Anda di halaman 1dari 12

TRAKSI DAN PERAWATANNYA

A. Pengertian Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk
memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan.Traksi menggunakan
beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Traksi longitudinal yang
19memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan
mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterioruntuk
mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus
kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih
besar (Smeltzer & Bare, 2002)
Traksi merupakan pengobatan konservatif yang bertujuan untuk
mereduksi fraktur atau kelainan- kelainan seperti spasme otot dengan
menggunakan pemberat sebagai konter traksi.( Chaeruddin Rasyad, 2007 )
Traksi adalah digunakan untuk meluruskan atau gaya tarikan untuk
mengembalikan atau mempertahankan posisi yang anatomis pada fraktur (
Karen burke,2008 )

B. Tujuan Pemasangan

1. Untuk mengurangi dan untuk immobilisasi fraktur tulang agar terjadi


pemulihan
2. Untuk mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat
3. Untuk mencegah cidera dari jaringan lunak
4. Untuk memperbaiki, mengurangi, atau mencegah deformitas
5. Untuk mengurangi spaseme otot dan nyeri

Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk
mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang
dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang
diinginkan (Barbara, 1998).

1
C. Jenis Traksi
Terdapat beberapa jenis traksi yang dapat digunakan pada pasien dengan
fraktur,yaitu:
1. SkinTraksi
Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak
dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang,dengan beban tidak
lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu
karena dapat menyebabkan iritasi kulit (Anderson, et al,2009).Adapun
beberapa jenis skin traksi menurut Smeltzer & Bare (2002).antara lain :
a. Traksi buck
Ektensi buck (unilateral/bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana
tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau
temporer yang diinginkan.Traksi buck digunakan untuk memberikan rasa
nyaman setelah cidera pinggul sebelum dilakukan fiksasi dengan intervensi
bedah.
b. Traksi Russell
Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong
lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal
melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah.
c. Traksi Dunlop
Traksi Dunlop adalah traksi pada ektermitas atas.Traksi horizontal
diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d. Traksi kulit Bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami
patah tulang paha.Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak
yang berat badannyalebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui maka kulit
dapat mengalami kerusakan berat.

2. Skletal Traksi
Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw
untuk menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang

2
lebih dari empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal
serta mengontrol rotasi dari fragmen tulang. Pada patah tulang panjang
digunakan steinmann pins(2-4,8mm) atau kirschner wire (7-15mm) yang
penggunaannya ditentukan oleh densitas tulang serta kekuatan tarikan yang
dibutuhkan (Anderson et al,2009).Beberapa tempat pemasangan pin seperti
proksimal tibia, kondilus femur, olekranon, kalkaneus, trokanter mayoratau
bagian distal metacarpal lalu diberi pemberat (Sjamsuhidajat dkk, 2011)
3. Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun
sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang
femur hampir selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih
dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur.
D. Indikasi
1. Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
2. Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk
mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa
dan diperbaiki lebih lanjut
3. Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal
diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan
pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
4. Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang
mengalami patah tulang paha
5. Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang
pada korpus pemoralis orang dewasa
6. Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai
dewasa muda (Barbara, 1998

E. Komplikasi
Penggunaan traksi mengakibatkan pasien mengalami imobilisasi
sehingga beberapa komplikasi penggunaan traksi berhubungan dengan kondisi
imobilisasi yang terjadi, diantaranya:

3
1. Iritasi Kulit
Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak
dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang,dengan beban
tidak lebih dari limakilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4
minggu karena dapat menyebabkan iritasi kulit (Anderson, et al,2009).
2. Disuse Atrofi Otot
Bila otot tidak digunakan/hanya melakukan aktivitas ringan (seperti: tidur
dan duduk) maka terjadi penurunan kekuatan otot sekitar 5% dalam tiap
harinya, atau setelah dua minggu dapat menurun sekitar 50%. Disamping
terjadi kelemahan otot, juga terjadi atrofi otot (disuse athrophy). Hal ini
disebabkan karena serabut-serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang
cukup lama, sehingga perlahan-lahan akan mengecil (atrofi), dimana terjadi
perubahan perbandingan antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Atrofi otot
sering terjadi pada anggota gerak yang diletakkan dalam pembungkus gips,
sehingga dapat mencegah terjadinya kontraksi otot (Guyton& Hall,2008)
3. Demineralisasi tulang
Demineralisasi tulang terjadi selama immobilisasi, menyebabkan disuse
osteoporosis.Demineralisasi tulang ini dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
menurunnya aktivitas otot danmenurunnya aktivitas tubuh. Pasien yang
immobilisasi aktivitasnya menjadi terbatas dan tidak adapenopang berat
badan pada tulang panjang di ekstremitas bawah(Kusnanto, 2006).
4. Infeksi dan Parase saraf
Infeksi yang umumnya didapat melalui invasi bakteri melalui pin atau
kawat yang digunakan pasien. Parase saraf akibat penggunaan traksi yang
berlebihan (overload) atau apabila pin mengenai saraf. Kedua komplikasi ini
umumnya terjadi pada penggunaan skeletal traksi (Smeltzer & Bare,2002)

F. Prinsip Pemasangan Traksi


Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan
garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama
berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai

4
vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat
diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi
dengan sinar X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan
lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya
tarikan yang diinginkan.
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis
lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ektensi buck dan
traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.Traksi suspensi seimbang
memberikan dukungan pada ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga
memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis
tarikan. Tarikan dapat dilakukan pada kulit ( traksi kulit ) atau langsung kesekelet
tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi.Traksi
dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat
sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan
adanya kontraksi
Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi adalah
gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan ( hukum Newton III mengenai
gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar
yang sama namun arahnya yang berlawanan ) umumnya berat badan pasien
dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk ektermitas bawah yang dijelaskan secara terinci,
tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku untuk mengatasi patah tulang pada
ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat
mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur
diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk
mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan
kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).

5
G. Prinsip Traksi Efektif
1. Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
2. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
3. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme
otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4. Traksi skelet tidak boleh terputus.
5. Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.
Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta
tarikan harus dihilangkan.
6. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika
traksi dipasang.
7. Tali tidak boleh macet
8. Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur
atau lantai
9. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki
tempat tidur.
10. Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan
keluhan nyeri leher.Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi
adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
2. CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen
tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
3. MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah
sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI
menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur
dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan

6
menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan
kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak
terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat
mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur
ini.
4. Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat
neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga
mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari
iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer,
membedakan adanya iritasi atau kompresi.

I. Prinsip Perawatan Traksi


1. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung
) dan aktivitas terapeutik
2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi,
gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan
imajinasi, nafas dalam.
8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh:
edema, eritema.

J. Pengkajian
Pengkajian fungsi sistem tubuh perlu dilakukan terus-menerus karena
imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada kulit, respirasi,
gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskuler. Masalah tersebut dapat

7
berupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru, konstipasi, kehilangan nafsu makan,
statis kemih, dan infeksi saluran kemih.
Pengkajian psikologis perlu dilakukan karena pasien takut peralatannya
dan cara pemasangannya. Pasien sering menunjukkan kebingungan,
disorientasi, dan depresi karena pasien terimobilisasi dalam waktu yang cukup
lama.
Pengkajian dilakukan apada bagian tubuh yang ditraksi meliputi status
neurovaskular (mis., warna, suhu, pengisian kapiler, edema, denyut nadi,
perabaan, kemampuan bergerak) yang dievaluasi dan dibandingkan dengan
ekstremitas yang sehat. Selain itu, kaji adanya nyeri tekan betis, hangat,
kemerahan, pembengkakan, atau tanda homan positif (ketidaknyamanan pada
betis ketika didorsofleksi dengan kuat) karena merupakan tanda trombosis vena
profunda.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi
2. Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi
3. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan Agen injury Fisik
(traksi dan imobilisasi).
4. Kurang perwatan diri : makan, hygiene, atau toileting yang berhubungan
dengan traksi
5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan
traksi

L. Intervensi

M. Prosedur Kerja
UraianKegiatan Keterangan
Pre Interaksi

Persiapan Alat:

8
Skin traksi kit

k/p pisau cukur

k/p balsam perekat

k/p alat rawat luka

katrol dan pulley

beban

K/p Bantalan conter traksi

k/p bantal kasur

gunting

bolpoint untuk penanda/ marker

Persiapan alat pada traksi kulit :

Bantal keras (bantal pasir )

Bedak kulit

Komber isi air putih

Handuk

Sarung tangan bersih

Persiapan alat pada traksi skeletal :

Zat pembersih untuk perawatan pin

9
Set ganti balut

Salep anti bakteri (k/p)

Kantung sampah infeksius

Sarung tangan steril

Lidi kapas

Povidone Iodine (k/p)

Kassa steril

Piala ginjal
Orientasi

1. Berikan salam dengan menyebut nama

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan

3. Menjaga privacy

Tahap Kerja

Pelaksanaan prosedur

1. Mencuci tangan
2. Memakai handschoen
3. Mengatur posisi tidur pasien supinasi
4. Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
5. Bila banyak rambut k/p di cukur
6. Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan
bolpoint

10
7. k/p beri balsam perekat
8. Ambil skin traksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian
medial dan lateral kaki secara simetris dengan tetap
menjaga immobilisasi fraktur
9. Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
10. Masukkan tali pada pulley katrol
11. Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB = maksimal 5 kg
12. k/p pasang bantalan conter traksi atau bantal penyangga
kaki
13. Atur posisi pasiennya Mandan rapikan
14. Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan
pesankan untuk manggil perawat bila ada keluhan

TRAKSI KULIT

1. Cuci tangan dan pasang sarung tangan


2. Cuci, keringkan dan beri bedak kulit sebelum traksi
dipasang kembali
3. Lepas sarung tangan
4. Anjurkan klien untuk menggerakkan ekstremitas distal
yang terpasang traksi
5. Berikan bantalan dibawah ekstremitas yang tertekan
6. Berikan penyokong kaku (foot plates) dan lepaskan setiap
2 jam lalu anjurkan klien latihan ekstremitas bawah untuk
fleksi, ekstensi dan rotasi
7. Lepas traksi setiap 8 jam atau sesuai instruksi

TRAKSI SKELETAL

1. Cuci tangan
2. Atur posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk
mempertahankan tarikan traksi yang optimal

11
3. Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan
sarung tangan steril
4. Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin, menggunakan
lidi kapas dengan teknik menjauh dari pin (dari dalam
keluar)
5. Beri salep anti bakteri jika diperlukan sesuai protocol RS
6. Tutup kassa di lokasi penusukan pin
7. Lepas sarung tangan
8. Buang alat – alat yang telah dipakai kedalam plastic
khusus infeksius
9. Cuci tangan
10. Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk membantu
dalam pergerakan di tempat tidur selama ganti alat dan
membersihkan area punggung/ bokong
11. Berikan posisi yang tepat di tempat tidur

Terminasi

1. Bereskan alat dan rapikan tempat tidur


2. Lepas handscoon dan cuci tangan
3. Evaluasi hasil kegiatan (subjektifdanobjektif)
4. Berikan umpan balik positif pada klien

Dokumentasi

1. Catat tindakan yang dilakukan


2. Catat respon klien
3. Catat kulit dan cairan yang keluar dari kulit sekitar traksi
jika menggunakan traksi kulit

12

Anda mungkin juga menyukai