Anda di halaman 1dari 14

A.

DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)
Pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana pulmonary
alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi
“inflame” dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia
atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker
paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Namun penyebab yang paling sering
ialah serangan bakteria streptococcus pneumoniae, atau pneumokokus.

B. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri,
virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Individu yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu
singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan
bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP).
Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan
penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi
juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.
Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto,
2009).

C. KLASIFIKASI
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu
diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
"community-acquired" (diperoleh diluar institusi kesehatan) dan "hospital-acquired"
(diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung
bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem
pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu,
kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik
adalah lebih besar (www.sehatgroup.web.id).
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus,
atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi
yang mungkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat
pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa
demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada
awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di
musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup
yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti
demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia,
mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada
awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai
mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba,
biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut
, demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering
diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil,
meningismus.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA
antara lain :
1. Pneumonia sangat berat : Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum.
2. Pneumonia berat: Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan
dapat minum.
3. Pneumonia sedang: Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan
pernafasan cepat.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala (Misnadiarly, 2008).
2. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia antara lain :
a. Batuk berdahak
b. Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d. Penggunaan otot bantu napas
e. Demam
f. Cyanosis (kebiru-biruan)
g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
h. Sakit kepala
i. Kekakuan dan nyeri otot
j. Sesak napas
k. Menggigil
l. Berkeringat
m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab
o. Mual dan muntah

PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan
oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan
difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat
ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial
bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa
mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial.

Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia,
demam-Q, penyakit Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom
pneumonia atipikal.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum.
Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel.
Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma
paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak dari
individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.

Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke seluruh
saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri
bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia
atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti
yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang
ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan
untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin,
klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan
trimetoprim-sulfametoksazol(Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan
derivat tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab
virus, dan kebanyakan tidak memberikan respons terhadap antimikrobial.
Pneumocystis carinii memberikan respons terhadap pentamidin dan trimetropim-
sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi lembab, hangat sangat membantu
dalam menghilangkan iritasi bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan (dengan
pengecualian terapi antimikrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang
mengalami pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan.
Jika dirawat di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu sampai kondisi
klinis membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri dilakukan
untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi
oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan
menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada
dekompensasi. Tindakan dukungan pernapasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi
oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif
(PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia
(segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan
pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi
infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk
kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja.
Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis.
Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga
tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer
tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai
tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
1. Aktivitas / istirahat
1. Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
2. Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
1. Gejala : riwayat gagal jantung kronis
2. Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
3. Integritas Ego
1. Gejala : banyak stressor, masalah finansial
4. Makanan / Cairan
1. Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
2. Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan malnutrusi
5. Neurosensori
1. Gejala : sakit kepala bagian frontal
2. Tanda : perubahan mental
6. Nyeri / Kenyamanan
1. Gejala : sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk, myalgia, atralgia
7. Pernafasan
1. Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan
dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
2. Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
3. Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
4. Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas
Bronkial
5. Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
6. Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
8. Keamanan
1. Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
2. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada
kasus rubela / varisela
9. Penyuluhan
1. Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

RENCANA KEPERAWATAN Askep PNEUMONIA

I. Diagnosa Perawatan : Kebersihan jalan nafas tidak efektif


1. Dapat dihubungkan dengan :

a. Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi


sputum
b. Nyeri pleuritik
c. Penurunan energi, kelemahan

2. Kemungkinan dibuktikan dengan :

a. Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan


b. Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
c. Dispnea, sianosis
d. Batuk efektif/tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum
3. Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas


b. Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea
atau sianosis

4. Intervensi Keperawatan :

a. Mandiri

 Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada


 Auskultasi paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi
nafas tambahan (krakles, mengi)
 Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
 Penghisapan sesuai indikasi
 Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari

b. Kolaborasi

 Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain


 Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesik
 Berikan cairan tambahan
 Awasi seri sinar ‘X’ dada, Analisa Gas Darah, nadi oksimetri
 Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan

II. Diagnosa Perawatan : Kerusakan pertukaran gas


1. Dapat dihubungkan dengan :

a. Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)


b. Gangguan kapasitas oksigen darah

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

a. Dispnea, sianosis
b. Takikardi
c. Gelisah/perubahan mental
d. Hipoksia

3. Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan Analisa


Gas Darah dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan
b. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen

4. Intervensi Keperawatan :

a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas


b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
c. Kaji status mental
d. Awasi status jantung/irama
e. Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil
f. Pertahankan istirahat tidur
g. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efektif
h. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah/perasaan.
i. Berikan terapi oksigen dengan benar
j. Awasi Analisa Gas Darah

III. Diagnosa Perawatan : Pola nafas tidak efektif


1. Dapat dihubungkan dengan :

a. Proses inflamasi
b. Penurunan complience paru
c. Nyeri

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

a. Dispnea, takipnea
b. Penggunaan otot aksesori
c. Perubahan kedalaman nafas
d. Analisa Gas Darah abnormal

3. Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan Analisa Gas Darah


dalam rentang normal

4. Intervensi Keperawatan :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada


b. Auskultasi bunyi nafas
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret
e. Dorong/bantu pasien nafas dalam dan latihan batuk efektif
f. Berikan Oksigen tambahan
g. Awasi Analisa Gas Darah

IV. Diagnosa Perawatan : Peningkatan suhu tubuh


1. Dapat dihubungkan dengan :

a. Proses infeksi

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

a. Demam, penampilan kemerahan


b. Menggigil, takikardi

3. Kriteria Hasil :
a. Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
b. Tidak menggigil
c. Nadi normal

4. Intervensi Keperawatan :

a. Obeservasi suhu tubuh (4 jam)


b. Pantau warna kulit
c. Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan
d. Berikan obat sesuai indikasi : antipiretik
e. Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari

V. Diagnosa Perawatan : Resiko tinggi penyebaran infeksi


1. Dapat dihubungkan dengan :

a. Ketidakadekuatan pertahanan utama


b. Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

a. Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa


aktual

3. Kriteria Hasil :

a. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi


b. Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
infeksi

4. Intervensi Keperawatan :

a. Pantau Tanda-tanda Vital


b. Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan
perubahan warna jumlah dan bau sekret
c. Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
d. Ubah posisi dengan sering
e. Batasi pengunjung sesuai indikasi
f. Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu
g. Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
h. Berikan antimikrobal sesuai indikasi

VI. Diagnosa Perawatan : Intoleransi aktivitas


1. Dapat dihubungkan dengan :

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


b. Kelemahan, kelelahan

2. Kemungkinan dibuktikan dengan :

a. Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan


b. Dispnea, takipnea
c. Takikardi

3. Kriteria Hasil :

a. Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas


yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan
Tanda-tanda Vital dalam rentang normal

4. Intervensi Keperawatan :

a. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas


b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat
d. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan

VII. Diagnosa Perawatan : Nyeri


1. Dapat dihubungkan dengan :

a. Inflamasi parenkim paru


b. Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
c. Batuk menetap

2. Kemungkinan dibuktikan dengan :

a. Nyeri dada
b. Sakit kepala, nyeri sendi
c. Melindungi area yang sakit
d. Perilaku distraksi, gelisah

3. Kriteria Hasil :

a. Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol


b. Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan
cepat

4. Intervensi Keperawatan :

a. Tentukan karakteristik nyeri


b. Pantau Tanda-tanda Vital
c. Ajarkan teknik relaksasi
d. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode
batuk.
Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
3. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang
normal.
4. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
5. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat
badan, menyatakan perasaan sejahtera.
6. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang
tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda
vital stabil.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika.
Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol
2. EGC. Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai