Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
banyak menimbulkan kematian di dunia. TB adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru. Penyakit ini bila tidak di obati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia
sejak 5000 tahun sebelum masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian
penyakit TB baru terjadi dalam dua abad terakhir2.
Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia,
namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika
hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk2.
Dilaporkan WHO bahwa pada tahun 2009 terdapat sebanyak 14 juta kasus TB di dunia
dengan penemuan 9,4 juta kasus baru dan jumlah kematian akibat TB sebanyak 1,7 juta
kasus. Pada tahun 2010, terdapat lebih dari 2 miliar penduduk dunia yang terinfeksi
Mycobacterium tuberkulosis yang nilainya setara dengan sepertiga penduduk dunia. Pada
tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TB MRD dan 170.000 di
antaranya meninggal dunia, dan diperkirakan proporsi kasus TB anak di antara seluruh kasus.
TB secara global mencapai 6% atau 530.000 pasien TB anak pertahun, atau sekitar 8% dari
total kematian yang disebabkan oleh TB. Pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus TB2.
Indonesia merupakan negara yang menempati urutan kelima di dunia, yang memiliki
jumlah terbesar kasus TB setelah India, China, Nigeria dan Bangladesh. Di laporkan bahwa
pada tahun 2009 terdapat sebanyak 660 ribu kasus TB di Indonesia dengan jumlah kematian
akibat TB sebanyak 61 ribu kasus. Pada tahun 2015, Indonesia berpeluang mencapai
penurunan angka kesakitan dan kematian akibat TB menjadi setengahnya jika dibandingkan
dengan pada tahun 19902.
Dispnea adalah istilah kedokteran untuk kondisi sesak napas. Dypsnea secara definisi
merupakan suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi mengenai ketidaknyaman
bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda intensitasnya. Dispnea merupakan

1
hasil interaksi berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat
menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder5.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
DYSPNEA e.c. TUBERKULOSIS PARU
2.1 Identitas Pasien
Nama penderita : Ny. Alfonsina Pepuho
Umur : 57 tahun
No. DM : 11 89 76
Jenis kelamin : Perempuan
Status marital : Menikah
Alamat : Kampung Asei
Agama : Kristen protestan
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Sentani
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 154 cm
Tanggal MRS : Sabtu, 25 November 2017
2.2 Anamnesis
2.2.1. Keluhan Utama
Sesak napas

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan rujukkan dari puskesmas yoka dengan keluhan sesak
napas yang semakin memberat sejak 4 hari SMRS. Sesak napas yang dirasakan
hilang timbul. Pasien mengaku, sesak napas dirasakan pertama kali sejak 7 bulan
yang lalu, dengan sesak yang hilang timbul. Saat timbul sesak, pasien tidak dapat
melakukan aktivitas berat maupun ringan, dimana sesak akan dirasakan semakin
memberat saat berjalan jauh dan pasien akan merasa berkurang saat beristirahat
(berbaring).
Disamping keluhan di atas, pasien juga mengeluhkan nyeri perut sejak
seminggu yang lalu dan juga pasien mengeluhkan merasa lemas.
Pasien juga memiliki riwayat batuk-batuk sebelumnya 3 tahun yang lalu
selama > 2 minggu dan pasien baru mau memeriksakan diri ke puskesmas yoka &

3
terdeteksi TB pada bulan agustus tahun 2017 lalu menjalani program OAT pada
bulan agustus 2017 hingga saat ini.
Selain keluhan diatas, pasien mengaku berat badannya turun secara drastis
dalam 3 bulan terakhir dari 55 kg menjadi 37 kg.

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat asma disangkal

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Didalam keluarga pasien, kedua adik pasien pernah mempunyai penyakit
yang sama. Adik kedua (bungsu) terdeteksi dan menjalani program OAT tahun
1989 dan tuntas dengan hasil BTA negatif dan foto rontgen sudah bersih. Adik
pertama pasien terdeteksi dan menjalani program OAT tahun 2015 dan tuntas
dengan hasil pemeriksaan BTA negatif & rontgen sudah bersih.

2.2.5. Riwayat Sosial Ekonomi


Saat masuk RS, pasien memiliki jaminan kesehatan papua. Pasien adalah
seorang ibu rumah tangga dan anak pertama dari 3 bersaudara. Tempat tinggal
pasien di pinggir danau dan daerahnya lembab. Pasien mengaku aktif merokok
sejak 18 tahun yang lalu dan pasien juga suka mengkonsumsi alkohol tetapi
setelah sakit, pasien berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol.

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status Vital (25 November 2017)
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/m
Respirasi : 32 x/menit
Suhu : 36,5oC
SpO2 : 97%

4
Status Gizi
Berat badan : 37 kg
Tinggi badan : 154 cm
IMT : 15,60kg/m2 (berat badan ideal kategori kurang)
2. Status Generalis
Kepala Leher
Bentuk kepala : normosefal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+)
Telinga : nyeri tekan tragus (-), edema (-)
Mulut/lidah/gigi : bibir sianosis (-), oral trush (-), gigi caries (+),
lidah kotor (+)
Leher : deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), JVP tidak ada
peningkatan

Thoraks
Pulmo
Inspeksi : simetris, ikut gerak napas, jejas (-)
Palpasi : vocal fremitus d=s
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (+/+)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm ke arah medial dari
linea mmidclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra
batas jantung kiri setinggi ICS V linea midclavicularis sinistra
batas jantung atas setinggi ICS II
Auskultasi : S1 - S2 regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi : tampak datar, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) 3-4 x/menit

5
− + +
Palpasi : supel, nyeri tekan− + − hepar dan lien tidak teraba
− − −
Perkusi : timpani (+)

Ekstrimitas
Atas : akral teraba hangat, edema (-/-)
Bawah : akral teraba hangat, edema (-/-), ulkus (-/-), CRT <2”

Vegetatif
Makan/minum : menurun/baik
BAK / BAB : baik/ sulit

2.4 Problem List


Subjektif
1. Sesak napas
2. Nyeri perut
3. Lemas
4. Berat badan menurun drastis
Objektif
1. RR : 32x/m
2. SpO2 : 97%
3. Gigi caries (+)
4. Lidah kotor (+)
5. Wheezing (+/+)
6. NT abdomen pada kuadran epigastrium, regio hipokondri sinistra, umbilikus
7. BAB sulit

2.5. Diagnosa Kerja


 Dyspnea e.c. Tuberkulosis Paru
 Gastritis akut

6
2.6. DIAGNOSA BANDING
 PPOK
 Asma

2.7. TATALAKSANA AWAL


1. OAT kategori I dewasa
2. IVFD RL 20 tpm
3. Ceftriaxon 2 x1 gr IV
4. Bisolvon 3x1 ampul
5. Metilprednisolon 3x1gr
6. Omeprazole 40mg IV
7. Nebulizer ferbivent

7
2.8. FOLLOW UP
27 November 2017

S : Pasien mengeluh susah bab, batuk (+), sesak napas (+), sakit tulang belakang

O : Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84x/menit,
Respirasi : 24x/menit
Suhu badan : 36,6 ºC
SpO2 : 99% (tanpa O2)
Kepala : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax
Pulmo
 Inspeksi : simetris, datar, ikut gerak napas
 Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra,
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+), rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
 Insperksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm ke arah medial dari
linea midclavicularis sinistra
 Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra
batas jantung kiri setinggi ICS V linea midclavicularis sinistra
batas jantung atas setinggi ICS II
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, jejas (-)
 Auskultasi : bising usus (+)

8
− − −
 Palpasi : supel, nyeri tekan− − − hepar dan lien tidak teraba
− − −
 Perkusi : timpani (+)

Extremitas : akral hangat (+), edema ektremitas bawah (-), edema


ektremitas atas (-)

Vegetatif : makan (menurun), minum (baik), bab (-), bak (baik)

A : - Tuberkulosis Paru on terapi


- LBP

P : OAT Kategori 1 Dewasa


-D5 + aminofilin 1 amp/8 jam
-Bisolvon 3 x 1 amp
-Ceftriaxone 2 x 1 gr
-Metilprednisolon 2 x 125 mg
-Salbutamol 3 x 2 mg
-Analsik 3 x 1
Hasil laboratorium terbaru senin, 27 November 2017
Parameter Results Normal Range

WBC (Lekosit) 15.400 4000 - 10.000


RBC (Eritrosit) 2.800.000 4 - 5,5 x 106
HGB (Hemoglobin) 7.3 g/dL 12 – 16
HCT (Hematokri) 23,1 % 37% - 54%

PLT (Trombosit) 341.000 150-400 x 103


DDR NEGATIF

28 November 2017
S : Pasien mengeluh susah makan karena mulut jamuran, bahu terasa bengkak serta
nyeri tulang belakang

O : Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos Mentis

9
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 96x/menit,
Respirasi : 28x/menit
Suhu badan : 36.3ºC
SpO2 : 97% (tanpa o2)
Kepala : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), oral
trush (+), gigi caries (+), lidah kotor (+)
Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax
Pulmo
 Inspeksi : simetris, datar, ikut gerak napas
 Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra,
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+), rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
 Insperksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm ke arah medial dari
linea midclavicularis sinista
 Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra
batas jantung kiri setinggi ICS V linea midclavicularis sinistra
batas jantung atas setinggi ICS 2
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, jejas (-)
 Auskultasi : bising usus (+)
− + +
 Palpasi : supel, nyeri tekan− + + hepar dan lien tidak teraba
− − −
 Perkusi : timpani (+)

10
Extremitas : akral hangat (+), edema ektremitas bawah (+), edema
ektremitas atas (-)

Vegetatif : makan (menurun), minum (menurun), bab (-), bak (baik)

A : - Tuberkulosis Paru on terapi


-LBP

P : Lanjut
-Nystatin 3 x 1 cc

29 November 2017
S : Pasien mengeluh batuk dan luka di bagian bokong

O : Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit,
Respirasi : 28x/menit
Suhu badan : 36.1ºC
SpO2 : 96% (tanpa o2)
Kepala : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), oral
trush (+), gigi caries (+), lidah kotor (+)
Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax
Pulmo
 Inspeksi : simetris, datar, ikut gerak napas
 Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra,
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+), rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
 Insperksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm ke arah medial dari

11
linea midclavicularis sinistra
 Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra
batas jantung kiri setinggi ICS V linea midclavicularis sinistra
batas jantung atas setinggi ICS 2
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, jejas (-)
 Auskultasi : bising usus (+)
− − −
 Palpasi : supel, nyeri tekan− − − hepar dan lien tidak teraba
− − −
 Perkusi : timpani (+)

Extremitas : akral hangat (+), edema ektremitas bawah (+), edema


ektremitas atas (-)

Vegetatif : makan (baik), minum (baik), bab (baik), bak (baik)

A : - Tuberkulosis paru on terapi


-Oral candidiasis
-LBP
-Dekubitus

P : OAT kategori 1 dewasa


-D5 + aminofilin 1 amp//8 jam
-Ranitidin 2 x 1 amp
-Ceftriaxon 2 x 1 gr
-Bisolvon 3 x 1 amp
-Metilprednisolon 2-0-1 po
-Omeprazole 2 x 1 mg
-Analsik 3 x 1
-Kompres metronidazole pada luka dekubitus

12
30 November 2017
S : Pasien mengeluh mual dan batuk

O : Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 107x/menit,
Respirasi : 24x/menit
Suhu badan : 36.4ºC
SpO2 : 95%
Kepala : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), oral
trush (+), gigi caries (+), lidah kotor (+)
Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax
Pulmo
 Inspeksi : simetris, datar, ikut gerak napas
 Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra,
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+), rhonki -/+, wheezing -/-
Cor
 Insperksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm ke arah medial dari
linea midclavicularis sinistra
 Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra
batas jantung kiri setinggi ICS V linea midclavicularis sinistra
batas jantung atas setinggi ICS 2
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, jejas (-)
 Auskultasi : bising usus (+)

13
− − −
 Palpasi : supel, nyeri tekan− − − hepar dan lien tidak teraba
− − −
 Perkusi : timpani (+)

Extremitas : akral hangat (+), edema ektremitas bawah (-), edema


ektremitas atas (-), CRT<2”

Vegetatif : makan (menurun), minum (baik), bab (baik), bak (baik)

A : - Tuberkulosis paru on terapi


-Oral candidiasis
-LBP
-Dekubitus

P : OAT kategori 1 dewasa


-D5 + aminofilin 1 amp//8 jam
-Ranitidin 2 x 1 amp
-Ceftriaxon 2 x 1 gr
-Bisolvon 3 x 1 amp
-Metilprednisolon 2-0-1 po
-Omeprazole 2 x 1 mg
-Analsik 3 x 1
-Kompres metronidazole pada luka dekubitus
-O2 2 l/m kanal nasal

02 Desember 2017
S : Pasien mengeluh batuk berlendir, kaki terasa berat dan sesak napas
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 90x/menit,
Respirasi : 28x/menit
Suhu badan : 35.5ºC
SpO2 : 94%

14
Kepala : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), oral
trush (+), gigi caries (+), lidah kotor (+)
Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax
Pulmo
 Inspeksi : simetris, datar, ikut gerak napas
 Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra,
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+), rhonki -/+, wheezing -/-
Cor
 Insperksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm ke arah medial dari
Linea midclavicularis sinistra
 Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra
batas jantung kiri setinggi ICS V linea midclavicularis sinistra
batas jantung atas setinggi ICS 2
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, jejas (-)
 Auskultasi : bising usus (+)
− − +
 Palpasi : supel, nyeri tekan− − − hepar dan lien tidak teraba
− − −
 Perkusi : timpani (+)

Extremitas : akral hangat (+), edema ektremitas bawah (+), edema


ektremitas atas (-)

Vegetatif : makan (menurun), minum (baik), bab (baik), bak (baik)

A : - Tuberkulosis paru on terapi


-Oral candidiasis
-LBP
-Dekubitus
15
P : OAT lanjut
-D5 + aminofilin 1 amp/ 16 tpm
-Ranitidin 2 x 1 amp
-Ceftriaxon 2 x 1 gr
-Bisolvon 3 x 1 amp
-Metilprednisolon 2-0-1 po
-Omeprazole 2 x 1 mg
-Kompres metronidazole pada luka dekubitus

2.9. Prognosis
Sampai kasus laporan ini selesai dibuat, pasien masih di rawat di ruang penyakit dalam
wanita RSUD Yowari Sentani. Adapun prognosis pada pasien ini adalah

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS PARU

3.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex3.
3.2. Epidemiologi
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39
orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul2.
3.3. Klasifikasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura3.
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis positif.

17
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu3:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

18
Catatan:
Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan / pindah.
Kasus Bekas TB:
 Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
 Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologik
3.4. Diagnosis
Gambaran Klinik
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya3,6.
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal atau gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
 Batuk-batuk 2 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

19
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam--macam bentuk (multiform)3.
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung) :
 Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru (destroyed Lung). Gambaran radiologik
destroyed Lung terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim
paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti. Luas lesi
yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb
(terutama pada kasus BTA negatif):

20
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat, antara lain3:
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.
M. tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2
yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi
salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
2. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil
pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar
internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada
yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai
sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut
diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru
sesuai dengan organ yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA).
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam

21
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. ICT.
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1
garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibody IgG terhadap
M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk
garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk
garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
c. Mycodot.
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke
dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi
dengan mudah
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP).
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para
klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibodi yang terdeteksi.

Pemeriksaan lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan

22
kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan
dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
 Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
 Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
 Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).
 Otopsi. Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi
untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberculin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat
besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan
hasil negatif.

23
3.5. Penatalaksaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan1.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan
1. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan
etambutol.
a. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis obat
(rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum setiap hari
24
dan diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan minum obat dan
mencegah terjadinya kekebalan obat.
b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya penularan
menurun dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif
(konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah terjadi
konversi pengobatan dilanujtkan dengan tahap lanjut.
2. Tahap lanjutan menggunakan paduan obat rifampisin dan isoniazid
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan
isoniazid), namun dalam jangka waktu yg lebih lama (minimal 4 bulan).
b. Obat dapat diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat program)
atau tiap hari (obat non program).
c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh program nasional
pengendalian tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut1 :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap
lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama
pengobatan seluruhnya 6 bulan.
2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan,
putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatan selama 3 bulan
terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE.
Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE
selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
3. OAT sisipan : HRZE
Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir
pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan
pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

25
Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel 3.

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)


Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang


penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug
resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi
TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998.
Efek Samping OAT1 :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5),
bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.

26
B. Pengobatan Suportif / Simptomatik
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik
untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya).
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam.
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas
atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
 Batuk darah (profus)
 Keadaan umum buruk
 Pneumotoraks
 Empiema
 Efusi pleura masif / bilateral
 Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
 TB di luar paru yang mengancam jiwa : TB paru milier dan Meningitis TB

27
C. Terapi Pembedahan
lndikasi operasi3,4
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap
positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)


 Bronkoskopi
 Punksi pleura
 Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Kriteria Sembuh
 BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan)
dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
 Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan

3.6. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah TB adalah dengan pengobatan terhadap pasien yang
mengalami infeksi TB sehingga rantai penularan terputus. Tiga topik dibawah ini
merupakan topik yang penting untuk pencegahan TB:
1. Proteksi terhadap paparan TB Diagnosis dan tatalaksana dini merupakan cara
terbaik untuk menurunkan paparan terhadap TB. Risiko paparan terbesar terdapat
di bangsal TB dan ruang rawat, dimana staf medis dan pasien lain mendapat
paparan berulang dari pasien yang terkena TB.

28
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemungkinan transmisi antara lain:
a. Cara batuk
Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah, dan efektif dalam mencegah
penularan TB dalam ruangan. Pasien harus menggunakan sapu tangan untuk
menutupi mulut dan hidung, sehingga saat batuk atau bersin tidak terjadi
penularan melalui udara.
b. Menurunkan konsentrasi bakteri
 Sinar Matahari dan Ventilasi
Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan ventilasi yang baik
dapat mencegah transmisi kuman TB dalam ruangan.
 Filtrasi
Penyaringan udara tergantung dari fasilitas dan sumber daya yang
tersedia.
 Radiasi UV bakterisidal
M.tuberculosis sangat sensitif terhadap radiasi UV bakterisidal. Metode
radiasi ini sebaiknya digunakan di ruangan yang dihuni pasien TB yang
infeksius dan ruangan dimana dilakukan tindakan induksi sputum
ataupun bronkoskopi.
c. Masker
Penggunaan masker secara rutin akan menurunkan penyebaran kuman lewat
udara. Jika memungkinkan, pasien TB dengan batuk tidak terkontrol
disarankan menggunakan masker setiap saat. Staf medis juga disarankan
menggunakan masker ketika paparan terhadap sekret saluran nafas tidak
dapat dihindari.
d. Rekomendasi NTP (National TB Prevention) terhadap paparan TB:
 Segera rawat inap pasien dengan TB paru BTA (+) untuk pengobatan fase
intensif, jika diperlukan.
 Pasien sebaiknya diisolasi untuk mengurangi risiko paparan TB ke pasien
lain.
 Pasien yang diisolasi sebaiknya tidak keluar ruangan tanpa memakai
masker.

29
 Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB sebaiknya tidak
ditempatkan di ruangan yang dihuni oleh pasien yang
immunocompromised, seperti pasien HIV, transplantasi, atau onkologi.
2. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
BCG merupakan vaksin hidup yang berasal dari M.bovis. Fungsi BCG
adalah melindungi anak terhadap TB diseminata dan TB ekstra paru berat (TB
meningitis dan TB milier). BCG tidak memiliki efek menurunkan kasus TB paru
pada dewasa. BCG diberikan secara intradermal kepada populasi yang belum
terinfeksi.
a. Tes Tuberkulin
Neonatus dan bayi hingga berusia 3 bulan tanpa adanya riwayat kontak
dengan TB, dapat diberikan vaksinasi BCG tanpa tes tuberkulin sebelumnya.
b. Vaksinasi Rutin
Pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi, WHO merekomendasikan
pemberian vaksinasi BCG sedini mungkin, terutama saat baru lahir. Pada
bayi baru lahir hingga usia 3 bulan, dosisnya adalah 0,05 ml sedangkan untuk
anak yang lebih besar diberikan 0,1 ml.

3.7. Prognosis
Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai terlibatan ekstrapru,
imunodefisiensi, usia tua dan riwayat pengobatan TB sebelumnya1.

3.8. DYPSNEA
Dispnea merupakan manifestasi penting pada penyakit kardiopulmoner, meskipun
dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain seperti penyakit neurologik, metabolik dan
psikologik4.
Dispnea dapat dibedakan menjadi dispnea akut dan kronik berdasarkan perjalanan
waktu. Dispnea akut didefinisikan sebagai sesak nafas yang berlangsung kurang dari 1
bulan, sedangkan dispnea kronik jika berlangsung lebih dari 1 bulan. Terjadinya sesak
napas dapat dicetuskan oleh beberapa kondisi seperti berikut4:
3. Oksigenasi jaringan berkurang. Penyakit yang menyebabkan kecepatan pengiriman
oksigen ke jaringan berkurang seperti perdarahan.
4. Kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba
akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses metabolism
30
5. Kerja pernafasan meningkat. Otot pernafasan dipaksa bekerja lebih kuat karena
adanya penyempitan saluran pernafasan.
6. Rangsangan pada sistem saraf pusat. Penyakit-penyakit yang menyerang sistem
saraf pusat.
7. Penyakit neuromuskuler. Penyakit yang menyerang diafragma.

Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam sistem
respirasi. Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan memproses
respiratory - related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif, kontekstual dan perilaku
sehingga terjadi sensasi dispnea4.

31
Adapun diagnosis banding dispnea akut dan kronik dapat dilihat pada tabel berikut ini4:

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan umur 57 tahun datang ke IGD RSUD Yowari membawa rujukkan
dari puskesmas yoka dengan keluhan sesak napas semakin memberat sejak 4 hari SMRS.
Sesak napas yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengaku, sesak napas dirasakan pertama
kali sejak 7 bulan yang lalu, dengan sesak yang hilang timbul. Saat timbul sesak pasien tidak
dapat melakukan aktivitas berat maupun ringan, dimana sesak akan dirasakan semakin
memberat saat berjalan jauh dan pasien akan merasa berkurang saat beristirahat (berbaring).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 84 x/m, respirasi 32 x/menit, suhu badan
36,5oC, SpO2 97%. BB 37 kg, TB 154 cm, IMT 15,60 kg/m2 (berat badan ideal). Pada
pemeriksaan generalis kepala normocephal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikteri, dan
terdapat refleks cahaya, tidak ditemukan pembesaran KGB. Pada pemeriksaan paru, inspeksi
paru simetris, palpasi paru tidak di temukan nyeri tekan, taktil fremitus dekstra sama dengan
sinistra, pada perkusi paru ditemukan redup pada seluruh lapanng, auskultasi ditemukan suara
vesikuler meningkat pada kedua paru, tidak adanya ronki pada kedua paru dan di dapatkan
wheezing.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien dapat didiagnosa dengan dypsnea
e.c. tuberkulosis paru dengan gejala klinis yang ditemukan adalah sesak. Pasien juga dalam
pengobatan TB Paru 3 bulan.
Dyspnea yang dikeluhkan pada pasien ini diduga berasal dari system pulmonary, yaitu
berupa gejala obstruksi pernapasan. Dugaan kuat karena pasien dalam tahap pengobatan TB
Paru 3 bulan terakhir ini. TB paru sering kali memberikan gejala sisa berupa gangguan faal
paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
Tatalaksana awal pada pasien ini antara lain adalah dengan menggunakan nebulizer
farbivent adalah terapi yang digunakan untuk bronkospasme yang berhubungan dengan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Komposisi farbivent antara adalah ipratropium br
0,5mg dan salbutamol sulphate 2.5mg . Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin
yang dapat di gunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, seperti
pneumonia. Bisolvon adalah obat yang di gunakan pada saluran pernafasan yang di sebabkan
oleh mukus yang berlebihan, seperti batuk berdahak. Berfungsi mengencerkan dahak.
Metilprednisolon adalah kortikosteroid dengan kerja intermedient yang termasuk kategori

33
adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan. Biasa digunakan untuk gangguan saluran
pernapasan. Omeprazole bekerja menghambat sekresi asam lambung dengan cara berikatan
pada pompa H+K+ATPase (pompa proton) dan mengaktifkannnya sehingga terjadi
pertukaran ion kalium dan ion hydrogen dalam lumen sel. Setelah beberapa jam kemudian
pasien merasa membaik dan dibawah ke ruang interna wanita.
Setelah di follow up di dapatkan beberapa diagnosa tambahan antara lain ialah LBP dan
Decubitus, dengan tanda-tanda klinis pasien susah bangun karena merasa sesak dan pasien
tidur lama sehingga terdapat luka di sekitar glutea.
Tatalaksana tambahan yang diberikan pada pasien ini adalah analsik, cairan D5,
aminofilin, nystatin dan metronidazole.
Analsik adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS) yang terdiri dari kombinasi dua
macam zat aktif yaitu metampiron (obat analgesik-antipiretik) dan diazepam (obat golongan
benzodiazepam). Kegunaan obat ini adalah untuk menghilangkan rasa nyeri dan kram organ
dalam (spasme organ viseral) pada saat yang bersamaan. Cairan D5 digunakan untuk
pengganti nutrisi, kadar natrium yang rendah, kadar kalium rendah, kadar magnesium rendah,
kadar kalsiu yang rendah. Cairan ini mengandung komposisi aktif seperti dextrose anhydrous
dan sodium chloride. Aminofilin adalah obat yang digunakan untuk membantu
meminimalkan reaksi otot-otot pernapasan. Nystatin adalah obat antijamur yang digunakan
untuk mengatasi infeksi yang di sebabkan oleh jamur. Kompres metronidazole pada luka
dekubitus.
Selain itu, pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa injeksi ranitidine 2x1 ampul,
ranitidin adalah obat antihistamin atau H2 antagonis bekerja pada sel-sel parietal yang
menghasilkan asam lambung, untuk menekan histamin dan sekresi asam lambung yang
dilepaskan oleh sel-sel parietal untuk mengatasi ulkus lambung, dispepsia, pencegahan ulkus
lambung, gejalanya adalah nyeri uluh hati, rasa terbakar di dada, perut terasa penuh dan mual.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi Revisi tahun 2014. Jakarta: 2014
2. Kementerian Kesehatan RI. Tuberkulosis: Temuan Obati Sampai Sembuh Info datin,
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: 2016
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDIP. 2012
4. Rekha, V.V. B., Ramachandran, R., Rao, K.V.K., Rahman, F., Adhilakshmi, A.R.,
Kaliselvi, D., Murugesan, P., Sundaram, V., Naravadan, P.R. Assessment of Long
Term Status of Sputum Positive Pulmonary TB Patients Successfully Treated with
Short Course Chemotherapy. Indian J. Tuberc. 2009: 56; 132-140. Diakses
tanggal 29 November 2017 dari http://medind.nic.in/ibrt09i3p132.pdf
5. Rasmin, Menaldi dan Wahyu, A. Pendekatan Khusus Sesak Napas. Departemen
Pulmologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FK-UI RS Persahabatan Jakarta.
Diakses tanggal 29 November 2017 dari
http://staf.ui.ac.id/system/files/user/menaldi.rasmin/material/pendekatankhususses
aknapas05.pdf
6. Swartz, Mark, H. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC. 2012

35

Anda mungkin juga menyukai