Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEKNOLOGI DIBIDANG PETERNAKAN


“INSEMINASI BUATAN”

OLEH
KELOMPOK 6
SURIYANTI (1416040005)
AFRIANTI (1416040011)
RAHMANIA (1416040013)
VIKRA MUDIAH M (1416040014)

PENDIDIIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan Rahmat dan Ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah
mata kuliah “Teknologi Reproduksi Ternak” ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan staf pengajar
maupun pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan arahan serta dukungan,
sehingga dalam menyelesaikan pembuatan makalah penulis menjadi sangat terbantu.
Tujuan dari Makalah ini adalah agar pembaca khususnya mahasiswa intelektual
Fakultas Peternakan dapat menambah wawasan pengetahuannya mengenai bahasan
dari setiap materi yang tertuang pada makalah kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan masukan sangat penulis harapkan,
yang dapat bermanfaat bagi kami dan bersifat membangun serta berkaitan dengan
perbaikan Makalah di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap, kiranya Makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar, April 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia antara
lain adalah masih rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini
terjadi karena sebagian besar peternakan di Indonesia masih merupakan
peternakan konvensional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi dan
keterampilan peternak relatif masih rendah.
Orientasi swasembada daging sapi tahun 2014 (PSDS 2014) tidak semata-
mata diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan konsumen dengan pengendalian
impor (sapi dan daging) tetapi lebih diarahkan dalam konteks peningkatan
produksi, kesejahteraan peternak, dan kesinambungan usaha peternak sapi serta
meningkatkan daya saing produksi, sehingga secara langsung maupun tidak
langsung dampaknya akan mengurangi ketergantungan dari impor daging dan sapi
bakalan.
Tulang punggung penyediaan daging sapi di Indonesia adalah peternak
berskala kecil, karena hanya sedikit peternak yang berskala menengah atau besar.
Peternakan rakyat berskala kecil biasanya merupakan usaha sambilan sehingga
kurang mendapat perhatian khususnya kesehatan reproduksi ternak. Apakahnya
ternaknya sudah cukup sehat sehingga dapat beranak setiap tahun, atau mengalami
gangguan reproduksi yang berdampak pada rendahnya service per conception
(S/C), panjangnya calving interval (CI), rendahnya angka kelahiran dan
meningkatnya angka kemajiran..
Oleh karena itu untuk memperoleh sapi yang mempunyai nilai produksi
yang tinggi, kebutuhan akan manajemen pun akan sangat penting untuk
diperhatikan. Selain itu Insenminasi Buat sering dilakukan untuk meningkatkan
produktifitas dan meningkatkan kualitas dari populasinya menjadi lebih baik
dengan cara menggabungkan sifat unggul dari beberapa ternak kedalam ternak
keturunannya.

B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan ?
2) Bagaimana sejarah perkembangan Inseminasi Buatan Di Indonesia?
3) Apa Tujuan dan manfaat dan kerugian dilakukannya Inseminasi Buatan ?
4) Bagaimana sapi yang siap di Inseminas.?
5) Bagaimana pelaksanaan Inseminasi ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
1) Untuk mengetahui pengertian Inseminasi Buatan
2) Untuk mengetahui sejarah perkembangan Inseminasi Buatan Di Indonesia
3) Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dan kerugian dilakukannya Inseminasi
Buatan
4) Untuk mengetahui bagaimana sapi yang siap di Inseminas
5) Untuk agaimana pelaksanaan Inseminasi ?

D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1) Dapat menambah pengetahuan Mahasiswa akan Seputar IB.
2) Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan
inseminasi di Lapangan.

E. Ruang Lingkup Pembahasan


Dalam bahasan makalah yang kami buat ini mencakup arti dari Inseminasi
Buatan itu sendiri, sejarah perkembangan Inseminasi Di Indonesia, tujuan dan
manfaat dan kerugian yang akan didapatkan dengan mekukan inseminasi, Sapi-
sapi yang layak untuk di inseminasi dan pelaksanaan inseminasi buatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Inseminasi Buatan
Teknologi modern pada zaman sekarang telah mampu mengatasi masalah
kemandulan (bagi manusia) dan menghasilkan bibit-bibit unggul (bagi hewan yang
dapat menguntungkan manusia), khususnya dalam bidang bioteknologi. Hal
tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan melalui inseminasi buatan.
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi yang sudah lama
dikenal, namun masih relevan untuk digunakan sekarang ini. Inseminasi Buatan
(IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani
(sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang
berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan
menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) telah sejak dahulu berkembang di
masyarakat peternak,terutama sapi perah, karena teknologi tersebut telah mampu
memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Dalam hal pelaksanaan program 1B,
maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program tersebut.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh adalah faktor betina, faktor semen beku
dan faktor sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini inseminator. Induk betina
akan merespon program 113 apabila saat dilakukan IB kondisi induk sedang dalam
keadaan estrus (berahi), untuk betina dara sudah dalam usia dewasa kelamin, serta
memang si induk tersebut tidak mempunyai catatan penyakit terutama penyakit
reproduksi .Inseminasi Buatan didefinisikan sebagai proses memasukkan semen ke
dalam organ reproduksi betina dengan menggunakan alat inseminasi . Prosesnya
secara luas mencakup penampungan semen, pengenceran dan pengawetan semen
sampai pada deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina (Ax et al, 2000).
B. Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal
tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan
Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan
istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa
Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa
Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor,
difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya,
Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi
IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak
B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi
perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965,
keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak
menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang
telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk,
melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi
onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di
Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan
pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak kurang
berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak
Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi
Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu
Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB,
di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran
pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana
penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-
tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan
mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju
produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat
memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat
terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat
memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi
tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi
umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu,
sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami
kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan
susu bubuk impor sebagai bahan bakunya.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak
disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan
terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di
lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga
pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan
Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun.
Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di
Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan
semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB
mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di
Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis
pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah
Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi
memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun
kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya
yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten,
dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978).
Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang
kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB pada
kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang
dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua
tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini
disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas
semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar
terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini
banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan
kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin
menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya
penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan
perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.

C. Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan


Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah
suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang
telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan
ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus
yang disebut ‘insemination gun‘.
1) Tujuan Inseminasi Buatan
a. Memperbaiki mutu genetika ternak;
b. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang
dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas
dalam jangka waktu yang lebih lama;
d. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.

2) Keuntungan IB
a. Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b. Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c. Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d. Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan
dalam jangka waktu yang lama;
e. Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena
fisik pejantan terlalu besar;
f. Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang
ditularkan dengan hubungan kelamin.

3) Kerugian IB
a. Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat
maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b. Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang
digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan
diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c. Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen
beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d. Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila
pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui
suatu progeny test).
D. Contoh penerapan IB

Sapi yang layak untuk di IB memenuhi syarat antara lain :


1. Sapi betina yang telah memenuhi umur pubertas.
2. Telah menunjukkan tanda-tanda birahi.
3. Sebaiknya induk memiliki tulang pelvis (pinggul ) yang lebar.
4. Jika kondisi induk sangat kecil gunakan semen sapi bali.

Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan (IB)


Pemeriksaan Awal
Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan,
selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan Inseminasi Buatan itu
sendiri dilaksanakan.
Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) akan berakibat pada
kerugian waktu yang cukup lama. Jarak antara satu birahi ke birahi selanjutnya
adalah kira-kira 21 hari sehingga bila satu birahi terlewati maka kita masih harus
menunggu 21 hari lagi untuk melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) selanjutnya.
Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) juga akan
berakibat pada terbuangnya waktu percuma, selain kerugian materiil dan
immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat pelaksanaan Inseminasi Buatan
(IB) serta terbuangnya biaya transportasi baik untuk melaporkan dan memberikan
pelayanan dari pos Inseminasi Buatan (IB) ke tempat sapi birahi berada.

Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah :


a. ternak gelisah
b. sering berteriak
c. suka menaiki dan dinaiki sesamanya
d. vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa
Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh,
Baseuh)
e. dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna
f. nafsu makan berkurang
Gejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari
oleh pemilik ternak. Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak
tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar sapinya
masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya.
Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan
sapi yang telah beranak.

Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB)


Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi,
karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka.
Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-
periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah :
permulaan birahi : 44%
pertengahan birahi : 82%
akhir birahi : 75%
6 jam sesudah birahi : 62,5%
12 jam sesudah birahi : 32,5%
18 jam sesudah birahi : 28%
24 jam sesudah birahi : 12%
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inseminasi Buatan adalah suatu proses percepatan kebuntingan pada ternak
yang sangat berperan dalam menentukan keberhasilan dan kemajuan kegenetik,
inseminasi buatan banyak digunakan karena mempunyai banyak keuntungan bagi
para peternak. Meskipun Inseminasi Buatan mempunyai banyak keuntungan
namun tidak selamanya dan seterusnya ternak bisa di Inseminasi Sewaktu-waktu
karena harus memenuhi Siklus birahinya terlebih dahulu.

B. Saran
1) Sapi yang telah diinseminasi, sebaiknya tidak dilepas dahulu kedalam
kelompok, untuk mencegah kegagalan inseminasi buatan.
2) Peternak diharapkan mengetahui dengan baik gejala-gejala timbulnya birahi
pada sapi, dan segera melaporkan pada inseminator agar tidak terjadi
keterlambatan inseminasi buatan.
3) Penyuluhan diharapkan dilakukan kepada masyarakat, agar lebih mengetahui
dan lebih paham dengan inseminasi buatan.
DAFTAR PUSTAKA

Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and
Goats. Butterworths. Sydney.

Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In Reproduction in Farm Animal 4thEdition.


Hafez, E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger. Philadelpia.

Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction
in Farm Animals. 6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.

Partodiharjo, Soebadi. 1987. Pemulia Biakkan Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta.

Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Toelihere, M . R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Gramedia

Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai