Anda di halaman 1dari 46

BAB II

TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

A. HARGA DIRI RENDAH

1. Pengertian

Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah

penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa

jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga,

tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi

negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012)

Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan

dan keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang

dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga

diri terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil

pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang

terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart,2006)

Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan

perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat

secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend,

2001 ).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak

berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang

negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan

9
10

hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak mampu

mencapai keinginansesuai ideal diri (Keliat, 2001).

Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri

rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan

kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak

langsung.

Dapat disimpulkan harga diri rendah adalah kurangnya rasa

percaya diri sendiri yang dapat mengakibatkan pada perasaan

negatif pada diri sendiri, kemampuan diri dan orang lain. Yang

mengakibatkan kurangnya komunikasi pada orang lain.

2. Komponen Konsep Diri

Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan

kenyakinan yang diketahui tentang dirinya dan mempengaruhi

individu dalam berhubungan dengan orang lain (Fajariyah, 2012).

Ciri konsep diri menurut Fajariyah (2012) terdiri dari

konsep diri yang positif, gambaran diri yang tepat dan positif, ideal

diri yang realitis, harga diri yang tinggi, penampilan diri yang

memuaskan, dan identitas yang jelas. Konsep diri terdiri dari citra

tubuh (body image), ideal diri (self-ideal), harga diri (self-esteem),

peran (self-role), dan identitas diri (self-identity) (Suliswati, 2004).

a) Citra tubuh

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik

disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau


11

sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi penampilan

dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara

konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-

pengalaman baru. Citra tubuh harus realitis karena semakin

dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan

lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. Individu

yang menerima tubuhnya apa adanya biasanya memiliki

harga diri tinggi daripada individu yang tidak menyukai

tubuhnya (Suliswati, 2004).

b) Ideal diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiman ia

seharusnya bertingkah laku berdasarkan standart pribadi.

Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang

diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai

yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita

atau penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial

dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan

penyesuaian diri (Suliswati, 2004).

c) Harga diri

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal

yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai

perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi

adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri


12

tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,

dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting

dan berharga (Stuart,2006).

d) Peran

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan

tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan

dengan fungsi individu didalam sekelompok sosial dan

merupakan cara untuk menguji identitas dengan

memvalidasi pada orang berarti. Setiap orang disibukkan

oleh beberapa peran yeng berhubungan dengan posisi setiap

waktu sepanjang daur kehidupnya. Harga diri yang tinggi

merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan

cocok dengan ideali diri (Suliswati, 2004).

e) Identitas diri

Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung

jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan

keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan

otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.

Pembentukan identitas, dimulai pada masa bayi dan terus

berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas

utama pada masa remaja (Stuart, 2006).


13

3. Rentang Respon Konsep Diri

Respon adaptif Respon maladaptif

Akualisasi konsep Harga diri Keracunan Depersonalisasi

diri diri positif rendah identitas

Gambar 1.1 Rentang Respon Konsep Diri Rendah

Sumber : (Fajariyah, 2012)

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap

konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif

dan maladaptif (Fajariyah, 2012).

a) Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar

belakang pengalaman nyata yang sukses diterima.

b) Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang

positif dalam beraktualisasi diri.

c) Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif

dengan konsep diri maladaptif.

d) Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam

kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang

harmonis.
14

e) Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitis terhadap

diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan

serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

(Fajariyah, 2012)

4. Etiologi

Penyebab terjadi harga diri rendah adalah :

a) Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas

keberhasilannya.

b) Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang

dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.

c) Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau

pergaulan

d) Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung

mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.

(Yosep, 2009)

5. Tanda dan gejala harga diri rendah

Tanda gejala harga diri rendah menurut (Carpenito 2003) antara

lain yaitu perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan

akibat tindakan terhadap penyakit, rasa bersalah terhadap diri

sendiri, merendahkan martabat, gangguan hubungan sosial, seperti

menarik diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka

sendiri, percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan,


15

mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan

yang suram, ingin mengakhiri kehidupan. Tidak ada kontak mata,

sering menunduk, tidak atau jarang melakuakan kegiatan sehari-

hari, kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,

berkurang selera makan, bicara lambat dengan nada lemah.

6. Akibat terjadinya harga diri rendah

Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko terjadinya

isolasi sosial : menarik diri, isolasi soasial menarik diri adalah

gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang

maladaptif mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

Dan sering dirtunjukan dengan perilaku antara lain :

Data subyektif

a) Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau

pembicaraan.

b) Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan

orang lain.

c) Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang

lain.

Data obyektif

a) Kurang spontan ketika diajak bicara.

b) Apatis.

c) Ekspresi wajah kosong.

d) Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.


16

e) Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat

bicara.

7. Proses terjadinya harga diri rendah

Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari

harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat

juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari

lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin

kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif

mendorong individu menjadi harga diri rendah.

Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor.

Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan

stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi

tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau

merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu

terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan

peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan

tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu

dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu

mengalami harga diri rendah kronis (Direja, 2011).


17

B. ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH

1. Pengkajian

Tahap pertama meliputi faktor predisposisi seperti : psikologis, tanda,

dan tingkah laku klien dan mekanisme koping klien (Damaiyanti,

2012).

Pengkajian menurut Deden (2013) melalui beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan

orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik.

2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran

yang sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan

dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.

3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua

yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya dan

kultur sosial yang berubah.

b. Faktor presipitasi

1) Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam

atau faktor dari luar individu (internal or eksternal

sources), yang dibagi 5 (lima) kategori :

a) Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan

dengan frustasi yang dialami individu dalam peran

atau posisi yang diharapkan.


18

b) Konflik peran : ketidaksesuaian peran antara yang

dijalankan dengan yang diinginkan.

c) Peran yang tidak jelas : kurangnya pengetahuan

individu tentang peran yang dilakukannya.

d) Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat

untuk menampilkan seperangkat peran yang

komleks.

e) Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang

berkaitan dengan nilai untuk menyesuaikan diri.

2) Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya

orang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran

atau kematian orang yang berarti.

3) Transisi peran sehat-sakit, yaitu peran yang diakibatkan

oleh keadaan sehat atau keadaan sakit. Transisi ini dapat

disebabkan :

a) Kehilangan bagian tubuh.

b) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau

fungsi tubuh.

c) Perubahan fisik yang berkaitan dengan

pertumbuhan dan perkembangan.

d) Prosedur pengobatan dan perawatan.


19

4) Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan,

ketidak seimbangan bio-kimia, gangguan penggunaan obat,

alkohol dan zat.

c. Perilaku

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) perilaku yang berhubungan

dengan harga diri yang rendah yaitu identitas kacau dan

depersonalisasi seperti berikut (Deden, 2013):

1) Perilaku dengan harga diri yang rendah.

a) Mengkritik diri sendiri atau orang lain

b) Produktifitas menurun

c) Destruktif pada orang lain

d) Gangguan berhubungan

e) Merasa diri lebih penting

f) Merasa tidak layak

g) Rasa bersalah

h) Mudah marah dan tersinggung

i) Perasaan negative terhadap diri sendiri

j) Pandangan hidup yang pesimis

2) Perilaku dengan identitas kacau.

a) Tidak mengindahkan moral

b) Mengurahi hubungan interpersonal

c) Perasaan kosong

d) Perasaan yang berubah-ubah


20

e) Kekacauan identitas seksual

f) Kecemasan yang tinggi

g) Tidak mampu berempati

h) Kurang keyakinan diri

i) Mencitai diri sendiri

j) Masalah buhungan intim

k) Ideal diri tidak realistik

3) Perilaku dengan Depersonalisasi.

a) Afek : identitas hilang, asing dengan diri sendiri,

perasaan tidak aman, rendah diri, taku, malu, dan

perasaan tidak realistic, merasa sangat terisolasi.

b) Persepsi : Halusinasi pendengaran dan penglihatan,

tidak yakin akan jenis kelaminnya, sukar

membedakan diri dengan orang orang lain.

c) Kognitif : Kacau, disorientasi waktu, penyimpangan

pikiran, daya ingat terganggu, dan daya penilaian

terganggu.

d) Perilaku : Afek tumpul, pasif dan tidak ada respon

emosi, komunikasi tidak selaras, tidak dapat

mengontrol perasaan, tidak ada inisiatif dan tidak

mampu mengambil keputusan, menarik diri dari

lingkungan, dan kurang bersemangat.


21

d. Manifestasi klinis

Perilaku yang berhubungan dengan gangguan harga diri rendah

didapatkan dari data subjektif dan objektif yaitu :

1) Mengkritik diri sendiri ataupun orang lain.

2) Merasa diri tidak mampu dan tidak layak.

3) Merasa bersalah.

4) Mudah marah dan tersinggung

5) Perasaan negatif terhadap dirinya sendiri.

6) Ketegangan peran.

7) Pandangan hidup psimis.

8) Keluhan fisik.

9) Pandangan hidup bertentangan.

10) Penolakan terhadap kemampuan pribadi dekstrutif terhadap

diri sendiri.

11) Menarik diri secara sosial dan menarik diri secara realistis.

(Suliswati, 2005)

e. Sumber koping

Menurut Stuart (2006) semua orang tanpa memperhatikan

gangguan perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan

personal meliputi :

1) Hobi dan kerajinan tangan

2) Pendidikan atau pelatihan

3) Pekerjaan, vokasi atau posisi


22

4) Aktivitas olah raga dan aktivitas diluar rumah

5) Seni yang ekspresif

6) Kesehatan dan perawatan diri

f. Manifestasi koping

Mekanisme koping menurut Deden (2013) :

Jangka pendek :

1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis :

pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus

menerus.

2) Kegiatan mengganti identitas sementara : (ikut kelompok

sosial, keagamaan, politik).

3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara : (kompetisi

olah raga kontes popularitas).

4) Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara

: (penyalahgunaan obat-obatan).

Jangka Panjang :

1) Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas

yang disenangi dari orang-orang yang berarti, tanpa

mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.

2) Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan

nilai dan harapan masyarakat.


23

Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah : fantasi,

disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri

sendiri dan orang lain.

g. Penatalaksanaan

Menurut Eko, 2014 terapi pada gangguan jiwa skizofrenia sudah

dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi

bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa sebelumnya.

Terapi yang dimaksud meliputi :

1) Psikofarmako, berbagai obat psikofarmako yang hanya

diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2

golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan

golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan

generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL,

Thoridazine HCL, dan Haloperridol. Obat yang termasuk

generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,

Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan Ariprprazole.

2) Psikoterapi, terapi kerja baik sekali untuk mendorong

penderita bergaul lagi engan orang lain, pasien lain,

perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak

mengasingkan diri lagi karena jika pasien menarik diri

dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan

untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.


24

3) Terapi kejang listrik (Elektro Convulsive therapy), adalah

pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara

artifical dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode

yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik

diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan

terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi listrik 5-5

joule/ detik.

4) Terapi modalitas, merupakan rencana pengobatan untuk

skizofrenia dan kekurangan pasien. Teknik perilaku

menggunakan latihan ketrampilan sosial untuk

meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi

diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi

interpersonal. Terapi aktivitas kelompok dibagi 4 yaitu

terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi

aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas

kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok

sosialisasi.

5) Adapun tindakan terapi untuk pasien dengan harga diri

rendah menurut Kaplan & Saddock, 2010 mengatakan,

tindakan keperawatan yang dibutuhkan pada pasien dengan

harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi

interpersonal, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga.

Tindakan keperawatan pada pasien dengan harga diri


25

rendah bisa secara individu, terapi keluarga, kelompok dan

penanganan dikomunikasi baik generalis keperawatan

lanjutan. Terapi untuk pasien dengan harga diri rendah

yang efisian untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam

berinteraksi dengan orang lain, sosial, dan lingkungannya

yaitu dengan menerapkan terapi kognitif pada pasien

dengan harga diri rendah.

2. Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika

(2015) :

a. Masalah utama

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Data subyektif :

1) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.

2) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli.

3) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.

4) Mengungkapkan dirinya tidak berguna.

5) Mengkritik diri sendiri.

6) Perasaan tidak mampu.

Data obyektif :

1) Merusak diri sendiri.

2) Merusak orang lain.

3) Ekspresi malu.
26

4) Menarik diri dari hubungan sosial.

5) Tampak mudah tersinggung.

6) Tidak mau makan dan tidak tidur.

b. Masalah keperawatan

Penyebab tidak efektifan koping individu.

Data subyektif :

1) Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang

lain.

2) Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak melakukan

sesuatu.

3) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.

Data obyektif :

1) Tampak ketergantungan terhadap orang lain.

2) Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya

dapat dilakukan.

3) Wajah tampak murung.

c. Masalah keperawatan

Akibat isolasi sosial menarik diri

Data subyektif :

1) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain

2) Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang

lain.
27

Data obyektif :

1) Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak

bicara.

2) Suara pelan dan tidak jelas.

3) Hanya memberi jawaban singkat (ya atau tidak).

4) Menghindar ketika didekati.

3. Pohon Masalah

Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

HARGA DIRI RENDAH

Koping Individu Tidak Efektif

Gambar 1.2 Pohon Masalah

4. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

b. Isolasi sosial : Menarik diri

c. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi


28

(Fajariyah, 2012)

5. Intervensi keperawatan untuk Harga Diri Rendah

Strategi pelaksanaan konsep : Harga Diri Rendah

Tabel 1.1 Intervensi Keperawatan Harga Diri Rendah

No Pasien Keluarga

SP1P SP1K

1 Bina hubungan saling percaya Mendiskusikan masalah yang

2 Mengidentifikasi kemampuan dirasakan keluarga dalam

dan aspek positif yang dimiliki merawat pasien

3 pasien Menjelaskan pengertian harga

Membantu pasien menilai diri rendah, tanda dan gejala,

kemampuan pasien yang masih serta proses terjadinya harga

4 dapat digunakan diri rendah

Membantu pasien memilih Menjelaskan cara merawat

kegiatan yang akan dilatih pasien denga harga diri rendah

5 sesuai dengan kemampuan

pasien

6 Melatih pasien sesuai

kemampuan yang dipilih

7 Memberikan pujian yang wajar

tehadap keberhasilan pasien

Menganjurkan pasien

memasukan dalam jadwal


29

kegiatan harian

SP2P SP2K

1 Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga

harian pasien mempraktekan cara merawat

2 Melatih pasien melakukan pasien dengan harga diri

kegiatan yang sesuai dengan rendah

kemampuan klien

3 Menganjurkan pasien

memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian

SP3K

Melatih keluarga melakukan

cara merawat langsung kepada

pasien harga diri rendah

SP4K

Membantu keluarga membuat

jadwal aktivitas dirumah

termasuk minum obat

(discharge planning)

Menjelaskan follow up pasien

setelah pulang

(Fajariyah, 2012)
30

Rencana tindakan keperawatan klien dengan gangguan konsep diri : Harga

diri rendah.

1. Harga diri rendah

Tujuan Umum :

Pasien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap.

Tujuan Khusus 1 :

Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi :

a. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya

b. Ekspresi Wajah bersahabat.

c. Ada kontak mata

d. Menunjukkan rasa senang.

e. Mau berjabat tangan.

f. Mau menjawab salam

g. Pasien mau duduk berdampingan

h. Pasien mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya

a. Sapa pasien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang

disukai pasien

d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan menepati janji


31

e. Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya

f. Beri perhatian pada pasien

2) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan tentang

penyakit yang dideritanya

3) Sediakan waktu untuk mendengarkan pasien

4) Katakan pada pasien bahwa ia adalah seorang yang berharga

dan bertanggung jawab serta mampu mendorong dirinya

sendiri.

Tujuan Khusus 2 :

Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki

Kriteria Evaluasi :

Pasien mampu mempertahankan aspek yang positif

intervensi :

1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien

dan diberi pujian atas kemampuan mengungkapkan

perasaannya

2) Saat bertemu pasien, hindarkan memberi penilaian negatif.

Utamakan memberi pujian yang realitis.

Tujuan Khusus 3 :
32

Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

Kriteria Evaluasi :

a. Kebutuhan pasien terpenuhi

b. Pasien dapat melakukan aktivitas terarah

Intervensi :

1) Diskusikan kemampuan pasien yang masih dapat digunakan

selama sakit.

2) Diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan

penggunaan di rumah sakit dan di rumah nanti.

Tujuan Khusus 4 :

Pasien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki.

Kriteria Evaluasi :

a. Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.

b. Pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok.

Intervensi :

1) Rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat dilakukan

setiap hari setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri,

kegiatan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan bantuan

total.
33

2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien.

3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh pasien lakukan

(sering klien takut melaksanakannya).

Tujuan Khusus 5 :

Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan

kemampuannya.

Kriteria Evaluasi :

Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.

Intervensi :

1) Beri kesempatan pasien untuk mncoba kegiatan yang

direncanakan

2) Beri pujian atas keberhasilan pasien

3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

Tujuan Khusus 6:

Pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Kriteria Evaluasi :

Pasien mampu melakukan apa yang diajarkan.

Intervensi :
34

1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat

pasien harga diri rendah.

2) Bantu keluarga memberi dukungan selama pasien dirawat.

3) Bantu keluarga meniapkan lingkungan di rumah.

2. Isolasi sosial

Tujuan umum :

Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan khusus 1 :

Pasien mampu menyebutkan penyebab menarik diri.

Kriteria evaluasi :

Pasien mampu menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri

dari : diri sendiri, orang lain, lingkungan.

Intervensi :

1) Tanyakan pada pasien tentang :

a) Orang yang tinggal serumah/teman sekamar.

b) Orang yang paling dekat dengan pasien di rumah/di ruang

perawat.

c) Apa yang membuat pasien dekat dengan orang tersebut.

d) Orang yang tidak dekat dengan pasien di rumah/di ruang

perawatan.
35

e) Apa yang membuat pasien tidak dekat dengan orang

tersebut.

f) Upaya yang dilakukan agar dekat dengan orang lain.

2) Diskusikan dengan pasien penyebab menarik diri atau tidak

mau bergaul dengan orang lain.

3) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan

perasaannya.

Tujuan khusus 2 :

Pasien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan

kerugian menarik diri.

Kriteria evaluasi :

Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan

kerugian menarik diri.

Intervensi :

1) Tanyakan pada pasien tentang :

Manfaat hubungan sosial

Kerugian menarik diri

2) Diskusikan bersama pasien tentang manfaat berhubungan

sosial dan kerugian menarik diri.

3) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan

perasaannya.
36

Tujuan khusus 3 :

Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.

Kriteria evaluasi :

a. Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial dengan bertahap

dengan :

1) Perawat

2) Perawat lain

3) Pasien lain

4) Kelompok

Intervensi :

1) Observasi perilaku pasien saat berhubungan sosial.

2) Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan/

berkomunikasi dengan :

a) perawat lain

b) pasien lain

c) kelompok

3) Libatkan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

4) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilaukan untuk

meningkatkan kemampuan pasien bersosialisasi.

5) Beri motivasi untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal

yang telah dibuat.


37

6) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mempuluas

pergaulannya melaui aktivitas yang dilaksanakan.

Tujuan khusus 4 :

Pasien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan

sosial.

Kriteria hasil :

Pasien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan

dengan :

1) orang lain

2) kemlompok

Intervensi :

1) Diskusikan dengan pasien tentang perasaannya setelah

berhungungan sosial dengan :

a) orang lain

b) kelompok

2) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan

perasaannya.

Tujuan khusus 5 :

Pasien mendapatkan dukungan keluarga dalam memperluas

hubungan sosial.
38

Kriteria evaluasi :

a. Keluarga dapat menjelaskan tenatang :

1) Pengertian menarik diri

2) Tanda dan gejala menarik diri

3) Penyebab dan akibat menarik diri

4) Cara merawat pasien menarik diri

b. Keluarga dapat mempraktekan cara merawat pasien menarik

diri.

Intervensi :

1) Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai

pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri.

2) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien

mengatasi perilaku menarik diri.

3) Jelaskan pada keluarga tentang :

a) pengertian menarik diri

b) tanda dan gejala menarik diri

c) penyebab dan akibat menarik diri

d) cara merawat pasien menarik diri.

4) Latih keluarga cara merawat pasien menarik diri.

5) Tanyakan oerasaan keluarga setelah menciba cara yang

dilatihkan.
39

6) Beri motivasi keluarga agar membantu pasien untuk

bersosialisasi.

7) Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya merawat

pasien di rumah sakit.

Tujuan khusus 6 :

Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Kriteria hasil :

a. Pasien dapat menyebutkan :

1) Manfaat minum obat

2) Kerugian tidak minum obat

3) Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat

b. Pasien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.

c. Pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa

konsultasi dokter.

Intervensi :

1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak

minum obat, nam, warna, dosis, cara, efek samping

penggunaan obat.

2) Pantau pasien saat pengguanaan obat.

3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.


40

4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi

danagn dokter.

5) Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Tujuan umum :

Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.

Tujuan khusus 1 :

Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria hasil :

Pasien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat :

a) Ekspresi wajah bersabat

b) Menunjukan rasa senang

c) Ada kontak mata

d) Mau berjabat tangan

e) Mau menyebutkan nama

f) Mau menjawab salam

g) Mau duduk berdampingan dengan perawat

h) Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik :

a) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.


41

b) Perkenalakan nama, nama panggilan dan tujuan perawat

berkenalan

c) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai

pasien

d) Buat kontrak yang jelas

e) Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali

interaksi

f) Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya

g) Beri perhatian kepada pasien dan perhatian kebutuhan dasar

pasien

h) Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi

pasien

i) Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan

pasien.

Tujuan khusus 2 :

Pasien dapat mengenal halusinasinya.

Kriteria hasil :

a. Pasien dapat menyebutkan :

1) Isi

2) Waktu

3) Frekuensi

4) Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi


42

b. Pasien dapat menyatakan perasaan dan responnya saat

mengalami halusinasinya : marah, takut, sedih, senang, cemas,

jengkel.

Intervensi

1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.

2) Observasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasinya,

jika menemukan pasien yang sedang halusinasi :

a) Tanyakan apakah pasien mengalami sesuatu (halusinasi

dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap).

b) Jika pasien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang

dialaminya.

c) Katakan bahwa perawat percaya pasien mengalami hal

tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalami (dengan

nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).

3) Katakan bahwa ada pasien lain yang mengalami hal yang

sama.

4) Katakan bahwa perawat akan membantu pasien.

5) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang

adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien :

a) Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,

sore, malam atau sering dan kadang-kadang).

b) Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak

menimbulkan halusinasi.
43

6) Diskusikan dengan pasien apa yang disarankan jika terjadi

halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasaannya.

7) Diskusikan dengan pasien apa yang dilakukan untuk mengatasi

perasaan tersebut.

8) Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila pasien

menikmati halusinasinya.

Tujuan khusus 3 :

Pasien dapat mengontrol halusinasinya.

Kriteria hasil :

a) Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan

untuk mengendalikan halusinasinya.

b) Pasien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi.

c) Pasien dapat memilih dan memperagakan cara menghadapi

halusinasi.

d) Pasien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk

mengendalikan halusinasinya.

e) Pasien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.

Intervensi :

1) Identifikasi bersama pasien cara atau tindakan yang dilakukan

jika terjadi halusinasi.


44

2) Diskusikan cara yang digunakan pasien :

a. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.

b. Jika cara yanga digunaan maladaptif diskusikan kerugian

cara tersebut

3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan/ mengontrol

timbulnya halusinasi :

a. Katakan pada diri sendiri bahwa itu tidk nyata.

b. Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga)

untuk menceritakan tentang halusinasinya.

c. Membuat dan melaksanakan jadwal yang telah disusun.

d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika sedang

berhalusinasi

4) Bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih

untuk mencobanya.

5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan

dilatih.

6) Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil

beri pujian.

7) Anjurkan pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi

realita, stimulasi persepsi.

Tujuan khusus 4 :

Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol

halusinasinya.
45

Kriteria hasil :

a) Keluarga dapat menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan

dengan perawat.

b) Keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses

terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan

halusinasi.

Intervensi :

1) Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat

dan topik).

2) Diskusikn dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/

kunjungan rumah):

a. Pengertian halusinasi.

b. Tanda dan gejala halusinasi.

c. Proses terjadinya halusinasi.

d. Cara yang dapat dilakukan pasien dan keluarga untuk

memutuskan halusinasi.

e. Obat-obatan halusinasi.

f. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah

(beri kegiatan, bepergian bersama, memantau obat-obatan

dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi)


46

g. Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaiman

cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi

dirumah.

Tujuan khusus 5 :

Pasien dapat menfaatkan obat dengan baik.

Kriteria hasil :

a) Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan

benar.

b) Pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat

tanpa konsultasi dokter.

Intervensi :

1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian

tidak minum obat, nama, waran, dosis, cara, efak samping

dan efek terapi penggunaan obat.

2) Pantau pasien saat penggunaan obat.

3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.

4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi

dengan dokter.

5) Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat

jika terjadi hal-hali yang tidak diinginkan.

(Lilik, 2011)
47

C. Terapi Kognitif

1. Pengertian

Terapi kognitif yaitu merupakan bentuk psikoterapi yang

digunakan untuk pengobatan klien depresi, kecemasan, phobia,

dan bentuk lain dari penyakit mental. Terapi kognitif merupakan

dasar pemikiran tentang bagaimana klien berfikir (kognitif),

bagaimana klien merasakan (emosi) dan bagaimana klien

bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara khusus, apa yang

klien pikirkan menentukan perasaan dan tingkah laku klien. Karena

itu pikiran negatif dapat menyebabkan distress dan menghasilkan

masalah.

Terapi kognitif merupakan salah satu pendekaan

psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti

efektifitasnya dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk

kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari terapi kognitif

terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional

berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Perbaikan

dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai

perubahan pola-pola berfikir selama proses proses terapi. Demikian

pula pada pasien pola pikir yang maladaptif (disfungsi kognitif)

dan gangguan prilaku, diharapkan klien mampu melakukan

perubahan cara berfikir dan mampu mengendalikan gejala-gejala

dari gangguan yang dialami. Terapi kognitif berorientasi pada


48

pemecahan masalah, dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan

“disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai

pengambilan keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang

akan dipecahkan dalam proses terapi (Westermeyer, 2005).

Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami.

Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang

menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan

harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap

peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh

berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang

(Stuart, 2009).

Terapi kognitif adalah aplikasi dari berbagai variasi teori

belajar dalam kehidupan (Yosep, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

Terapi kognitif dapat melatih klien untuk mengubah cara klien

menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada saat klien

mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan

dapat bertindak lebih produktif.

2. Tujuan dalam Terapi kognitif

Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) adalah:

a. Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog

internal atau bicara sendiri (self talk), dan interpretasi terhadap

kejadian-kejadian yang dialami. Pikiran-pikiran negatif


49

tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran klien,

apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian

penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku

maladaptif, yang menambah berat masalah.

b. Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung

atau menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena

pikiran otomatis sering didasari atas kesalahan logika atau

pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk

membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif.

Klien dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk

menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih

rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.

c. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk

menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan

untuk diskusi didalam proses terapi. Dengan demikian terapi

kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi agar

kecemasan dan depresi tidak mengancam, karena klien belajar

mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya

gangguan.

3. Peran perawat jiwa dalam terapi kognitif

Menurut Iyus (2007) perawat jiwa memiliki peran penting dalam

berbagai teknik kognitif terapi dirumah sakit jiwa. Peran tersebut

terutama adalah bertindak sebagai leader, fasilitator, evaluator, dan


50

motivator. Teknik kognitif di rumah sakit jiwa dapat bermanfaat

secara efektif terhadap berbagai masalah klinik untuk semua

rentang usia. Masalah-masalah tersebut meliputi : kecemasan

(anxiety), gngguan afek (affective), masalah makan (eat-ing),

schizofrenia, ketergantungan zat (substance abuse), gangguan

kepribadian (personality disorder). Hal ini pun bisa diterapkan

pada anak, dewasa, keluarga baik secara kelompok atau individual.

Secara umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik dengan

tujuan sebagai berikut :

a) Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity).

b) Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki (Reducing

unwanted behavior).

c) Meningkatkan rekreasi (Increasing pleasure).

d) Meningkatkan dan memberi kesempatan dalam kemampuan

sosial (Enchancing social skill).

4. Prinsip pelaksanaan terapi kognitif

Terapi kognitif berfokus pada membantu orang depresi belajar

untuk menyadari dan mengubah pola berfikir mereka yang

disfungsional. Orang yang depresi cenderung untuk berfokus pada

bagaimana perasaan mereka dan bukan pada pikiran-pikiran yang

mendasari kondisi mereka. Artinya, mereka biasanya memberikan

lebih banyak perhatian pada bagaimana buruknya perasaan mereka


51

dibanding pada pikiran-pikiran yang memungkinkan memicu

mempertahankan mood yang depresi (Nevid,2003).

5. Pelaksanaan Terapi Kognitif

Menurut jurnal (Mubin, 2007) penatalaksanaan terapi kognitif

menggunakan pendekatan interpersonal peplau yang terdiri dari

orientasi, identifikasi, eksploitasi dan resolusi. Pendekatan Peplau

sangat tepat dalam proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian

(orientasi dan identifikasi), eksploitasi (perencanaan dan

implementasi) dan resolusi/ evaluasi. Begitu juga dengan tahapan

komunikasi terapeutik yang digunakan dalam terapi kognitif yaitu :

orientasi, kerja dan terminasi. Atas dasar kesesuaian tersebut

menggunakan interpersonal peplau sebagai kerangka penyelesaian

masalah pasien harga diri rendah dengan terapi kognitif.

Menurut Burn (1998) pelaksanaan terapi kognitif terdiri dari 9 sesi,

yaitu :

a) Sesi 1 :ungkapan pikiran otomatis yang timbul

danklasifikasi dalam distorsi kognitif.

b) Sesi 2 : ungkapan alasan atau penyebab timbulnya pikiran

otomatis.

c) Sesi 3 : tanggapan atau anjuran pasien mengungkapkan

keinginannya.

d) Sesi 4 : diskusikan perasaan pasien saat membuat catatan

harian.
52

e) Sesi 5 : diskusikan kemampuan klien dalam menghadapi

masalah teknik kolom 3 yang dilakukan.

f) Sesi 6 : diskusikan manfaat memberi tanggapan, cara

pasien menyelesaikan masalah/hambatan yang ditemui.

g) Sesi 7 : diskusikan perasaan setelah terapi.

h) Sesi 8 : diskusikan cara dan kesulitan pasien dalam

menggunakan catatan harian.

i) Sesi 9 : libatkan keluarga untuk menjadi suport system

pasien dalam melakukan terapi kognitif secara mandiri.

6. Strategi pelaksanaan Terapi Kognitif :

a. Metode

1) Diskusi

2) Tanya jawab

3) Menulis

b. Media

1) Kertas (menggunakan metode 3 kolom)

2) pensil

c. Strategi pelaksanaan

Menulis dikertas dengan mengungkapkan stimulasi emosi yang

ada diotaknya. Yang mengubah pikiran negatifnya menjadi

pikiran positif (rasional).

Tujuan : klien mampu mengubah pikirannya yang mal adaptif

menjadi adaptif.
53

Setting :

Klien dan terapis duduk bersama.

Ruangan yang nyaman dan tenang.

Alat : kertas (metode 3 kolom) dan pensin atau bolpen.

Metode : diskusi dan tanya jawab.

d. Langkah kegiatan

1) Persiapan

Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2) Orientasi

a) Salam terapeutik

Pada tahap ini terapi yang melakukan, memberi salam

terapeutik : salam dalam terapis.

b) Evaluasi / validasi

1. Menanyakan kabar hari ini.

2. Menanyakan apakah masih ada pikiran yang

negatif.

c) Kontrak

1. Menjelaskan tujuan kegiatan.

2. Menjelaskan aturan main : klien harus menuliskan

pikiran negatifnya dibuku.

3) Tahap kerja

Klien menuliskan pikiran negatifnya atau situasi emosi

dibuku atau dikertas 3 kolom dan nanti di diskusikan


54

dengan terapis masalah apa yang membuat dirinya

menjadi berfikir negatif terhadap dirinya dan

mengubahnya menjadi positif dengan respon yang lebih

rasional.

4) Tahap terminasi

a) Evaluasi

1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti terapi

kognitif.

2. Memberi pujian setelah kegiatan tersebut.

b) Rencana tindak lanjut

Menganjurkan pada klien jika ada masalah untuk

mendiskusikan dengan perawat.

c) Kontrak yang akan datang

1. Menyampaikan kegiatan berikut, yaitu mampu

bercakap-cakap dengan anggota kelompok,

menanyakan kehidupan pribadinya.

2. Menyepakati waktu dan tempat.

Anda mungkin juga menyukai