Anda di halaman 1dari 3

Teori-Teori Komunikasi Antarpribadi

Terdiri dari aprehensi komunikasi, self disclosure dan relasi anatarpribadi, dan
teori penilaian sosial berikut bahasannya:
1. Aprehensi komunikasi merupakan kondisi kognitif seseorang yang mengetahui
bahwa dirinya saat berkomunikasi dengan orang lain, karena kekhawatiran dan
ketakutannya, tak memiliki pikiran apa pun dalam benaknya dan juga tidak
memahami sebab-akibat sosial sehingga menjadi orang yang “mati rasa”. Ada
juga yang menyebutkan bahwa aprehensi komunikasi itu terjadi manakala
individu memandang pengalaman komunikasinya itu tidak menyenangkan dan
merasa takut berkomunikasi. Pada dasarnya aprehensi komunikasi adalah rasa
khawatir atau tegang saat akan dan sedang berkomunikasi dengan orang lain.
Konon, 1 dari 5 orang mengalami aprehensi saat berkomunikasi. Ada yang
memandang aprehensi komunikasi itu disebabkan faktor-faktor biologis, ada pula
yang menyebutkan aprehensi komunikasi lebih disebabkan faktor psikologis.

2. Sedangkan self-disclosure merupakan prasyarat dalam menjalin dan


mengembangkan relasi dan KAP. Self-disclosure pada dasarnya adalah
mengkomunikasikan informasi tentang diri kita pada orang lain. Teori penetrasi
sosial juga menggunakan konsep self-disclosure untuk menjelaskan bagaimana
perkembangan relasi antarpribadi. Teori ini antara lain menjelaskan konsep diri
manusia dengan menggunakan metafora bawang, karena diri manusia memiliki
lapisan-lapisan.

3. Relasi antarpribadi bukanlah relasi statis, melainkan dipandang sebagai relasi


yang dinamis, sehingga ada kalanya berada dalam keradaan harmonis dan
adakalanya konflik. Ada 4 (empat) syarat yang diperlukan untuk menjaga dan
mempertahankan relasi antarpribadi kita dengan orang lain. Keempat syarat
tersebut adalah (a) keakraban, (b) kontrol, (c) ketepatan dalam pemberian
respons, dan (d) keserasian suasana emosianal.
Relasi antarpribadi tersebut berlangsung melalui tahap-tahap pengembangan
relasi. Kita bisa mengikuti pembagian menjadi tahap-tahap yang berlangsung
dalam pengembangan relasi dan tahap dalam pemutusan relasi. Dalam
pengembangan relasi, tahap-tahapnya adalah (a) inisiasi, (b) eksperimentasi, (c)
intensifikasi, (d) integrasi, dan (d) ikatan. Sedangkan dalam pemutusan relasi,
tahap-tahapnya adalah (a) diferensiasi, (b) pembatasan, (c) stagnasi, (d)
menghindar, dan (e) pemutusan.

Dalam menjaga dan mempertahankan relasi antarpribadi, kemampuan


mengelola ketegangan dialektis sangat penting. Menurut Teori Dialektika
Relasional, dalam relasi antarpribadi itu ada dua jenis ketegangan dialektis,
yakni dialektika internal yakni dialektika di antara orang-oranmg yang menjalin
relasi, dan dialektika eksternal yakni antara orang yang menjalin relasi dengan
lingkungan masyarakatnya. Dalam dialektika internal itu ada dialektika antara (a)
otonomi-koneksi/keterpisahan-keterikatan, (b) Keterdugaan-kebaruan/Kepastian-
Ketidakpastian, dan (c) Keterbukaan-ketertutupan. Sedangkan dialektika
eksternal yang terjadi adalah dialektika antara (a) inklusi-seklesi, (b)
konvensionalitas-keunikan, dan (c) penyingkapan-penyembunyian. Ada pun
strategi atau cara yang bisa kita gunakan dalam menghadapi ketegangan
dialektis itu adalah (a) pengabaian, (b) disorientasi, (c) pergantian melingkar, (d)
segmentasi, (e) keseimbangan, (f) integrasi, (g) rekalibrasi, dan (h)reafirmasi.

4. Ada banyak teori dakam KAP ini salah satunya adalah teori penilaian sosial,
berikut penjelasannya Teori Penilaian Sosial melihat pengaruh KAP melalui
bagaimana individu dipengaruhi olerh kelompok acuannya, yakni kelompok yang
digunakan untuk merumuskan identitas individu tersebut. Bila sikap kita
dipetakan dalam satu kontinum, menurut teori ini, maka sika kita tidak bisa
berada dalam satu titik tertentu dalam kontinum itu melainkan berada pada satu
wilayah tertentu yang dinamakan latitude. Wilayah ini ada 3 (tiga), yaitu wilayah
penolakan, wilayah penerimaan dan wilayah nonkomitmen. Teori ini
menyatakan, “makin besar perbedaan antara pendapat pembicara dan
pandangan pendengarnya, maka akan makin besar juga perubahan sikapnya,
sejauh pesan tersebut berada dalam wilayah penerimaannya”. Selain itu,
keterlibatan ego yang tinggi menunjukkan luasnya wilayah penolakan. Bila pesan
yang kita sampaikan pada orang lain berada pada wilayah penolakan orang lain
yang memiliki keterlibatan ego tinggi maka akan menimbulkan efek yang biasa
dinamakan efek bumerang.

Mengenal Computer-Mediated Communication (CMC) dalam KAP

Kita hidup pada era komunikasi yang dikenal dengan computer-mediated


communications (CMC). CMC ini sedikit banyak bukan hanya mengubah cara
kita berkomunikasi melainkan juga melahirkan kebutuhan baru pada sarana
untuk berkomunikasi, yang antara lain dijawab dengan produksi handphone yang
memiliki fitur lebih dari sekedar untuk bertelpon atau berkirim sms belaka.
Melainkan memiliki kemampuan mengakses internet, atau telepon
Maka makin banyaklah pengguna situs jaringan sosial semacam facebook
atau YM, karena kini tidak selalu harus membutuhkan perangkat komputer
seperti desktop, laptop atau netbook, untuk bisa mengakses situs jaringan sosial
itu. Banyak handphone dan harganya pun relatif terjangkau yang dilengkapi
fasilitas untuk mengakses internet. Para operator telepon seluler pun berlomba
menyediakan fasilitas ini dengan tarif yang relatif murah, sehingga ada yang
menjanjikan tarif Rp 500/hari. Kita bisa melihat pada gambar berikut, sejumlah
situs jejaring sosial yang cukup populer.
Dalam pandangan banyak ahli komunikasi, CMC telah banyak mengubah
praktik komunikasi manusia. Revolusi komunikasi yang disebut Tella itu, pada
satu sisi melahirkan penyebaran teknologi, berlangsungnya inovasi sistem
komunikasi manusia dan pesan yang disebarluaskan dengan kecepatan tinggi
dan jumlah yang besar. Artinya, revolusi komunikasi itu mendorong peningkatan
jumlah pesan yang dengan cepat disebarluaskan, karena ada inovasi dalam
sistem komunikasi manusia lewat penyebaran teknologi. Tapi pada sisi lain,
revolusi komunikasi pun melahirkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan
(a) kepuasan dalam interaksi manusia, (b) komunikasi yang dialogis, dan (c)
martabat manusia yang diperoleh melalui dialog.
Dengan begitu, sangat tidak sederhana implikasi perkembangan teknologi
komunikasi itu. Bukan sekedar lahirnya teknologi yang memungkinkan
penyebaran pesan dengan cepat dan terjadinya eksplosi pengetahuan dan
informasi, namun juga mengubah karakteristik keseluruhan sistem komunikasi
manusia. Beberapa penelitian komunikasi yang terkait dengan perkembangan
terknologi komunikasi dan informasi, yang menjadi perhatian para ilmuwan
komunikasi menggarisbawahi hal-hal (a) kaburnya batas-batas komunikasi
interpersonal dan komunikasi massa, (b) realitas hiperkomunikasi, (c) dampak
komunikasi yang synchronous dan assynchronous dalam komunikasi bermedia
komputer, (d) kemunculan cara-cara baru berkomunikasi yang tak sesuai lagi
dengan konsep komunikasi tradisional, dan (e) persoalan-persoalan etika
komunikasi, seperti soal kejujuran, privasi, kebohongan, keamanan.
Para ahli komunikasi yang mengkaji CMC dalam konteks KAP ini, pada
umumnya mengkajinya dari dua sudut. Pertama, pengkajian yang berkaitan
dengan efek pemanfaatan teknologi baru ini seperti (a) kecanduan internet, (b)
internet dan isolasi sosial/kesendirian, serta (c) alienasi dan eskapisme. Kedua,
pengkajian yang berkenaan dengan interaksi dan komunikasi antarpribadi seperti
interaksi tatap-muka dibandingkan dengan interaksi melalui CMC dengan melihat
sampai seberapa jauh hilangnya kial-kial nonverbal dalam CMC yang berbasis
teks mempengaruhi berbagai dampak KAP.
Pada sisi lain kita pun melihat sebenarnya CMC bukan sekedar sarana untuk
saling mempertukarkan pesan. Melainkan juga untuk membangun dan
memelihara relasi. Karena itulah maka CMC ini pun menjadi bagian dari kegiatan
KAP. Mengingat di dalamnya ada dimensi isi pesan dan relasi dalam kegiatan
komunikasnya. Hanya saja, dalam CMC ini, kial-kial nonverbal yang bias
menunjukkan sifat relasi kita digantikan oleh sejumlah simbol yang menunjukkan
bagaimana suasana hati penerima pesan.
Meski demikian, ada dua teori yang menjelaskan fenomena KAP dalam CMC
yang memandang bahwa CMC tak bisa sepenuhnya menggantikan KAP.
Pertama, Teori-teori Pengurangan Kial pada CMC memandang bahwa dalam
KAP, mekna itu muncul bukan hanya dari mana denotatif pesan melainkan juga
bersumber dari kial-kial fisik dan konteks. Gerak-gerik misalnya membantu
dalam melahirkan makna. Bagi teori ini, praktik KAP yang paling efisien adalah
KAP tatap muka. Manakala KAP ini dimediasi teknologi seperti dalam CMC
maka teknologi itu akan mengurangi efektivitas komunikasinya. Kedua, Teori-
teori Sosial tentang CMC memandang bahwa kebutuhan berkomunikasi lewat
CMC pada dasarnya sama saja dengan kebutuhan berkomunikasi secara tatap
muka. Setiap ada pengurangan kial, sesuai dengan sifat medium komunikasinya,
tidak dengan sendirinya akan mengurangi kebutuhan berkomunikasi itu. Oleh
sebab itu, pihak-pihak yang berkomunikasi akan mengurangi penggunaan kial-
kial sesuai dengan sifat mediumnya, mereka akan berupaya menggunakan kial-
kial yang bisa disampaikan sesuai dengan tujuan komunikasinya.

Anda mungkin juga menyukai