Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EMFISEMA

A. PENGERTIAN
Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang
udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).

B. PATOGENESIS
Terdapat 4 perubahan patologik yang timbulpada klien emfisema, yaitu :
a. Hilangnya elastisitas paru.
Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan
jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan
elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak
dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
b. Hiperinflation Paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal
selama ekspirasi.
c. Terbentuknya Bullae
Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan
tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.
d. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intrathorax akan
menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

C. KLASIFIKASI EMFISEMA
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari
emfisema yaitu:
1) CLE (Emfisema Sentrilobular)
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius dan duktus
alveolaris. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung
menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi. Mula-mula duktus
alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan. CLE seringkali lebih
berat menyerang bagian atas paru, tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak merata. CLE
lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan pada wanita, biasanya berhubungan dengan
bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price
1995).
2) PLE (Emfisema Panlobular) atau emfisema panasinar.
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari
bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata, mengenai
bagian asinus yang sentral maupun perifer. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar
merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema
primer, tetapi dapat dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronkhitis kronik.
Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya defisiensi enzim
alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat
penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan
Cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya
bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Selama inspirasi, lumen
bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa
dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali
menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
D. PENYEBAB (ETIOLOGI)
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah
atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE)
serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan
defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan
elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanyapun lebih berat. Infeksi
pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian
dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak
adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.
E. PATOFISIOLOGI
Pada emfisema terjadi proses penyempitan saluran nafas yang disebabkan karena
elastisitas paru yang berkurang. Hal ini disebabkan oleh defisiensi protein alfa 1-
antitripsin(AAT). Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik
yang sering dikeluarkan pada saat terjadi peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik.
Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan.
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastik paru. Arsitektur paru
akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap
rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas
sistem anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1
anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti
elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema.
Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik
jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada
dengan tekanan yang menarik jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien
emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya
saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan
perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan
ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak
nafas.

F. MANIFESTASI KLINIS
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-
bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun
mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul
batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan
spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia.
Manifestasi klinis :
1. Dispnea
a. Pada inspeksi : bentuk dada ‘burrel chest’
Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori
pernapasan (sternokleidomastoid)
b. Pada perkusi : hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
c. Pada auskultasi : terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi.
2. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum.
3. Distensi vena leher selama ekspirasi.
4. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis
5. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
6. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk.
7. Bibir tampak kebiruan
8. Batuk menahun

G. KOMPLIKASI
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan.
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna.
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah.
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas.
5. Pneumonia.
6. Atelaktasis.
7. Pneumothoraks.
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada (foto thorax) : dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya
diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula
(emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode
remisi (asma).
2. Tes fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
3. TLC : peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
5. Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
6. FEV1/FVC : rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis
dan asma.
7. GDA : memperkirakan progresi proses penyakit kronis.
8. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial
pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis.
9. JDL dan diferensial : hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
10. Kimia darah : Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer.
11. Sputum : kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
12. EKG : deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS
(emfisema).
13. EKG latihan, tes stres : membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi
keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

I. PENATA LAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat
kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas dan untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup :
a. Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya
bernapas.
b. Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi.
c. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari.
d. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan.
e. Dukungan psikologis.
f. Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan.

Penata laksanaan emfisema paru terbagi atas :


1. PENYULUHAN
Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

2. PENCEGAHAN
• ROKOK
Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus
dilakukan
• Menghindari lingkungan polusi
Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-
pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas
• VAKSIN
Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi
pneumokokus.

3. TERAPI FARMAKOLOGI
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai
komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan :
1) pemberian bronkodilator
2) pemberian kortikosteroid
3) mengurangi sekresi mucus
4) pengobatan infeksi
5) fisioterapi dan rehabilitasi
6) pemberian O2 jangka panjang

• Pemberian bronkodilator
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan edema
mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta
memperbaiki pertukaran gas. Medikasi ini mencakup antagonis β-adrenergik
(metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan
dilatasi bronkial.
Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi.
Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah.
a. golongan teofilin
Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar
teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L.
b. golongan agonis B2
Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi
menghilang dengan pemberian agak lama.
Terapi Aerosol : Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus)
dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam
bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan edema mukosa dan mengencerkan
sekresi bronkial. Hal ini mempermudah proses pembersihan bronkhiolus, membantu
mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi.

• Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran
nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-
4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.

• Mengurangi sekresi mucus


a. Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.
b. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, danamonium
klorida.
c. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas danmengencerkan
sputum.
d. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

 Pengobatan Infeksi.
Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada saat awal
timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam.
Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella
catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-
sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan.

 Fisioterapi dan Rehabilitasi


Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas
hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional.
Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
 Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
 Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
 Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
 Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
 Mengurangi spasme otot leher.
Penerapan fisioterapi :
1. Postural Drainase
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita
diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi
gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
2. Breathing Exercises.
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian
menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan
adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi
atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan,
meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-
otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret
dan benda asing.
4. Latihan Relaksasi
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan
mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling
penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya : penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian
penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi
bantal sebagai penyangga.

 Pemberian O2 jangka panjang


Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema berat.
Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan
oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya
16 jam perhari sampai 24 jam perhari.
Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi
latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu
latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik
dari pada pemberian 12 jam/hari.

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
- Keletihan, kelelahan, malaise
- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas.
- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
- Keletihan, gelisah, insomnia.
- Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

b. Sirkulasi
Gejala :
- pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
- Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi
vena leher.
- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
- Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis.
- Pucat dapat menunjukkan anemia.

c. Makanan/Cairan
Gejala :
- Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema).
- Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema
(bronkitis).
Tanda :
- Turgor kulit buruk, edema dependen
- Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
- Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)

d. Hygiene
Gejala :
- Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda :
- Kebersihan, buruk, bau badan.

e. Pernafasan
Gejala :
- Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa
dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
- “Lapar udara” kronis.
- Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih
dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis).
- Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi
produktif (emfisema).
- Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk
gergaji).
- Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema).
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda :
- Pernafasan : biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan.
- Dada : hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal.
- Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau
krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
- Perkusi : hiperesonan pada area paru.
- Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

f. Keamanan
Gejala :
- Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan.
- Adanya/berulangnya infeksi.
- Kemerahan/berkeringat (asma).

g. Seksualitas
Gejala :
- Penurunan libido.

h. Interaksi sosial
Gejala :
- Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit
lama
Tanda :
- Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan.
- Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok,
penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.

II. PRIORITAS KEPERAWATAN


1. Mempertahankan patensi jalan napas
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
3. Meningkatkan masukan nutrisi.
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan.

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas b/d bronkospasme, peningkatan produksi sekret,
sekresi tertahan, tebal, sekresi kental d/d pernyataan kesulitan bernapas, perubahan
kedalaman/kecepatan bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi nafas tidak normal,
misal : ronkhi, mengi, krekels; batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum.
Domain II : Kesehatan fisiologis
Kelas E : Jantung paru
Cabang : 0410 : Status jalan nafas paten

Tujuan/Kriteria Hasil :
1. Pasien akan mempunyai jalan nafas yang paten.
2. Pasien akan mengeluarkan sekresi secara efektif.
3. Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang yang normal.
4. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
5. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah.
Tabel NOC :
Tidak pernah Jarang Kadang Sering Selalu
Indikator ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan
1 2 3 4 5
Mudah
untuk √
bernafas
Kegelisahan,
sianosis, dan √
dispneu
tidak ada
Saturasi O2
dalam batas √
normal ≥
95%
Temuan
sinar X dada √
pada rentang
yang
diharapkan
Tabel NIC :
Aktivitas 1. Kaji dan dokumentasikan hal-halsebagai berikut :
Keperawatan - Kefektifan pemberian oksigen.
- Keefektifan pemberian obat yang diresepkan.
2. Auskultasi dada anterior dan posterior (mengetahui adanya
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi
tambahan)
3. Pengisapan jalan nafas (NIC):
- Tentukan kebutuhan pengisapan oral/trakheal.
- Pantau status O2pasien (tingkat SaO2), status hemodinamik, dan
irama jantung segera sebelum, selama dan setelah pengisapan.
- Catat tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan.
Pendidikan untuk 1. Jelaskan penggunaan peralatan pendukung dengan benar (misal
Pasien/Keluarga oksigen, pengisapan, inhaler).
2. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam
dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
3. Pengisapan jalan nafas (NIC) :
- Instruksikan kepad apasien dan/keluarga tentang bagaimana
mengisap jalan nafas, sesuai kebutuhan.
Aktifitas Kolaboratif1. Konsultasikan kepada dokter tentang kebutuhan untuk perkusi
dan/ peralatan pendukung
2. Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan
kebijakan institusi.
3. Bantu dalam pemberian nebulizer, danperawatan paru lainnya
sesuai dengan kebijakan protokol institusi.
4. Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah arteri.
Aktifitas lain 1. Anjurkan aktifitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
2. Bantu pasien dalam ambulasi, bila pasien tidak melakukan
sendiri.
3. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk
menurunkan kcemasan dan peningkatan kontrol diri.
4. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas
sekresi.

2. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas) oleh sekresi,
spasme bronkus, jebakan udara, kerusakan alveoli d/d dispnea, bingung, gelisah,
ketidakmampuan mengeluarkan sekret, nilai GDA tidak normal (hipoksia dan hiperkapnea),
perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Domain II : Kesehatan fisiologis
Kelas E : Jantung paru
Cabang : 0402 : Pertukaran gas
Tujuan/Kriteria Hasil :
1. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
2. Pasien akan menjelaskan rencana perawatan di rumah.
3. Pasien tidak akan menggunakan pernafasan mulut.
4. Pasien tidak mengalami nafas dangkal atau orthopnea.
Tabel NOC
Tidak pernah Jarang Kadang Sering Selalu
Indikator ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan
1 2 3 4 5

Dispneu pada
saat istirahat √
dan aktifitas
tidaka ada
Status
neurologis √
dalam rentang
yang
diharapkan
(composmentis)
Gelisah,
sianosis dan √
keletihan tidak
ada
PaO2, PaCO2,
pH arteri dan √
SaO2 dalam
batas normal
Irama dan
frekuensi
pernafasan √
dalam rentang
yang normal.
RR: 16-20
x/mnt
SpO2: 95-100
x/mnt.
Tabel NIC
Aktivitas Keperawatan1. Kaji bunyi paru : frekuensi, kedalaman dan usaha; dan produksi
sputum.
2. Auskultasi bunyi nafas, tandai area penurunan atau hilangnya
ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
3. Pantau status pernafasan dan oksigenasi, sesuai dengan
kebutuhan.
Pendidikan untuk 1. Ajarkan bagaimana batuk secara efektif.
Pasien/Keluarga 2. Ajarkan kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler yang
dianjurkan, sesuai dengan kebutuhan.
Aktifitas Kolaboratif 1. Berikan oksigen yang telah dilembabkan, sesuai dengan
keperluan.
2. Berikan bronkhodilator, aerosol, dan nebulizer, sesuai dengan
kebutuhan.
Aktifitas lain 1. Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi dan
mengurangi dispnea.
2. Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau dengan
menggunakan pengispan.
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, efek samping obat, produksi
sputum, anoreksia, mual/muntah d/d penurunan berat badan, kehilangan massa otot, tonus
otot buruk, kelemahan, keengganan untuk makan.
Domain II : Kesehatan fisiologis
Kelas K : Nutrisi
Cabang : 1009 : Status nutrisi : inteake nutrisi
Tujuan/Kriteria Hasil :
1. Pasien akan menjelaskan komponen keadekuatan diet bergizi.
2. Pasien akan menyatakan keinginannya untuk mengikuti diet.
3. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
4. Nilai laboratorium (albumin dan elektrolit) dalam bataas normal.
5. Pasien akan melaporkan keadekuatan tingkat energi.
Tabel NOC :
Tidak Sedikit Agak Cukup Sangat
Indikator mencukupi mencukupi mencukupi mencukupi
1 2 3 4 5
Makanan oral,
pemberian √
makanan lewat
slang, atau
nutrisi prenteral
total
Asupan cairan √
oral atau IV

Tabel NIC :
Aktivitas Keperawatan1. Ketahui makanan kesukaan pasien.
2. Tentukan kemampuan pasien untuk memeuhi kebutuhan
nutrisi.
3. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
4. Timbang BB pasien pada interval yang tepat
Pendidikan untuk 1. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
Pasien/Keluarga bagaimana cara memenuhinya
Aktifitas Kolaboratif 1. Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi,
secara tepat : jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Aktifitas lain 1. Berikan pasien minuman dan camilan bergizi, TKTP yang siap
dikonsumsi, bila memungkinkan.
2. Ajarkan pasien bagaimana cara mencatat makanan harian, bila
diperlukan.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia,
menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan dan peningkatan
pemajanan terhadap lingkungan, proses penyakit kronis dan malnutrisi.
Domain IV : Kesehatan Pengetahuan dan Lingkungan
Kelas K : Kontrol resiko dan keamanan
Cabang : 1902: Kontrol resiko
Tujuan/Kriteria Hasil :
Faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien,
pengetahuan yang penting tentang : pengendalian infeksi dan secara konsisten menunjukkan
perilaku deteksi resiko dan pengendalian resiko.
Tabel NOC :
Tidak Jarang Kadang Sering Selalu
Indikator pernah ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan ditunjukkan
ditunjukkan 2 3 4 5
1
Terbebas dari
tanda dan gejala √
infeksi
Menunjukkan
higiene pribadi √
yang adekuat
Mengindikasikan
status sistem √
pernafasan
dalam batas
normal
Melaporkan
tanda atau gejala √
infeksi

Tabel NIC :
Aktivitas Keperawatan1. Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut
jantung, sekresi, keletihan, malaise).
2. Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya usia
lanjut, malnutrisi).
3. Pantau hasil laborat (DL, albumuin).
4. Amati penampilan praktek higienen pribadi untuk perlindungan
infeksi.
Pendidikan untuk 1. Ajarkan pasien tekhnik mencuci tangan yang benar.
Pasien/Keluarga 2. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi.
Aktifitas Kolaboratif 1. Berikan terapi antibiotik bila diperlukan.
Aktifitas lain 1. Terpakan kewaspadaan universal.
2. Batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan.
3. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan.

Diposting oleh rudianto di 8/30/2012 05:49:00 PM

Anda mungkin juga menyukai