Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


HEOROIDECTOMY di RS DR SUYOTO

DISUSUN OLEH:
FITRI PURWANDARI
1410711021

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
Th. 2018
A. Definisi
Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang sering ditemukan.
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus
yang berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan
(Sudarsono,2015). Hemoroid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien,
bukan merupakan suatu keadaan yang patologis, namun bila sudah mulai
menimbulkan keluhan harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya.
Hemoroid berasal dari kata “haima” dan rheo” , yang dalam medis berarti
pelebaran pembuluh darah.
Hemorhoid adalah pelebaran dari jaringan submukosa yang mengandung venula,
arteriola, dan jaringan otot lunak yang terdapat pada kanalis
analis(Carolina,2014). Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen
atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal (Septadina,2015).
Hemoroid (wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung pembuluh
balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus.

B. Etiologi
1. Perengangan berulang selama buang air besar
2. Sembelit (kesulitan buang air besar atau konstipasi)
3. Kehamilan
4. Obesitas
5. Diet rendah serat

C. Manifestasi Klinik
1. BAB keluar darah
2. Bengkak
3. Nyeri
4. Keluar lendir
5. Terasa ada isi rektum yang belum keluar

D. Klasifikasi
1. Hemoroid eksterna adalah terjadinya varises pada pleksus hemorodialis
inferior di bawah linea dentate dan tertutup oleh kulit. Hemoroid ini
diklasifikasikan akut dan kronis.
a. Akut : berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus dan
sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut hemoroid trombosis
eksterna akut, bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada
kulit merupakan resptor nyeri.
b. Kronik berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
dan sedikit pembuluh darah.
2. Hemoroid intrna adalah pembengkakan vena pada pleksus hemoroidalis
superior, di atas linea dentate dan tertutup oleh mukosa. Terdapat 4 derajat
hemoroid:
a. Derajat I, terjadi varises tetapi belum ada benjolan saat defekasi. Dapat
diketahui dengan adanya perdarahan melalui signiodoskopi.
b. Derajat II, ada perdarahan dan prolaps jaringan di luar anus saat mengejan
selama defekasi tetapi dapat kembali secara spontan.
c. Derajat III, sama dengan derajat II, hanya saja prolaps tidak dapat kembali
secara spontan, harus didorong (manual).
d. Derajat IV, prolaps tidak dapat direduksi atau inkarserasi. Benjolan dapat
terjepit diluar, dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedem dan ulserasi.

E. Patofisiologi
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Inspeksi
Pada inspeksi, hemoroid eksterna mudah terlihat apalagi bila sudah mengalami
trombus, sedangkan hemoroid eksterna sudah dapat terlihat pada pemeriksaan,
saat istirahat atau ketika berbaring. Hemoroid interna yang prolaps dapat dengan
menyuruh pasien untuk mengejan.
2. Rectal Toucher ( Colok dubur)
Pada colok dubur, hemoroid interna biasanya tidak teraba dan juga tidak sakit.
Dapat diraba bila sudah mengalami trombus atau sudah ada fibrosis. Trombus dan
fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
3. Anoskopi
Dengan cara ini kita dapat melihat hemoroid interna. Benjolan hemoroid akan
menonjol pada ujung anoskop. Pada anoskopi dapat dilihat warna selaput lendir
yang merah meradang atau perdarahan, banyaknya benjolan, letaknya dan
besarnya benjolan. Trombis terlihat sebagai masaa biru atau ungu mengkilat
dengan bekuan subkutan berdekatan dengan anus.
4. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi
(rektum/sigmoid).
5. Pemeriksaan Feses
Diperlukan untuk mengetahui adanya darah samar.
6. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat hemoglobin/hematokrit ika perdarahan
yang terjadi sangat besar dan terus menerus.

G. Penatalaksanaan
Terapi Non Bedah
a. Terapi konservatif dan obat-obatan (medikamentosa)

Pengobatan konservatif terdiri dari mengubah kebiasaan defekasi dan manipulasi


diet. Terapi konservatif ini ditujukan untuk pasien yang memiliki kebiasaan diet
atau higiene yang tidak normal. Kebanyakan pasien dengan hemorhoid (derajat I
dan II) dapat diobati dengan tindakan lokal dan anjuran diet. Untuk
menghilangkan faktor penyebab, misalnya obstipasi dapat dengan cara banyak
makan makanan berserat seperti buah dan sayur, banyak minum dan mengurangi
konsumsi daging serta makanan yang merangsang.
Hemorhoid interna yang mengalami prolaps karena edema umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres
lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan air hangat selama
10 sampai 15 menit (sitz bath) juga dapat meringankan nyeri.
Pengobatan topikal bisa dilakukan dengan cara memberikan salep dan atau
suposituria seperti lidokain, hidrosmin dan flukortolon yang dapat mengurangi
keluhan subjektif meski tidak dapat menyembuhkan. Bila ada infeksi diberikan
antibiotika per oral. Untuk melancarkan defekasi dan mengurangi mengejan saat
buang air besar dapat diberikan pencahar, seperti cairan parafin
atau larutan magnesium sulfat 10 %. Obat-obatan yang biasa digunakan, antara
lain:
a. Pencahar

Tujuannya untuk mengatasi konstipasi dan menghindari mengejan saat buang air
besar. Pencahar yang menjadi pilihan pertama adalah pencahar pembentuk massa.
Obat golongan ini berasal dari alam, yaitu agar-agar dan psillium dan berasal
semisintetik, yaitu metilselulosa dan natrium karboksi metil selulosa.
b. Anestesi topikal

Yang biasa digunakan adalah krim lidokain 5%, dimana akan menurunkan
permeabilitas ion sodium pada membran syaraf, menghambat depolarisasi,
menghambat transmisi impuls syaraf. Termasuk obat golongan B untuk wanita
hamil dan digunakan secara topikal.
Analgesik

Seperti asetaminofen yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Termasuk


golongan B untuk wanita hamil. Obat ini diberikan jika hemorhoid terasa sangat
nyeri.
c. Terapi alternatif lain yang masih dalam penelitian, antara lain flavonoid.
Campuran flavonoid yang berasal dari sitrus telah lama dikenal sebagai
pengobatan hemorhoid pada kehamilan.

b. Rubber band ligation


Hemorhoid yang besar atau mengalami prolaps dapat ditangani dengan gelang
karet menurut Barron yang dipopulerkan pada tahun 1962. Gelang dipasang pada
mukosa di atas massa hemorhoid yang sedikit inervasinya dibantu dengan
proktoskopi atau anoskopi kecil. Cara kerja metode ini adalah akan
mangobliterasi lokal vena hemorrhoidalis sampai terjadi ulserasi (7-10 hari) yang
diikuti dengan terjadinya jaringan parut (3-4 minggu) dan hemorhoid tersebut
akan terlepas dengan sendirinya. Prosedur ini dilakukan pada hemorhoid derajat 3.
Prosedurnya tidak menyakitkan dan sekaligus dapat dilakukan beberapa ikatan.
c. Sclerotherapy (injection therapy)
Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini menggunakan zat
sklerosan yang disuntikkkan para vassal. Setelah itu sklerosan merangsang
pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke vena-vena
hemorhoidalis, akibatnya perdarahan berhenti. Sklerosan yang dipakai adalah 5%
phenol in almond oil dan 1% polidocanol. Sebanyak 1 cc hingga 2 cc zat
sklerosing disuntikkan submukosa ke dalam jaringan longgar diatas hemorhoid
interna, pada kuadran yang terkena dengan harapan timbul inflamasi, fibrosis, dan
jaringan parut lalu hemorhoid mengecil. Injeksi ini dilakukan dengan jarum
hemorhoid panjang melalui anoskop, dan injeksi harus dilakukan diatas
mucocutaneus junction. 1
Terapi ini sesuai untuk hemorhoid derajat 1 dengan gejala perdarahan minimal.
Tetapi untuk hemorhoid derajat 2 dan 3 manfaatnya tidak banyak. Hemorhoid
derajat 2 sebaiknya diberikan kombinasi terapi injeksi dengan ligasi. Metode ini
mudah dilakukan, aman, dan memberikan hasil yang baik, hanya akan terjadi
sedikit nyeri bila injeksi dilakukan pada tempat yang tepat

d. Cryosurgery
Metode ini bertujuan merusak sel dengan suhu sekitar–20 derajat Celcius.
Pembengkakan terjadi dalam 24 jam dan terjadi drainase yang membutuhkan
penggantian pembalut setiap 3 jam perhari. Penggunaan suhu ekstrim (sangat
dingin) untuk memusnahkan jaringan yang sakit. Hemorhoid dapat dibuat
nekrosis dengan cara membekukannya dengan CO2 atau N2O.
e. Hemorroidal Arteri Ligation (HAL)

Pada terapi ini, arteri hemorhoidalis diikat sehingga jaringan hemorhoid tidak
mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan hemorhoid
mengempis dan akhirnya nekrosis.
f. Infra Red Coagulation (IRC)
Prinsipnya adalah denaturasi protein melalui efek panas dari infra merah, yang
selanjutnya mengakibatkan jaringan terkoagulasi. Untuk mencegah efek samping
dari infra merah berupa jaringan sekitar yang sehat, maka jangka waktu paparan
dan kedalamannya perlu diukur akurat. Metode ini digunakan pada hemorhoid
derajat I-II.
g. Generator Galvanis

Jaringan hemorhoid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari bateri
kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemorhoid interna.
h. Bipolar Coagulation
Prinsipnya sama dengan terapi hemorhoid lain, yaitu menimbulkan nekrosis
jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan sebagai penghancur
jaringan, yaitu radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan
diatermi bipolar, selaput mukosa sekitar hemorhoid dipanasi dengan radiasi
elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan.
Cara ini efektif untuk hemorhoid interna yang mengalami perdarahan.
Terapi Bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemorhoid derajat III dan IV. Metode ini mirip dengan infra merah.
Hanya saja memiliki kelebihan dalam kemampuan memotong. Prinsip utama
hemorhoidektomi adalah eksisi hanya pada jaringan dan harus digabung dengan
rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat
prolapsus mukosa.
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini, yaitu bedah konvensional
(menggunakan pisau atau gunting), bedah laser (sinar laser sebagai alat
pemotong), dan bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
Bedah Konvensional
Saat ini ada tiga teknik yang biasa digunakan, yaitu :
1. Teknik Milligan – Morgan

Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemorhoid di tiga tempat utama. Teknik ini
dikembangkan di Inggris pada tahun 1973. Basis massa hemorhoid tepat diatas
linea mukokutan dicengkram dengan hemostat dan diretraksi dari rektum.
Kemudian di pasang transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemorhoidalis.
Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemorhoid eksterna. Suatu insisi
elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus
hemorhoidalis internus dan eksternus yang dibebaskan dari jaringan yang
mendasarinya. Hemorhoid di eksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai
jahitan transfiksi catgut maka hemorhoid eksterna dibawah kulit di eksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga
kelompok hemorhoid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat
merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak.
Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak
jaringan.
2. Teknik Whitehead

Teknik operasi Whitehead dilakukan pada hemorhoid yang sirkuler dengan


mengupas seluruh hemorhoidalis interna, membebaskan mukosa dari submukosa
dan melakukan reseksi sirkuler terhadap mukosa di daerah tersebut. Lalu
mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck

Pada teknik operasi Langenbeck, vena hemorhoidalis interna dijepit radier dengan
klem. Dilakukan penjahitan jelujur dibawah klem dengan chromic catgut no 2/0,
kemudian eksisi jaringan diatas klem, setelah itu, klem dilepas dan jepitan jelujur
dibawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah
dan tidak mengandung risiko pembentukan parut sekunder yang bisa
menimbulkan stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam
karena sfingter ani harus benar-benar lumpuh.
Bedah Laser
Pada prinsipnya pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya
alat pemotongnya menggunakan laser CO2. Saat laser memotong, pembuluh
jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka,
dan nyeri yang minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf
rasa nyeri ikut terpatri. Di anus terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional,
saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan,
serabut saraf terbuka akibat serabut saraf tidak mengerut, sedangkan selubungnya
mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut saraf dan selubung saraf
menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut saraf tidak terbuka. Untuk
hemorhoidektomi, dibutuhkan daya laser 12-14 watt. Setelah jaringan diangkat,
luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4-6 minggu luka
akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH)
atau Hemorhoid Circular Stapler (HCS). Teknik ini mulai diperkenalkan pada
tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo, sehingga
teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini
diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja
stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan
pendorong di belakangnya.
Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemorhoid dengan mendorongnya
ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemorhoid ini ke posisi
anatominya semula karena jaringan hemorhoid ini masih diperlukan sebagai
bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemorhoid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang
dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus.
Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan
sebuah gelang dari titanium, diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan dibagian
atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemorhoid tersebut. Bagian
jaringan hemorhoid yang berlebih masuk kedalam stapler. Dengan memutar
sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang
berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemorhoid maka suplai
darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemorhoid mengempis
dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena
tindakan dilakukan diluar daerah yang sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar
20-45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin
singkat
4. Hemorhoidektomi selama Kehamilan
Hemorhoid pada wanita hamil biasanya cukup diatasi dengan laksatif, pelunak
feses, dan sitz baths. Hemorhoid yang mengalami trombosis dapat diatasi dengan
cara eksisi. Namun, pada beberapa kasus, hemorhoid dalam kehamilan
membutuhkan tindakan operatif apabila hemorhoid tersebut menimbulkan
komplikasi. Saleeby, dkk melakukan hemorrhoidektomi pada 25 dari 12.455
wanita hamil (0,2%). Tiga diantaranya dilakukan pada trimester tiga. Tindakan
bedah tersebut berupa closed type hemorrhoidectomy yang hanya membutuhkan
anestesi lokal.
5. Haemorhoidektomi
a. Pengertian
Adalah eksisi bedah untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam
proses hemoroid.
Prinsip pada hemoroidectomy adalah eksisi hanya pada jaringan yang menonjol
dan eksisi konservasi kulit serta anoderm normal

b. Indikasi
Penderita hemorroid yang mengalami keluhan menahun da pada penderita
hemoroid derajat III dan IV
Penderita yang mengalami perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh
dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana.~

c. Prosedur Tindakan
Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya melebar secara digital dan
hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian
potong. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter
untuk memungkinkan keluarnya buang angin dan darah; penempatan Gelfoan atau
kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka anal
H. Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hemoroid pre dan post
operasi hemoroidektomi menurut Carpenito-Moyet (2007), Smeltzer & Bare
(2002), NANDA (2007) :
a. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat rencana pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit
atau jaringan anal.
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma jaringan sekunder pada luka
di anus yang masih baru.
d. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area
rektal/ anal sekunder akibat penyakit anorektal, trauma jaringan dan reflek spasme
otot spingter ani sekunder akibat operasi.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran invasive.
f. Resiko konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defeksi.
2. Intervensi (Rencana Tindakan)
Fokus intervensi pada pasien pre dan post operasi hemoroid menurut Doenges
(2000), Carpenito-Moyet (2007), dan NANDA (2007) :
a. Cemas berhubungan dengan krisis situasi sekunder akibat rencana
pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas berkurang.
Kriteria hasil : Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat
dalam berhadapan dengan mereka. Tampil santai, dapat beristirahat/ tidur cukup
melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat
diatasi.
Rencana tindakan :
1) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan
prosedur pembedahan
Rasional : rasa takut yang berlebihan atau terus-menerus akan mengakibatkan
reaksi stress yang berlebihan.
2) Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan faktual.
Rasional : mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien untuk
menghadapinya secara realistis.
3) Catat ekspresi yang berbahaya/ perasaan tidak tertolong, pre okupasi
dengan antisipasi perubahan/ kehilangan, perasaan tercekik.
Rasional : pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang ditunjukkan
dengan antisipasi prosedur pembedahan/ diagnosa/prognosa penyakit.
4) Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun
pada ruang operasi.
Rasional : pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan
ketidakmampuan untuk
melatih kontrol.
5) Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang.
Tinjau lingkungan sesuai kebutuhan.
Rasional : ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien
menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan
berbelit-belit.
6) Instruksikan pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi.
Rasional : mengurangi perasaan tegang dan rasa cemas.
7) Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada
kulit/ jaringan anal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit membaik.
Kriteria hasil :
1) Mencapai penyembuhan luka.
2) Mendemonstrasikan tingkah laku/ teknik untuk meningkatkan kesembuhan
dan mencegah komplikasi.
Rencana tindakan :
1) Beri penguatan pada balutan sesuai indikasi dengan teknik aseptik yang
ketat.
Rasional : lindungi luka dari kontaminasi, mencegah akumulasi cairan yang dapat
menyebabkan eksoriasi.
2) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
Rasional : pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka/
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang
lebih serius.
3) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka
Rasional : menurunnya cairan, menandakan adanya evolusi dan proses
penyembuhan.
4) Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
Rasional : mencegah kontaminasi luka.
5) Irigasi luka dengan debridement sesuai kebutuhan.
Rasional : membuang luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma jaringan sekunder pada
luka di anus yang masih baru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami
perdarahan.
Kriteria hasil : Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal, pasien tidak
mengalami perdarahan, tanda-tanda vital berada dalam batas normal : tekanan
darah 120 mmHg, nadi : 80-100x/ menit, pernapasan : 14 – 25 x/ mnt, suhu: 36 -
370C ± 0,50C
Rencana tindakan :
1) Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada pasien sehingga
dapat menentukan intervensi selanjutnya.
2) Monitor tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi perdarahan.
3) Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan.
Rasional : Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat membantu
menentukan intervensi selanjutnya.
4) Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi
lain jika diperlukan.
Rasional : Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung terapi yang
diberikan pada pasien sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal.
5) Awasi jika terjadi anemia
Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
6) Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan
perdarahan : pemberian transfusi, medikasi.
Rasional : mencegah terjadinya komplikasi dari perdarahan yang terjadi dan untuk
menghentikan perdarahan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area
rektal/ anal sekunder akibat penyakit anorektal, trauma jaringan dan refleks
spasme otot sfingter ani sekunder akibat operasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan.
2) Feses lembek, tidak nyeri saat BAB.
3) Tampak rileks, dapat istirahat tidur.
4) Ikut serta dalam aktivitas sesuai kebutuhan.
Rencana tindakan :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
Rasional : Mengetahui perkembangan hasil prosedur.
2) Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman : tidur miring.
Rasional : posisi tidur miring tidak menekan bagian anal yang mengalami
peregangan otot untuk meningkatkan rasa nyaman.
3) Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong saat duduk.
Rasional : untuk meningkatkan mobilisasi tanpa menambah rasa nyeri.
4) Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rectal hangat
atau sit bath dilakukan 3-4x/ hari.
Rasional : meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan odema dan meningkatkan
penyembuhan (pendekatan perineal).
5) Dorong penggunaan teknik relaksasi : latihan nafas dalam, visualisasi,
pedoman, imajinasi.
Rasional : menurunkan ketegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan
meningkatkan kemampuan koping.
6) Beri obat-obatan analgetik seperti diresepkan 24 jam pertama.
Rasional : memberi kenyamanan, mengurangi rasa sakit.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran
invasive.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil :
1) Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan
infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi.
2) Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit.
Rencana tindakan :
1) Kaji status nutrisi, kondisi penyakit yang mendasari.
Rasional : mengidentifikasi individu terhadap infeksi nosokomial
2) Cuci tangan dengan cermat
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu
3) Rawat luka dengan teknik aseptik/ antiseptik
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu
4) Batasi pengunjung
Rasional : melindungi individu yang mengalami defisit imun dan infeksi.
5) Batasi alat-alat invasive untuk benar-benar perlu saja
Rasional : melindungi individu yang mengalami defisit imun dan infeksi.
6) Dorong dan pertahankan masukan TKTP
Rasional : kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
7) Beri therapy antibiotik rasional sesuai program dokter
Rasional : mencegah segera terhadap infeksi
8) Observasi terhadap manifestasi klinis infeksi (demam, drainase, purulen)
Rasional : deteksi dini proses infeksi.
f. Resiko konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defekasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien bisa BAB 1x
sehari dengan konsistensi lembek.
Kriteria hasil, individu akan :
1) Menggambarkan program defekasi terapeutik
2) Melaporkan atau menunjukkan eliminasi yang membaik (lunak, namun
tidak berdarah defekasi lebih 3x dalam seminggu)
3) Menjelaskan rasional intervensi
Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien/ keluarga tentang pentingnya segera berespon terhadap
perasaan defekasi.
Rasional : dengan distensi kronik feses akan lebih keras dalam rectum.
2) Rekomendasikan perubahan diit untuk meningkatkan bulk (tinggi serat 1x
sehari) dan cairan ± 8-10 gelas/ hari.
Rasional : meningkatkan penyerapan cairan dalam usus sehingga feses lembek.
3) Anjurkan mencoba supositoria daripada oral dalam 1 jam setelah sarapan.
Rasional : meningkatkan reflek gastro kolik bila lambung kosong
4) Tingkatkan tingkat aktivitas secara adekuat
Rasional : latihan yang tidak adekuat merupakan faktor utama dalam perubahan
konsistensi feses.
5) Hindari sarapan yang mengandung asam lemak
Rasional : memperlambat rangsangan reflek dan memperlambat pencernaan.
6) Tingkatkan penggunaan obat konstipasi 2x sehari bila diperlukan.
Rasional : Melancarkan Buang Air Besar.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono,Danar F(2015).Diagnosis dan Penanganan Hemoroid.Lampung:J


Majority
Carolina,L,dkk(2014).Hemorhoid dalam Kehamilan.Sumatera Selatan:MKS
Septadina,Indri,dkk(2015). Gambaran Histopatologi Epitel Traansisional
Kolorektal pada Pasien Hemoroid.Palembang:Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
www.itokindo.org 2011 (free pdf: Manajemen Modern dan Kesehatan
Masyarakat)

Anda mungkin juga menyukai