PROPOSAL
KOMPREHENSIF
Disusun Oleh :
Nama : Elysa Ekaningtyas
NIM : 113140090
PROPOSAL
KOMPREHENSIF
Disusun Oleh :
Nama : Elysa Ekaningtyas
NIM : 113140090
Elysa Ekaningtyas
NIM 113140090
I. JUDUL
“PERENCANAAN WELL COMPLETION BERDASARKAN KARAKTERISTIK
RESERVOIR BATUPASIR PENGENDAPAN DELTA”
4.1.5. Fasies
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang
dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,
litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya.
1. Geometri :
a) regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan
chanel)
b) intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus)
dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4. Struktur sedimen : dari core
Menurut Sam Boggs, 1987, ada lima tipe perubahan fasies vertikal yaitu:
2. Coarsening-Upward Succession
3. Fining-Upward Succession
Rounded Base and Top Succession menunjukan perubahan besar butir ke arah
atas menjadi lebih halus yang bulat kemudian menurun dan mengalami
perubahan besar butir pada saat penurunan kekuatan arus transportasi pada
saat pengendapan.
Mixed Clean and Shally, No Trend Succession menunjukan shally tidak ada
kecenderungan peningkatan besar butir.
Geometri dan penyebaran batuan ditentukan oleh fasies atau lingkungan
pengendapan. Bentuk, ukuran dan orientasi reservoir tergantung mekanisme
pengendapannya. Mempelajari lingkungan pengendapan purba umumnya dimulai
dengan penampang stratigrafi dan korelasinya untuk menandai tipe batuannya,
geometri tiga dimensinya serta struktur sedimen internalnya (Walker dan James,
1992).
1. Geometri
Umumnya geometri tergantung dari proses pengendapan yang berlangsung
pada lingkungan sedimentasinya. Seluruh bentuk dari fasies sedimen
adalah fungsi dari topografi sebelum pengendapan, geomorfologi
lingkungan pengendapan, dan sejarah setelah pengendapan.
2. Litologi
Litologi pada fasies sedimen merupakan salah satu parameter yang penting
untuk mengobservasi dan interpretasi lingkungan pengendapan.
3. Struktur sedimen
Struktur sedimen dalam lingkungan pengendapan dapat memberikan
indikasi dari kedalaman, level energi, kecepatan hidrolik dan arah arus.
4. Paleocurrent
Paleocurrent atau arus purba merupakan arus yang dapat diidentifikasi
dari pola-pola struktur sedimen yang terbentuk pada masa pengendapan
dan peleogeografis.
Gambar 4.4. Fasies Lacustrine delta fill dilihat dari struktur sedimen dan
respon well log.
Gambar 4.5. Fasies Bay Fill dilihat dari struktur sedimen dan respon well log
4.1.7.3. Prodelta
Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan
normal marine shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan
kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke
endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir.
Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari
akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas
memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies yang lebih batupasir
dari delta front. Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang
merupakan karakteristik endapan laut. Struktur sedimen bioturbasi bermacam-
macam sesuai dengan ukuran sedimen dan kecepatan sedimennya. Struktur
deformasi sedimen dapat dijumpai pada lingkungan ini, sedangkan struktur
sedimen akibat aktivitas gelombang jarang dijumpai. Prodelta ini kadang-kadang
sulit dibedakan dengan endapan paparan (shelf), tetapi pada prodelta ini
sedimennya lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang
tegas.
Gambar 4.7
Open Hole Completion (Allen, 1982)
Keuntungan metode ini :
Metode ini sering dilakukan pada formasi yang kurang kompak. Perforasi
tersebut sekaligus sebagai penghubung antara formasi produktif terhadap lubang
sumur sehingga minyak dapat mengalir dan masuk ke dalam sumur.
Gambar 4.8
Perforated Casing Completion (Allen, 1982)
Metode ini digunakan bila screen liner yang digunakan masih belum bisa
mengatasi masalah kepasiran, terutama untuk formasi unconsolidated sand.
Pemilihan ukuran screen diambil dari analisa ukuran butir sample core. Gravel
yang baik harus dapat menahan invasi partikel halus dari formasi dan berkwalitas
tinggi. Gravel pack completion dapat juga dilakukan secara open hole atau
perforated.
C. Sand Consolidation
Masalah kepasiran juga terjadi di dalam formation completion yang secara
alamiah tidak terkonsolidated. Dalam hal ini para ahli mencoba untuk
meningkatkan pengontrolan pasir dengan menggunakan konsolidasi batuan. Cara
ini dikenal dengan sand consolidation.
Gambar 4.9. menunjukkan susunan umum dari casing, tubing dan packer
untuk sistem single completion.
Gambar 4.9
Single Completion (Allen, 1982)
4.2.2.2.2.Commingle Completion
Metode ini dilakukan untuk sumur yang memiliki lebih dari satu lapisan
atau zone produktif dan diproduksikan melalui production string. Jenis-jenis
commingle completion antara lain :
Merupakan cara produksi yang dipakai untuk sumur yang mempunyai dua
zone produktif. Kedua zone dibatasi dengan sebuah packer. Lapisan atau zone
bawah diproduksikan melalui tubing, sedangkan zone atas fluidanya
diproduksikan melalui annulus antar tubing dan casing seperti yang terlihat pada
Gambar 4.10.
Gambar 4.11
Commingle Completion dengan Single Tubing Dual Packer
(Buzzarde, Jr., LE., 1972)
1. Masing-masing bagian dari alat produksi dapat dibuka dan ditutup dengan
wire-line
2. Pengontrolan aliran dari masing-masing zona sulit dilakukan
3. Untuk melakukan treatment atau perforasi ulang, sulit dilakukan tanpa
mematikan sumur dan mengangkat tubing.
Gambar 4.13
Commingle Completion dengan Tubing Multiple Packer
(Allen, 1982)
4.2.2.2.3. Multiple Completion
Merupakan metode yang digunakan untuk sumur yang memiliki lebih dari
satu zone atau lapisan produktif, dimana tiap-tiap zone produktif diproduksikan
sendiri-sendiri secara terpisah sesuai dengan produktivitas serta jarak masing-
masing zone, sehingga dapat memaksimalkan perolehan minyak. Dengan cara
multiple completion ini pengontrolan produksi dari masing-masing zona dan juga
kerusakan alat dan formasi dapat dilakukan dengan mudah. Tetapi kerugiannya
terletak pada besarnya biaya yang dikeluarkan, karena tiap-tiap zona harus
memiliki peralatan sendiri, juga peralatan untuk menanggulangi masalah scale
atau korosi.
Dalam metode ini menggunakan dua buah tubing dengan dua buah packer
sebagai pemisah antar zone, dimana tubing dipasang secara paralel, seperti terlihat
pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14
Two Packer Two Tubing String Parallel Dual Completion (Allen,1982)
Dalam metode ini komplesi didasari pada letak dari dua lapisan reservoar
yang akan dipilih untuk komplesi, maka dapat diproduksikan melalui rangkaian
tubing yang paling panjang atau pendek (Gambar 4.14) sesuai dengan jenis fluida
masing-masing reservoar.
Gambar 4.15
Dual Well dengan Two Alternated Completion (Allen, 1982)
C. Triple Completion
Dilakukan untuk tiga zona produktif, dengan tiga buah string dan packer,
namun komplesi dapat dilakukan dengan dua atau tubing yang telah ada.
Keuntungan dari metode ini adalah laju produksi yang dapat diperoleh cukup
besar, tetapi karena terdapat dua atau tiga tubing dan packer, maka
pemasangannya sulit dan modal yang digunakan cukup besar
Gambar 4.17
Partially Penetrating Well Water Drive
(Buzarde.L.E.,1972)
Metode ini menggunakan dasar teori Muskat, bahwa suatu hasil analisa matematis
dan studi potentiometris analyzer dari water dan gas coning. Dari hasil analisa
satu set kurva dapat dikembangkan untuk menghitung laju produksi kritis pada
sumur-sumur yang mempunyai GOC, WOC atau keduanya. Kurva ini hanya
berlaku untuk kondisi reservoir yang homogen.
Metoda ini menggunakan suatu model potentiometric yang didasarkan pada teori
water dan gas coning dari Muskat. Beberapa anggapan dari metoda ini adalah
sebagai berikut :
1. Reservoir homogen, ukuran aquifier terbatas sehingga tidak merupakan tenaga
pendorong.
2. Gas cap berkembang dengan kecepatan yang relatif kecil, sehingga gradien
potensial di gas cap dapat diabaikan.
3. Dibawah kondisi statis, permukaan kontak antara fluida adalah horisontal.
4. Fluida reservoir incompressible.
5. Pengaruh tekanan kapiler dapat diabaikan.
Dengan beberapa anggapan tersebut diatas, maka oil-water dan gas-oil
interface (t1 dan t2) akan stabil apabila laju produksi minyak melalui sumur
produksi tidak lebih besar dari harga yang memberikan pada persamaan berikut :
h 2 pow K rw
Qow 3,073 x 10 3 , rde , , w ................................... (4-4)
o g
h 2 pog K rw
Qog 3,073 x 10 3 , rde , , o .................................... (4-5)
o g
keterangan :
Qow = laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi water coning, STB/hari
Qog = laju produksi maksimum minyak tanpa terjadi gas coning, STB/hari.
h = ketebalan zona minyak, ft.
kro = permeabilitas efektif minyak horizontal, md.
rDe = re/h (kvo/kro) = parameter jari-jari pengurasan.
e = b/h = parameter interval perforasi, ft.
dg = hcg/h.
hcg = jarak batas air-minyak ke puncak perforasi, ft.
hcw = hcw/h.
hcw = jarak batas air-minyak ke puncak perforasi, ft.
kvo = permeabilitas efektif minyak vertikal, md.
Ψ = fungsi tidak berdimensi.
re = jari-jari pengurasan, feet.
Dari persamaan di atas, suatu syarat untuk tidak berproduksinya air dan
gas bebas ke permukaan adalah :
Qo Qow atau Qo Qog
atau,
1 1
2.30 x 10 Bo o rp re o o ln re r
4 2
2
P p
q 3
q
Lp 7.08 x 10 L p K p
4 1 1
2.30 x 10 Bo o rp re
a
Lp
o o ln re r
b p
3
7.08 x 10 L p K p
-1=
2.33 x 1010
β = turbulence factor, ft 1.201
Kp
keterangan :
Bo = faktor volume formasi, bbl/STB
ρo = densitas minyak, lb/cuft
Lp = perforation length, ft
Kp = permeabilitas compact zone, md (kp = 0,1 k formasi, jika overbalanced
dan kp = 0,4 k formasi, jika kondisi underbalanced).
rp = jari-jari lubang perforasi, ft
re = jari-jari compact zone, ft (re = rp + 0,5 inch)
μo = viscositas minyak, cp.
Tekanan dasar sumur merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam
perencanaan perforasi sumur, karena hal ini berpengaruh pada efek pembersihan
lubang perforasi. Tekanan dasar sumur ini terbagi atas Pressure Differential dan
Pressure Limitation.
keterangan :
9.08 x 10 13 b B o r o L
a
A
o Bo L
b
1.127 x 10 3 k o
1.47 x 10 7
b = turbulence factor, ft-1 = 0.55
ko
keterangan :
Pwf = tekanan aliran dasar sumur, psi
Pwfs = tekanan aliran dasar sumur pada permukaan pasir (sandface), psi
Q = laju aliran, bbl/day
Bo = faktor volume formasi, bbl/STB
ro = densitas minyak, lb/cuft
L = length of linear flow fat, ft
ko = permeabilitas dari gravel, md
rp = jari-jari lubang perforasi, ft
mo = viscositas minyak, cp
4.3.4.2.Perencanaan Christmas-Tree
Perencanaan x-mas tree sangat mempengaruhi oleh kondisi tekanan sumur,
disamping pula oleh jumlah komplesi yang digunakan.
Kondisi tekanan perlu diperhatikan karena x-mas tree dalam standart API
diklasifikasikan berdasarkan kesanggupan dalam menahan tekanan kerja. Setiap
x-mass tree mempunyai seri dan tekanan kerja masing-masing.
CxR 05 xq
Pwh ................................................................................... (4-18)
S2
keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
0.00504Tz ( Rp Rs
R
BoP
Rs = Kelarutan gas dalam minyak pada tekanan tubing dan temperatur 85o F
P = P1/4636.8
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
HALAMAN PERSEMBAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB
I. PENDAHULUAN
II. KARAKTERISTIK RESERVOIR
2.1.Karakteristik Reservoir
2.1.1.Komposisi Kimia Batu Pasir
2.1.1.1.Orthoquarzite
2.1.1.2.Graywacke
2.1.1.3.Arkose
2.2.2. Komposisi kimia Batuan Karbonat
2.1.3. Komposisi Kimia Batuan Shale
2.1.4. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.1.4.1.Porositas
2.1.4.2.Saturasi
2.1.4.3.Permeabilitas
2.1.4.4.Wettabilitas
2.1.4.5.Tekanan Kapiler
2.1.4.6.Kompresibilitas
2.2.Karakteristik Fluida Reservoir
2.2.1.Komposisi Kimia Fluida Hidrokarbon
2.2.1.1.Komposisi Kimia Hidrokarbon
2.2.1.2.Komposisi Kimia Air Formasi
2.2.2.Sifat-sifat Fisik Fluida Reservoir
2.2.2.1.Sifat Fisik Gas
A. Densitas Gas
B. Viskositas Gas
C. Faktor Volume Formasi Gas
D. Kompressibilitas Gas
E. Kelarutan Gas Dalam Minyak
2.2.2.2.Sifat Fisik Minyak
A. Densitas Minyak
B. Viskositas Minyak
C. Faktor Volume Formasi Minyak
D. Kompressibilitas Minyak
2.2.2.3.Sifat Fisik Air Formasi
A. Densitas Air Formasi
B. Viskositas Air Formasi
C. Faktor Volume Formasi Air Formasi
D. Kompressibilitas Air Formasi
E. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi
2.3.Kondisi Reservoir
2.3.1.Tekanan Reservoir
2.3.2.Temperatur Reservoir
2.4.Jenis-jenis Reservoir
2.4.1.Berdasarkan Perangkap Geologi
2.4.1.1.Perangkap Stratigrafi
2.4.1.2.Perangkap Struktur
2.4.1.3.Perangkap Kombinasi
2.4.2.Berdasarkan Kelakuan Fasa
2.4.2.1.Reservoir Minyak Berat
2.4.2.2.Reservoir Minyak Ringan
2.4.2.3.Reservoir Gas Kondensat
2.4.2.3.Reservoir Gas Basah
2.4.2.4.Reservoir Gas Kering
2.4.3.Berdasarkan Mekanisme Pendorong
2.4.3.1.Water Drive
2.4.3.2.Gas Cap Drive
2.4.3.3.Depletion Drive
2.4.3.4.Segregation Drive
2.4.3.5.Combination Drive
III. LINGKUNGAN PENGENDAPAN DELTA
3.1. Lingkungan Pengendapan Delta
3.2. Geologi Reservoir Delta
3.2.1. Definisi dan Syarat Terbentuknya
3.2.2. Proses Terbentuknya Delta
3.2.3. Morfology Basic Delta
3.2.4. Klasifikasi Delta
3.2.4.1. Bentuk-Bentuk Khusus Delta
3.2.5. Rangkaian Fasies Pada Sistem Pengendapan Delta
3.2.5.1. Urutan-Urutan Prodelta Dan Delta Front
3.2.5.2. Delta Yang Didominasi Sungai
3.2.5.3. Delta Yang Didominasi Oleh Gelombang
3.2.5.4. Delta yang Dipengaruhi Oleh Air Pasang
3.2.5.5. Distribusi Channel Dan Bar
3.2.5.6. Penyebaran Channel Pada Rangkaian Delta Plain
3.2.5.7. Area Interdistribusi
3.2.5.8. Area Interdistribusi Pada Delta Yang Didominasi
Sungai
3.2.5.9. Area Interdistribusi Di Delta Akibat Gelombang
3.2.5.10.Area Interdistribusi Pada Delta Akibat Pasang
3.2.6. Arsitekture Stratigrafis Dan Variabilitas Penampang Lateral
3.2.7. Bidang (Tract) Pada Sistem Delta
3.2.8. Kendali Auto siklus dan Allo Siklus Pada Pengendapan Delta
3.2.9. Contoh Lain Kendali Allo Siklus Pada perkembangan Delta
3.2.10. Fasies
IV. ALIRAN FLUIDA DALAM MEDIA BERPORI
4.1. Aliran Fluida Dalam Media Berpori
4.1.1. Aliran Fluida Linier
4.1.2. Aliran Fluida Radial
4.1.2.1.Aliran Radial Untuk Perlapisan Linier
4.1.2.2.Lapisan Radial Untuk Perlapisan Berseri
4.2. Productivity Index (PI)
4.2.1. Pengertian Productivity Index
4.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi PI
4.3.Inflow Performance Relationship (IPR)
4.3.1.IPR Satu Fasa
4.3.2.IPR Dua Fasa
4.3.3.IPR Untuk Formasi Berlapis
4.4.Uji Sumur
4.4.1.Pressure Build Up Test
4.4.2.Pressure Drawdown Test
V. WELL COMPLETION
5.1.Pengertian dan Tujuan Well Completion
5.2.Jenis-Jenis Well Completion
5.2.1. Formation Completion / Down-Hole Completion
5.2.1.1.Open Hole Completion
5.2.1.2.Perforated Casing Completion
5.2.1.3.Sand Exclusion Type
5.2.2. Tubing Completion
5.2.2.1Single Completion
5.2.2.2.Commingle Completion
5.2.2.3.Multiple Completion
5.2.2.4.Tubingless Completion
5.2.3. Well Head Completion
5.2.3.1.Single Completion
5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Well
Completion
5.3.1.Formation Completion
5.3.1.1.Kondisi Reservoir
5.3.1.2.Kekompakan Batuan dan Problem Kepasiran
5.3.1.3.Produktivity Index dan MER
5.3.1.4.Kestabilan Formasi
5.3.1.5.Sand Free Flow Rate
5.3.1.6.Pengaruh Peralatan
5.3.2. Tubing Completion
5.3.2.1.Jumlah Lapisan Produktif dan Produktivitas Formasi
5.3.2.2.Pemilihan Ukuran dan Jumlah Tubing
5.3.2.3.Pressure Loss Dalam Tubing
5.3.2.4.Pemilihan Ukuran Tubing dan Choke
5.3.2.5.Sifat Fluida Produksi
5.3.2.6.Pemiliharaan Kemampuan Produktivitas Formasi
5.3.2.7.Kemungkinan Penggunaan Artificial Lift
5.3.2.8.Kemungkinan Operasi Treatment dan Workover
5.3.3. Well Head Completion
5.3.3.1.Kondisi Tekanan Reservoir
5.3.3.2.Laju Produksi Sumur
5.4. Down-Hole Equipment
5.4.1.Pengertian Dan tujuan Down-Hole Equipment
5.4.2.Alat Dan Fungsi
5.5.Perhitungan Perencanaan Well Completion
5.5.1.Perhitungan Perencanaan Formation Completion
5.5.1.1.Open Hole Completion
5.5.1.2.Perforated Casing Completion
5.5.1.3.Sand Exclusion Type Completion
5.5.2.Perhitungan Perencanaan Tubing Completion
5.5.2.1.Perhitungan Ukuran Tubing Completion
5.5.2.2.Perhitungan Pressure Loss pada Tubing
5.5.3.Perhitungan Perencanaan Well Head Completion
5.5.3.1.Perencanaan Well Head
5.5.3.2.Perencanaan Christmas Tree
5.5.3.3.Perencanaan Ukuran Choke
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
3. Brown, Kermit E. ; “The Technology Of Artificial Lift Method”, Vol. 1, Pen Well
Book, Tulsa, Oklahoma, 1977.
10. McCain, William, C.S., William, D., “The Properties of Petroleum Fluid”,
Petroleum Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1974.
11. Nind, T.E.W., “Principle of Oil Well Production”, Mc Graw Hill Book
Company Inc., New York., 1998
12. Pettijon, F.J, “Sedimentary Rock”, Second Edition, Harper and Brother Publishing,
New York. 1957`
13. Pirson, S.J,’’Hand Book of Well Log Analysis for Oil and Gas formation
Evaluation’’, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, new Jersey, 1963.
14. Pudjo Sukarno, DR. Ir. ; “Handout Teknik Produksi”, Institut Teknologi Bandung,
Bandung. Uren, L.C,’’Petroleum Production Engineering, Oil Field
Development’’, Mc. Graw Hill Book Company, Inc, New York, London, 1953.
15. Walker, Rogers. G, James N.p, “Facies models : Response To Sea Level Change”
, Geological Association of Canada, Ontario, 1992