Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plumbum

2.1.1 Gambaran Umum

Plumbum dapat ditemukan di berbagai media lingkungan seperti udara,

air, debu dan tanah. Plumbum atau bentuk persenyawaannya berasal dari

pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, emisi industri dan dari penggunaan

cat bangunan yang mengandung plumbum. Di alam plumbum terdapat dalam dua

bentuk yaitu gas dan partikel. Plumbum yang terbanyak di udara adalah plumbum

anorganik dan terutama berasal dari pembakaran tetraethyl plumbum (TEL) dan

tetramethyl plumbum (TEMEL) yang terdapat dalam bahan bakar kendaraan

bermotor. Selain sumber-sumber di atas, logam berat ini juga terdapat pada gelas,

pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, beberapa obat tradisional

dan kosmetik (Tong, et al., 2000). Pakar lingkungan sependapat bahwa plumbum

merupakan kontaminan terbesar dari seluruh debu logam di udara (Winarno,

1993).

Plumbum dapat ditemukan di lingkungan dalam bentuk senyawa terutama

sebagai mineral seperti galena, serusit, mimetit dan piromorpit. Sejumlah besar

senyawa plumbum anorganik ada dalam bentuk plumbum asetat, plumbum

emtimonate, plumbum azida, plumbum bromit, plumbum nitrat dan sebagainya.

Plumbum mempunyai berat molekul 207,2 dengan titik didih 1740ºC dan titik

lebur 327,4ºC. Plumbum asetat, plumbum nitrat dan plumbum klorat larut di

dalam air, tapi bentuk garam lainnya sangat tidak larut kecuali ada beberapa yang

larut pada asam (WHO, 1977 ).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Keberadaan logam berat seperti plumbum ini di samping menghasilkan

suatu radikal bebas, juga akan dapat menurunkan ketersediaan zat antioksidan

tubuh, dan juga dapat mempengaruhi aktifitas enzim, menghambat absorbsi

mineral rumutan, mengikat protein, serta merubah homeostasis kalsium (Ercal, et

al., 2001).

Jumlah plumbum di udara mengalami peningkatan terus-menerus

sepanjang hari, sehingga kandungan plumbum di udara naik secara mencolok,

kenaikan yang mencolok ini dapat berasal dari cerobong asap pabrik hingga

knalpot kendaraan, yang telah melepaskan plumbum ke udara. Emisi plumbum ke

dalam atmosfer dapat berbentuk gas dan partikulat. Emisi plumbum juga dapat

berasal dari penambangan, peleburan, pembersihan dan industri. Beberapa industri

menggunakan plumbum seperti pada industri cat menggunakan PbO, pada industri

karet menggunakan plumbum sulfat, plumbum arsenat digunakan pada insektisida

dan plumbum naftenat digunakan sebagai pengering pada industri kain katun, cat,

tinta, cat rambut, insektisida, amunisi dan kosmetik. Plumbum juga digunakan

pula sebagai zat warna seperti plumbum karbonat dan plumbum sulfat sebagai zat

warna putih dan plumbum kromat sebagai krom kuning, krom jingga, krom merah

dan krom hijau (Palar, 2004).

Menurut Palar (2008), plumbum dan persenyawaannya dapat berada

dalam badan perairan dengan dua cara, yaitu:

1. Secara alamiah, melalui pengkristalan plumbum di udara dengan bantuan air

hujan dan proses korosifikasi bantuan mineral akibat hempasan gelombang

dan angin.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


2. Sebagai dampak dari aktivitas manusia, buangan air limbah dari industri yang

berkaitan dengan plumbum, air buangan dari pertambangan bijih timah hitam

dan buangan sisa industri baterai.

Plumbum dalam jangka waktu yang panjang akan menimbulkan keracunan

kronis di dalam tubuh, karena plumbum bersifat akumulatif. Keracunan kronis

yang ditimbulkan plumbum tersebut akan menyebabkan terjadinya kerusakan

otak, ginjal, hati, sistem saraf, sel darah merah maupun organ lainnya. Pada janin

dan anak-anak kandungan plumbum dalam jumlah kecil juga telah dapat merusak

kesehatan tubuh janin dan anak-anak tersebut (Sari, 2010).

Asap rokok juga merupakan sumber pemaparan plumbum, di mana orang

yang merokok dan menghirup asapnya akan terpapar plumbum pada level yang

lebih tinggi daripada orang yang tidak terpapar asap rokok. Rokok mengandung

2,4 μg plumbum dan 5% nya terdapat pada asap rokok (Gajawat, et al., 2006).

Di Indonesia pernah dilakukan penelitian untuk melihat kandungan kadar

plumbum di dalam darah di antaranya yang dilakukan oleh I Made Djaya, et al.,

(1993) bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk

mengetahui pengaruh plumbum, didapatkan bahwa dari 115 orang, 95 orang

bekerja di jalan raya bergantian shift pagi dan siang hari dan 20 orang bekerja di

kantor, kadar plumbum di dalam darah telah melebihi ambang batas (25 μgr/dL)

(Wirahadikusuma, 2001).

2.1.2 Keracunan Plumbum

Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya

pemaparan. Keracunan dibedakan menjadi keracunan akut dan keracunan kronis.

Organ-organ tubuh yang menjadi sasaran dari keracunan plumbum adalah sistem

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


peredaran darah, sistem saraf, sistem urinaria, sistem reproduksi, sistem endokrin

dan jantung (Palar, 1994).

Absorbsi plumbum sebagian besar disimpan pada tulang dan jaringan

lunak, tergantung pada cara pemaparan plumbum dan daya afinitas jaringan.

Sebagian besar plumbum akan disimpan dalam hati dan tulang setelah pemberian

intravena. Pemberian secara oral akan didistribusikan ke tulang (60%), hati

(25%), ginjal (4%), sistem retikuloendotelial (3%), dinding usus (3%) dan

kejaringan lainnya (Venegopal, 1978).

Efek yang disebabkan oleh keracunan plumbum pada anak-anak dan orang

dewasa dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1. Tingkat keracunan plumbum dalam darah pada anak


Kelompok Kadar plumbum di darah Efek pada anak
1 μ/dL Gangguan belajar, gangguan
pendengaran
2a 2b 10-14 μ/dL 15-19 μ/dL Pertumbuhan lamban, masalah
belajar sakit kepala, berat
badan menurun
3 20-44 μ/dL Gangguan sistem saraf
4 45-69 μ/dL Anemia, nyeri perut yang
hebat
5 >69 μ/dL Kerusakan otak
mengakibatkan kematian
(Sumber: Center For Disease and Prevention, 2000)

Pada orang dewasa plumbum darah 10 μ/dL mempengaruhi perkembangan

sel darah, kadar 40 μ/dL mempengaruhi beberapa fungsi dari kemampuan darah

untuk membentuk hemoglobin, gangguan sistem saraf menyebabkan kelelahan,

iritabilitas, kehilangan ingatan, dan reaksi lambat. Plumbum juga menyebabkan

penyakit ginjal yang kronis dan gagal ginjal, sedangkan pada sistem reproduksi

mengakibatkan berkurangnya jumlah sperma atau meningkatnya jumlah sperma

yang abnormal. Pada wanita hamil jumlah yang sangat tinggi akan mengakibatkan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


keguguran. Kadar plumbum yang tinggi di darah dapat menaikkan tekanan darah

(Shannon, 1998).

Di dalam tubuh manusia, plumbum sebagian kecil diekskresikan lewat

urine atau feses karena sebagian terikat dengan protein, sedangkan sebagian lagi

terakumulasi dalam berbagai organ tubuh. Mekanisme plumbum berdasarkan

organ yang dipengaruhinya adalah (Widowati et al., 2008) :

1. Sistem hematopoietik; di mana plumbum menghambat sistem pembentukan

hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.

2. Sistem saraf; di mana plumbum bisa menimbulkan kerusakan otak dengan

gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar dan delirium.

3. Sistem urinaria; di mana plumbum bisa menyebabkan lesi tubulus

proksimalis dan menyebabkan aminoaciduria.

4. Sistem gastro-intestinal; di mana plumbum menyebabkan kolik dan

konstipasi.

5. Sistem kardiovaskular; di mana plumbum bisa menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah.

6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin

belum lahir menjadi peka terhadap plumbum. Ibu hamil yang terkontaminasi

plumbum bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio,

kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.

7. Sistem endokrin; di mana plumbum mengakibatkan gangguan fungsi tiroid

dan fungsi adrenal.

8. Plumbum bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


2.1.3 Efek Plumbum pada Ginjal

Mekanisme toksisitas plumbum asetat masih kontroversi, diduga plumbum

berikatan secara kovalen dengan preparat besi pada asam nukleat dan protein,

menghambat penggabungan besi menjadi heme, mengganggu sintesa goblin,

menghambat enzim delta aminolevulenat dalam sel darah merah serta

mempengaruhi sintesa DNA in vitro. Toksisitas plumbum menimbulkan

pembentukan radikal bebas dengan melalui dua cara yaitu pembentukan reactive

oxygen species (ROS) seperti hydroperoksida, singlet oxygen dan hydrogen

peroksida dan secara langsung menurunkan ketersediaan antioksidan tubuh

( Robin dan Kumar, 1995).

Penelitian yang dilakukan Hariono (2006) melaporkan pemberian

plumbum asetat 0,5gr/kgBB/oral/hari pada tikus dijumpai secara makroskopis,

ginjal tampak pucat pada minggu ke-14 dan 16 dan gambaran histopatologis

terlihat degenerasi hidrofik dari tingkat ringan sampai sedang pada minggu ke-12

sampai minggu ke-16. Epitel tubulus proksimal ginjal terlihat degenerasi,

hiperplasia dan karyomegali pada minggu ke-8, pelebaran lumen tubulus dan

simpai Bowman serta adanya benda-benda inklusi dalam inti sel.

Tingginya aliran darah yang menuju ginjal menyebabkan berbagai macam

obat, bahan kimia, dan logam-logam berat dalam sirkulasi sistemik dikirim ke

ginjal dalam jumlah yang besar. Zat-zat toksik akan terakumulasi dan

menyebabkan kerusakan ginjal. Oleh karena itu, plumbum yang masuk ke dalam

darah kemudian dieksresikan melalui ginjal akan terakumulasi menahun di dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


ginjal sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan tubulus proximal

sehingga meningkatkan Cystatin C serum (Mukono et al., 2015)

Implikasi klinis akibat paparan plumbum pada ginjal menyebabkan tidak

berfungsinya tubulus renal, nefropati irreversible, sklerosis vaskular, sel tubulus

atrofi, fibrosis dan sclerosis glomerulus. Akibatnya dapat menimbulkan

aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi

nefritis kronis (Mukono J, 2006)

2.2 Ginjal

2.2.1 Anatomi Ginjal Umum

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-

struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan

meninggalkan ginjal (Tortora, 2014). Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh

otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke-XI dan XII sedangkan di

sebelah anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal (Purnomo, 2009).

Ginjal mendapat aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang

langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena

renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end

arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang

dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini,

berakibat timbulnya iskemia atau nekrosis pada daerah yang dilayaninya

(Purnomo, 2009)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Setiap nefron terdiri dari glomerulus yang dilalui sejumlah besar cairan

yang difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi

diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal (Guyton, 2012).

Gambar 2.1 Gambaran makroskopis ginjal ( Atlas Histology d fiore, 2003)

2.2.2 Histologi Ginjal

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan

medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, di mana setiap ginjal

terdiri atas 1-4 juta nefron, sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli

ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus

kontortus proksimalis, korpuskulus renal, tubulus kontortus distalis, segmen tipis

dan tebal ansa Henle, dan tubulus kolegens.

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam

glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh

mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh

difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di

dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk

kemudian disalurkan ke dalam ureter (Purnomo, 2009).

Nefron terdiri dari kapsula bowman yang mengelilingi rumbai kapiler

glomerulus, tubulus kontraktus proksimal, segmen tipis dan tebal ansa (lengkung)

henle dan tubulus kontraktus distal. Nefron dan tubulus koligens (saluran

pengumpul) merupakan tubulus uriniferus yang merupakan satuan fungsional

ginjal, menampung urine yang dihasilkan oleh nefron dan menghantarkannya ke

pelvis renal (Marieb, 2010). Nefron adalah unit fungsional dari ginjal. Setiap

nefron terdiri dari dua bagian yaitu korpus renal tempat plasma darah disaring,

dan tubulus ginjal tempat cairan disaring (glomerular filtrat), terdiri dari selapis

sel epitel yang membentuk seluruh dinding kapsul glomerulus, tubulus ginjal, dan

duktus koligentes (Tortora, 2014).

Kapsul glomerulus terdiri dari lapisan viseral dan parietal. Lapisan viseral

terdiri atas modifikasi sel epitel skuamosa sederhana yang disebut podosit, yang

membungkus lapisan sel endotel dari kapiler glomerulus dan membentuk dinding

bagian dalam kapsul. lapisan parietal dari kapsul glomerulus terdiri dari epitel

skuamosa sederhana dan membentuk dinding luar kapsul (Tortora, 2014).

Gambar 2.2 Gambaran skematik nefron ginjal (Atlas Histology d fiore, 2003)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


Gambar 2.3 Gambaran histologi korpuskel ginjal (Atlas Histology d fiore, 2003)

2.2.2.1 Glomerulus

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Glomerulus dalam keadaan normal secara keseluruhan tertutup oleh

kapsula Bowman yang berbentuk mangkok, kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-

sel endotel, berlubang pori-pori dengan diameter kurang lebih 100 nm dan terletak

pada membran basalis. Di bagian luar membran basalis adalah epitel viseral

(podosit) (Robbins and Kumar, 2007).

Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang

bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-

kira 60 mm Hg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus

dilapisi oleh sel-sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula

Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam

kapsula Bowman dan kemudia masuk ke tubulus proksimal, yang terletak dalam

korteks ginjal (Guyton dan Hall, 2012).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


Ket : G : Glomerulus, A : afferent arterioles, PT : Peritubular capillaries, I : Small interlobular
arteries
Gambar 2.4 Gambaran histologi glomerulus ginjal
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

2.2.2.2 Kapsula Bowman

Berkas kapiler glomelurus dikelilingi oleh kapsula Bowman. Glomerulus

berfungsi sebagai penyaring darah. Kapsula Bowman merupakan epitel

berdinding ganda. Lapisan luar kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng,

dan lapisan dalam tersusun atas sel-sel khusus yang disebut podosit (sel kaki)

yang letaknya meliputi kapiler glomerulus dan antara kedua lapisan tersebut

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


terbentuk rongga kapsul Bowman. Sel-sel podosit, membrana basalis, dan sel-sel

endotel kapiler membentuk lapisan (membran) filtrasi yang berlubang-lubang

yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler dengan ruang kapsular. Sel-

sel endotel kapiler glomerulus mempunyai pori-pori sel lebih besar dan lebih

banyak daripada kapiler-kapiler pada organ lain. Hasil filtrasi cairan darah pada

glomerulus atau disebut cairan ultrafiltrat (urine primer) selanjutnya ditampung

pada rongga kapsul (Eroschenko, 2003).

2.2.2.3 Korpuskulum renal

Korpuskulum renal adalah segmen awal setiap nefron. Darah disaring

melalui kapiler-kapiler glomerulus dan filtratnya ditampung di dalam rongga

kapsular yang terletak di antara lapisan parietal dan viseral kapsul bowman. Setiap

korpuskulum renal mempunyai kutub vaskular yang merupakan tempat keluar

masuknya pembuluh darah dari glomerulus (Eroschenko, 2003).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


Gambar 2.5 Gambaran histologi korpuskulum ginjal
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

2.2.2.4 Tubulus Kontortus Proksimal

Tubulus kontortus proksimal (TKP) merupakan saluran panjang yang

berkelok-kelok mulai pada korpuskulum renalis kemudian menurun ke dalam

medula dan menjadi lengkung Henle (loop of Henle). TKP biasa ditemukan pada

potongan melintang korteks. TKP dibatasi oleh epitel kubus selapis dengan apeks

sel menghadap lumen tubulus memiliki banyak mikrovili membentuk brush

border (Eroschenko, 2003).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


TKP sebagai bagian nefron yang paling panjang dan paling lebar

membentuk isi korteks, di dalamnya filtrat glomerulus mulai berubah menjadi

kemih oleh absorbsi beberapa zat dan penambahan sekresi zat-zat lain. Salah satu

fungsi utama dari TKP adalah menyekresi kreatinin, albumin, protein, karbohidrat

dan substansi asing bagi organisme seperti penisilin. Hal tersebut merupakan

proses aktif yang disebut sekresi tubulus (Junqueira et al., 2007).

Sel epitel tubulus-tubulus ginjal terutama TKP, sangat peka terhadap suatu

iskemia, maka jaringan ini akan mengalami kerusakan. Salah satu gangguan pada

ginjal akibat produksi radikal bebas yang berlebih salah satunya adalah Acute

Tubular Necrosis (ATN) yang menyerang tubulus ginjal yang disebabkan oleh

pengaruh dari racun obat atau molekul (nephrotoxic ATN) (Hanifa, 2010).

Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan struktur dan fungsi sel

pada ginjal adalah adanya radikal bebas. Radikal bebas merupakan salah satu

produk reaksi kimia dalam tubuh yang mempunyai reaktifitas tinggi sehingga

menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak komponen sel hidup seperti

protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat (Rahmawati, 2003).

Kerusakan ginjal yang berupa nekrosis tubulus disebabkan oleh sejumlah

racun organik. Hal ini terjadi karena pada sel epitel tubulus terjadi kontak

langsung dengan bahan yang direabsorbsi, sehingga sel epitel tubulus ginjal dapat

mengalami kerusakan berupa degenerasi ataupun nekrosis pada inti sel ginjal

(Robbins dan Kumar, 2007).

Menurut Price dan Wilson (2005), kematian sel yang disebabkan oleh

nekrosis tubulus dapat ditandai dengan menyusutnya inti sel atau ketidakaktifan

inti sel tubulus. Sel epitel TKP sangat peka terhadap anoksia dan rentan terhadap

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


toksik. Banyak faktor yang memudahkan tubulus mengalami toksik, seperti

permukaan bermuatan listrik yang luas untuk reabsorbsi tubulus, sistem transpor

aktif untuk ion dan asam organik, kemampuan melakukan pemekatan secara

efektif, selain itu kadar sitokrom P450 yang tinggi untuk mendetoksifikasi atau

mengaktifkan toksikan (Cotran et al., 2003).

Ket : P : Proximal convoluted tubule, TP : Tubular pole, G : glomerulus, D : distal convoluted


tubules, U : Urinary space
Gambar 2.6 Gambaran histologi tubulus kontortus proximal dan distal
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


Ket : MV : Microvilli, M : Mitochondria, V : Vesicles, L : Lysosomes, F : Fibroblast, C :
Peritubular capillaries,
Gambar 2.7 Gambaran histologi tubulus kontortus proximal
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

2.2.2.5 Lengkung Henle

Lengkung Henle (LH) merupakan saluran panjang berbentuk seperti huruf

U dapat dibedakan menjadi segmen tipis dan segmen tebal. LH memiliki lubang

lebih lebar daripada tubulus kontortus distal karena dinding LH terdiri dari sel-sel

gepeng dengan inti menonjol ke dalam lumen. Bagian tipis LH merupakan

kelanjutan dari TKP, sebagian besar berjalan turun (descenden) dan bagian tebal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


berjalan ke atas (ascenden). Bagian tipis menyerupai kapiler darah sehingga sukar

dibedakan.

LH tebal strukturnya sama dengan tubulus kontortus distal. Bagian

descenden LH bersifat permeabel terhadap air dan ion-ion, sehingga

memungkinkan pergerakan bebas air, Na+ dan Cl- sedangkan bagian ascenden

tidak permeabel terhadap air dan sangat aktif mentranspor klorida ke cairan

insterstitial dan bertanggung jawab langsung pada hipertonisitas cairan insterstitial

daerah medula sebagai akibat kehilangan natrium dan klorida. Oleh karena itu,

cairan dalam tubulus yang mencapai tubulus kontortus distal adalah hipotonik.

Fungsi LH adalah mengatur tingkat osmotik darah dan hipertonik (Eroschenko,

2003).

Ket : T : Descending limb, A : Ascending limb, C : Capillaries, I : Interstitium


Gambar 2.8 Gambaran histologi Loop of Henle
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


2.2.2.6 Tubulus Kontortus Distal

Reabsorpsi Na di tubuli diatur oleh hormon aldosteron yang disekresi

korteks adrenal. Sebagai respon terhadap hormon ini, sel-sel tubulus kontortus

distal (TKD) secara aktif mengabsorpsi Na dari filtrat. Fungsi TKD merupakan

fungsi vital untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa yang sesuai pada

cairan tubuh (Eroschenko, 2003). TKD seperti halnya TKP tempatnya terdapat di

kortek di mana perbedaannya berdasarkan ciri-ciri tertentu yaitu pada sel tubulus

kontraktus proksimal lebih besar dari pada sel tubulus distal, sel tubulus

kontraktus proksimal memiliki brush border, yang tidak terdapat pada tubulus

distal. Lumen TKD lebih besar, dan karena sel-sel tubulus distal lebih gepeng dan

lebih kecil dari yang ada di TKP, maka tampak lebih banyak sel dan inti pada

dinding tubulus distal (Junquera, et al., 2007).

TKD lebih pendek dan tidak begitu berkelok dibandingkan dengan TKP.

Sel-sel TKD secara aktif mereabsorpsi ion- ion Na+ dari filtrat glomerular dan

dimasukkan ke dalam interstitium. Aktivitas reabsorpsi ini berlangsung bersamaan

dengan ekskresi ion H+ atau K+ ke dalam filtrat atau urine tubular (Junquera, et al.,

2007).

2.2.2.7 Aparatus jukstaglomerulus

Di dekat korpuskulum renal dan tubulus kontortus distal terdapat

sekelompok sel khusus yang disebut aparatus jukstaglomerulus. Aparatus ini

terdiri atas sel jukstaglomerulurus dan makula densa. Sel jukstaglomerulus adalah

sekelompok sel otot polos yang telah dimodifikasi, terletak di dinding arteriol

aferen sebelum memasuki kapsul glomerular membentuk glomerulus

(Eroschenko, 2003).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


Sel jukstaglomerulus berhubungan erat dengan makula dense, yaitu suatu

bagian khusus tubulus kontraktus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan

eferen, memiliki sel-sel tunika otot polos, inti berbentuk bulat dan sitoplasma

mengandung granula. Sel jukstaglomerulus berfungsi menghasilkan enzim renin.

Dalam darah renin mempengaruhi angiotensinogen, suatu protein plasma, untuk

menghasilkan angiotensin (Junquera, et al., 2007).

Ket : AA : Afferent arteriole, D : Distal tubule, G : Glomerulus, MD : Macula densa, JG :


Juxtaglomerular granule cells, L : Lacis cells, US : Urinary space, P : Proximal tubule, EA :
Efferent arteriole
Gambar 2.9 Gambaran histologi apparatus jukstaglomerulus
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

2.2.2.8 Tubulus Koligens

Urine berjalan dari TKD ke tubulus koligens yang apabila bersatu

membentuk saluran lurus yang lebih besar yang disebut duktus papilaris Bellini.

Tubulus koligens merupakan unsur utama medula berjalan lurus. Tubulus koligens

yang lebih kecil dibatasi oleh epitel kubis, sedangkan garis tengah duktus koligens

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


terdiri atas sel-sel berwarna muda. Fungsi penting pada tubulus koligens adalah

mekanisme yang tergantung pada hormon antidiuretik (ADH) untuk pemekatan

atau pengenceran terakhir urine. Dinding tubulus distal dan tubulus koligens

sangat mudah ditembus air bila terdapat ADH dalam jumlah besar (Eroschenko,

2003).

Ket : CD : Collecting duct


Gambar 2.10 Gambaran histologi potongan longitudinal tubulus koligentes
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

Ket : CD : Collecting duct, VR : Vasa recta


Gambar 2.11 Gambaran histologi potongan transversal tubulus koligentes
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


Gambar 2.12 Gambaran histologi duktus koligentes dan tubulus kontortus
(Atlas Histology Junqueira’s, 2009)

2.2.3 Fungsi Ginjal

Ginjal merupakan organ intraperitoneal yang mempunyai fungsi

penting,antara lain :

1. Pengaturan komposisi ionik darah. Ginjal membantu mengatur kadar beberapa

ion, yang paling penting ion natrium (Na), Ion kalium (K), Ion kalsium

(Ca), Ion klorida (Cl), Dan ion fosfat (HPO4-2) (Tortora, 2014).

2. Pengaturan pH darah. Ginjal mengekskresikan sejumlah variabel ion hidrogen

(H) ke dalam urine dan meabsorpsi ion bikarbonat (HCO 3+), Yang

merupakan penyangga penting dari H+ dalam darah (Tortora, 2014).

3. Pengaturan volume darah. Ginjal mengatur volume darah dengan konservasi

atau menghilangkan air dalam urine. Peningkatan volume darah akan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


meningkatkan tekanan darah sedangkan penurunan volume darah

menurunkan tekanan darah (Tortora, 2014).

4. Pengaturan tekanan darah. Ginjal juga membantu mengatur tekanan darah

dengan mengeluarkan enzim renin, yang mengaktifkan jalur renin-

angiotensin-aldosteron. Peningkatan renin menyebabkan peningkatan

tekanan darah (Tortora, 2014).

5. Menjaga osmolaritas darah. Dengan secara terpisah mengatur hilangnya air

dan hilangnya zat terlarut dalam urine, ginjal mempertahankan osmolaritas

darah relatif konstan mendekati 300 miliosmol per liter (mOsm / liter)

(Tortora, 2014).

6. Produksi hormon. Ginjal memproduksi dua hormon. Kalsitriol, bentuk aktif

dari vitamin D, membantu mengatur homeostasis kalsium, dan

erithropoietin menstimulasi produksi sel darah merah (Tortora, 2014).

7. Pengaturan kadar glukosa darah. Seperti hati, ginjal dapat menggunakan

asam amino glutamin di glukoneogenesis untuk sintesis molekul glukosa

baru. Kemudian dapat melepaskan glukosa ke dalam darah untuk membantu

mempertahankan tingkat glukosa darah normal (Tortora, 2014).

8. Ekskresi limbah dan zat-zat asing. Dengan membentuk urine, ginjal

membantu mengeluarkan limbah, zat yang tidak memiliki fungsi yang

berguna dalam tubuh. Beberapa limbah diekskresikan dalam urine hasil dari

reaksi metabolisme dalam tubuh. Ini termasuk amonia dan urea dari

deaminasi asam amino; bilirubin dari katabolisme hemoglobin; kreatinin

dari pemecahan fosfat kreatin di serat otot; dan asam urat dari katabolisme

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


asam nukleat. limbah lainnya diekskresikan dalam urine adalah zat asing

dari diet, seperti obat-obatan dan racun lingkungan (Tortora, 2014).

2.3 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul cukup stabil untuk menetralisir dan

menyumbangkan elektron ke radikal bebas, sehingga mengurangi kemampuannya

untuk merusak. Antioksidan bekerja dengan menunda atau menghambat

kerusakan sel terutama dengan mengikat radikal bebas yang ada pada sel tersebut

(Lobo, et al., 2010). Pada suatu waktu, satu molekul antioksidan dapat bereaksi

dengan radikal bebas tunggal dan mampu menetralisir radikal bebas dengan

menyumbang satu elektron sendiri. Antioksidan mencegah kerusakan sel dan

jaringan karena bertindak sebagai pemulung. Sel menghasilkan pertahanan

terhadap radikal bebas yang berlebihan oleh mekanisme pencegahan, mekanisme

perbaikan, pertahanan fisik dan pertahanan antioksidan (Sen et al., 2010).

Berbagai komponen bertindak melawan radikal bebas untuk menetralkan

yang berasal baik dari endogen maupun eksogen, antara lain (Sen et al., 2010) :

1. Antioksidan enzimatik endogen.


2. Antoksidan metabolisme dan nutrisi non enzimatik.
3. Metal binding protein seperti feritin, laktoferin, albumin dan seruloplasmin.
4. Phytoconstituents dan fitonutrien.

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang

dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu

sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih,

2006). Untuk menanggulangi pembentukan Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) dan

akibat yang ditimbulkannya, maka organisme akan berusaha melindungi dirinya

terhadap pengaruh SOR tersebut. Proses perlindungan ini dilakukan oleh

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


golongan senyawa yang dapat merubah SOR menjadi senyawa yang tidak aktif

yang di antara lain dengan cara mereduksi. Senyawa yang melakukan

perlindungan ini dikenal dengan nama antioksidan (Tambunan, 2004).

Antioksidan dapat dikelompokkan atas antioksidan enzimatis dan non-

enzimatis. Antioksidan enzimatis seperti superoksida dismutase, katalase dan

glutation peroksidase yang secara alamiah terbentuk di dalam tubuh. Antioksidan

non-enzimatis merupakan senyawa mikronutrein seperti vitamin C, vitamin E dan

beta karoten yang didapatkan dari luar tubuh. Antioksidan berdasarkan fungsinya

dapat pula dikelompokkan pula sebagai pemutus rantai seperti vitamin E, sebagai

pemulung atau tipe pereduksi dengan mentransfer atom H atau oksigen seperti

vitamin C, sebagai pengikat logam seperti flavonoid, dan sebagai antioksidan

sekunder yang mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil,

yaitu super oksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase

(Hariyatmi, 2004).

Tubuh memproduksi antioksidan yang berbeda (antioksidan endogen)

untuk menetralisir radikal bebas dan melindungi tubuh dari penyakit yang

disebabkan oleh cedera jaringan. Antioksidan eksogen secara eksternal dipasok ke

tubuh melalui makanan juga memainkan peran penting untuk melindungi tubuh.

Tubuh telah mengembangkan beberapa sistem pertahanan antioksidan endogen

diklasifikasikan ke dalam dua kelompok seperti enzimatik dan non enzimatik.

Sistem pertahanan enzimatik termasuk enzim endogen, seperti superoksida

dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation peroksidase (GPx), glutation

reduktase (GR) dan sistem non pertahanan enzimatik termasuk vitamin E, vitamin

C dan glutation tereduksi (GSH) (Sen, et al., 2010).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


2.4 Vitamin E

Vitamin E terdiri dari struktur tokoferol dengan berbagai gugus metil

melekat padanya dan sebuah rantai fitil. Vitamin E (Tokoferol α) adalah

antioksidan yang paling kuat. Vitamin E adalah penghenti reaksi penyebar radikal

bebas yang efisien di membran lemak, karena bentuk radikal bebas distabilkan

oleh resonansi. Oleh karena itu, radikal vitamin E memiliki kecenderungan kecil

untuk mengekstraksikan sebuah atom hidrogen dari senyawa lain dan

menyebarkan reaksi. Radikal vitamin E dapat berinteraksi secara langsung dengan

radikal peroksida lemak sehingga ia kehilangan atom hidrogen lainnya dan

menjadi tokoferol kuinoin yang teroksidasi sempurna. Selain itu, vitamin E dalam

tubuh dapat menghambat konversi nitrit dalam asap rokok.

Vitamin E juga dapat mempertahankan integritas membran sel dengan

menghambat aktivitas nitrit oksida (NO) endotel dan menghambat adhesi leukosit

pada sel yang mengalami kerusakan. Inhibisi aktivitas NO juga diperankan

vitamin C, selain itu vitamin C juga merupakan vitamin yang menstabilkan

keberadaan vitamin E (Sukandar, 2006).

2.5 Vitamin E sebagai Antioksidan

Vitamin E dapat mengakhiri proses reaksi berantai radikal bebas dengan

menghambat produksi radikal bebas yang baru dan membatasi kerusakan sampai

batas area membran sel, akibat efek radikal bebas yang dapat merusak sel tubuh

dan menyebabkan perubahan patologis yang berhubungan dengan penuaan.

Berbagai penelitian telah mengakui peran vitamin E sebagai antioksidan. Suatu

studi yang dilaporkan Journal Of American Chemical Society (1981)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


menunjukkan, vitamin E dapat menyerap dan menetralkan radikal bebas lebih

efektif daripada antioksidan lain (Tambunan, 2004). Vitamin E dapat menghambat

peroksidasi lipid oleh radikal bebas yang dibentuk dari persenyawaan N-acetyl-p-

benzoquinonimine (NAPQI) melalui mekanisme penangkapan radikal bebas dan

metal chelation (Priya dan Vasudha, 2009).

Vitamin E bekerja sebagai antioksidan karena mudah teroksidasi. Dengan

demikian dapat melindungi senyawa lain dari oksidasi. Karena fungsinya sebagai

antioksidan inilah menjadikan vitamin E sebagai pertahanan utama melawan

oksigen perusak, lipid peroksida, dan radikal bebas serta menghentikan reaksi

berantai dari radikal bebas (Lamid, 1995).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32

Anda mungkin juga menyukai