Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KERENTANAN MAGNETIK TANAH

PADA ARAH VERTIKAL DENGAN KONDISI GEOLOGI PERMUKAAN


DI DAERAH POTENSI PANASBUMI WAYANG WINDU,
KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Benny SUMARYONO1, M. Nur HERIAWAN2, dan Satria BIJAKSANA3


12
Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Bandung 40132, Indonesia
3
Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung 40132, Indonesia

Abstrak
Uji sifat kerentanan magnetik merupakan suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sifat magnetik dari
material yang diambil di lokasi eksplorasi. Pada daerah panasbumi, fluida hidrotermal mencapai permukaan
melalui struktur geologi (material permeabel) yang terbentuk di daerah tersebut. Mineral-mineral di daerah ini
akan mengalami perubahan untuk mencapai keseimbangan baru akibat berinteraksi dengan fluida hidrotermal.
Peralatan yang digunakan dalam uji kerentanan magnetik ini adalah Bartington MS2 dual sensor, dengan
parameter yang diukur adalah mass-specific susceptibility (X). Hasil pengukuran dihubungkan dengan 4
(empat) horizon tanah yang menunjukkan bahwa semakin ke bawah maka nilai kerentanan magnetik cenderung
semakin rendah, yaitu Horizon O (Xrata-rata = 306,31 x 10-8 m3/kg), Horizon A (Xrata-rata = 194,91 x 10-8 m3/kg),
Horizon E (Xrata-rata = 87,25 x 10-8 m3/kg), dan Horizon B (Xrata-rata = 49,67 x 10-8 m3/kg). Hasil analisis statistik
dan geostatistik menunjukkan korelasi yang baik antara kondisi geologi permukaan dengan hasil estimasi.
Verifikasi komposisi mineral pada sampel tanah dilakukan menggunakan metode X-Ray Difraction (XRD) yang
menunjukkan keberadaan mineral penciri alterasi pada suhu rendah berupa alunit dan natroalunit di daerah
kolam air panas serta mineral penciri alterasi pada suhu lebih tinggi berupa anhidrit di daerah kawah.

Kata kunci: panasbumi, kerentanan magnetik, horizon tanah, geologi permukaan, alterasi

Abstract
Magnetic susceptibility test is a test that is performed to determine the magnetic properties of the material taken
in the exploration site. In the geothermal prospect area, hydrothermal fluid reaches the surface through the
geological structure (permeable medium) forming geothermal manifestation. Minerals in this area will be
amended to achieve a new balance as a result of the interaction with the hydrothermal fluid. The equipment
used in susceptibility test is Bartington dual sensor MS2 with the measured parameter is mass-specific
susceptibility. The result of measurement was correlated to four classifications of soil horizon where the
magnetic susceptibility tended to be lower from the top to bottom direction as follow: Horizon O (X mean = 306,31
x 10-8 m3/kg), Horizon A (Xmean =194,91 x 10-8 m3/kg), Horizon E (Xmean =87,25 x 10-8 m3/kg), and Horizon B
(Xmean =49,67 x 10-8 m3/kg). Statistical and geostatistical analysis showed a good correlation between the
measurement data and the estimation model. Verification on mineral composition of soil samples mineral was
performed using X-Ray Diffraction (XRD) showing that the existence of low temperature alteration represented
by alunite and natroalunite around hot-spring pools, while higher temperature alteration represented by
anhydrite around crater locations.

Keywords: geothermal, magnetic susceptibility, soil horizon, surface geology, alteration

*Penulis untuk korespondensi (corresponding author):


E-mail: benny.sumaryono@students.itb.ac.id
Tel: +62-878-8207-3335

I. PENDAHULUAN sampai tahun 2025. Kebijakan ini mendorong


Panasbumi merupakan salah satu sumber energi pengembangan yang berkelanjutan mengenai
alternatif yang sedang menjadi sorotan saat ini, pemanfaatan energi panasbumi, termasuk kegiatan
terutama di Indonesia. Hal ini terlihat pada Peraturan eksplorasi di dalamnya.
Presiden No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Kegiatan eksplorasi panasbumi terdiri dari beberapa
Nasional, dengan panasbumi ditargetkan mempunyai tahapan yang harus dilalui. Setiap tahap tersebut
5% porsi dalam total energy mixing Indonesia mempunyai tingkat resikonya masing-masing baik

1
secara teknis maupun ekonomis. Pemilihan metode
eksplorasi yang tepat dapat menjadi solusi terbaik
dalam menghadapi kedua resiko tadi. Salah satu
metode yang umum digunakan adalah metode
pengujian kerentanan magnetik material.
Uji kerentanan magnetik merupakan suatu uji yang
dilakukan untuk mengetahui sifat magnetik dari
material yang diambil di lokasi eksplorasi. Pada
daerah panasbumi, fluida hidrotermal mencapai
permukaan melalui struktur geologi (material
permeabel) yang terbentuk di daerah tersebut.
Mineral-mineral di daerah ini akan mengalami
perubahan untuk mencapai keseimbangan baru
akibat berinteraksi dengan fluida hidrotermal.
Informasi mengenai perubahan mineral-mineral
tersebut dapat diperoleh dari uji kerentanan
magnetik didukung oleh analisis jenis mineral yang
terbentuk dan juga data struktur geologi yang
terdapat di daerah penelitian. Media tanah
merupakan media yang representatif yang digunakan
umtuk uji tersebut. Uji kerentanan magnetik dipilih
karena uji ini relatif mudah, murah, serta ramah
lingkungan untuk dilakukan dalam tahap awal
eksplorasi panasbumi.

II. TINJAUAN DAERAH PENELITIAN


Lapangan panasbumi Wayang Windu terletak di Gambar 1 Peta fisiografi daerah Bandung Selatan
gunung Wayang dan Gunung Windu, dua kubah lava
kecil tanpa sejarah letusan (Hochstein & Sudarman, 2.2 Stratigrafi
2008). Lokasi berada di Pangalengan, sekitar 40 km Daerah penelitian yang termasuk ke dalam area
ke arah selatan dari Kota Bandung. Ketinggian panasbumi Wayang-Windu secara fisiografis berada
Wayang Windu terletak anatara 1500 – 2100 m di pada kelompok Garut (Garut Section) yang terdiri
atas permukaan laut. (Purnanto & Purwakusumah, dari endapan volkanik berumur Kuarter. Secara
2015). Lihat Gambar 5. regional, tatanan stratigrafi daerah penelitian
mengacu pada peta geologi lembar Garut,
2.1 Fisiografi Pameungpeuk, dan Jawa oleh Alzwar, dkk., tahun
Secara umum dari utara ke selatan, bentang alam 1992 (Gambar 5). Perincian urut-urutan stratigrafi
daerah Bandung Selatan berupa dataran tinggi dari tua ke muda dan variasi litologinya (Gambar 6).
Bandung, perbukitan, dan pegunungan (Gambar
2.1). Kawasan pegunungan mempunyai sebaran 2.3 Struktur Geologi
paling luas sehingga mendominasi daerah penelitian. Menurut Achnan (1998) dan Achnan drr. (2004),
Puncak-puncak gunung api di daerah ini antara lain pola kelurusan sesar umumnya berarah barat laut –
Gunung Malabar (2321 m), Tilu (2042 m), tenggara, timur laut – barat daya dan sedikit yang
Tanjaknangsi (1514 m), Bubut (1333 m, tinggian di berarah utara – selatan. Sesar-sesar berarah timur
sebelah utara Gunung Tanjaknangsi), Wayang (2182 laut – barat daya mengikuti pola sesar arah Meratus,
m), dan Windu (2054 m). Jauh di tepi barat sesar berarah barat laut – tenggara mengikuti pola
terdapat puncak Gunung Kuda (2002 m), sedangkan sesar arah Sumatera, sementara yang berarah utara –
di sebelah timur Gunungapi Malabar terdapat selatan dikontrol oleh sesar pada batuan dasar yang
deretan puncak Gunung Kendang (2817 m), dan tersusun oleh pluton granit dan batuan malihan
Dogdog (1868 m). Daerah pegunungan ini tersusun (Martodjojo,2003).
oleh batuan gunung api muda (Kuarter, Alzwar drr., Analisis citra landsat menunjukkan bahwa kelurusan
1992). pada umumnya berarah tenggara – barat laut dan
Di kawasan Gunung Wayang dan Gunung Windu timur tenggara – barat barat laut. Kelurusan yang
terdapat banyak mata air panas. Mata air panas diyakini sebagai sesar memotong Kaldera Malabar
tersebut bersama-sama dengan Situ Cileunca mengakibatkan bentuk perbukitan terpotong-potong
merupakan lokasi pariwisata di dataran tinggi dan membentuk gawir di sekitar Pasir Panjang
Pangalengan, Bandung Selatan. Energi geotermal di (lokasi 7o 14’ 25,9” LS – 107o 38’ 51,7” BT dan 7o
daerah Gunung Wayang-Windu dimanfaatkan 14’ 48,4” LS – 107o 37’ 51,0” BT). Kelurusan yang
sebagai pusat pembangkit listrik tenaga panas bumi. memotong lereng barat laut Gunung Tanjaknangsi
(Gambar 1). menunjukkan adanya kekar sejajar dan intensif pada

2
lokasi 06/SB/13. Sesar yang cukup jelas ditemukan Nilai k adalah parameter dasar yang digunakan
buktinya di lapangan adalah Sesar Tarikolot (lokasi dalam metode magnet. Nilai kerentanan magnetik
7o 01’ 56,4” LS – 107o 36’ 28,3” BT), di mana blok batuan semakin besar jika dalam batuan tersebut
selatan relatif turun terhadap blok utara. Sesar dijumpai banyak mineral yang bersifat magnet.
Tarikolot ini memotong batuan gunung api purba Litologi (karakteristik) dan kandungan mineral
Baleendah. batuan adalah faktor yang mempengaruhi harga
kerentanan magnetik suatu bahan (Telford et al,
III. TINJAUAN PUSTAKA 1990).
3.1 Kerentanan Magnetik
Kerentanan magnetik adalah kemampuan suatu Mass-specific susceptibility (X) merupakan salah
bahan magnet untuk dimagnetisasi yang ditentukan satu metode untuk menghasilkan hasil pengukuran
oleh nilai kerentanan magnetik yang ditunjukkan yang lebih akurat. Dalam perhitungannya, nilai k
oleh persamaan: akan dibagi dengan ρ (massa jenis) dari material
M ⃗=k H ⃗ (3-1) yang diukur tersebut
dengan M ⃗ adalah intensitas magnet dalam A/m, k X = k/ρ (m3/kg) (3-2)
adalah nilai kerentanan magnetik suatu bahan dan
tidak memiliki dimensi, serta H ⃗ adalah kuat medan
magnet dalam A/m.

Gambar 2. Sistem Panasbumi


Menurut Subroto Modjo dalam
Azwar, M., dkk., 1988

3.2 Sistem Panas Bumi samping, durasi aktifitas hidrotermal dan


Sistem panasbumi merupakan energi yang tersimpan permeabilitas. Namun faktor kimia dan temperatur
dalam bentuk air panas atau uap panas pada kondisi fluida merupakan faktor yang paling berpengaruh
geologi tertentu pada kedalaman beberapa kilometer (Browne, 1994 dalam Corbett dan Leach, 1995).
di dalam kerak bumi. Sistem panasbumi meliputi
panas dan fluida yang memindahkan panas Proses hidrotermal pada kondisi tertentu akan
mengarah ke permukaan (lihat Gambar 2). Adanya menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang
konsentrasi energi panas pada sistem panasbumi dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral
umumnya dicirikan oleh adanya anomali panas yang assemblage (Guilbert dan Park, 1986. Secara umum
dapat terekam di permukaan, yang ditandai dengan kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu
gradien temperatur yang tinggi (Broto, S., 2011). ubahan batuan akan mencerminkan tipe alterasi
tertentu (lihat Gambar 3).

3.3 Alterasi Mineral 3.4 Horizon Tanah


Alterasi hidrotermal merupakan proses yang Horizon tanah adalah lapisan tanah atau bahan tanah
kompleks, karena meliputi perubahan secara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah
mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari dan berbeda dengan lapisan di sebelah atas ataupun
interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang bawahnya yang secara genetik ada kaitannya.
dilaluinya pada kondisi fisika – kimia tertentu Horizon tanah terbentuk akibat proses
(Pirajno, 1992). Beberapa faktor yang berpengaruh perubahan-perubahan yang terjadi pada lapisan
pada proses alterasi hidrotermal adalah temperatur, bahan induk akibat perpindahan material halus dan
kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi batuan

3
unsur basa di lapisan permukaan ke lapisan bahan induk tanah (lihat Gambar 4). Lapisan tanah atas
permukaan. Semakin panjang kurun waktu (top soil) terdiri dari: (1) horizon O, dan (2) horizon
berlangsungnya proses pelapukan maka semakin A. Lapisan tanah bawah (sub soil) terdiri dari: (1)
tebal bahan induk yang terbentuk. Semakin panjang horizon E, dan (2) horizon B. Solum tanah meliputi:
kurun waktu pembentukan tanah maka semaki (1) lapisan tanah atas, dan (2) lapisan tanah bawah.
lengkap horizon tanah yang terbentuk.
Sebuah horizon tanah merupakan penampang
melintang dari permukaan tanah hingga ke bahan

Gambar 4. Pembagian Horizon Tanah (Sartohardi,


2012)
Gambar 3. Bagan mineral hidrotermal
beserta perkiraan temperatur stabilnya
masing-masnig (Omenda, P.A., 1996)

IV. DATA DAN PENGOLAHAN (lihat Gambar 7). Dihasilkan deskripsi satuan batuan
4.1 Data Titik Survey Lapangan seperti pada Tabel 2.
Tahapan awal dari penelitian ini adalah melakukan Tabel 2 Deskripsi Satuan Batuan Daerah Penelitian
penentuan titik survey di lapangan panasbumi.
Penentuan titik ini dilakukan bersama dengan dosen
pembimbing dan juga asisten lapangan dengan
mempertimbangkan lokasi manifestasi dan juga
struktur geologi. Sampel tanah diambil dari sembilan
titik dengan singkapan yang muncul di sekitar titik
target survey. Sampel diambil pada singkapan tanah
setiap pertambahan kedalaman 50 cm. Berikut
adalah koordinat dari masing-masing titik tersebut
(lihat Tabel 1).
Tabel 1 Data Titik Survey 4.3 Pengelompokkan Hrizon Tanah
Dalam melakukan pengelompokkan horizon tanah,
Koordinat (Zona 48 Kedalaman conto di deskripsi kemudian ditentukan horizonnya
Jumlah
No. Titik UTM) Maksimal Sampel
Conto berdasarkan sifat fisiknya. Sifat fisk yang
Easting Northing Tanah (m)
1 K-07 791090 9207295 2.00 4
diperhatikan diantaranya warna, ukuran butir, dan
2 K-08 788531 9204708 1.50 3 juga jenis material penyususnnya. Pada kegiatan
3 K-09 789522 9206100 1.50 3 pengelompokkan ini diperoleh empat jenis horizon
4 K-11 789758 9204140 1.50 3 (lihat Tabel 3).
5 K-13 791122 9204803 2.00 4 Tabel 3. Pengelompokkan Horizon
6 K-17 792823 9203524 2.00 4
7 K-18 791283 9202623 2.00 4 Jenis Sumber Tanah
8 K-22 791750 9200680 2.00 4 Horizon K-07 K-08 K-09 K-11 K-13 K-17 K-18 K-22 K-25
9 K-25 789606 9199938 2.00 4 Horizon O v v v v v v v v v
Horizon A v v v v v v v v v
4.2 Deskripsi Titik Survey Horizon E v v v x v v v v v
Dari kesembilan titik survey kemudian dilakukan Horizon B v v x x v x v v v
pengeplotan koordinat pada peta geologi. Keterangan : v = ada; x = tidak ada
Pengeplotan menggunakan software Google Earth

4
4.4 Hasil Pengujian Kerentanan Magnetik Waringin-Bedil-Malabar Tua (Qwb), Malabar-Tilu
Sampel tanah yang diabil di lapangan dibawa ke (Qmt), dan beberapa produk sekunder tak teruraikan
laboratorium untuk proses pengujian. Uji kerentanan berasal dari sumber erupsi gunung tua (Qopu).
magnetik yang dilakukan menerapkan metode Satuan Batuan Gunungapi Muda merupakan
mass-specific magnetic susceptibility (X). Setiap satuan batuan gunungapi berumur Kuarter yang
sampel dimasukkan pada holder plastik berbentuk bersumber dari gunungapi muda, yaitu: G.Wayang
silinder untuk kemudian diukur nilai kerentanan (Qyw), G.Windu (Qyw).
magnetiknya menggunakan alat Bartington tipe MS2
dengan sensor frekuensi ganda MS2B (Bartington Selain itu, nampak juga pengaruh keberadaan sesar
Instrument Ltd., Oxford, United Kingdom). yang diamati di lapangan. Secara morfologi,
Pengukuran dilakukan pada dua frekuensi yaitu pengaruh sesar ini muncul sebagai
frekuensi rendah (XLF 0.47 kHz) dan frekuensi tinggi kelurusan-kelurusan di sekitar daerah pengamatan
(XHF 4.7 kHz). Tiap sampel diukur sebanyak lima seperti lembah-lembah ataupun bukit. Keberadaan
kali untuk memperoleh nilai kerentanan magnetik sesar semakin terlihat dari adanya kawah yang
rata-rata (dalam 10-8 m3/kg) dari pengukuran serta terbentuk di daerah-daerah tertentu (K-07, K-18, dan
menghindari drift yang terjadi pada alat. Dari K-25). Pembentukan kawah sendiri menandakan
pengukuran kerentanan magnetik sampel (pada dua bahwa pada daerah tersebut mempunyai intensitas
frekuensi berbeda) dihitung rasio frekuensi dependen rekahan yang tinggi.
(XFD) dengan menggunakan rumus:
5.2 Kerentanan Magnetik Vertikal
XFD (%) = ((XLF- XHF)/XLF) x 100% (4-1) Dari kesembilan titik pengamatan dimana
ditemukannya singkapan, nilai kerentanan magnetik
Data hasil pengukuran nilai kerentanan magnetik yang diukur kemudian diplot secara vertikal.
disajikan pada Lampiran 1. Sebagian besar singkapan vertikal di titik
pengamatan menunjukkan bahwa nilai kerentanan
4.5 Hasil XRD magnetik di tanah mengalami penurunan seiring
Hasil dari pengujian sampel-sampel ini diperoleh dengan bertambahnya kedalaman. Perubahan nilai
data sebagai berikut kerentanan magnetik ini dapat terlihat bertahap
seiring dengan perubahan horizon tanah (lihat
Tabel 4 Mineral Hasil Uji XRD Lampiran 2 ).
Dari pengamatan tersebut, secara umum dapat
Lokasi Mineral ditarik analisis sebagai berikut.
K-07 Quartz, Magnetite, Natroalunite, Hematit, Alunite, Titanomagnetite a. Pada Horizon O, terdapat banyak material
K-08 Quartz, Titanomagnetite, Natroalunite, Magnetite, Alunite, Hematit
K-09 Quartz, Illite, Nontornite, Sulphur, Titanomagnetite
organik dari aktifitas tumbuhan (ditemukannya
K-11 Alunite, Quartz, Magnetite banyak akar tanaman dan tanahnya yang
K-13 Quartz, Hematite, Anhydrite, Magnetite mengandung banyak humus). Hal ini
K-17 Quartz, Alunite Titanomagnetite, Magnetite, Hematite menyebabkan lapisan tanah paling atas
K-18 Quartz, Alunite, Anhydrite, Magnetite
K-22 Natroalunite, Magnetite, Quartz, Titanomagnetite, Alunite
mempunyai nilai kerentanan magnetik yang
rendah.
b. Pada horizon A, material organik sudah cukup
V. DISKUSI banyak berkurang komposisinya. Di sisi lain
5.1 Analisis Kondisi Geologi terjadi pengkayaan unsur-unsur logam (seperti
Dari pengeplotan titik di peta geologi diketahui besi (Fe)) yang kemudian mengalami oksidasi
bahwa lokasi penelitian berada di daerah dengan (dekat permukaan) sehinga menghasilkan nilai
kondisi geologi permukaan yang seluruhnya kerentanan magnetik yang tinggi.
merupakan daerah pengendapan hasil aktifitas c. Horizon di bawah Horizon A mempunyai nilai
gunungapi. Tanah yang diambil sebagai conto dalam kerentanan magnetik yang rendah, hal ini dapat
penelitian ini secara umum akan mempunyai sifat dikarenakan oleh tak berlagsungnya proses
yang mirip dengan produk-produk gunung api oksidasi di kedalaman ini. Selain itu juga dapat
tersebut. dikarenakan dengan bertambahnya kandungan
material dengan ukuran butir yang kecil akibat
Di sisi lain, berdasarkan Alzwar (1992), secara proses alterasi.
umum lokasi juga dapat dikelmpokkan kepada dua
satuan batuan yaitu Satuan Batuan Gunungapi 5.3 Estimasi Hubungan Lateral Kerentanan
Kuarter Tua dan Satuan Batuan Gunungapi Kuarter Magnetik Tiap Horizon
Muda. Estimasi dilakukan untuk melihat hubungan antara
suatu titik pengamatan dengan titik pengamatan
Satuan Batuan Gunungapi Tua terdiri dari produk yang lain terkait sifat kerentanan magnetik dari
gunungapi berumur Kuarter yang berasal dari horizon-horizon yang terdapat di masing-masing
beberapa sumber erupsi, yaitu: G. titik. Dalam melakukan estimasi ini digunakan

5
Software Surfer 10 dengan menggunakan metode 5.4 Analisis Statistik Data Sebelum dan Sesudah
Inverse Distance Square (IDS). Estimasi
Rata-rata estimasi menghasilkan nilai yang saling
a. Estimasi Kerentanan Magnetik Horizon O mendekati terhadap data lapangan. Trend dari nilai
Dari pengamatan Horizon O, nilai kerentanan rata-rata kerentanan magnetik antar horizon juga
magnetik mempunyai nilai kerentanan magnetik sesuai dengan hasil plot yaitu menunjukkan
rata-rata (Xrata-rata) = 306,31 x 10-8 m3/kg, dengan kecenderungan makin berkurang seiring
nilai maksimum 623,45 x 10-8 m3/kg dan minimum bertambahnya kedalaman (semakin ke horizn bawah
4,70 x 10-8 m3/kg. Dilihat dari penyebarannya secara rata-rata semakin menurun). Perbedaan terlihat pada
spasial, nilai kerentanan magnetik maksimum nilai maksimum dan minimum yang dihasilkan.
berkaitan erat dengan lokasi yang berada di puncak Nilai minimum hasil estimasi lebih besar dari nilai
perbukitan, dengan proses oksidasi yang lebih minimum data lapangan, serta nilai maksimum hasil
intensif dibandingkan dengan daerah lembahnya. Di estimasi relatif lebih kecil dari data lapangan. Hal ini
sisi lain, nilai minimum tersebar di area lembahan kemungkinan terjadi karena proses smoothing pada
dan juga manifestasi berupa kawah maupun mata air algoritma software. Ini dibuktikan dengan nilai
panas. Lihat Gambar 8 (a) untuk penyebaran nilai standard deviasi hasil estimasi lebih kecil dari data
kerentanan magnetik secara lateral. lapangan (Lihat Lampiran 3).
b. Estimasi Kerentanan Magnetik Horizon A
Dari pengamatan Horizon A, nilai kerentanan 5.5 Analisis Kondisi Geologi dan Kerentanan
magnetik mempunyai nilai kerentanan magnetik Magnetik
rata-rata (Xrata-rata) = 194,91 x 10-8 m3/kg, dengan
nilai maksimum 505,62 x 10-8 m3/kg dan minimum Dari pengukuran kerentanan magnetik di daerah
2,09 x 10-8 m3/kg. Nilai-nilai maksimum penelitian kemudian akan dihubungkan dengan
menunjukkan pola di bagian timur dan selatan kondisi geologi daerah tersebut terutama
daerah penelitian yaitu di sekitar titik K08, K11, dan mineralisasinya (dari uji XRD). Dari hasil XRD
K17. Ketiga titik ini merupakan daerah perkebunan ditemukan bahwa beberapa mineral yang muncul di
(K08 dan K17) serta hutan pinus (K11) dengan daerah penelitian umumnya merupakan
kondisi umum geologi yang sama, yaitu berada pada mineral-mineral yang biasa dijumpai pada tanah
daerah endapan lahar (laharic deposit, berdasarakan hasli pelapukan batuan dasar (Misalnya Quartz,
plot peta geologi). Nilai kerentanan magnetik Titanomagnetite, Illite).
minimum mulai menunjukkan kecenderunan untuk Di sisi lain, ditemukan pula beberapa mineral
menyebar kea rah Utara-Selatan dengan intensitas penanda alterasi dangkal seperti Aluinite dan juga
terendah berada di daerah terdapatnya kawah (lihat Natroalunite (di titik K08 dan K22). Keduanya
Gambar 8 (b)). merupakan daerah dengan manifestasi berupa mata
c. Estimasi Kerentanan Magnetik Horizon E air panas.
Dari pengamatan Horizon E, nilai kerentanan Selain itu, mineral seperti Anhydrite juga muncul di
magnetik rata-rata (Xrata-rata) = 87,25 x 10-8 m3/kg titik K18 yang mengindikasikan bahwa adanya
mempunyai nilai maksimum 314,12 x 10-8 m3/kg alterasi tinggi, terutama di daerah kawah.
dan minimum 3,33 x 10-8 m3/kg. Nilai kerentanan Keterdapatan mineral Magnetite dan/atau Hematite
magnetik membuat suatu daerah pengaruh yang di titik K08, K11, dan K17 merupkan faktor yang
berarah Utara-Selatan. Mirip dengan horizon A, berpengaruh pada tingginya nilai kerentanan
kecenderungan yang terlihat di Horizon E Hal ini magnetik di daerah tersebut relatif dari daerah lain.
menunjukkan adanya pengaruh arah umum sesar Hal ini dapat disebabkan dari susunan batuan yang
sesar pada batuan dasar yang tersusun oleh pluton sama-samaberasal dari endapan lahar.
granit dan batuan malihan (Broto & Hartono, 2006).
Selain itu, kesemua titik dengan kerentanan VI. PENUTUP
magnetik rendah merupakan daerah dengan kondisi 6.1 Kesimpulan
geologi berada dalam satuan batuan dengan Dari hasil pengolahan data dan pembahasan dalam
mayoritas berupa lava andesitik (Saepuloh, 2016). penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
Lihat Gambar 8 (c). 1. Analisis deskriptif (sifat fisik) dan statistik (nilai
d. Estimasi Kerentanan Magnetik Horizon B kerentanan magnetik) lapisan tanah
Dari pengamatan Horizon B, nilai kerentanan menghasilkan penggolongan 4 horizon yaitu
magnetik rata-rata (Xrata-rata) = 49,67 x 10-8 m3/kg yaitu Horizon O, A, E, dan B dengan rata-rata
mempunyai nilai maksimum 202,54 x 10-8 m3/kg nilai kerentanan magnetik berturut-turut adalah
dan minimum 2,92 x 10-8 m3/kg. Secara umum, 306,31 x 10-8 m3/kg; 194,91 x 10-8 m3/kg; 87,25
horizon B ini mempunyai nilai kerentanan magnetik x 10-8 m3/kg; dan 49,67 x 10-8 m3/kg.
yang paling rendah dibandingkan dengan horizon 2. Perpotongan sesar di daerah penelitian sangat
yang lain. Nilai kerentanan magnetik rendah masih berpengaruh dengan keterdapatan manifestasi
menunjukkan trend N 30-40o E, dengan kemunculan panasbumi berupa kawah dan mata air panas.
utama di daerah kawah (lihat Gambar 8 (d)). Daerah-daerah ini memiliki nilai kerentanan

6
magnetik yang relatif rendah dibandingkan Research, and Development Center, Indonesia.
daerah non-manifestasi. 4. Bogie, I., Kusumah, Y.I., Wisnandary, M.C.
3. Terbentuknya manifestasi di daerah penelitian (2008). Overview of Wayang Windu
diikuti dengan proses alterasi mineral dimana Geothermal Field, West Java, Indonesia.
alunit dan natroalunit ditemukan sebagai penciri Geothermics, vol. 37, pp. 347-365.
alterasi pada temperatur rendah dan 5. Bronto, S., Hartono, U. (2006). Potensi Sumber
teridentifikasi di daerah manifestasi berupa Daya Geologi di Daerah Cekungan Bandung
kolam air panas, sedangkan anhidrit sebagai dan sekitarnya. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1
penciri alterasi pada temperatur yang lebih No. 1 Maret 2006: 9-18.
tinggi dan teridentifikasi di daerah manifestasi 6. Bronto, S., Koswara, A., Lumbanbatu, K.
berupa kawah. (2006). Stratigrafi Gunung Api Daerah Bandung
4. Secara vertikal sifat kerentanan magnetik tanah Selatan, Jawa Barat. Jurnal Geologi Indonesia,
memiliki kecenderungan semakin kecil seiring Vl. 1 No.2, Juni 2006: 89-101.
dengan bertambahnya kedalaman. Nilai 7. Dearing, J., (1999). Magnetic susceotibility. In
kerentanan magnetik yang semakin kecil Wanden, J., Oldfield, F., Smith, J.P.
disebabkan karena semakin tinggi intensitas Environtmental magnetism : a practicle guide.
alterasi mineral yang terjadi atau relatif semakin Quaternary Research Association, London, UK.
dekat ke sumber panas. 8. Guilbert, G.M & Park, C.F., (1986). The
5. Sebaran nilai kerentanan magnetik yang bernilai Geology of Ore Deposits. W.H. Freeman and
rendah terutama pada Horizon E dan B Company, New York.
menunjukkan pola menerus berarah 9. Hochstein, M.P., Sudarman, S. (2008). History
utara-selatan. Arah ini relatif sesuai dengan arah of Geothermal Exploration in Indonesia from
kelurusan-kelurusan di daerah penelitian yang 1970 to 2000. Geothermics, 37: 220-266.
banyak dikontrol oleh sesar pada batuan dasar 10. Kasbani. (2008). Tipe Sistem Panas Bumi di
yang tersusun oleh pluton granit dan batuan Indonesia dan Estimasi Potensi Energinya.
malihan. Kelompok Program Penelitian Panas Bumi,
PMG – Badan Geologi.
11. Martodjojo, S. dan Djuhaeni. (1996). Sandi
6.2 Saran Stratigrafi Indonesia, Komisi Sandi Stratigrafi
Saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian Indonesia. IAGI, Jakarta, 36h.
selanjutnya, sebagai berikut: 12. Omenda, P. A. (1992). The Geology of Olkaria
1. Menambahkan titik survei di luar daerah geothermal field. Geothermics 15, 741-748.
manifestasi dan perpotongan sesar untuk 13. Purnanto, M.H., Purwakusumah, A., (2015).
mengetahui sifat kerentanan magnetik tanah Fifteen Years (Mid-Life) of Wayang Windu.
secara umum di daerah penelitian. Proceedings World Geothermal Congress 2015,
2. Melakukan uji X-Ray Floresence (XRF) untuk Melbourne, Australia, 19-25 April 2015.
memverifikasi kelimpahan mineral melalui 14. Saptaji, N.M. (2001). Diktat Teknik Panas
komposisi unsurnya. Bumi. Bandung. ITB
15. Saptaji, N.M. (2009). Karakteristik Reservoir
UCAPAN TERIMA KASIH Panas Bumi. Training Advanced Geothermal
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh staf Reservoir Engineering.
akademik di Program Studi Teknik Pertambangan 16. Sartohadi, Junun, Indah Sari Dewi, Nur,
FTTM-ITB, terutama kepada Ketua Program Studi, Jamulya. (2012). Pengantar Geografi Tanah.
Dosen Wali, dan Dosen Pembimbing. Pustaka Pelajar.
17. Silitonga, 1973. Peta Geologi Lembar Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
1. Abrenica, A.B. dkk. (2010). Characteristics of Geologi.
Hydrothermal Alteration in Part of the Northen 18. Thompson, R., Oldfield, F. (1986).
Vapor-Dominated Reservoir of the Wayang Environmental Magnetism. Allen and Unwin,
Windu Geothermal Field, West Java. London, UK, 227p.
Proceedings World Geothermal Congress 2010.
2. Agustine, E., Saifuddin, L.O., Tamuntuan, G.,
Fitriani, D., Bijaksana, S. (2015). The
effectibeness of magnetic methods in
delineating soil horizon: A case study of
volcanic soil from Lembang, West Java. AIP
Conferences Proceedings 1656.
3. Alzwar, M., Akbar, N., Bachri, S. (2004).
Geological Map of Garut Pameungperuk
Quadrangle, Jawa. 2nd edition. Geological,

7
Gambar 5 Daerah penelitian (Abrenica, 2010 (atas); Alzwar dkk., 1992 (bawah))

8
Gambar 6 Korelasi satuan pada peta geologi lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa
(Alzwar dkk., 1992)

9
K-07

K-09

K-08 K-13
K-11
K-17

K-18

K-22

K-25

Legenda

titik survei

Gambar 7 Plot titik survei pada peta geologi (dimodifikasi dari Saepuloh, 2016)

10
(a) (b)

(c) (d)

Gambar 8 Estimasi ke arah horizontal kerentanan magnetik (dalam 10-8 m3/kg) pada Horizon
O (a), Horizon A (b), Horizon E (c), dan Horizon B (d)

11
Lampiran 1 Hasil pengukuran kerentanan magnetik

Titik Kedalaman AVERAGE AVERAGE Titik Kedalaman AVERAGE AVERAGE


FD (%) FD (%)
Survey (cm) XLF XHF Survey (cm) XLF XHF
30 82.050 78.825 7.608 30 774.975 765.800 2.155
50 133.700 129.100 2.330 50 497.850 481.600 3.430
K-07 100 6.500 6.350 1.165 K-17 100 373.200 365.550 2.110
150 4.000 3.950 1.085 150 313.600 305.800 2.300
200 1.800 1.550 19.455 200 314.800 306.350 2.065
30 347.850 335.100 3.903 30 4.700 3.925 28.848
50 424.200 407.400 4.045 50 32.900 32.050 1.280
K-08
100 203.950 196.700 2.340 K-18 100 1.150 1.050 -6.610
150 202.550 197.000 2.210 150 7.750 7.600 0.925
30 445.600 425.825 4.435 200 16.450 16.000 2.965
50 486.600 458.700 5.730 30 137.250 133.650 2.535
K-09
100 46.300 44.600 3.670 50 273.400 265.050 2.450
150 13.500 13.200 2.220 K-22 100 318.000 316.100 0.720
30 535.650 520.650 2.803 150 122.950 121.100 1.475
50 539.800 516.900 4.240 200 80.600 78.800 2.435
K-11
100 522.100 493.800 5.420 30 81.650 81.125 0.040
150 506.800 482.600 4.780 50 2.300 2.150 7.145
30 623.450 609.150 3.668 K-25 100 2.100 2.000 5.830
50 59.100 57.200 3.210 150 2.750 2.700 1.190
K-13 100 10.500 10.000 4.760 200 3.850 3.750 3.125
150 11.300 11.000 2.650
200 10.600 10.200 3.770

12
Lampiran 2 Plot kerentanan magnetik pada K-07 (a), K-08 (b), K-09 (c), K-11 (d), K-13(e),
K-17 (f), K-18 (g), K-22 (h), K-25 (i)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

13
(g) (h)

(i)

14
Lampiran 3. Analisis Statistik Data Sebelum dan Sesudah Estimasi

Lampiran 3.1 Statistik Data Sebelum Estimasi (Data Lapangan)

Kelompok N Mean Median Std.Deviation Min. Max.


Horizon O 14 422.75 466.10 238.05 4.70 774.98
Horizon A 16 193.30 99.70 200.78 -0.70 506.80
Horizon E 23 114.16 13.50 165.86 -0.70 516.40
Horizon B 12 52.05 8.30 106.33 0.70 373.40

Lampiran 3.2 Statistik Data Hasil Estimasi

Kelompok N Mean Median Std.Deviation Min. Max.

Horizon O 5900 306.31 313.36 194.99 4.70 623.45


Horizon A 5900 194.91 173.56 92.77 2.09 505.62
Horizon E 5900 87.25 72.21 59.77 3.33 314.12
Horizon B 5900 49.67 36.54 38.57 2.92 202.54

15

Anda mungkin juga menyukai