Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Varises esofagus adalah terjadinya distensi vena submukosa yang


diproyeksikan ke dalam lumen esofagus pada pasien dengan hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg
yang menetap, sedangkan tekanan dalam keadaan normal sekitar 5 –10 mmHg.
Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh sirosis hati. Sekitar 50% pasien
dengan sirosis hati akan terbentuk varises esofagus, dan sepertiga pasien dengan
varises akan terjadi perdarahan yang serius dari varisesnya dalam hidupnya.1-3

Perdarahan varises esofagus mempunyai rata-rata morbiditas dan mortalitas


yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas lainnya
seperti misalnya ulkus peptikus. Bila tidak di terapi, mortalitas varises esofagus
adalah 30–50%, namun bila dilakukan terapi maka mortalitasnya menurun hingga
20%. Angka kematian tertinggi terjadi pada beberapa hari pertama hingga beberapa
minggu perdarahan awal, karena itu intervensi dini sangat penting untuk
mempertahankan kelangsungan hidup. Intervensi dini ini diperlukan karena
perdarahan pada traktus gastrointestinal atas potensial mengancam jiwa, sehingga
harus ditangani dengan cepat dan tepat serta mendapatkan penanganan medis yang
agresif untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.3

Pemeriksaan endoskopi diperlukan pada kasus perdarahan varises esofagus


untuk menegakkan diagnosis, menilai varises dan merencanakan penatalaksanaan
yang tepat berdasarkan penyakit dasarnya.4-6

Penatalaksanaan perdarahan pada varises esofagus dengan terapi farmakologi,


endoskopi antara lain adalah skleroterapi dan ligasi, tamponade balon, transjugular
intrahepatic portosistemic shunt (TIPS), dan operasi.2,7,8

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami anatomi, patofisiologi, diagnosis
dan penatalaksanaan varises esofagus apabila terjadi perdarahan.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas pengertian,
etiologi,manifestasi klinis, dioagnosa, penatalaksanaan dan komplikasi dari Varises
Esofagus.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan pengertian, etiologi,manifestasi klinis, dioagnosa,
penatalaksanaan dan komplikasi dari Varises Esofagus kepada teman-teman.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI
 Dinding Esofagus
Esofagus merupakan suatu organ berbentuk silindris berongga dengan
panjang sekitar 18-26 cm. Esofagus menghubungkan antara faring dan
lambung. Batas proksimal esofagus adalah sfingter esofagus atas, yang berjalan
ke distal sampai mediastinum posterior seperti cekungan tabung otot hingga
sfingter esofagus bawah. Esofagus merupakan bagian fungsional yang secara
anatomis berhubungan dengan pertemuan antara muskulus konstriktor faring
dengan krikofaring. Esofagus merupakan pusat kontraksi tonik, berdinding
tebal, terdapat otot polos sirkuler yang panjangnya 2-4 cm, sampai hiatus
diafragma.8
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapis yaitu: mukosa, submukosa,
muskularis propria dan adventisia. Esofagus tidak terdapat lapisan serosa
sehingga merupakan saluran cerna yang unik. Mukosa normal terdiri dari epitel
berlapis pipih, antara muskularis propria dan mukosa terdapat aliran limfatik
yang berasal dari muskularis propria. Muskularis propria terdiri dari otot
bergaris dan otot polos yaitu pada bagian proksimal otot bergaris, bagian tengah
otot bergaris dan polos dan pada bagian distal otot polos. Otot lapisan dalam
tersusun sirkuler dan lapisan luar longitudinal (Gambar 1).7,8

Gambar 1. Histologi lapisan dinding esofagus8


 Vaskularisasi
Vaskularisasi esofagus mengikuti pola segmental. Pada esofagus bagian
atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia, bagian
tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkialis,

3
sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan
frenika inferior. Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena
esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, yang
selanjutnya ke vena kava superior, dan di bawah diafragma vena esofagus
mengalir ke vena gastrika sinistra, yang selanjutnya ke vena porta.10
Pembuluh darah sistem gastrointestinal merupakan bagian dari sistem
yang disebut sirkulasi splanknik. Sirkulasi ini meliputi aliran darah dari usus,
limpa, pankreas dan hati. Model dari sistem ini adalah sedemikian rupa
sehingga semua darah yang melewati usus, limpa, dan pankreas akan menuju
ke hati melalui vena porta. Aliran darah pada vena porta, yang berasal dari aliran
darah vena mesenterika superior (vena mesenterika inferior mengalir ke vena
splenika) dan vena splenika, membawa sekitar 1500 ml darah per menit. Suplai
darah ke hati ini adalah sekitar 80%.3,10-12
Di dalam hati, darah akan mengalir melewati berjuta-juta sinusoid hati
(saluran vaskuler intrahepatik) yang sangat kecil dan akhirnya meninggalkan
hati melalui vena hepatika yang masuk ke dalam vena kava dari sirkulasi
sistemik (Gambar 2).12

Gambar 2. Sirkulasi Splanknik12

4
2.2 DEFINISI VARIESES ESOFAGUS
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal
pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Esofagus adalah saluran yang
menghubungkan antara kerongkongan dan lambung.
Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran
tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esophagus, lambung,
atau rectum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara
tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan
pembesaran pembuluh darah (gambar.3)

gambar : 3 memperlihatkan varies esofagus dengan endoskopi dan gambaran


ilustrasi varies esovagus

5
2.3 EPIDEMIOLOGI
Varises paling sering terjadi pada beberapa sentimeter esofagus bagian distal
meskipun varises dapat terbentuk dimanapun di sepanjang traktus gastrointestinal.
Sekitar 50% pasien dengan sirosis akan terjadi varises gastroesofagus dan sekitar
30–70% akan terbentuk varises esofagus (Tabel 1). Sekitar 4–30% pasien dengan
varises yang kecil akan menjadi varises yang besar setiap tahun dan karena itu
mempunyai risiko akan terjadi perdarahan.1,3

Tabel 1. Epidemiologi varises esofagus dan hubungannya dengan penyakit hati1

Varises gastroesofagus berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit hati.


Keparahan dari sirosis hati dapat dinilai dengan menggunakan sistem klasifikasi
Child-Pugh (Tabel 2). Tingkat keparahan penyakit hati yang berat (Child-Pugh C)
mempunyai risiko perdarahan varises esofagus berulang yang lebih besar
dibandingkan dengan pasien dengan tingkat keparahan penyakit hati yang lebih
ringan (Child-Pugh B).1,6,8,9

6
Tabel 2. Klasifikasi beratnya sirosis dari Child-Pugh1

2.4 ETIOLOGI
Etiologi terjadinya varises esofagus dan hipertensi portal adalah penyakit-
penyakit yang dapat mempengaruhi aliran darah portal. Etiologi ini dapat
diklasifikasikan sebagai prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik (Tabel 3).3

Tabel 3. Etiologi hipertensi portal3

Prehepatik intrahepatik Pascahepatik

 Trombosis vena plenik  Fibrisis hepatik kongenital  Sindroma Budd-


 Trombosis vena porta  Hipertensi portal idiopatik Chiari
 Kompresi ekstrinsik  Tuberkulosis  Trombosis vena
pada vena porta  Schistosomiasis kava inferior
 Sirosis bilier primer  Perikarditis
 Sirosis alkoholik konstriktif

 Sirosis virus hepatitis B  Penyakit hati

 Sirosis virus hepatitis C venooklusif

 Penyakit wilson
 Defisiensi antitripsin alfa-1
 Hepatitis aktif kronis
 Hepatitis fulminan

7
Sirosis hati didefinisikan sebagai suatu proses difus yang ditandai oleh fibrosis
dan perubahan arsitektur normal hati menjadi nodul yang secara struktural abnormal
tanpa disertai susunan lobular hati yang normal. Gambaran ini terjadi akibat adanya
nekrosis dari hepatosit kolapsnya jaringan penyangga, sumbatan pembuluh darah
dan regenerasi dan parenkim dari parenkim hati yang tersisa17,18

Keluhan pasien sirosis Hepatis tergantung pada fase penyakitnya. Gejala


kegagalan hati disebabkankarena proses hepatitis kronik yang masih aktif yang
berjalan bersamaan dengan sirosis hepatik yang sedang terjadi. Dalam proses penyakit
hatiyang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan
sirosis yang terjadi (sirosis dini).

Manifestasi klinis dari sirosis hepatis merupakan akibat dari dua tipe gangguan
fisiologis, yaitu gagal sel hati dan hipertensi portal.Manifestasi gagal
hepatoselulerdiantaranya Ikterus, suatu keadaan dimana plasma, kulit dan selaput
lendir menjadi kuning yang disebabkan kegagalan sel hati membuang bilirubin dari
darah. Keadaan ini mudah dilihat pada sklera.17,18 Spider nevi, terlihat pada kulit
khususnya sekitar leher , bahu dan dada. Merupakan pelebaran arteriol-arteriol bawah
kulit yang berbentuk titik merah yang agak menonjol dari permukaan kulit dengan
beberapa garis radier yang merupakan kakikakinya sepanjang 2-3 mm dengan bentuk
seperti laba-laba. Bila pusatya ditekan, maka kaki-kakinya akan ikut menghilang.
Spider nevi merupakan salah satu tanda hiperestrogenisme akibat menurunnya
kemampuan sel hati mengubah estrogen dan derivatnya.19Eritema palmaris,
ditemukan pada ujung-ujung jari tangan serta telapak tangan daerah tenar dan
hipotenar. Merupakan tanda hiperestrogenisme dengan dasar yang sama seperti spider
nevi.1,4Kelainan lain akibat hiperestrogenisme antara lain ginekomasti, alopesia
daerah pektoralis, aksila dan pubis serta dapat terjadi atropi testis pada lakilaki.
Sedangkan pada wanita berupa mengurangnya menstruasi hingga
amenore.18,19Ensefalopati hepatikum hingga koma hepatikum. Merupakan gangguan
neurologi berupa penurunan kesadaran diduga akibat kelainan metabolisme amonia
dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin.

Hipertensi portal merupakan peningkatan tekanan vena porta yang menetap di


atas normal yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi aliran darah melalui hati

8
dan peningkatan aliran arteri splangnikus, dimana kedua hal tersebut mengurangi
aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatkan aliran masuk secara bersama-
sama sehingga menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Hipertensi portal
akan menimbulkan beberapa kelainan berikut yaitu Varises esophagus dimana dengan
meningginya tekanan vena porta, tekanan dalam pembuluh darah kolateral juga akan
meninggi sehingga jelas terlihat pembuluh darah esofagus menjadi lebar dan berkelok-
kelok20.

2.5 PATOGENESIS
Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling sering
menimbulkan hipertensi portal (Gambar 3). Tekanan vena porta merupakan hasil
dari tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada sirosis,
tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-sama meningkat.1

Hyperdinamic
Portal hypertension
circulation •adrenergic system
•Deranged (vascular) (increased cardiac
•vasoconstrictor/ index) •increased portal
architecture
dilator imbalance blood flow
•renin - angiotensin
system (renal Na⁻ •increased resistance
and water to portal flow
CIRRHOSIS retention)

Counterregulatory
mechanism

Gambar 3. Mekanisme hipertensi portal1

Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya, akan
mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta yang tinggi
merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral portosistemik, meskipun faktor
lain seperti angiogenesis yang aktif dapat juga menjadi penyebab. Walaupun
demikian, adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi portal karena
adanya tahanan yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta. Kolateral

9
portosistemik ini dibentuk oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang
menghubungkan sistem vena porta dan vena kava superior dan inferior. Aliran
kolateral melalui pleksus vena-vena esofagus menyebabkan pembentukan varises
esofagus yang menghubungkan aliran darah antara vena porta dan vena kava.1,11,13

Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra, cabang-
cabang vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena splenika), dan akan
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos. Sedangkan vena gastrika sinistra
menerima aliran darah dari vena porta yang terhambat masuk ke hepar (Gambar 4).2

Gambar 4. Anastomosis portocaval pada hipertensi porta2

Sistem vena porta tidak mempunyai katup, sehingga tahanan pada setiap
level antara sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan menimbulkan
aliran darah yang retrograde dan transmisi tekanan yang meningkat. Anastomosis
yang menghubungkan vena porta dengan sirkulasi sistemik dapat membesar agar
aliran darah dapat menghindari (bypass) tempat yang obstruksi sehingga dapat
secara langsung masuk dalam sirkulasi sistemik.3

Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan


menggunakan wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan tekanan antara
sirkulasi porta dan sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG) sebesar 10–
12 mmHg diperlukan untuk terbentuknya varises. HVPG yang normal adalah

10
sekitar 5–10 mmHg. Pengukuran tunggal berguna untuk menentukan prognosis
dari sirosis yang kompensata maupun yang tidak kompensata, sedangkan
pengukuran ulang berguna untuk memonitoring respon terapi obat-obatan dan
progresifitas penyakit hati.1,3

Bila tekanan pada dinding vaskuler sangat tinggi dapat terjadi pecahnya
varises. Kemungkinan pecahnya varises dan terjadinya perdarahan akan meningkat
sebanding dengan meningkatnya ukuran atau diameter varises dan meningkatnya
tekanan varises, yang juga sebanding dengan HVPG. Sebaliknya, tidak terjadi
perdarahan varises jika HVPG di bawah 12 mmHg. Risiko perdarahan ulang
menurun secara bermakna dengan adanya penurunan dari HVPG lebih dari 20% dari
baseline. Pasien dengan penurunan HVPG sampai <12 mmHg, atau paling sedikit
20% dari baseline, mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk terjadi
perdarahan varises berulang, dan juga mempunyai risiko yang lebih rendah untuk
terjadi asites, peritonitis bakterial dan kematian.1

Beberapa penelitian menunjukkan peranan endotelin-1 (ET-1) dan nitric oxide


(NO) pada patogenesis hipertensi porta dan varises esofagus. Endotelin-1 adalah
vasokonstriksi kuat yang disintesis oleh sel endotel sinusoid yang diimplikasikan
dalam peningkatan tahanan vaskuler hepatik pada sirosis dan fibrosis hati. Nitric
oxide adalah vasodilator, yang juga disintesis oleh sel endotelial sinusoid. Pada
sirosis hati, produksi NO menurun, aktivitas endothelial nitric oxide synthase
(eNOS) dan produksi nitrit oleh sel endotelial sinusiod berkurang.3

2.6 DIAGNOSIS
Varises esofagus biasanya tidak memberikan gejala bila varises belum pecah
yaitu bila belum terjadi perdarahan. Oleh karena itu, bila telah ditegakkan diagnosis
sirosis hendaknya dilakukan skrining diagnosis melalui pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang merupakan standar baku emas untuk
menentukan ada tidaknya varises esofagus. Pada pasien dengan sirosis yang
kompensata dan tidak didapatkan varises, ulangi EGD setiap 2–3 tahun, sedangkan
bila ada varises kecil, maka pemeriksaan EGD diulangi setiap 1–2 tahun. Pada sirosis
yang dekompensata, lakukan pemeriksaan EGD setiap tahun. Efektivitas skrining
dengan endoskopi ini bila ditinjau dari segi biaya, masih merupakan kontroversi,

11
maka untuk keadaan-keadaan tertentu disarankan untuk menggunakan gambaran
klinis, seperti jumlah platelet yang rendah, yang dapat membantu untuk
memprediksi pasien yang cenderung mempunyai ukuran varises yang besar.6
Bila standar baku emas tidak dapat dikerjakan atau tidak tersedia, langkah
diagnostik lain yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan ultrasonografi Doppler
dari sirkulasi darah (bukan ultrasonografi endoskopik). Alternatif pemeriksaan
lainnya adalah pemeriksaan radiografi dengan menelan barium dari esofagus dan
lambung, dan angiografi vena porta serta manometri.1,6,13
Pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, sangatlah penting menilai lokasi
(esofagus atau lambung) dan besar varises, tanda-tanda adanya perdarahan yang
akan terjadi (imminent), perdarahan yang pertama atau perdarahan yang berulang,
serta bila mungkin untuk mengetahui penyebab dan beratnya penyakit hati.1
Varises esofagus biasanya dimulai dari esofagus bagian distal dan akan meluas
sampai ke esofagus bagian proksimal bila lebih lanjut. Berikut ini adalah derajat dari
varises esofagus berdasarkan gambaran endoskopis (Gambar 5).2

Gambar 5. Derajat varises esofagus2

12
Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan gambaran derajat 1, terjadi dilatasi
vena (<5 mm) yang masih berada pada sekitar esofagus. Pada derajat 2 terdapat
dilatasi vena (>5 mm) menuju kedalam lumen esofagus tanpa adanya obstruksi.
Sedangkan pada derajat 3 terdapat dilatasi yang besar, berkelok-kelok, pembuluh
darah menuju lumen esofagus yang cukup menimbulkan obstruksi. Dan pada derajat
4 terdapat obstruksi lumen esofagus hampir lengkap, dengan tanda bahaya akan
terjadinya perdarahan (cherry red spots).8

Setelah varises esofagus telah diidentifikasi pada pasien dengan sirosis, risiko
terjadinya perdarahan varises adalah sebesar 25-35 %. Oleh karena sirosis hati akan
mempunyai prognosis buruk dengan adanya perdarahan varises, maka penting untuk
dapat mengidentifikasi mereka yang berisiko tinggi dan pencegahan kejadian
perdarahan pertama. Perdarahan varises esofagus biasanya tanpa rasa sakit dan
masif, serta berhubungan dengan tanda perdarahan saluran cerna lainnya, seperti
takikardi dan syok. Faktor risiko untuk perdarahan pada orang dengan varises adalah
derajat hipertensi portal dan ukuran dari varises. Varises sangat tidak mungkin untuk
terjadi perdarahan jika tekanan portal < 12 mmHg.6,8

Perdarahan varises didiagnosis atas dasar ditemukannya satu dari penemuan


pada endoskopi, yaitu tampak adanya perdarahan aktif, white nipple, bekuan darah
pada varises.1 Sedangkan adanya red wale markings atau cherry red spots yang
menandakan baru saja mengeluarkan darah atau adanya risiko akan terjadinya
perdarahan (Gambar 6).2

13
Cherry-red spots
Red wale marking

Gambar 6. Pemeriksaan varises esofagus dengan endoskopi2

Pada pasien dengan dugaan terjadi perdarahan dari varises, perlu dilakukan
pemeriksaan EGD. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah
masuk rumah sakit (12 jam), khususnya pada pasien dengan perdarahan yang secara
klinis jelas. Penundaan lebih lama (24 jam) dapat di lakukan pada kasus perdarahan
ringan yang memberikan respon dengan vasokonstriktor.13

Pada saat dilakukan endoskopi, ditemukan perdarahan dari varises esofagus


atau varises gaster. Varises diyakini sebagai sumber perdarahan, ketika vena
menyemprotkan darah atau ketika ada darah segar dari esophageal-gastric junction
di permukaan varises atau ketika ada darah segar di fundus, jika terdapat varises
lambung. Dalam keadaan tidak ada perdarahan aktif (lebih dari 50% kasus) atau
adanya varises sedang dan besar dengan tidak adanya lesi, maka varises potensial
untuk menjadi sumber perdarahan yang potensial.13 Pada pasien dengan dugaan
terjadi perdarahan dari varises, perlu dilakukan pemeriksaan EGD. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah masuk rumah sakit (12 jam),
khususnya pada pasien dengan perdarahan yang secara klinis jelas. Penundaan lebih
lama (24 jam) dapat di lakukan pada kasus perdarahan ringan yang memberikan
respon dengan vasokonstriktor.13 Pada saat dilakukan endoskopi, ditemukan
perdarahan dari varises esofagus atau varises gaster. Varises diyakini sebagai sumber
perdarahan, ketika vena menyemprotkan darah atau ketika ada darah segar dari
esophageal-gastric junction di permukaan varises atau ketika ada darah segar di

14
fundus, jika terdapat varises lambung. Dalam keadaan tidak ada perdarahan aktif
(lebih dari 50% kasus) atau adanya varises sedang dan besar dengan tidak adanya
lesi, maka varises potensial untuk menjadi sumber perdarahan yang potensial.13

Untuk penatalaksanaan yang optimal, sangat penting memahami pasien yang


kemungkinan besar dapat terjadi perdarahan. Faktor klinis berhubungan dengan
peningkatan risiko perdarahan varises pertama, termasuk penggunaan alkohol dan
fungsi hati yang buruk. Kombinasi dari pemeriksaan klinis dan endoskopi termasuk
mencari klasifikasi Child-Pugh pada sirosis berat, varises yang besar dan adanya
red wale markings sangat berhubungan dengan risiko kejadian perdarahan pertama
pada pasien dengan sirosis (Tabel 2).1,6,11

2.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan perdarahan gastrointestinal adalah stabilisasi pada
hemodinamik, meminimalkan komplikasi dan mempersiapkan terapi yang efektif
untuk mengontol perdarahan. Resusitasi awal harus dengan cairan intravena dan
produk darah, serta penting perlindungan pada saluran nafas. Setelah dicapai
hemodinamik yang stabil, namun bila perdarahan terus berlanjut hendaknya
dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat sumber perdarahan, dan untuk
identifikasi kemungkinan pilihan terapi seperti skleroterapi, injeksi epineprin atau
elektrokauter (Gambar 7).8,13
 Terapi Farmakologi
Prinsip pemberian farmakoterapi adalah menurunkan tekanan vena
porta dan intravena. Hanya ada dua farmakoterapi yang direkomendasikan
untuk pentatalaksanaa perdarahan varises esofagus yaitu: vasopresin dan
terlipresin.2
Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif nenurunkan
tekanan portal dengan menurunkan aliran darah portal yang menyebabkan
vasokonstriksi splanknik. Penatalaksanaan dengan obat vasoaktif sebaiknya
mulai diberikan saat datang ke rumah sakit pada pasien dengan hipertensi portal
dan dicurigai adanya perdarahan varises. Dikutip dari Science Direct, tujuan
pemberian farmakoterapi adalah untuk menurunkan tekanan portal, yang

15
berhubungan erat dengan tekanan varises. Terapi ini rasional bila tekanan portal
yang tinggi ( > 20 mmHg) dengan prognosis yang kurang baik.13,14
Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman dan tidak
memerlukan keterampilan. Terapi dapat dimulai di rumah sakit, dirumah atau
saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan harapan hidup pasien
dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga akan memudahkan tindakan
endoskopi.13
Terlipresin adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long acting,
bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler lebih sedikit
dibandingkan dengan vasopresin. Pada pasien dengan sirosis dan hipertensi
porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan vasodilatasi. Terlipresin
memodifikasi sistem hemodinamik dengan menurunkan cardiac output dan
meningkatkan tekanan darah arteri dan tahanan vaskuler sistemik. Terlipresin
memiliki efek menguntungkan pada pasien ke gagalan hepatorenal, yaitu
dengan kegagalan fungsi ginjal dan sirosis dekompensata. Dengan demikian,
dapat mencegah gagal ginjal, yang sering terdapat pada pasien dengan
perdarahan varises. Ketika dicurigai perdarahan varises diberikan dosis 2 mg/
jam untuk 48 jam pertama dan dilanjutkan sampai dengan 5 hari kemudian dosis
diturunkan 1 mg/ jam atau 12-24 jam setelah perdarahan berhenti. Efek
samping terlipresin berhubungan dengan vasokonstriksi seperti iskemia
jantung, infark saluran cerna dan iskemia anggota badan.2,13,14
 Terapi endoskopi
Dilakukan pada kasus perdarahan varises, terutama dalam upaya
mencapai homeostasis. Temuan endoskopi juga berguna sebagai indikator
prognosis risiko perdarahan ulang. Teknik endoskopi yang digunakan mencapai
homeostasis adalah dengan memutus aliran darah kolateral dengan cepat seperti
ligasi atau skleroterapi karena trombosis. Endoskopi dapat dilakukan pada
pasien dengan varises esofagus sebelum perdarahan pertama terjadi, saat
perdarahan berlangsung dan setelah perdarahan pertama terjadi.2,15
 Sebelum perdarahan pertama
Deteksi varises esofagus sebelum terjadi perdarahan pertama
biasanya dicapai selama pemeriksaan stadium hipertensi portal, jarang
varises terdeteksi secara kebetulan.2,13 Harus di ketahui bahwa selama
perencanaan terapi, prognosis lebih tergantung pada tingkat insufisiensi
16
hati dari pada tingkat keparahan varises esofagus. Varises yang ringan
tidak memerlukan tindakan endoskopi. Dengan varises risiko perdarahan
tinggi dapat diterapi obat-obatan dengan propanolol 80-240 mg/hari yang
dapat di kombinasi dengan 2 X 40 mg/ hari isosorbide mononitrate.
Spironolakton dalam dosis 100-200 mg/ hari dapat diberikan sebagai
alternatif pengganti beta bloker. Tidak dilakukan tindakan endoskopik,
operasi dan transjugular intrahepatic portosystemic shunting (TIPS).13

sign of upper GI bleeding in patient with:


1. Known cirrhosis
2. Clinical suspicion cirrhosis

Ressucitation consider intubation IV


access (CVP line) transfer to ICU setting

Early vasoactive therapy Blood volume resusitation: Antibiotik (quinolones or ceftriaxone) for
1. Terlipresin Transfusion PRBC to maitain hgb at around 8 g/dl 7 days Ex Norfloxacin 400 mg X 2 iv day 1
2. Somatostatin or plasma expanders to maintain sys BP > 80 mmHG following 6 days peroral
analogues

Endoscopy within 12 hours (24)

Esophageal varices Gastric varices

1. Band ligation 1. Glue


2. Sclerotherapy if band ligation is not possible 2. TIPS

Continuous rebleeding

Second endoscopy with therapy TIPS

Sengestaken tube in massive bleeding

Contious bleeding

Emergency TIPS

Gambar 7. Algoritme penatalaksanaan varises esofagus13

 Selama perdarahan pertama berlangsung


Pilihan terapi untuk perdarahan varises adalah dengan terapi
endoskopi. Terapi endoskopi terbukti efektif mengendalikan perdarahan

17
aktif dan dapat menurunkan mortalitas serta efektif mencegah
perdarahan varises berulang di bandingkan terapi medikamentosa
dengan vasopresin atau tamponade balon. Tamponade balon cocok jika
endoskopi bukanlah pilihan atau setelah tindakan endoskopi, operasi
atau TIPS yang gagal. Terapi endoskopi terdiri dari skleroterapi dan
ligasi.2,13
Bila tindakan endoskopi emergensi tidak dapat dilakukan, maka
terapi farmakologi merupakan alternatif. Prinsip dan karakteristik utama
pemberian obat-obatan adalah untuk menurunkan tekanan vena porta
dan tekanan intravena. Vasopresin dan terlipressin yang telah
direkomendasikan untuk penatalaksanaan perdarahan varises esofagus.
Terlipresin lebih unggul dari vasopresin mempunyai waktu paruh yang
lebih panjang. Terlipresin seharusnya dikombinasi dengan nitrat untuk
mengurangi efek samping yang mungkin akan timbul (iskemia dan
nekrosis). Cara pemberian terlipresin secara intravena dengan dosis 2
mg, kemudian diulangi 1 mg setiap 4-6 jam, waktu pemberian 2 hingga
3 hari. Harus selalu diberikan bersamaan dengan gliseril nitrat intravena
menggunakan syringe pump 1-4 mg tiap jam.2,13

Skleroterapi dengan polidocanol (etoksiskerol), pada prinsipnya


adalah memberikan tekanan dan trombosis pada varises, menginduksi
inflamasi dengan akibat terbentuk parut. Disuntikkan pada daerah para
varises atau intra varises. Terapi ini sudah terbukti, baik pada kasus

18
dimana lapang pandang buruk dan relatif lebih mudah dilakukan
(Gambar 8).2,13

Gambar 8: Alat dan terapi skleroterapi2,13

Teknik tindakan skleroterapi dilakukan dengan posisi miring,


bagian atas fleksi, terpasang oksimetri, alat dimasukan dan perdarahan
varises diidentifikasi. Injeksi dimulai dekat kardia. Suntikan pada
intravarises dan paravarises. Disuntikan 0,5 ml disekitar varises (untuk
kompresi, inflamasi dan fibrosis) dan 0,1 ml langsung pada varises
(merangsang trombosis), maksimum suntikan 2 ml pada setiap tempat
suntikan. Jika terdapat perdarahan setelah suntikan, berikan tekanan pada
varises sekitar 1 menit. Jika terapi tidak berhasil, skleroterapi tidak
dilanjutkan dan pasang pipa Sengstaken- Blakemore.2,13

Ligasi bertujuan untuk merangsang trombosis, nekrosis dan


terbentuk parut. Keuntungan terapi ini adalah rata-rata komplikasi rendah,
secara keseluruhan morbiditas dan mortalitas karena perdarahan lebih
rendah dibandingkan skleroterapi, serta awal perdarahan ulang biasanya
jarang dibandingkan dengan skleroterapi. Kerugiannya adalah terbatasnya
pandangan pada kasus perdarahan yang masif, sebab darah pada esofagus
akan menghalagi tutup plastik dimana pita elastik akan dipasang. Varises
di tarik ke dalam ujung endoskop dan diligasi dengan pita plastik (Gambar
9).2,13

19
Gambar 9: Alat untuk ligasi2

Tamponade balon pada prinsipnya adalah melakukan kompresi


eksternal pada perdarahan varises dengan mengembangkan balon.
Tamponade balon tepat di lakukan jika tidak ada pilihan endoskopik
emergensi atau setelah tindakan endoskopik, terapi operasi atau TIPS
gagal. Pada varises esofagus digunakan pipa Sengstaken-Blakemore
dengan dua balon (Gambar 10). Teknik ini tidak dilakukan jika pasien
muntah. Periksa pipa untuk kekedapan udara sebelum digunakan, olesi
pipa dan balon menggunakan pelumas. Berikan anestesi pada mukosa
hidung, tekan sisa udara dari balon, masukan pipa melalui hidung sampai
dengan panjang 50 cm. Pompa balon gastrik sampai 50 ml dan diklem.
Perlahan-lahan pipa ditarik sampai ada tahanan, bila terdengar suara
seirama dengan pernafasan berarti gagal. Lindungi pipa dengan plester
yang kuat, fiksasi pipa pada lubang hidung. Pompa balon sampai 45
mmHg dengan manometri kemudian diklem. Kempeskan pipa 30 menit
setiap 6-8 jam sekali. Maksimum pemasangan pipa adalah 24 jam.2,16

20
Gambar 10. Pipa Sengstaken Blakemore16

 Setelah perdarahan pertama


Hasil akhir dari penatalaksanaan emergensi adalah utamanya
untuk mengontrol perdarahan dan mencegah perdarahan berulang.
Varises esofagus di ligasi atau di berikan sklerosan dengan polidokanol,
varises bagian fundus akan dihilangkan dengan histoakril. Direncanakan
untuk evaluasi sekitar 4 hari setelah tercapai hemostasis. Respon yang
baik dengan ligasi atau skleroterapi, selanjutnya di follow up dalam 4
minggu, tiga bulan dan 6 bulan. Jika varises menetap, skleroterapi atau
ligasi dilanjutkan dalam waktu 2-4 minggu hingga tercapai hasil
eradikasi sempurna (Gambar 11). Sisa varises yang kecil biasanya di
lanjutkan dengan ligasi, dapat juga dengan skleroterapi. Propanolol juga
dapat diberikan sebagai terapi tambahan.2

Gambar 11. Algoritme penatalaksanaan perdarahan varises2

21
 Transjugular Intrahepatic Portosistemic Shunt (TIPS)
Merupakan cara untuk menurunkan tahanan aliran porta dengan
cara shunt (memotong) aliran melalui hati. Prinsipnya adalah
menghubungkan vena hepatik dengan cabang vena porta intrahepatik.
Puncture needle di masukkan ke dalam vena hepatik kanan melalui
kateter jugular. Selanjutnya cabang vena porta intra hepatik di tusuk,
lubang tersebut dilebarkan kemudian di fiksasi dengan expanding stent
(Gambar 12). Hal ini merupakan cara lain terakhir pada perdarahan yang
tidak berhenti atau gagal dengan farmakoterapi, ligasi atau
skleroterapi.2,11,13

Gambar 12. Skema pemasangan TIPS2,11

2.8 PROGNOSIS
Pada pasien dengan varises esofagus, sekitar 30% akan mengalami perdarahan
pada tahun pertama setelah didiagnosis. Angka kematian akibat episode perdarahan
tergantung pada tingkat keparahan penyakit hati yang mendasari.1
Kematian yang disebabkan karena perdarahan berkisar antara <10% pada
pasien sirosis dengan klasifikasi Child-Pugh A yang kompensata sampai >70% pada
pasien sirosis dengan Child-Pugh C. Risiko terjadinya perdarahan ulang tinggi
mencapai 80% dalam 1 tahun.1

22
Pada pasien dengan HVPG >20% mmHg dalam 24 jam pada perdarahan
varises, bila dibandingkan dengan pasien yang tekanannya lebih rendah, mempunyai
risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya risiko perdarahan ulang dalam minggu
pertama atau gagal mengontrol perdarahan, dan mempunyai mortalitas yang lebih
tinggi dalam 1 tahun.1
Pada pasien yang tidak diterapi sekitar 60% akan terjadi perdarahan ulang yang
berlanjut dalam 1-2 tahun.1

23
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Varises esofagus merupakan dilatasi vena bagian submukosa yang diproyeksikan


kedalam esofagus terjadi pada pasien dengan hipertensi portal dan dapat
menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas yang serius.

Semua pasien perdarahan varises memerlukan pemeriksaan endoskopi EGD yang


merupakan standar baku, untuk menegakkan diagnosis, menilai varises dan
penatalaksanaan yang memungkinkan berdasarkan penyakit dasarnya.

Penatalaksanaan meliputi terapi farmakologi, endoskopi yaitu skleroterapi dan


ligasi, tamponade balon, TIPS, dan operasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth R, McQuaid M. Gastrointestinal disorders. In: Stephen J, McPhee M, Maxine A,


Papadakis P, eds. Current Medical Diagnosis & Treatment. 48th ed. USA: McGraw Hill
Companies Inc; 2009. p. 523-6.
2. John R, Saltzman S. Acute upper gastrointestinaleeding. In: Greenberger N, Blumberg R,
Burakoff R, eds. Current diagnosis & treatment: gastroenterology. Hepatology &
Endoscopy. 2nd ed. USA: McGraw Hill Companies Inc; 2009. p. 324-42.
3. Vaezi MF. Upper gastrointestinal bleeding. In: Vaezi MF, Park W, Swoger J, eds.
Esophageal diseases. Oxford: An imprint of atlas medical publishing Ltd; 2006. p. 110-4.
4. Jane Y, Yang Y, Ellen S, Deutsch D, James S, Reilly R. Bronchoesophagology. In: James
B, Snow JR, John JB, eds. Otorhinolaryngology head and neck surgery. 16 th ed. Ontario:
BC Decker Inc; 2003. p. 1562-73.
5. Ala I, Sharara S, Don C, Rockey R. Gastroesophageal variceal hemorrhage. N Engl J Med
2001. Available from: www.nejm.org., Accessed January 6, 2012.
6. Pangestu A. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed. Ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. hal. 447-53.
7. Wilson LMC. Esofagus. Dalam: Dite P, Labrecque D, Fried M, Gangl A, Khan AG,
Bjorkman D, et al. Esophageal varices. World gastroenterology organisation practise
guideline 2007. Available from: http://www.worldgastroenterology.org/graded-evidence-
access.html., Accessed January 6, 2012.
8. Block B, Schachschal G, Schmidt H. Esophageal varices. In: Block B, Schachschal G,
Schmidt H, eds. Endoscopy of the upper GI Tract. Germany: Grammlich; 2004.p. 85-150.
9. Azer SA, Katz J. Esophageal varices 2010. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/175248-overview., Accessed January 6, 2012.
10. Price SA, Wilson LMC, ed. Patofisiologi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;
2002. hal. 357-450.
11. Anonymous. Portal hypertension & cirrhosis 2010. Available from:
http://www.scribed.com/doch/25439382/gi-pathophysiology.,
Accessed January 6, 2012.
12. Guyton AC, Hall JE. Prinsip-prinsip umum fungsi gastrointestinal-motilitas, pengaturan
saraf, dan sirkulasi darah. Dalam: Guyton AC, ed. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002. hal. 817-9.

25
13. Bendtsen F, Krag A, Moller S. Treatment of acute variceal bleeding. Digestive and liver
disease 2008. Available from: www.sciencedirect.com., Accessed January 25, 2012.
14. Era AD, Franchis RD, Iannuzzi F. Acute variceal bleeding: pharmacological treatment and
primary/ secondary propilaxis. Best practice & research clinical gastroenterology 2008.
Available from: http://www.scientdirect.com., Accessed March 28, 2012.
15. McKay R, Webster NR. Variceal bleeding. Continuing education in anestesia, critical care
& pain 2007. Available from: http://ceaceep.oxfordjournals.org/., Accessed March 28,
2012.
16. Treger R, Kulkami R. Sengstaken-Blakemore Tube 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/81020-overview., Accessed January 25, 2012.
17. Tarigan P.2009.Sirosis Hati.Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. edisi
ketiga. Gaya Baru. Jakarta;hal:271-279.
18. OgilvieA.2005.Cirrhosis of The Liver http://www.notdoctor.co.uk/dise
ases/faets/cirrhosis.htm.Lastupd ated 4 January 2005. Access:2 March 2006.
19. Noer Syaifoellah M.2008. Sirosis Hati Dalam: Gastroenterologi Hepatologi.
Ed:Sulaiman A.CV Infomedika, Jakarta ;314-327.
20. Boedi S.2004.Liver Cirrhosis.http://www.kusaeni.co m/blog/cirrhosis.Last updated May
2004.Access 2 March 2006.

26

Anda mungkin juga menyukai