. Proses iskemik
pada fase akut bersifat persisten dan mengarah kepada proses nekrosis dimana
provokasi mediator tadi akan terus menurus menumpuk pada saraf afferent dalam
jangka masa lama. Rasa nyeri ini akan menjalar ke region C7 melalui dermatom
T4, termasuk di lengan. Pasien juga mengeluh ada keringan dingin, mual, dan
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan riwayat
penyakit jantung dalam keluarga juga tidak ada. Nyeri dada yang dialami pasien
merupakan nyeri dada tipikal (angina) pertanda infark miokard. Keluhan ini juga
disertai dengan keringat dingin dan mual. Hal ini dapat membantu untuk
menyingkirkan nyeri dada karena penyebab lain seperti gangguan paru, masalah
vaskular.1,3
STEMI ini diawali dari suatu proses aterosklerosis yang telah lama
terbentuk. Lesi aterosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari
dinding arteri yaitu lapisan intima. Lesi tersebut meliputi fatty streak, fibrous
terbentuknya lapisan/timbunan kaya lemak. Lesi ini terdiri dari lapisan makrofag
dan sel otot polos yang mengandung lemak yaitu kolesterol dan kolesterol oleat
yang berwarna kekuningan yang disebut fatty streak. Fatty streak mula-mula
tampak pada dinding aorta yang jumlahnya semakin banyak pada usia 8-18 tahun
poliferasi sel, penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat serta
bagian dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris akibat dari sel
nekrosis. Lesi yang semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun.2
Secara makro lesi ini tampak berwarna putih dengan permukaan semakin
meninggi ke dalam lumen arteri. Bila lesi ini semakin berkembang maka diameter
lumen akan semakin sempit dan akan mengganggu aliran darah. Pada fase ini
terjadi poliferasi dari sel otot polos dimana sel ini akan membentuk fibrous cap.
Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak ekstraseluler dan sel debris.
Fibrous plaque mendapat vaskularisasi baik dari lumen maupun dari tunika media.
Pada lesi yg telah lanjut (advance) jaringan nekrosis yang merupakan inti dari lesi
menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan mengalami ulserasi dan
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh
fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
afinitas tinggi terhadap skuen asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya
adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara
ekstraseluler dalam intima pembuluh darah. Jika plak ini ruptur maka akan
lama. Hal ini sejalan dengan penelitian Yagi dkk yang menyatakan bahwa
mengandung bahan yang berbahaya yang dapat merusak endotel pembuluh darah
arteri.6
didapatkan hasil Na+ 139, K+ 3,4, Cl- 109, Ca2+ 8,3, yang dalam batas normal.
Pada pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan peningkatan kadar gula darah,
kadarTroponin I yaitu 272 u/l dengan nilai normal <0,01. Troponin I merupakan
marka yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi dari troponin T.
merupakan pengatur kerja aktin dan myosin dalam otot jantung dan lebih spesifik
jika dibandingkan dengan CKMB. Enzim troponin i mulai meningkat pada 3-12
jam setelah onset iskemik dan puncaknya dalam 12-24 jam, masih tetap tinggi
QRS rate 60x/ menit, aksis normal, P wave normal, PR interval 0,20, QRS
duration 0,08, , segmen ST elevasi di lead V1-V4, LVH (-) RVH (-) PVC (+).
nodus sinoatrial, namun ditemukan PVC polimorfik di lead II, dengan frekuensi
anterior. 9,10
adalah pada pasien dengan STEMI terjadi perubahan EKG sebelum akhirnya
toraks seperti yang dijabarkan diatas, maka pasien dapat didiagnosis STEMI.
Diagnosis STEMI pada pasien ini ditegakan berdasarkan ketentuan yang telah
dikeluarkan oleh WHO dan AHA (American Heart Association), yakni adanya
dan adanya perubahan pada marka biokimia.12 Hal lain yang perlu dilakukan pada
KILLIP9,10,12,13
Kriteria Skor
Usia
≥ 75 tahun 3
65-74 tahun 2
Riwayat diabetes mellitus atau hipertensi atau angina 1
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg 3
Denyut jantung > 100x/menit 2
Kelas KILLIP II-IV 2
Berat badan <67 kg (150 lbs) 1
ST elevasi anterior atau LBBB 1
Waktu hingga pengobatan awal > 4 jam 1
Pada pasien ini didapatkan skor TIMI pasien sebesar 5/14. Hal ini
menandakan risiko mortalitas pasien dalam 30 hari adalah 12,4%. Semakin tinggi
skor TIMI seorang pasien, risiko mortalitas pasien akan semakin besar.
Pasien pada kasus ini dikategorikan ke dalam kelas KILLIP I, dimana pada
ini berdasarkan kriteria KILLIP adalah sebesar 6%. Kriteria Killip ini juga
hari.9,10,12,13
Tatalaksana pertama kalidi IGD yang diberikan pada pasien ini yaitu
diberikan pada pasien yang belum mendapatkan aspirin sebelumnya, tidak ada
riwayat alergi, tidak ada perdarahan lambung. Aspirin sendiri sebagai anti platelet
dengan dosis 300 mg (4 tab) ditelan yang dilanjutkan dengan dosis maintanance
75 mg, sedangkan pada pasien hanya diberikan terapi maintenance saja yaitu
sebanyak 75 mg. Atorvastatin 1x40 mg diberikan untuk stabilisasi plak. Critical ill
insulin diberikan untuk menurunkan kadar gula darah yang tinggi pada pasien.
15. Amsterdam EA, et al. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of
Patiens With Non-ST Elevation-A Report of the American College of
Cardiology or American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. JACC. 2012. p 13,15.