Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

ST- Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Oleh:
Arfan Gifari 1210313058
Atika Nurul Ilmi 1740312265
Audra Lovita Vianny 1310312127
Cariver Lenim 1010314010
Crisdina Suseno 1310312115

Preseptor :
dr. Hauda El Rasyid, SpJP(K)

BAGIAN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG
PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga Case yang berjudul “STEMI” ini dapat di selesaikan pada

waktu yang ditentukan.

Makalah ini di buat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

STEMI, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik

senior di bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUP Dr.M.Djamil

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Hauda El Rasyid, SpJP(K)

sebagai preseptor dan dokter-dokter residen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler

yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan saran, perbaikan dan

bimbingan. Terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang

turut berpartisipasi.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi

semua pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman tentang STEMI.

Padang, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang........................................................................................2


1.2 Batasan masalah....................................................................................3
1.3 Tujuan penelitian...................................................................................3
1.4 Metode penelitian..................................................................................3

BAB 2 ILUSTRASI KASUS................................................................................. 4

BAB 3 DISKUSI...................................................................................................11

BAB 4 KESIMPULAN........................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Infark Miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan bagian

dari spektrum SKA yang menggambarkan cedera miokard transmural, akibat

oklusi total arteri koroner oleh trombus.1Menurut American Heart Association

tahun 2012, sekitar 25-40% dari kejadian SKA merupakan STEMI.2 Prevalensi

Penyakit Jantung Koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter,

gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok

umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 % dan 3,6 %, menurun sedikit pada kelompok umur ≥

75 tahun. Prevalensi di Sumatera Barat yaitu sebesar 0,6%.3

Keluhan pasien dengan STEMI dapat berupa angina (substernal; dapat

menjalar ke lengan kiri, rahang, punggung, ulu hati; lama > 20 menit; disertai

keringat dingin) dan bila ditanyakan kepada pasien dapat ditemukan salah satu

atau beberapa faktor risiko (Diabetes Mellitus, dislipidemia, Hipertensi, genetik).

Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien dengan anamnesis di atas ditambah

dengan pemeriksaan EKG dengan ditemukannya elevasi segmen ST ≥ 1 mm di

minimal dua lead yang berdekatan.4

Tujuan utama tatalaksana STEMI adalah mendiagnosis secara cepat,

menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi

yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, dan member

obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan

elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2013 dan ESC tahun 2012, tetapi perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan

kemampuan ahli yang ada.5

1.2 Batasan Masalah

Case Report Session (CRS) ini membahas mengenai kasus STEMI.

1.3 Tujuan Penulisan

CRS ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai STEMI.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan dari CRS ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam

medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur

termasuk buku teks dan artikel ilmiah.


BAB II

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien, laki-laki, 47 tahun, datang ke IGD RSUP M.Djamil,

Padang tanggal 15 Desember 2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 12 jam

sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pertama kali dirasakan saat pasien sedang

memotong kelapa, lalu pasien segera duduk. Nyeri dirasakan terus-menerus

hingga pasien masuk ke IGD M.Djamil. Nyeri dirasakan berat di bagian tengah

dada seperti tebakar dan terhimpit serta menjalar ke lengan kiri. Durasi nyeri dada

1 jam. Keluhan tidak terpengaruh dengan perubahan posisi dan tidak membaik

dengan istirahat.

Pasien mengeluhkan mual dan muntah. Pasien juga mengeluhkan keringat

dingin yang membasahi seluruh pakaian pasien. Pasien merupakan rujukan dari

RS Ibnu Sina Payakumbuh dengan diagnosis unstable angina pectoris dengan

atrial fibrilasi dan telah mendapat terapi ISDN 5 mg sublingual, clopidogrel 300

mg, aspilet 160 mg dan ranitidin 50 mg.

Tidak ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Pada pasien ini tidak

ditemukan sesak nafas, paroxysmal nocturnal dyspnea, dyspnea on effort maupun

orthopneu. Pasien tidak memiliki riwayat gastritis, asma dan stroke. Riwayat

hipertensi tidak ada. Dislipidemia dan diabetes melitus tidak diketahui

sebelumnya. Pasien bekerja sebagai seorang buruh angkut. Pasien adalah seorang

perokok dan merokok sebanyak 2 bungkus per hari. Tidak ada riwayat penyakit

yang sama pada keluarga pasien.


Pada pemeriksaan fisik di IGD didapatkan keadaan umum sakit sedang,

kesadaran composmentis cooperatif, tekanan darah 108/70mmHg, frekuensi nadi

80x /menit, frekuensi nafas 20x / menit, suhu 36,3ºC, tidak ditemukan udem pada

kedua tungkai, turgor kulit baik, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, dan pengukuran JVP

didapatkan 5+0 cm H2O.

Pada pemeriksaan fisik jantung, iktus kordis tidak terlihat saat inspeksi,

pada palpasi iktus kordis teraba di satu jari medial linea midklavikula sinistra RIC

5. Perkusi tidak dilakukan dikarenakan pasien sedang dalam keadaan nyeri dada.

Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung 1 dan 2 regular, tidak ada murmur

maupun gallop. Pemeriksaan fisik paru didapatkan dada simetris kiri dan kanan

pada saat statis dan dinamis, palpasi fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi

tidak dilakukan, auskultasi didapatkan suara nafas vesikular, tidak ada ronkhi dan

wheezing. Pada pemeriksaan fisik abdomen, perut datar, tidak membuncit,

perabaan supel, hepar dan lien tidak teraba, perkusi tidak dilakukan, auskultasi

didapatkan bising usus normal.

Hasil pemeriksaan laboratorium IGD didapatkan HB 16,2 g/dl (normal),

hematokrit 49% (normal), leukosit 15.420/mm3 (meningkat), trombosit 262.000

mm3 (normal), gula darah sewaktu 310 mg/dl (meningkat) terjadi karna

hiperglikemia reaktif dd DM tipe II, ureum 14mg/dl (normal), kreatinin darah 0,9

mg/dl (normal), kalsium 9,4 mg/dl (normal), natrium 139 mmol/l (normal),

kalium 3,9 mmol/l (normal), klorida serum 105 mmol/l (normal), CK-MB 272 u/l

(meningkat), troponin I. Hasil labor menunjukkan peningkatan kadar leukosit,

gula darah sewaktu dan Troponin I.


Gambaran pemeriksaan EKG tanggal 15 Desember 2017 saat masuk IGD

didapatkan irama sinus rythm, reguler, QRS rate 60x/menit, aksis normal, PR

interval 0,20 , gelombang P normal, QRS durasi 0,08 detik, ST elevasi di sadapan

V1-V4, LVH (-), RVH (-) PVC (+). Didapatkan kesimpulan Acute STEMI

anterior.

Gambar 2 EKG tanggal 15 Desember 2017


Gambaran EKG tanggal 19 Desember 2017 saat rawatan di bangsal, irama

sinus, QRS rate 72x/menit, axis normal, P wave normal, QRS durasi 0,09”

normal, ST elevasi (-), T inverted di V2-V6 (mengikuti evolusi EKG pada

STEMI), QT time 0,38 normal, RVH (-), LVH (-).

Gambar 23 EKG tanggal 19 Desember 2017

Gambar 2 Foto Polos Toraks Tn. DE


Pemeriksaan foto rontgen toraks di dapatkan CTR 54%, segmen aorta

normal, segmen pulmonal normal, pinggang jantung normal, tidak tampak

infiltrat dan kranialisasi.

Pada pasien ini didapatkan skor TIMI 4/14 sehingga memiliki angka

mortalitas dalam 30 hari sebesar 7,3%.

Tabel 1 Skor TIMI

Usia < 65 tahun 0

Angina/DM/Hipertensi 0

SBP < 100 3

HR < 100 0

KILLIP I 0

Berat 60 Kg 0

ST Elevasi 1

Waktu reperfusi > 4 jam 0

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoriumm,

pemeriksaan EKG, pemeriksaan rontgen toraks, pasien ini di diagnosis dengan

Akut STEMI Anterior KILLIP I onset 12 jam.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini tirah baring, oksigen 4

liter/menit dan IVFD RL 1 kolf/24 jam, aspilet 80 mg, clopidogrel 75 mg,

atorvastatin 1x40mg, nitrogliserin drip mulai 5 mcg/I, alprazolam 1x0,5mg,

laxadin 1x10 cc.


Pemeriksaan pada tanggal 16 Desember 2017 pasien tidak memiliki

keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit

sedang, kosadaran kompesmentis kooperatif, tekanan darah 92/62 mmHg,

frekuensi nadi 73 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,

bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,

tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem.

Direncanakan untuk dilakukan PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary

Angioplasty) pada hari Selasa tanggal 19 Desember 2017.

Pemeriksaan pada tanggal 17 Desember 2017 pasien tidak memiliki

keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit

sedang, kosadaran kompesmentis kooperatif, tekanan darah 95/61 mmHg,

frekuensi nadi 71 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,

bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,

tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem.

Pemeriksaan pada tanggal 18 Desember 2017 pasien tidak memiliki

keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit

sedang, kosadaran kompesmentis kooperatif, tekanan darah 94/57 mmHg,

frekuensi nadi 64 x/menit, frekuensi nafas 18 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,

bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,

tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem.

Pemeriksaan pada tanggal 19 Desember 2017 pasien tidak memiliki

keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit

sedang, kosadaran kompesmentis kooperatif, tekanan darah 96/50 mmHg,

frekuensi nadi 66 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,
bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,

tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem. Telah

dilakukan PTCA 1 stent DES di mid LAD pada CAD IVD (komplit

revaskularisasi) dengan hasil TIMI flow 3, MBE 3.

Pemeriksaan pada tanggal 20 Desember 2017 pasien tidak memiliki

keluhan nyeri dada lagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan leadaan umum sakit

ringan, kosadaran kompesmentis kooperatif, tekanan darah 100/70 mmHg,

frekuensi nadi 70 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius,

bunyi jantung regular, tidak ditemukan murmur atau gallop, suara nafas vesikular,

tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem. Pasien

pulang.
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien, laki-laki, 47 th, datang ke IGD RSUP M.Djamil, Padang

tanggal 15 Desember 2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 12 jam sebelum

masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tiba-tiba di bagian tengah dada seperti

tebakar dan dihimpit, menjalarkelengankiri, durasi 1 jam, tidak membaik dengan

istirahat dan disertai dengan keringat dingin, mualdanmuntah. Pada kasus

sindroma koroner akut, jenis nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri khas infark,

yakni nyeri yang bercirikan oleh : (1) nyeri dirasakan di tengah dada, (2) nyeri

dirasakan saat istirahat, dan (3) durasi nyeri lebih dari 20 menit. Nyeri yang

terjadi pada pasien ini disebabkan adanya pelepasan mediator seperti adenosin

dan laktat daripada proses sel iskemik miokardial keujung saraf. Proses iskemik

pada fase akut bersifat persisten dan mengarah kepada proses nekrosis dimana

provokasi mediator tadi akan terus menurus menumpuk pada saraf afferent dalam

jangka masa lama. Rasa nyeri ini akan menjalar ke region C7 melalui dermatom

T4, termasuk di lengan. Pasien juga mengeluh ada keringan dingin, mual, dan

muntah. Keluhan ini merupakan respon para simpatik dari MI.1

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan riwayat

penyakit jantung dalam keluarga juga tidak ada. Nyeri dada yang dialami pasien

merupakan nyeri dada tipikal (angina) pertanda infark miokard. Keluhan ini juga

disertai dengan keringat dingin dan mual. Hal ini dapat membantu untuk

menyingkirkan nyeri dada karena penyebab lain seperti gangguan paru, masalah

vaskular.1,3
STEMI ini diawali dari suatu proses aterosklerosis yang telah lama

terbentuk. Lesi aterosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari

dinding arteri yaitu lapisan intima. Lesi tersebut meliputi fatty streak, fibrous

plaque, advance (complicated) plaque.2

Proses aterosklerosis telah dimulai pada masa kanak-kanak dari

terbentuknya lapisan/timbunan kaya lemak. Lesi ini terdiri dari lapisan makrofag

dan sel otot polos yang mengandung lemak yaitu kolesterol dan kolesterol oleat

yang berwarna kekuningan yang disebut fatty streak. Fatty streak mula-mula

tampak pada dinding aorta yang jumlahnya semakin banyak pada usia 8-18 tahun

dan baru nampak arteri koronaria pada usia 15 tahun.2

Fibrous plaque merupakan kelanjutan dari fatty streak dimana terjadi

poliferasi sel, penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat serta

bagian dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris akibat dari sel

nekrosis. Lesi yang semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun.2

Secara makro lesi ini tampak berwarna putih dengan permukaan semakin

meninggi ke dalam lumen arteri. Bila lesi ini semakin berkembang maka diameter

lumen akan semakin sempit dan akan mengganggu aliran darah. Pada fase ini

terjadi poliferasi dari sel otot polos dimana sel ini akan membentuk fibrous cap.

Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak ekstraseluler dan sel debris.

Fibrous plaque mendapat vaskularisasi baik dari lumen maupun dari tunika media.

Pada lesi yg telah lanjut (advance) jaringan nekrosis yang merupakan inti dari lesi

semakin membesar dan sering mengalami perkapuran (calcified), fibrous cap

menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan mengalami ulserasi dan

perdarahan serta terjadi trombosis yang dapat menyebabkan terjadinya oklusi


aliran darah.2 Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi

jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada

plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang

berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner

terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh

faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.3

Pada sebagian kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami

fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu

trombogenesis sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang

mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak

koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan

inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri

dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI

memberikan respon terhadap trombolitik.3

Selanjutnya, pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (Kolagen, ADP,

Epinefrin, Serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan

memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten).3

Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor

glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai

afinitas tinggi terhadap skuen asam amino pada protein adhesi yang larut

(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya

adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara

simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.4


Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri

koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme

koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.4

Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya ateroma pembuluh darah

koroner seperti, hiperkolesterol, hipertensi, diabetes, dan kebiasaan merokok.

Faktor ini menyebabkan terjadinya pembentukan plak melalui akumulasi lipid

ekstraseluler dalam intima pembuluh darah. Jika plak ini ruptur maka akan

menstimulasi terjadinya trombogenesis dan penyumbatan.5

Pasien memiliki factor resiko berupa riwayat kebiasaan merokok sejak

lama. Hal ini sejalan dengan penelitian Yagi dkk yang menyatakan bahwa

kebiasaan merokok merupakan factor dependen terjadinya SKA. Rokok

mengandung bahan yang berbahaya yang dapat merusak endotel pembuluh darah

seperti tar, nikotin, karbon monoksida, dan kompoen karbon lainnya.6

Pasien ini mempunyai faktor risiko untuk mendapat penyakit jantung

koroner dimana merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek

langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid dapat menyebabkan hipoksia

jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat

menambah reaksi trombosit dan menyebakan kerusakan pada dinding arteri,

sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding

arteri.6

Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan hematologi, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan gula darah sewaktu,

elektrokardiografi dan foto polos toraks. Didapatkan hasil pemeriksaan

hematologi meliputi hemoglobin 16,2 g/dL, leukosit 15.420 /mm3, hematokrit


49%, trombosit 262.000/ mm2 sehingga diinterpretasikan adanya peningkatan

nilai leukosit yang signifikan (leukositosis). Pada pemeriksaan elektrolit

didapatkan hasil Na+ 139, K+ 3,4, Cl- 109, Ca2+ 8,3, yang dalam batas normal.

Pada pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan peningkatan kadar gula darah,

yakni sebesar 310 mg/dl dapat diintrepretasikan sebagai kondisi hiperglikemia

reaktif dd diabetes mellitus tipe II.7

Pemeriksaan foto rontgen toraks di dapatkan CTR 54%, segmen aorta

normal, segmen pulmonal normal, pinggang jantung normal, tidak tampak

infiltrat dan kranialisasi.Dapat disimpulkan pasien juga mengalami

prekardiomegali.Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan

kadarTroponin I yaitu 272 u/l dengan nilai normal <0,01. Troponin I merupakan

marka yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi dari troponin T.

Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosismiosit. Troponin

merupakan pengatur kerja aktin dan myosin dalam otot jantung dan lebih spesifik

jika dibandingkan dengan CKMB. Enzim troponin i mulai meningkat pada 3-12

jam setelah onset iskemik dan puncaknya dalam 12-24 jam, masih tetap tinggi

sampai hari ke -7 sampai 14 hari.8

Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan hasil yaitu irama sinus,

QRS rate 60x/ menit, aksis normal, P wave normal, PR interval 0,20, QRS

duration 0,08, , segmen ST elevasi di lead V1-V4, LVH (-) RVH (-) PVC (+).

Gambaran EKG menunjukkaniramajantung sinus, konduksi masih diawali dengan

nodus sinoatrial, namun ditemukan PVC polimorfik di lead II, dengan frekuensi

denyut jantung normal. Hasil EKG menunjukkan adanya elevasi segmen ST di


sadapan V1-V4. Lokasi ini menunjukkan adanya tanda-tanda infark di bagian

anterior. 9,10

Tabel 3.1 Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG11

Hasil EKG pada pasien ini dapat menggolongkan pasien ke dalam

kelompok ST elevasi myocardial infarction (STEMI). Hal yang perlu diketahui

adalah pada pasien dengan STEMI terjadi perubahan EKG sebelum akhirnya

muncul gambaran ST elevasi pada EKG pasien.9

Gambar 3.1 Evolusi ST selama STEMI9


Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien serta

pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, elektrokardiografi dan foto polos

toraks seperti yang dijabarkan diatas, maka pasien dapat didiagnosis STEMI.

Diagnosis STEMI pada pasien ini ditegakan berdasarkan ketentuan yang telah

dikeluarkan oleh WHO dan AHA (American Heart Association), yakni adanya

2dari 3 kriteria berikut: gejala-gejala dengan karakteristik SKA, perubahan EKG,

dan adanya perubahan pada marka biokimia.12 Hal lain yang perlu dilakukan pada

pasien yang didiagnosis dengan STEMI adalah melakukan stratifikasi risiko

pasien. Stratifikasi risiko pada pasien akan menentukan prognosis pasien.


Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan merujuk kepada skor TIMI dan criteria

KILLIP9,10,12,13

Kriteria Skor
Usia
≥ 75 tahun 3
65-74 tahun 2
Riwayat diabetes mellitus atau hipertensi atau angina 1
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg 3
Denyut jantung > 100x/menit 2
Kelas KILLIP II-IV 2
Berat badan <67 kg (150 lbs) 1
ST elevasi anterior atau LBBB 1
Waktu hingga pengobatan awal > 4 jam 1

Tabel 3.2 Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) Score


for ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI)12,13

Tabel 3.3 Risiko mortalitas dalam 30 hari menurut skor TIMI13,14

Skorrisiko TIMI untuk STEMI


Skorrisiko
dalammemprediksikematiandalam 30 hari
0 0,8%
1 1,6%
2 2,2%
3 4,4%
4 7,3%
5 12,4%
6 16,1%
7 23,4%
8 26,8%
>8 35,9%

Pada pasien ini didapatkan skor TIMI pasien sebesar 5/14. Hal ini

menandakan risiko mortalitas pasien dalam 30 hari adalah 12,4%. Semakin tinggi

skor TIMI seorang pasien, risiko mortalitas pasien akan semakin besar.
Pasien pada kasus ini dikategorikan ke dalam kelas KILLIP I, dimana pada

pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda kongesti. Angka mortalitas pasien

ini berdasarkan kriteria KILLIP adalah sebesar 6%. Kriteria Killip ini juga

digunakan untuk menentukan besar risiko mortalitas pada pasien setelah 30

hari.9,10,12,13

Kelas KILLIP TemuanKlinis Mortalitas


Tidak terdapat gagal jantung (tidak 6%
I
terdapatronkhi maupun S3)
Terdapat gagal jantung ditandai dengan S3 dan 17%
II
ronkhi basah pada setengah lapangan paru
Terdapat edema paru ditandai oleh ronkhi basah 38%
III
di seluruh lapangan paru
Terdapat syok kardiogenik ditandai oleh tekanan 81%
IV darah sistolik <90 mmHg dan tanda hipoperfusi
jaringan

Tabel 3.4 Mortalitas 30 hari berdasarkan kelas KILLIP 12,13

Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini

menghasilkan sebuah kesimpulan berupa diagnosis pasien, yakni STEMI anterior

onset 12 jam TIMI 4/14 KILLIP I.

Tatalaksana pertama kalidi IGD yang diberikan pada pasien ini yaitu

pemberian oksigen 4 liter/menit dan IVFD RL 1 kolf/24 jam, aspilet 80 mg,

clopidogrel 75 mg, atorvastatin 1x40mg, nitrogliserin drip mulai 5 mcg/I,

alprazolam 1x0,5mg, laxadin 1x10cc. Pasien STEMI ditekankan untuk segera

mendapatkan pengobatan awal medikamentosa yaitu morfin, O2, nitrat, aspirin,

clopidogrel (MONACO) yang tidak harus diberikan secara bersamaan.15

Aspirin diberikan pada pasien SKA 160 mg (2 tablet dikunyah). Ini

diberikan pada pasien yang belum mendapatkan aspirin sebelumnya, tidak ada
riwayat alergi, tidak ada perdarahan lambung. Aspirin sendiri sebagai anti platelet

dapat menurunkan oklusi koroner dan berulangnya kejadian iskemik.14

Clopidogrel sebagai anti platelet terutama bermanfaat bagi pasien STEMI

dengan dosis 300 mg (4 tab) ditelan yang dilanjutkan dengan dosis maintanance

75 mg, sedangkan pada pasien hanya diberikan terapi maintenance saja yaitu

sebanyak 75 mg. Atorvastatin 1x40 mg diberikan untuk stabilisasi plak. Critical ill

insulin diberikan untuk menurunkan kadar gula darah yang tinggi pada pasien.

Primary PCI direncanakan dilakukan sebagai tindakan revaskularisasi.15


BAB IV
KESIMPULAN

1. ST elevation myocardial infarction (STEMI) adalah suatu sindroma klinis yang


disebabkan oleh oklusi total arteri koroner, yang dikarakteristikkan dengan
gejala iskemia miokardium berupa angina pectoris, dengan adanya peningkatan
dari biomarker jantung yang menunjukkan nekrosis pada miokardium dengan
adanya elevasi segmen ST pada gambaran EKG.
2. Gejala STEMI meliputi: nyeri dada yang berlangsung lebih dari 20 menit yang
tidak membaik dengan pemberian nitrogliserin, serta adanya riwayat Penyakit
Jantung Koroner (PJK) dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau
lengan kanan. Dari gambaran EKG didapatkan adanya elevasi segmen
ST.Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat juga akan
memperkuat diagnosis.
3. Tujuan penatalaksanaan pada STEMI yaitu mendiagnosis secara cepat untuk
menghilangkan nyeri dada dengan terapi inisial MONACO serta menilai dan
mengimplementasikan strategi revaskularisasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKI. PedomanTatalaksana SKA. Jakarta Centra Communication. 2015.
2. Joewono, Boedi Soesetyo. 2003. Penyakit Jantung Koroner dalam Ilmu
Penyakit Jantung.Airlangga University Press:Surabaya. (Halaman 121-134).
3. Alwi, Idrus et al. 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST dalam Buku
AjarIlmu Penyakit Dalam edisi V jilid II. Jakarta : EGC. (Halaman 1741-
1754).
4. Alwi I. Infark miokard akut dengan ST elevasi. Penyakit Jantung Koroner
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. InternaPublishing : Jakarta.2014.
1457-74.
5. Kumar A, Cannon CP. Acute coronary syndromes: diagnosis and
management. Mayo Clin Proc. 2009;84(10).917-38
6. Yagi H, Komukai K, Hashimoto K. Difference in risk factors between acute
coronary syndrome and stable angina pectoris in the Japanese: Smoking as a
crusial risk factor of acute coronary syndrome. Journal of Cardiology. 2010;
55. 345-53
7. Budiman, Rosmariana S, Paramita P. Hubungandislipidemia, hipertensidan
diabetes mellitus dengankejadianinfarkmiokardakut.
JurnalKesehatanMasyarakatAndalas. 2015; 10(1), 32-27.
8. Rendi DP, Masyrul S, Efrida. Gambarankadar Troponin T dan CKMB
padainfarkmiokardakut. JurnalKesehatanAndalas. 2014; 3(3).
9. Rhee JW, Sabatine MS, Lilly LS. Chapter 7: Acute Coronary Syndrome.
Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of medical
students and faculty / editor Leonard S. Lilly.—5th ed.Lippincott Williams
& Wilkins. Philadelpia. 2011.
10. ‘Alim AM. Pocket ECG, BukuSakuBelajar EKG. Yogyakarta.
IntanCendekia. 2009.
11. Thygesen K, et al.Third universal definition of myocardial infarction.
European Heart Journal.2012; 33, 2551-67.
12. Pacheco HG, Mendoza AA, Sangabriel AA, Herrera UJ, Damas F, Lidt GE,
Manzur FA, Sánchez CM. The TIMI risk score for STEMI predicts in-
hospitalmortality andadverse events in patients without cardiogenic shock
undergoingprimary angioplasty. Mexico. Arch CardiolMex 2012;82(1):7
13. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, Cairns R, Murphy SA, de Lemos
JA, Giugliano RP, McCabeCH, Braunwald E. TIMI risk score for ST-
elevation myocardial infarction: A convenient, bedside, clinical score for
risk assessment at presentation: An intravenous nPA for treatment of
infracting myocardium early II trial substudy. Circulation. 2000 Oct 24;
102(17):2031-7
14. Torry SRV, Panda L, Ongkowijaya J. Gambaran faktor risiko penderita
sindroma koroner akut. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Unsrat. 2013.

15. Amsterdam EA, et al. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of
Patiens With Non-ST Elevation-A Report of the American College of
Cardiology or American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. JACC. 2012. p 13,15.

Anda mungkin juga menyukai