Anda di halaman 1dari 8

1.

Pengertian

Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain mempunyai
karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion
body. Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan darisitomegalovirus. Karakteristik
dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi
oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi membran inti.

2. Etiologi
Penyakit herpes simpleks di sebabkan oleh virus herpes simpleks. Berdasarkan perbedaan imunologi
dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :

1. Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah
mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi
saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun..

2. Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan
sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.

3. Penyebaran

Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian besar dengan
kontak seksual. Dalam keadaan tanpa adanya antibodi , kontak dengan partner seksual yang
menderita lesi herpes aktif, sebagian besar akan mengakibatkan penyakit yang bersifat klinis.
Penyebaran tanpa hubungan sexual dapat terjadi melalui autoinokulasi pada penderita infeksi virus
herpes simpleks atau dengan cara lain yang dibuktikan pada kasus herpes genital pada anak-anak.

Penyebaran transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas, tetapi diduga tidak jauh
berbeda dengan penularan virus herpes yang lain seperti sitomegalovirus, Epstein-Barr virus dan
lain-lain.

Penularan pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu yang terinfeksi
virus aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada neonatal yang paling sering terjadi.
Meskipun demikian kejadian herpes neonatal kecil sekali yaitu 1 : 25 000 kelahiran . Beberapa
keadaan yang mempengaruhi terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit
ketuban masih utuh atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya antibodi
virus herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan belum terbentuk antibodi maka
penularan dapat terjadi sampai 50 % sedangkan pada infeksi rekuren hanya 2,5 – 5 %.
4. Gejala klinis

Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk yaitu :

1. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula tanpa gejala (
asimtomatik ). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari antibodi
yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa inkubasi
yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti
dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan
pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang multipel dan dapat menyatu. Adenopati
inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala sistemik mirip influenza yang bersifat sepintas
sering ditemukan dan mungkin disebabkan oleh viremia. Vesikel yang terbentuk pada perineum dan
vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada
vulva cenderung menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat.
Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika buang air kecil atau terkenanya
nervus sakralis. Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi
dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf. Kelainan pada serviks sering
ditemukan pada infeksi primer dan dapat memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau tidak
menimbulkan gejala klinis.

2. Infeksi rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel virus akan
menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang
berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion saraf secara
berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang mengakibatkan infeksi
yang asimtomatik secara klinis ( pelepasan virus ) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini
umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih
singkat (2 – 5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer, dan secara khas akan
timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak
begitu sering terjadi pada infeksi yang rekuren.

Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang, melalui plasenta atau lewat
korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas, ataupun kelainan
kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus sepertimikrosefali, korioretinitis, IUGR.
Janin hampir selalu terinfeksi oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah
setelah ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai
salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :

1. Disseminata ( 70 % ), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru. Hepar, adrenal, dan
lain-lain dengan kematian lebih dari 50 % yang disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang berhasil
hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian besar bayi yang terserang bayi prematur.

2. Lokalisata ( 15 % ) dengan gejala pada mata, kulit dan otak dengan kematian lebih rendah
dibanding bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75 % akan menyebar dan menjadi bentuk
disseminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan kebutaan dan 30 % disertai kelainan
neurologis.

3. Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.

5. Diagnosis
Secara klinis bila didapatkan lesi yang khas maka dapat dicurigai infeksi virus herpes simpleks,
tetapi diagnosis yang paling baik adalah ditemukannya virus dalam kultur jaringan. Sensitivitas pada
pemeriksaan kultur hampir 95 % sebelum lesi tersebut membentuk krusta saat spesimen diperoleh
dan ditangani dengan benar. Pada hakekatnya hasil positif palsu tidak ditemukan. Sayangnya
pemeriksaan ini cukup mahal dan membutuhkan waktu lebih dari 48 jam, dan bahkan pada yang
eksaserbasi asimtomatik diperlukan waktu yang lebih lama lagi mengingat titer virus yang lebih
rendah.

Cara yang lebih cepat adalah dengan memeriksa adanya antibodi secara ELISA, dengan sensitivitas
97,5 % dan spesifisitas 98 % meskipun waktu yang dibutuhkan tetap lebih dari 24 jam. Metode
serologi ini banyak dipakai dalam penelitian epoidemiologi dan secara luas mulai banyak dipakai
meskipun manfaat dalam klinis masih diragukan karena sebagian besar populasi adalah seropositif
untuk virus herpes simpleks tipe 1 sedang reaksi silang dengan virus herpes simpleks tipe 2 sering
terjadi. Bila ditemukan serokonversi atau adanya IgM spesifik maka kemungkinan infeksi primer
harus dipikirkan.

6. Penyembuhan

Prinsip utama adalah jangan biarkan virus dan bayi bertemu .Wanita yang terkena infeksi virus
herpes genitalis dianjurkan untuk tidak hamil. Apabila ibu sudah terlanjur hamil hati-hati dengan
ancaman partus prematurus dan viremia pada ibu karena penurunan daya tahan tubuh. Ibu yang
terkena virus herpes genitalis dan bayi yang lahir dengan herpes neonatal dapat diobati dengan
acyclovir atau vidarabine yang aman terhadap kehamilan maupun pada bayinya.

Karena beratnya ancaman infeksi virus herpes pada neonatus, persalinan perabdominam dianjurkan
pada kasus-kasus dengan dugaan lesi herpes pada genitalia atau dengan kultur atau Pap smear
terakhir yang memperlihatkan hasil positif untuk virus herpes. Kultur hanya dilakukan pada ibu
dengan lesi herpetik yang mencurigakan. Bila tidak terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan
pervaginam.

Bayi yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang herpes genital atau oral dapat dirawat
gabung dengan ibu, dan dapat diberikan ASI bila tidak ada lesi pada puting dan dihindari kontak
langsung dengan setiap lesi yang ada.

Sejak tahun 1980an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes dengan acyclovir.
Acyclovir terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi virus herpes simpleks dan tidak terkonsentrasi
dalam sel yang tidak terinfeksi. Obat ini bersifat penghambat kompetitif terhadap polimerase DNA
virus dan merusak rantai DNA. Mekanisme ini dapat menghambat pembentukan DNA virus dan
mempunyai keamanan yang tinggi dengan selektivitas terhadap sel yang terinfeksi.

Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara lain krim untuk topikal, powder
untuk intravena, kapsul oral dan suspensi oral. Preparat topikal digunakan dengan dioleskan pada
daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6 kali perhari, selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus
yang berat dengan dosis 5 mg/ kg setiap 8 jam selama 5 hari.

Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi primer, pengobatan
infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang sering dan berat. Dosis pemberian acyclovir
oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10 hari.

Sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes simpleks,
meskipun pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi dan untuk
mengurangi pembentukan fase laten di ganglion saraf.

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES SIMPLEKS

1. Pengkajian

a. Biodata

Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dandewasa muda.

jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita.

Pekerjaan;beresiko tinggi pada penjajak seks komersial

b. Keluhan utama

Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanankesehatan adalah nyeri
pada lesi yang timbul.

c. Riwayat penyakit sekarang

· Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.

· Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang mengalami demam
ataupenyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yangmengalami
trauma fisik maupun psikis.

· Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada aera kulit yang mengalami peradangan
berat dan vesikulasi hebat.

d. Riwayat penyakit dahulu


Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpessimplek atau memiliki
riwayat penyakit seperti ini.

e. Riwayat penyakit keluarga

Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.

f. Kebutuhan psikososial

Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian mukaatau yang dapat dilihat
oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. Hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal
diri tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan peran, atau identitas diri.

Reaksi yang mungkin timbul adalah:

· Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.

· Menarik diri dari kontak sosial.

· Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

g. Kebiasaan sehari-hari

Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalamigangguan, terutama untuk
istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BABdan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit
ini sering diderita olehklien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secarabersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubunganseksual dengan
berganti ganti pasangan.

h. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dandaya tahan tubuh klien. Pada
kondisi awal/saat proses peradangan,dapat terjadipeningkatan suhu tubuh atau demam dan
perubahan tanda-tanda vital yang lain.

Pada pengkajian kulit,ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema di sekitar


lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksisekunder.

Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah
yang perlu diperhatikan adalah bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus.

Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris,
introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan
lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limferegional.

Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individuterhadap nyeri akut secara
fisiologis atau melalui respon perilaku.
Secarafisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatanpernapasan, dan
peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat jugadijumpai menangis, merintih, atau
marah.Lakukan pengukuran nyeri denganmenggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa.

Untuk anak-anak, pilihskala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan
skalawajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan

2. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan masalah herpessimplek antara lain
:

a. Nyeri akut b.d inflamasi jaringan

b. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakitherpes simpleks.

c. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung,tidak langsung ,
kontak droplet

3. Intervensi keperawatan

a. Nyeri akut b.d inflamasi jaringan

Hasil yang diharapkan:

· Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang.

· Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri
secara benar .

· Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri.

Rencana keperawatan:

· Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri.

· Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman nyeri.

· Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responsnya terhadapnyeri; akui adanya
nyeri, dengarkan dan perhatikan klien saatmengungkapkan nyerinya bertujuan untuk lebih
memahaminya.

· Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atautindakannya.

· Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebabrasa nyeri.
· Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi, relaksasi,imajinasi dan ajarkan
tehnik / metode yang dipilih.

· Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien

· Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik

· Pantau TTV

· Kaji kembali respons klien terhadap tindakan penurunan rasa nyeri.

b. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakitherpes simpleks

Hasil yang diharapkan:

· Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya.

· Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.

· Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru

Rencana keperawatan:

· Ciptakan hubungan saling percaya antara klien-perawat.

· Dorong klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang cara iamerasakan , berpikir,
atau memandang dirinya.

· Jernihkan kesalahan konsepsi individu tentang dirinya, penatalaksanaan,atau perawatan


dirinya.

· Hindari mengkritik.

· Jaga privasi dan lingkungan individu.

· Berikan informasi yang dapat dipercaya dan penjelasan informasi yangtelah diberikan.

· Tingkatkan interaksi sosial.

· Dorong klien untuk melakukan aktivitas.

· Hindari sikap terlalu melindungi, tetapi terbatas pada permintaan individu.

· Dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan.

· Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.

· Lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian kliendan pentingnya sistem


daya dukungan bagi mereka.

· Dorong klien untuk berbagi rasa, masalah, kekuatiran, dan persepsinya.


c. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung,tidak langsung ,
kontak droplet)

Hasil yang diharapkan:

· Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi menularkaninfeksi.

· Klien dapat menjelaskan cara penularan penyakit.

Rencana keperawatan:

· Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks, penyebab, cara penularan, danakibat yang
ditimbulkan.

· Anjurkan klien untuk menghentikan kagiatan hubungan seksual selamasakit dan jika perlu
menggunakan kondom.

· Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengansatu orang (satu sama
lain setia) dan pasangan yang tidak terinfeksi(hubungan seks yang sehat)

4. Evaluasi Keperawatan

1. Nyeri berkurang/hilang

2. Mekaisme koping pasien dan keluarga baik

3. Tidak terjadi infeksi

4. Tidak terjadi komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

v FKUI, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius. Hal:151-152

v Rassner, 1995. Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC. Hal:42-43

v Wikipedia, 2010. Herpes Zoster. Http://id.wikipedia.com.

v Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.

v Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta

v Smeitzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth. EGC:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai