Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI MAKROSKOPIK KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertana dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher,
terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2
dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar
kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang
digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan
dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong
berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid
dipengaruhi oleh berat badan masukan yodium. Pada orang dewas beratnyab
berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A
tiroidea superior berasal dari a.karotis komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea
inferior dari a.subklavia dan a.tiroid ima berasal dari a.brakiosefalik salah satu
cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala
kapiler dan limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular
yang manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam
keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop
terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar1,2.

1
ANATOMI MIKROSKOPIK KELENJAR TIROID
Sel padA kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di
dalam sitoplasmanya. Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena sel-selnya
tersusun membentuk struktur bulat yang disebut folikel, bukan berupa kelompok
atau deretan seperti biasanya. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu sel folikel,
menyekresi dan menimbun produknya di luar sel, di dalam lumen folikel sebagai
substansi mirip gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas tiroglobulin, yaitu
suatu glikoprotein yang mengandung sejumlah asam amino teriodinasi. Hormon
kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid terikat pada tiroglobulin.
Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktural dan fungsional kelenjar tiroid.
Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid.
Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau dicelah anatar folikel. Adanya
banyak pembuluh darah di sekitar folikel memudahkan pencurahan hormon ke
dalam aliran darah3.

2
METABOLISME HORMON TIROID
Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino,
disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan
kebutuhan esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk sintesis
hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan dan
sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut4 :
1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin
di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks
Golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam
molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah
diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel
folikel ke dalam koloid melalui eksositosis (langkah 1)
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping
mechanism, suatu protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan
energi yang terletak di membran luar sel folikel (langkah 2). Hampir semua
iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar
tiroid untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid,
iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.

3
3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam
molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT) (langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin
menghasilkan diiodotirosin (DIT) (langkah 3b).
4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin
beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT
(masing-masing mengandung dua atom iodiumir) menghasilkan
tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat
iodium (langkah 4a). Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium) dan sati
DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga
iodium) (langkah 4b). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT.

Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik


memerlukan proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum
dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-
hormon ini disimpan di tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum dapat
memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus
diangkut menembus folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan
“penggigitan” sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul tiroglobulin
terpecah menjadi bagian-bagiannya dan “peludahan” T4 dan T3 bebas ke dalam
darah. Apabila terdapat rangsangan yang sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid,
sel-sel folikel memasukan sebagian dari kompleks hormon tiroglobulin dengan
memfagositosis sekeping koloid (langkah 5).
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan
lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid aktif secara
biologid, T4 dan T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT (langkah 6).
Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran
luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 7a). MIT dan DIT tidak
memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang sangat cepat
mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dengan
didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon (langkah 7b) enzim yang sangat

4
spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan DIT, yang tidak
berguna, bukan dari T4 dan T34.
Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau
diaktfkan, melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80%
T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran iodium
di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara
bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak T44.
Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik
dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan
kurang daro 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini
memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon
tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.
Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat hormon tiroid : globulin
pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif mengikat hormon
tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun namanya hanya
menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) ; albumin yang secara non selektif
mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan
thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.

EFEK METABOLIK HORMON TIROID

5
Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses
tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme
berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin seperti di
bawah ini2,4 :
1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan
temperatur sub-optimal) dan kalorigenik
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis dan degradasi insulin meningkat.
4. Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidsm kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia,
kulit kekuningan.
6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering
terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.

EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID


Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak
dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor
beta adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang nongenomik misalnya
meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzim tipe-2 5’-
deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa2,4 :
1. Pertumbuhan Fetus. Sebelum mi 11 tiroid fetus belum bekerja, juga
TSHnya. Dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid

6
bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di plasenta. Meski
amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang cukup menyebabkan
lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol).
2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua
peristiwa diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua jaringan
kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid
menurunkan kadar superoksida dismutase hingga radikal bebas anion
superoksida meningkat.
3. Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan
menghambat miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b).
Transkripsi Ca2+ ATPase di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus
diatolik. c). Mengubah konsentrasi protein G,b reseptor adrenergik,
sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara
klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi.
4. Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard,
otot skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya
reseptor adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin
amat tinggi pada hipertiroidsme dan sebaliknya pada hipotiroidsme.
5. Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme
menyebabkan eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume
darah tetap namun red cell turn over meningkat.
6. Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat.
Kadang ada diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung
melambat. Hal ini dapat menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.
7. Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih
terpengaruh dari pada pembentukannya. Hipertiroidisme dapat
menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat mampu menghasilkan
hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan cross-link
piridium.

7
8. Efefk neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati
disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi serta
relaksasi otot meningkat (hiperfleksia).
9. Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak
hormon serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100
menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada pada
hipertiroidsme dan 150 menit pada hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat
bahwa hipertiroidsme dapat menutupi (masking) atau memudahkan
unmusking kelainan adrenal.

PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID


Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu oleh4 :
1. Autoregulasi
Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada
pemberian yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff.
Efek ini bersifat selflimiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape
ini dapat gagal dan terjadilah hipotiroidisme
2. TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan
terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel.
Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G (khusus Gsa). Dari sinilah terjadi
perangsangan protein kinase oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting
untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan
TPO, serta faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek klinisnya terlihat
sebagai perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormon, folikel dan
vaskularisasinya bertambah oleh pembentukan gondok dan peningkatan
metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme
umpan balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya
TSH. Beberapa obat bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin,

8
glukokortikoid, dopamin, agonis dopamin (misalnya bromokriptin), juga
berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati
dan dirangsang oleh imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid
stimulating antibody, TSI = thyroid stimulat-ing immunoglobulin), yang
secara fungsional tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen.
Rentetan peristiwa selanjutnya juga tidak dapat dibedakan dengan
rangsangan akibat TSH endogen

3. TRH
TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan
dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
Akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya
growth hormone dan ACTH, tetapi TRH menstimulasi keluarnya prolaktin,
kaddang-FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid
mengalami hiperplasi dan hiperfungsi.
Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid
(mekanisme umpan balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan
somatostatin, serta stres dan sakit berat (non thtoidal illness).
Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak
memberi informasi klinis, sebagai contoh, naiknya TSH serum sering
menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang
memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH terhadap
stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik ditingkat TSH
karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi
hipertiroidisme ringan atau subklinis.

HIPERTIROID

9
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi
lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut
juga tirotoksikosis. 1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita
hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini dibandingkan dengan
pria5.
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh6.

ETIOLOGI HIPERTIROID
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah7,8 :
1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir
sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih
banyak dalam tubuh.

2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%
populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi
hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang
hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul
yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik.
Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik
dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.

3. Tiroiditis

10
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis
tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan.
Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor
keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam
darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid
yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan.
Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis “silent”
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit,
seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti
tiroiditis post partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi autoimun.

4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,
sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah
hormon tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi
sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon
tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodiumyang berlebihan
terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk
mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung banyak
yodium.

5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid

11
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon
tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon
tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan
sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah
dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves2
Sistem Gejala dan Sistem Gejala dan
Tanda Tanda
Umum Tak tahan hawa Psikis dan saraf Labil. Iritabel,
panas, tremor, psikosis,
hiperkinesis, nervositas,
capek, BB turun, paralisis periodik
tumbuh cepat, dispneu
toleransi obat,
youth fullness
Gastrointestinal Hiferdefekasi, Jantung hipertensi,
lapar, makan aritmia, palpitasi,
banyak, haus, gagal jantung
muntah, disfagia,
splenomegali
Muskular Rasa lemah Darah dan Limfositosis,
limfatik anemia,
splenomegali,
leher membesar
Genitourinaria Oligomenorea, Skelet Osteoporosis,
amenorea, libido epifisis cepat

12
turun, infertil, menutup dan nyeri
ginekomastia tulang
Kulit Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair
dan onikolisis

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan5 :


Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun,
ulkus korne
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)

PEMERIKSAAN PENUNJANG5
- Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit
(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
- Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari
penyakit Graves dengan komponen nodosa
- EKG
- Foto torak
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema
dibawah ini :

13
DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini
telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang
untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi6.

14
15
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total)
(dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine
needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua
diperlukan6,8.
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon
tiroid sehingga lamban putih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata disamping
klinis digunakan alat eksoftalmeter Herthl. Karena hormon tiroid berpengaruh
terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda,
malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal :

16
a). Berat bedan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan
menurun, mual, muntah dan sakit perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok
jantung sering merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartmia d).
Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs tidak nyata atau tidak ada f)
bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidsm dan
apathetic form)10.

DIAGNOSIS BANDING
- Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik,
adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma oavarii,
mutasi reseptor TSH, obat : kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)6
- Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent,
destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan
hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)6
- Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH,
sindrom reisistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG,
tirotoksigosis gestasional6

PENATALAKSANAAN
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya
tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan
respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.2,6
Obat – obatan
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.
Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan
dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru
beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme
aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid

17
T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium,
menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang
utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU,
tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3
ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan
segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek
penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat
diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai
terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15
tahun setelah pengobatan. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka
pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah
terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil
diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg
setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali
sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena
dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan
kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan
dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap
pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari.
(2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung
pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-
200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi
untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik,

18
dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid
dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum
memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap
sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab
lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping
agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat
Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif..
Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk
mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar
termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat
tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih
modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba
ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves
adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi.
Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai
perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis
dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai
keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang
masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan

19
tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada
hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan
keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid
dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-
3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang
dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.

b. Obat Golongan Penyekat Beta


Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic
state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya
pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini
juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya
terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80
mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan
durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal
atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa
dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping
yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi,
dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan
trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien
asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi
atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena

20
Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin
oksidase.

c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast,
potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan
kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan
penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid,
untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda
dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan
dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun
jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama
lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang
tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%.
Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi
didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons
terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.

Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin


Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan
cara kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991
melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok
penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin.,
dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan
terapi methimazole.

Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :

21
Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan,
selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan
kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi
methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH
dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi
kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa
TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan molekul antigen
tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang pembentukan
antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan
kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan
produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan
mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi
OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT untuk menghindari
hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila digunakan OAT
dosis tinggi.

Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan
struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid
dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2
minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali
sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan
mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai
seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan
oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah
menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita
masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit
Graves.

22
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan
komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.

Terapi Yodium Radioaktif


Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari
50 tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek
ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi
local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain
disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam
perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan
tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun.
Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk
kemudian dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan
pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu
fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan
kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan
yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif
perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan
diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif.
Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat
bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien
hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali
kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang
kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena
massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat

23
diulang. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi
oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis
kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan
tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun
pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.

Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :


- memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya
antigen tiroid dan peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH),
dapat dicegah dengan pemberian kortikosteroid sebelum pemberian I131
- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat
jarang terjadi)
- gastritis radiasi (jarang terjadi)
- eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak
(leakage) pasca pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka
sebelum minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama pada pasien tua
dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung.
Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3
sampai 6 bulan pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid
cukup dipantau setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi
adanya hipotiroidisme.

Pengobatan oftalmopati Graves


Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis
dalam menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada
mata dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk

24
mencegah dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan
menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu,
penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk
mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan
adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti
kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid.
Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti
dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata.
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada
pasien yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau
antibody antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis.
Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab kelainan orbita lainnya.

Pengobatan krisis tiroid


Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme
(menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat
konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan
plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit
dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.

Penyakit Graves Dengan Kehamilan


Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai
keadaan hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin
pada hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan
status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan
dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi
atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita
hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih
sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak
dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping

25
karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada
trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang
belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar
thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan, dan
dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang masih
memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006


2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006

26
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta . 2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.2001
5. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service.
Hyperthyroidsme. 2007; 573-582
6. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta. 2009
7. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
8. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
9. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association
Between Overt Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497
10. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
11. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1.
Media Aesculapius : Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai