Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PENGGUNAAN RIGID GAS PERMEABLE (RGP) UNTUK AFAKIA

PADA ANAK PASCA OPERASI KATARAK KONGENITAL DITINJAU

DARI SUDUT PANDANG ISLAM

3.1. Afakia Pasca Operasi Katarak Kongenital menurut padangan Islam

Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada

tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak

yang sering di jumpai. Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan penglihatan

yang permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak tergantung

pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada sumbu

penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat

berlanjut menjadi kebutaan (Mansjoer, 2000).

Katarak kongenital secara umum terjadi 1 dalam setiap 2000 kelahiran

hidup, yang terjadi akibat gangguan pada perkembangan normal lensa. Prevalensi

pada negara berkembang sekitar 2-4 tiap 10.000 kelahiran hidup. Adapun

frekuensi kejadiannya sama antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Katarak

kongenital bertanggung jawab pada 10% kejadian kehilangan penglihatan pada

anak-anak (Lindsay, 2009).

Katarak kongenital merupakan kelainan bawaan yang berkembang sejak

janin dalam kandungan dan bergejala sebagai kekeruhan pada lensa saat bayi

dilahirkan. Insidensi katarak kongenital merupakan salah satu ketetapan Allah

SWT dalam menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi.

41
Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya:Katakanlah:"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang


telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya
kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal" (Q.S at-
Taubah (9): 51)

Artinya: ”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.” (Q.S Al-Hadiid (57): 22)

Dari ayat-ayat diatas jelaslah bahwa segala yang terjadi adalah karena

kehendak Allah SWT, begitu juga dengan ciptaan-Nya. Allah SWT menciptakan

manusia dengan segala kekurangan serta kelebihannya (Zainuddin,1996).

Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah SWT, oleh karena itu sudah

menjadi kewajiban orang tua agar mencari pengobatan bagi anaknya untuk

meningkatkan kualitas kelangsungan hidup (Zainuddin,1996).

Walaupun kesembuhan datang dari Allah SWT, orang tua tetap harus

mencari dan melakukan pengobatan terhadap penyakit anaknya. Pengobatan

hanyalah wasilah (perantara). Penggunaan obat ataupun metode pengobatan

lainnya bisa menyembuhkan, bisa juga tidak menyembuhkan jika Alah SWT

42
belum menghendaki atau menunda suatu penyembuhan. Atau bisa saja terjadi

Allah SWT memberikan penyembuhan tanpa menggunakan atau melalui

pengobatan apapun. Tanpa kehendak dan izin Allah SWT maka suatu penyakit

tidak dapat disembuhkan (Zainuddin,1996).

Allah SWT berfirman:

Artinya: ” Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak


ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah
menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak
kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Yunus (10): 107)

Bagi orang tua, disamping ikhtiar dan keyakinan, janganlah lupa berdo’a

untuk kesembuhan anaknya. Namun jika ternyata Allah SWT berkehendak lain

(tidak sembuh). Maka perlu diingat, kadangkala Allah SWT memberikan suatu

penyakit sebagai ujian dan jembatan bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri

kepada-Nya. Bagi seorang muslim, yang paling utama dalam hidup ini adalah

mendapatkan ridha Allah SWT, sehingga hal itu tidak perlu menjadi masalah

(Zuhroni dkk, 2003).

Mata merupakan salah satu indera yang sanggup menjangkau serta

menjalin hubungan alam dengan sekitarnya. Segala sesuatu yang dapat di jangkau

oleh indera tersebut merupakan hakikat kekuatan indera, Indera itu dinamakan

‘panca indera’ dan salah satu diantaranya adalah indera pengelihatan. Jiwa

manusia dapat mengenal berbagai yang ada di jagad raya melalui ‘jendela’ yang

43
menghubungkan dengan alam. Tanpa adanya ‘jendela’, kelak anak tidak akan

mengenal hakikat yang berada diluar jiwanya dan ia akan tetap berada dalam

ketidaktahuan (Habanakah, 1998).

Dalam pengambilan cara untuk mendapatkan kesembuhan (berobat)

haruslah memenuhi tiga syarat berikut agar tidak terjatuh dalam kesyirikan

(Shalih,1999):

1. Hati tetap bersandar pada Allah SWT. Bukan pada obat. Maksudnya,

ketika berusaha untuk mendapatkan kesehatan, hatinya senatiasa

bertawakkal dan memohon pertolongan pada Allah SWT demi

berpengaruhnya sebab tersebut. Hatinya tidak condong terhadap obat

tersebut sampai-sampai merasa tenang kepada obat, bukan kepada

Allah SWT. Apabila seseorang merasa pasti akan berhasil tatkala telah

memperhitungkan segala sesuatunya, maka ada padanya indikasi

bahwa hatinya telah bersandar kepada suatu obat. Bukan kepada Allah

SWT. Hal tersebut juga dapat di indikasikan ada pada diri orang yang

sangat kecewa atas sebuah kegagalan padahal orang itu merasa telah

mengambil atau mengerjakan pengobatan dengan sebaik-baiknya.

2. Pengobatan yang diambil harus terbukti secara syar’i maupun qodari.

Secara syar’i maksudnya terdapat dalil dalam Al-Qur’an dan Hadist

yang menyebutkan bahwa pengobatan tersebut dapat digunakan

sebagai sarana penyembuhan. Misalnya: membacakan ayat-ayat Al-

Qur’an sebagai terapi penyembuhan orang yang keerasukan jin, madu

sebagai sarana pengobatan sakit demam, dan lain sebagainya. Adapun

secara qodari adalah sudah menjadi sunatullah, atau pengalaman, atau

44
terbukti melalui penelitian ilmiah bahwa sebab tersebut dapat

digunakan sebagai terapi penyembuhan. Contohnya adalah

penggunaan obat-obatan kimiawi untuk mencegah atau mengobati

penyakit tertentu. Pengambilan sebab secara qodari ini dibagi menjadi

dua jenis hukum: halal dan haram. Yang pertama adalah sebab yang

halal misalnya parasetamol dan kompres air hangat untuk meredakan

demam. Adapun sebab yang haram misalnya penggunaan enzim

pankreas babi dan cangkok organ babi untuk pengobatan pada

manusia. Jika seseorang menetapkan sesuatu sebagai obat, sementara

Allah SWT tidak menetapkan sebagai obat, baik syar’i maupun qodari,

berarti dia telah menjadikan dirinya sekutu bagi Allah SWT dalam

hukum terhadap sesuatu.

3. Harus tetap memiliki keyakinan bahwa berpengaruh atau tidaknya

sebuah pengobatan hanya Allah SWT yang menakdirkannya, betapa

pun keampuhan obat tersebut. Artinya, jika Allah SWT menghendaki

untuk berpengaruh, maka akan dapat memberikan pengaruh sejalan

dengan sunatullah. Akan tetapi, jika Allah SWT menghendakitnya

untuk tidak berpengaruh, maka tidak akan memberikan pengaruh

apapun. Contohnya: api besar sunatullahnya akan mampu membakar

siapa saja. Namun tatkala Allah SWT menghendaki lain, maka api

tersebut menjadi dingin sebagai mana dalam kisah nabi Ibrahim.

45
Allah SWT Berfirman:

Artinya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Q.S Al-
Anbiya (21): 35).

Artinya: ”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (Q.S Al-
Baqarah (2): 155)

Penatalaksanaan katarak kongenital tidak hanya dengan mengekstraksi

lensa yang keruh, namun juga harus mengkoreksi visus pengelihatan. Pasca

ekstraksi lensa, mata akan mengalami afakia, yaitu keadaan dimana tidak adanya

lensa. Keadaan ini mengakibatkan masalah pengelihatan, diantaranya adalah

turunnya visus, dan hipermetropi tinggi. Pada bayi/infant, afakia harus segera di

koreksi untuk menghindari amblyopia (Moore, 1996).

Penatalaksanaan dalam mengoreksi katarak pada anak/bayi dan dewasa

mempunyai banyak perbedaan. Terpenting diantaranya adalah peningkatan resiko

amblyopia. Orang dewasa dengan katarak kongenital sebelumnya mempunyai

pengalaman dalam pengelihatan yang normal, hal ini menurunkan/mengeliminasi

resiko berkembangnya amblyopia pada mata. Sendangkan katarak pada anak/bayi

46
sangat beresiko untuk menderita amblyopia. Jika penetalaksanaan tertunda sampai

lewat periode emas perkembangan mata, perngelihatan normal tidak akan

kembali/pulih (Moore, 1996).

Allah SWT membuat segala sesuatu sebaik-baiknya dan memulai

penciptaan manusia dari tanah. Kemudian di jadikanNya keturunan dari saripati

air yang hina (mani) (Yunus, 1994).

Allah SWT menciptakan kedua mata sebagia pusat indera pengelihatan

agar bisa menikmati keindahan-keindahan yang telah diberikan oleh Nya. Karena

itu seseorang yang sakit wajib hukumnya untuk berobat agar sembuh dari

penyakitnya sehingga dapat menggunakan akal pikiran dan tubuhnya dengan baik

dalam menjalankan perintah Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Setiap

muslim seharusnya meyakini bahwa Allah SWT lah yang menurunkan penyakit

dan Dia pula yang menurunkan obatnya (Zainuddin, 1996). Hal ini sesuai dengan

firman Allah SWT:

Artinya:“ Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak


ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah
menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak
kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Yunus (10): 107).

47
3.2. Pandangan Islam Tentang Kewajiban Memelihara Kesehatan Mata

Kesehatan merupakan nikmat Allah SWT yang sangat besar, yang

dilimpahkanNya kepada manusia, karena dengan tubuh yang sehat maka manusia

dapat melakukan segala aktifitas dengan lancar. Kesehatan merupakan suatu

keadaan yang sangat penting bagi manusia. Setiap manusia sangat mendambakan

kesehatan yang baik mulai dari anak yang baru lahir sampai yang berusia lanjut.

Kesehatan selalu di butuhkan guna kelangsungan hidup dan kebugaran tubuh.

Kesehatan tubuh menjadi hal pokok yang harus dimiliki oleh setiap orang

(Su’dan, 1997).

Agama Islam sangat menekankan agar menusia menjaga kesehatannya dan

juga menjaga tubuhnya dari setiap penyebab yang dapat menjadikannya menderita

sakit. Manusia dengan kondisi yang sehat dapat melakukan segala amal ibadah

dan menjalankan amar-ma’ruf nahi munkar serta dapat menjalankan segala

rutinitas sehari-hari dan dapat menjalankan segala tugasnya sebagai khalifah di

muka bumi ini (Su’dan,1997).

Menurut ajaran Islam, dimensi kesehatan bukan hanya kesehatan fisik,

mental, dan sosial saja tetapi islam juga melihat dimensi kesehatan meliputi sehat

fisik, mental, sosial dan sehat spiritual (Zulfikti, 1994). Hal inilah yang menjadi

landasan kuat bagi manusia dalam menjalani kehidupan sesuai dengan konsep

Hablummin Allah SWT Hablumminannas (Yunus, 1994).

Mata merupakan suatu kenikmatan yang harus di syukuri dengan sebaik-

baiknya, agar manusia dapat selamat dari siksa akibat perbuatan yang dilakukan

lewat mata tresebut. Islam telah memberikan ajaran bahwasanya mata itu

diciptakan agar dipergunakan untuk (Yunus, 1994):

48
1. Memperoleh petunjuk dalam kegelapan

Dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an dan Hadist serta fiqih

yang akan memberikan tuntunan dalam menjelajahi muamalat di

dunia.

2. Memperoleh pertolongan dari segala hajat kebutuhan

Dengan banyak diterimanya informasi serta peringatan-peringatan

yang bersifat visual yang akan mempermudah dalam memenuhi

kebutuhan dan pertolongan di dalam masyarakat.

3. Melihat dan menyaksikan segala kejadian yang ada dilangit dan

dibumi, yang selanjutnya dapat mengambil manfaat dan bersyukur

terhadap keagungan dan kekuasaan Allah SWT.

Organ pengelihatan tersebut harus dijaga, dipelihara, dan diobati dengan

baik apabila mengalami gangguan. Pada prinsipnya syariat islam menganjurkan

belajar ilmu kedokteran dan memperaktikannya karena tujuan untuk kemaslahatan

manusia, bermanfaat bagi mereka dan kesehatan tubuh mereka (Zainuddin,1996).

Dengan demikian maka mata harus selalu dijaga dan di pelihara dari empat

hal, yaitu (Zainuddin,1996):

1. Melihat orang lain yang bukan mahramnya tanpa ada keperluan,

berpotensi menimbulkan dorongan nafsuyang akan mengarah kepada

tindakan maksiat.

2. Melihat dan mendang orang Islam dengan menunjukan kesinisan dan

meremehkan. Menjadikan sifat takabur dalam diri dan berpotensi

memutuskan tali silahturahmi di dalam masyarakat.

49
3. Melihat aneka ragam keindahan bentuk dan rupa yang membuka dan

menimbulkan keinginan nafsu.

4. Untuk melihat, yang menjadikan takutnya orang Islam. Dengan

menyatakan bahwa di tempat tertentu atau di dalam diri orang

tertentu terdapat “penampakan” atau makhluk lain yang dapat

menimbulkanbeban mental bagi orang yang terkena.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah perbaikan visus

pada anak dengan afakia pasca operasi katarak kongenital, diharapkan anak

tersebut dapat menggunakan sebaik mungkin indra pengelihatannya, menjaga

kesehatan matanya, dan dapat menjaga sebaik mungkin pandangannya.

3.3. Penggunaan RGP untuk Afakia pada Anak Pasca Operasi Katarak

Kongenital Ditinjau dari Sudut Pandang Islam

Rigid Gas Permeable merupakan salah satu hasil dari kemajuan teknologi

di bidang kedokteran mata. Penatalaksanaan dengan menggunakan RGP

sebelumnya telah disesuaikan ukurannya terlebih dahulu dengan dengan lensa

bola mata pemakai, sehingga pemakai dapat melihat kembali secara normal.

(Wahyuni, 2007).

Setelah pengangkatan lensa pada katarak kongenital, maka mata anak/bayi

akan mengalami afakia, yaitu keadaan dimana mata tidak lagi memiliki lensa.

Rafii, Shirzadeh dkk (2013) menjelaskan bahwa pengelihatan anak dengan afakia

dapat di koreksi dengan beberapa cara. Menurut letaknya, di bedakan atas koreksi

secara eksternal dan IOL (internal). Penggunaan RGP adalah koreksi tajam

pengelihatan secara eksternal. Bahan-bahan yang digunakan pada RGP sebagian

besar bersifat cair (hirophillic) dan tidak mengandung unsur haram didalamnya

50
sehingga boleh digunakan karena pada dasarnya Islam memperbolehkan sesuatu

apa saja sebagai bahan obat, dengan syarat bahan yang dipakai haruslah dengan

yang halal dan dilarang menggunakan cara atau obat yang melanggar ketentuan

agama. Dalam hadist Rasulullah SAW menganjurkan agar berobat namun di

larang menggunakan yang haram, antara lain:

َّ‫لَّتهده هاو ْوا‬ َِّ ‫لَّ ِل ُك‬


َّ ‫لَّدهاءََّّده هواءََّّفهتهده هاو ْواَّ هو ه‬ َّ‫ّللاهَّأ ه ْنزه ه‬
َّ‫َّ هو هج هع ه‬،‫لَّالدا هَّءَّ هوالد هوا هء‬ َّ ََّّ‫ِإن‬

َّ‫بِ هح هرام‬

Artinya:“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya. Dan Allah


menetapkan untuk setiap penyakit ada obatnya. Karena itu, carilah obat itu
dan jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud).

Allah SWT berfirman:

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di
sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka574. Maka orang-orang yang beriman

51
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-
orang yang beruntung.” (QS. Al-A'raf (7): 157)

Menurut Islam semua pengobatan yang bermanfaat boleh digunakan,

termasuk pengobatan dengan metode medis maupun alternatif, seperti operasi,

obat, suntikan dan lain-lain. Sepanjang tidak menggunakan bahan yang

diharamkan, maka semua yang bermanfaat adalah halal hukumnya (Zuhroni,

2008). Imam muslim meriwayatkan dari abu zubair yang meriwayatkan dari Jabir

bin Abdullah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫اءَّبه هرأهَّبِإ ِ ْذ ِنَّهللاَِّ هعز ه‬


َّ‫َّوَّ هجل‬ ِ ‫ْبَّده هوا ُءَّالد‬ ِ ُ ‫َّفهإِذهاَّأ‬،‫ِل ُك ِلَّدهاءَّده هوا ُء‬
‫صي ه‬

Artinya:“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit,
penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.”
(HR.Muslim).

Yang dimaksud hadist tersebut adalah orang tua yang mempunyai anak

dengan afakia pasca operasi katarak kongenital harus berusaha untuk berobat

kepada ahlinya sehingga pengobatan yang di berikan sesuai. Jika penyakit diobati

sesuai dengan prosedur dan terapinya maka atas izin Allah SWT, penyakit

tersebut akan sembuh. Oleh sebab itu, orang tua seharusnya tidak hanya berusaha

tapi juga harus selalu berdo’a untuk kesembuhan anaknya. (Zuhroni, 2003)

Islam melarang melakukan tindakan yang dapat mencelakakan diri sendiri

dan orang lain, sebagaimana dinyatakan dalam Hadist Rasullulah SAW:

َّ‫ار‬
‫ض هر ه‬ َّ ‫ض هر هَّرَّ هو ه‬
ِ َّ‫ل‬ َّ ‫ه‬
‫لَّ ه‬

Artinya:“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
(HR. Ibn Majah dan Ahmad).

52
Hadist tersebut menjelaskan bahwa sebagai seorang dokter muslim dalam

memberikan pengobatan terhadap pasien termasuk mengkoreksi tajam

pengelihatan pada anak dengan afakia psca operasi katarak kongenital, harus

benar-benar memikirkan manfaat dan mudharatnya. Selain itu harus memilih

pengobatan yang tepat dan sesuai dengan penyakitnya. Jangan sampai tindakan

seorang dokter menyebabkan kemudharatan terhadap pasiennya. (Zuhroni dkk,

2003).

Seperti yang di riwayatkan Bukhari:

ُ‫شفهاءَّله َّه‬ َّ‫هللاُ دهاءَّ إِلَّ أ ه ْنزه ه‬


‫ل ه‬ َّ ‫أ ه ْنزه هلَّ هما‬

Artinya:“Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya”


(HR. Bukhari)

Demikianlah Islam menganjurkan umatnya untuk berobat apabila sakit, dan

berobatlah pada dokter yang menguasai medis sebagai ahlinya, sehingga upaya

penyembuhan mendapat hasil yang maksimal (Zuhroni dkk, 2003). Karena Jika

seseorang yang sakit tidak berobat kepada ahlinya yaitu dokter, maka lambat laun

akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan lama-kelamaan akan menyebabkan

kehancuran atau kebutaan (Yunus, 1994).

Penggunaan RGP sebagai koreksi tajam pengelihatan saat ini merupakan

teknologi terbaru. Teknologi sendiri dapat di ibaratkan sebuah pedang bermata

dua yang dapat digunakan untuk tujuan baik dan jahat sekaligus. Suatu teknologi

dapat memberikan manfaat dan musdharat yang banyak, tergantung bagaimana

manusia menggunakannya.

53
Jika di bandingkan dengan terapi lainnya, penggunaan RGP memiliki lebih

banyak keunggulan dan sedikit komplikasi. Dalam islam, apabila dalam

pengobatan, di perkirakan terdapat kerusakan yang lebih besar maka hal ini tidak

boleh di perbolehkan. Seorang muslim dilarang berobat dengan sesuatu yang

membahayakan, sehingga harus mempertimbangkan antara keuntungan dan

kerugian dari suatu obat yang di gunakan (Uddin, 2003). Hal ini menjadi dasar

pemilihan RGP oleh karena lebih banyak memberikan manfaat dan lebih sedikit

mudharat yang ditimbulkan di banding terapi lainnya.

Hal ini sesuai dengan Hadist Rasullulah SAW:

‫إذاَّتعارضَّضررانَّدفعَّأخفهما‬

Artinya:“Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang
paling ringan.” (HR. Abu Dawud)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa agama islam

memperbolehkan pengunaan RGP untuk afakia pada anak pasca katarak

kongenital, karena terapi tersebut merupakan suatu bentuk perkembangan

teknologi yang bermanfaat sebagai pengobatan dan sesuai dengan ajaran Islam.

54

Anda mungkin juga menyukai